Você está na página 1de 19

REFRAT

ALCOHOLIC LIVER DISEASES

Oleh :
Yusuf Budi Hermawan
G99141084
Anisa Nur Rahma
G99141085
Pembimbing

dr. P. Kusnanto, SpPD-KGEH, FINASIM


KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
S U R AK AR TA
2015

BAB I
PENDAHULUAN
Konsumsi alkohol merupakan kebiasaan orang dewasa yang sudah menjadi budaya.
Pengguna alkohol umumnya sangat adiktif dan menyebabkan perubahan kebiasaan pada
seseorang. Pilihan alkohol yang diminum juga terpengaruh oleh umur, ras, status ekonomi,
tetapi semua jenis alkohol diketahui dapat menyebabkan alkoholic liver disease. Peminum
alkohol berat diketahui dapat meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas terutama dari
penyakit infeksi dan beresiko terkena penyakit kardiovaskular, otak, pankreas, ginjal, dan
keganasan (Tomey dan Mucey, 2004)
Alcoholic liver diseases adalah perubahan klinis dan morfologi yang terjadi pada
lemak hati,inflamasi hepatik, dan nekrosis menjadi fibrosis yang progresif (sirosis alkoholik)
akibat konsumsi alkohol. Selain itu, peningkatan jumlah alkohol akan meningkatkan
progresifitas penyakit liver lain seperti Hepatitis virus maupun keganasan hepatocelular
carcinoma (Mandayam et.al., 2004)
Pada tahun 1970an terjadi penurunan kejadian mortalitas akibat ALD di beberapa
negara. Namun, dekade terakhir, terjadi peningkatan jumlah kematian dan keparahan. Pada
penelitiandiprancis skitar 14.3 per 100.000 penduduk meninggal akibat ALD, sedangkan di
USA sekitar 7-9 per 100.000 penduduk. (Bellentani, et. al., 1997)
Patogenesis dan faktor resiko ALD telah banyak dijelaskan di beberapa penelitian
sebelumnya. Konsumsi alkohol menyebabkan perubahan dan progresivitas kerusakan liver.
Mekanisme hepatotoksisitas sangat kompleks dan multifaktorial. Alkoholisme merupakan
faktor sekunder yang menyebabkan liver injury. Faktor primer yang berperan yaitu genetik
dan hubungan langsung dengan hepatotoksisitas etanol dan perubahan metabolik dan
imunologik akibat alkoholisme. Faktor lain seperti nutrisi dan faktor hepatotoksik dapat
meningkatkan progresivitas penyakit liver. (Bellentani, et. al., 1997)

BAB II
STUDI PUSTAKA
I. ANATOMI HATI
Hepar (hati) merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada
manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi
kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 1600 gram.
Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak
bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan
intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang
berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma.
Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare area. Terdapat refleksi peritoneum
dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa
ligamen.
Macam-macam ligamen:
1. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding ant. abd dan terletak di
antara umbilicus dan diafragma.
2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig. falciformis ;
merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.
3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :Merupakan bagian dari
omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum sblh prox ke
hepar.Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan duct.choledocus
communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari Foramen
Wislow.
4. Ligamentum Coronaria Anterior dan Lig coronaria posterior: Merupakan refleksi
peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.
5. Ligamentum triangularis ki-ka : Merupakan fusi dari ligamentum coronaria anterior dan
posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.
Secara anatomis, organ hepar tereletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan
melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan pada orang
normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan lobus
kanan dpt mencapai sela iga 4/ 5 tepat di bawah aerola mammae. Lig falciformis membagi
hepar secara topografis bukan scr anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri.

Secara Mikroskopis
Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan
elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenchym hepar
mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari hepar seperti spons
yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk
ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut
berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang
meliputinya terediri dari sel-sel fagosit yg disebut sel Kupfer. Sel Kupfer lebih permeabel
yang artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain.
Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan sinusoid.
Pada pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli, di
tengah-tengah lobuli terdapat 1 vena sentralis yg merupakan cabang dari vena-vena hepatika
(vena yang menyalurkan darah keluar dari hepar). Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli
terhadap tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis
yang mengandung cabang-cabang v.porta, A.hepatika, ductus biliaris. Cabang dari vena porta
dan A.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak
percabangan
Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yg terletak di antara sel-sel
hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya ke
dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar, air keluar dari saluran empedu
menuju kandung empedu.

II. FISIOLOGI HATI


Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi
tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati
yaitu :
1.

Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat


Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan 1
sama lain.Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi
glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati
kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen
mjd glukosa disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber
utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa
monophosphat shunt

dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai

beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP,
dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat
diperlukan dalam siklus krebs).
2.

Fungsi hati sebagai metabolisme lemak


Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan
katabolisis asam lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :

1. Senyawa 4 karbon Keton Bodies


2. Senyawa 2 karbon Active Acetate (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)
3. Pembentukan cholesterol
4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi
kholesterol .Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid
3.

Fungsi hati sebagai metabolisme protein


Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi,
hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino. Dengan proses transaminasi,
hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satusatunya organ yg membentuk plasma albumin dan - globulin dan organ utama bagi
produksi urea. Urea merupakan end product metabolisme protein. - globulin selain
dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang globulin hanya
dibentuk di dalam hati. Albumin mengandung 584 asam amino dengan BM sekitar
66.000.

4.

Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah


Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan
koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X.
Benda asing menusuk kena pembuluh darah yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila
ada hubungan dengan katup jantung yang beraksi adalah faktor intrinsik. Fibrin harus
isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vitamin K
dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.

5.

Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin


Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, dan K

6.

Fungsi hati sebagai detoksikasi


Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi,
reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat
racun dan obat-obatan.

7.

Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas


Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui
proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi - globulin sebagai
immune livers mechanism.

8.

Fungsi hemodinamik
Hati menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal 1500 cc/ menit
atau 1000 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica 25% dan di dalam
v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh
faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu
berolahraga, terpapar terik matahari, dan syok. Hepar merupakan organ penting untuk
mempertahankan aliran darah.
B. ALCOHOLIC LIVER DISEASE
Definisi
Alkoholik liver disease adalah suatu manifestasi klinis dan perubahan morfologi yang

terjadi diawali dari fatty liver menjadi inflamasi hepatic dan nekrosis menjadi fibrosis
progresif. Hal ini disebabkan oleh alkoholisme kronis. Perubahan pertama pada hati yang
ditimbulkan alkohol adalah akumulasi lemak secara bertahap di dalam sel-sel hati
(infiltrasi lemak) dan alkohol menimbulkan efek toksik langsung terhadap hati. (Price
& Wilson, 2005).
Etiologi
Penyebab utama sirosis hepatis di negara barat:

Sumber : Mitchell, Kumar, Abbas, & Fausto (2008)


Alkohol adalah istilah yang umum untuk senyawa organik apa pun yang memiliki
gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon, yang ia sendiri terikat pada atom
hidrogen dan atau atom karbon lainnya. Gugus fungsional alkohol adalah hidroksil yang
terikat pada karbon hibridisasi.
Ada tiga jenis utama alkohol: primer, sekunder, dan tersier. Nama-nama ini merujuk
pada jumlah karbon yang terikat pada karbon C-OH. Etanol dan metanol adalah
alkohol primer. Alkohol sekunder yang paling sederhana adalah propan-2-ol, dan alkohol
tersier sederhana adalah 2-metilpropan-2-ol. Rumus kimia umum alkohol adalah
CnH2n+1OH.

Ada 3 golongan minuman berakohol yaitu golongan A; kadar etanol 1%-5% (bir),
golongan B; kadar etanol 5%-20% (anggur/wine) dan golongan C; kadar etanol 20%-45%
(Whiskey, Vodca, TKW, Manson House, Johny Walker, Kamput).
Konsumsi etanol 40-80mg perhari untuk pria dan 20-40mg perhari untuk wanita
selama 10-12 tahun merupakan faktor resiko utama terjadi ALD. Berdasarkan beberapa studi
prospektif selama 12 tahun konsumsi 28-41 botol ( 336-492 g etanol ) per minggu
meningkatkan resiko ALD 7 kali pada laki-laki dan 17 kali pada perempuan (Gramenzi et. al,
2006). Perkembangan penyakit pada alkoholisme berat yang sering terjadi adalaah fatty liver,
sekitar 10-35% berkembang menjadi hepatitis dan hanya 8-20% akan berkembang menjadi
sirosis. Setelah terjadi hepatitis alkoholik dan sirosis konsumsi alkohol akan memperburuk
prognosis. Angka harapan hidup dalam 5 tahun menjadi <70% pada orang yang masih
mengkonsumsi alkohol dan meningkatan menjadi 90% apabila berhenti minum alkohol.
Setelah terjadi komplikasi angka harapan hidup menjadi <30% (Mandayam et.al., 2004).

Tabel 1. Resiko terjadinya ALD pada peminum alkohol (NIAAA,2011)


Patofisiologi
Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan dari konsumsi alkohol.
Konsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis melukai sel-sel hati. Tiga
puluh persen dari individu-individu yang meminum setiap harinya paling sedikit 8 sampai 16
ons minuman keras (hard liquor) selama15 tahun atau lebih akan mennyebabkan sirosis.
Konsumsi ethanol untuk laki-laki 40-80 gram/hari, untuk wanita 20-40 gram/hari
selama lebih dari 12 tahun akan megembangkan menjadi alkoholik liver disease. Alkohol
menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati; dari hati berlemak yang sederhana

dan tidak rumit (steatosis), ke hati berlemak yang lebih serius dengan peradangan
(steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke sirosis alkoholik (Gramenzi et. al, 2006).
Progresifitas Alkoholik Liver Disease pada Peminum Berat

(Sumber: Gramenzi et. al, 2006)


Setelah hepatitis alkoholik dan sirosis berkembang, konsumsi alkohol terus-menerus
adalah prediktor utama untuk memperburuk prognosis. Konsumsi alkohol kronis
membebaskan radikal bebas yang merusak DNA , yang diperbaiki oleh DNA ligase III ,
polimerase DNA b dan poli ( ADPribose ). Penurunan perbaikan lesi DNA merupakan faktor
risiko penting untuk progresifitas Alkoholik Liver Disease. (Gramenzi et. al, 2006) (Corwin,
2009)
Metabolisme Ethanol di Hepar
Stres oksidatif memainkan peran penting

pada proses terjadinya ALD. Oksidasi

etanol dan karbon dioksida dimediasi oleh tiga sistem enzim utama hepar ADH dalam
sitoplasma ,

sistem okdidasi mikrosomal etanol dalam retikulum endoplasma halus

mitokondria ( terutama CYP2E1 ) dan fungsi katalase dalam di membran peroxisomal .


Semua jalur ini biokimia menghasilkan asetaldehida sebagai toxin hepar.

(Sumber: Gramenzi et. al, 2006)


Alkohol menyebabkan peningkatan stres oksidatif hepar. Kemudian
terbentuk Reactive Oxygen Species (ROS ) dan aduksi . Sehingga ADH menghasilkan
asetaldehida, yang selanjutnya teroksidasi menjadi asetat oleh ALDH . Asetaldehida dapat
membentuk hybrid - aduksi dengan residu reaktif ( misalnya malondialdehyde aduksi ) yang
bekerja pada protein atau molekul kecil ( misalnya sistein ). Kemudian mediasi peroksidasi
lipid dan oksidasi asam nukleat. Proses terakhir oksidasi lebih lanjut dalam metabolisme
alkohol disertai dengan pengurangan

dinukleotida adenin nikotinamida ( NAD ), yang

menghasilkan asetat sebagai hasil proses metabolisme.


Dalam keadaan normal, pengurangan NAD (NAD fiNADH) diatur oleh siklus Krebs.
Pergeseran yang disebabkan oleh konsumsi alkohol berlebihan diduga merusak metabolisme
karbohidrat dan lipid, akhirnya menyebabkan gangguan glukoneogenesis dan pengalihan
metabolisme untuk ketogenesis dan sintesis asam lemak.
Jumlah peningkatan tersebut menimbulkan pengurangan NADH yang setara,
mengarahkan shuttering ke mitokondria, kemudian menginduksi elektron komponen rantai
transpor untuk memberikan sinyal bahwa terjadi penurunan. Sehingga memfasilitasi transfer
elektron ke molekul oksigen untuk menghasilkan spesies reaktif seperti anion superoksida.
Pembentukan mitokondria ROS juga dapat berasal dari perubahan produksi kompleks
mitokondria I dan III. Perubahan juga dapat mencetuskan pembentkan anion superoksida
dalam mitokondria.
Dengan demikian, perubahan yang terjadi di mitokondria merupakan pencetus utama
di mana sejumlah besar ROS yang dihasilkan, yang kemudian menyebabkan kerusakan sel
dan nekrosis. Akhirnya, inhibisi NADH diinduksi mitokondria b-oksidasi menyebabkan

akumulasi lipid intraseluler, sehingga terjadi steatosis pada hepar (Sumber: Gramenzi et. al,
2006).
Mekanisme kerusakan hepar pada konsumsi alkohol
Penggunaan alkohol meningkatkan permeabilitas usus untuk berbagai zat yang
termasuk endotoksin bakteri , seperti lipopolisakarida. Lipopolisakarida bersitensis dengan
sel Kupffer dengan berikatan pada reseptor CD14. Ikatan tersebut mengaktifkan faktor nuklir
kappa B ( NF - kB ) yang menyebabkan produksi berlebih sitokin pro - inflamasi seperti
TNF - , IL - 6 dan mengubah pertumbuhan faktor beta ( TGF - ). Sedangkan TNF - dan
IL 6 sering terlibat dalam kolestasis dan sintesis protein fase akut , TGF - terdapat dalam
proses fibrogenesis melalui aktivasi sel stellata hati. Setelah muncul mediator pro-inflasmasi
hepar ditandai dengan adanya necro - inflamasi , apoptosis dan fibrosis , menyebabkan
terjadinya penyakit hati dan menjadi sirosis. (Poullis et. al., 2003)

(Sumber: Gramenzi et. al, 2006)


Alkohol dapat meningkatan stress oksidatif di hepar yang kemudian dipengaruhi oleh
asetaldehid menimbulkan peroksidasi lemak yang dapat merusak proses imunologi yang
normalnya terjadi pada hepar. Hal ini juga dipengaruhi oleh peningkatan permeabilitas usus
yang menyebabkan dikeluarkannnya endotoksik sehingga dikeluarkan mediator-mediator
inflamasi seperti TGF- yang merangsang terjadinya proses fibrosis pada sel Stellate.
Sehingga menimbulkan proses necroinflamsi dan atau appoptosis. (Gramenzi et. al, 2006)
Stadium Alkoholik Liver Disease
Hubungan staging alkoholik sirosis hepatik

(Shresta S, 2011)
Alkoholik Liver Disease memiliki tiga stadium:
1) Perlemakan hati alkoholik
Stadium

pertama dari

sirosis

alkohol

yang

relatif

jinak,

ditandai oleh

penimbunan trigliserida di hepatosit dan terjadi pada 90% pecandu alkohol kronis
(Corwin, 2009). Alkohol dapat menyebabkan penimbunan trigliserida di hati yang
dapat meluas hingga mengenai lobulus hati. Hati menjadi besar, lunak, berminyak
dan berwarna kuning (Mitchell, Kumar, Abbas, & Fausto, 2008).
2) Hepatitis alkoholik
Stadium kedua sirosis alkohol dan diperkirakan diderita oleh 20-40%
pecandu alkohol kronis (Corwin, 2009). Kerusakan hepatosit mungkin
disebabkan

oleh

toksisitas

produk

akhir

metabolisme alkohol, terutama

asetaldehida dan ion hidrogen. Nekrosis sel hati (dalam


ballooning

dan

apoptosis)

di

bentik

degenerasi

daerah sentrilobiler dan juga terdapat

pembentukan badan Mallory (agrerat eosinofilik

intraselular

flamen

intermediet), reaksi neutrofil terhadap hepatosit yang bergenerasi, inflamasi


porta, dan fibrosis (sinusoidal, perisentral, periportal) (Mitchell, Kumar,
Abbas, & Fausto, 2008).
3) Sirosis alkoholik
Pada stadium ini, sel hati yang mati diganti oleh jaringan parut. Pitapita fibrosa terbentuk dari aktivasi respon peradangan yang kronis dan
mengelilingi serta melilit di antara hepatosit yang masih ada. Peradangan kronis
menyebabkan timbulnya pembengkakan dan edema interstisium yang membuat

kolapsnya pembuluh darah kecil dan meningkatkan resistensi terhadap aliran


darah yang melalui hati yang menyebabkan hipertensi portal dan asites
(Corwin, 2009). Hati mengalami transformasi dari hati yang berlemak (fatty
liver) dan membesar menjadi hati yang tidak berlemak (nonfatty), mengecil
dan berwarna cokelat (Mitchell, Kumar, Abbas, & Fausto, 2008).
PROSEDUR DIAGNOSTIK
Anamnesis:
Pasien dengan ALD datang ke pelayanan kesehatan dengan keluhan anoreksia dan
penurunan berat badan, sakit perut dan distensi, atau mual dan muntah atau, gejala yang lebih
berat dan spesifik dapat mencakup ensefalopati dan gagal hati. Temuan fisik termasuk
hepatomegali, ikterus, asites, spider nevi, demam, dan ensefalopati. Pada pasien didapatkan
riwayat memnium alkohol yang kronik atau peminum berat (Maddrey,1998)
Pemeriksaan fisik:
Physical Examination
Constitutional

Demam

Skin

Spidernevi
Pembesaran kelenjar ludah dan parotis
Palmar eritem
Kuning
Rambut di tubuh berkurang
Ginekomastia

Musculoskeleta
l

Kontraktur dupuytren
Clubbing finger
Muscle wasting

Genitourinary

Atrofi Testis

Abdomen

Hepatomegali atau pengecilan hepar


Splenomegaly
Ascites
Kekakuan hepar

Neurologic

Asterixis
Confusion, stupor

Sumber: (Oshea RS et. al., 2010)

Pemeriksaan laboratorium:

Temuan laboratorium

Hyperbilirubinemia (usually conjugated)


Prolonged prothrombin time
Hypoalbuminemia

Aspartate aminotransferase and alanine


aminotransferase levels elevated,
usually < 300 U/L; AST/ALT ratio ~ 2:1

Hematologic

Anemia
Leukocytosis or leukopenia
Thrombocytopenia
Increased serum globulin levels

Metabolic

Elevated blood ammonia level


Hyperglycemia
Respiratory alkalosis
Hypomagnesemia
Hypophosphatemia
Hyponatremia
Hypokalemia

Liver synthetic
function
Liver enzyme
levels

Sumber: (Oshea RS et. al., 2010)


Pemeriksaan histopatologi:
Gambaran normal hepar dan hepatosit (Shrestha S. 2011)
Sel hepatosit normal
Gambaran liver normal

Hepatosit steatosis
Makroskopis :

Lembut, berwarna kuning, berminyak, membesar (4-6 kg)


1.

Alkoholisme
sedang:
microvesicular droplet lipid
yang
terakumulasi
di
hepatosit
dan
tidak
mendorong nukleus ke perifer
2.
Alkoholisme
kronik:
macrovesicular
gloubes,
menekan
dan
nukleus
berpindah
ke
perifer
hepatosit
3.
Kerusakan
awal
sel,
terdapat
deposisi
lemak
centrilobular
4.
Dengan atau tanpa fibrosis
perivenular (Shrestha S. 2011)
Sumber : (Shrestha S. 2011)
Sirosis alkoholic
Makroskopis

Merah berbintik-bintik dengan area empedu bernoda


Normal atau membesar
Sering terdapat nodul dan fibrosis

Mikroskopis

Sumber : (Shrestha S. 2011)

Hepatosit membengkak ( balooning ) : karena akumulasi lemak , air dan protein .


Hepatosit nekrosis ( balooning degeneration ) yang menarik neutrofil
Mallory bodies : inklusi sitoplasma eosinofilik di degenerasi hepatosit

Reaksi neutrophilic : Neutrofil mengelilingi tubuh mallory seperti " serigala di sekitar
api unggun "
Fibrosis : " kawat ayam " fibrosis mengelilingi hepatosit ( sinusoidal , perivenular dan
ocassionaly periportal ) (Shrestha S. 2011)

Sirosis alkoholic
Makroskopis

Sumber : (Shrestha S. 2011)

Mikronodular ( nodul < 3cm diameter ) , Kuning , Lemak , Membesar ( > 2 kg )


Setelah bertahun-tahun : Macronodular ( nodul > 3cm diameter ) , kecoklatan , Non fatty , ukuran menngecil( < 1 kg )

Mikroskopis

Sumber : (Shrestha S. 2011)

Arsitektur lobular : Tidak arsitektur lobular normal dapat diidentifikasi dan vena
sentral sulit ditemukan
Fibrous septa : Septa fibrosa membagi parenkim hati ke dalam modul yang awalnya
halus dan memperpanjang melalui sinusoid dari :
o Vena pusat untuk daerah portal dan
o Saluran portal ke saluran Portal
Parenkim hepar :

o Regenerasi hepatosit menghasilkan micronodules ( parenkim menunjukkan


perubahan lemak yang luas ) .
o Septa fibrosa melebar dan menyelimuti nodul , hepar lebih fibrotik ,
kehilangan lemak dan ukuran menyusut progresif.
o Campuran mikronodular dan pola macronodular terlihat
o Laennec sirosis : nekrosis iskemik dan serat nodul menghilang sehingga
gamabran terlihat keras , pucat, dan terdapat jaringan parut .
Peradangan : Infiltrat sel mononuklear jarang dan terdapat septa fibrosa
Statis biliaris (Shrestha S. 2011)

PENATALAKSANAAN
Terapi utama penyakit hati alkoholik adalah pantangan minum alkohol. Pasien sering
gagal dalam melakukan pantangan minum alkohol tanpa support yang baik. Rawat inap
berguna sebagai evaluasi diagnostik pasien dengan ikterik, ensefalopati, atau ascites yang
tidak diketahui penyebabnya . Selain itu, pasien dengan penyakit hati alkoholik dapat disertai
dengan gagal ginjal, demam, gangguan intake oral, atau fungsi hepar yang buruk dan terjadi
ensefalopati progresif atau koagulopati.
Terapi nutrisi
Perawatan suportif untuk semua pasien adalah nutrisi yang cukup. Hampir semua
pasien dengan hepatitis alkoholik memiliki beberapa tingkat kekurangan gizi, tetapi
memperkirakan beratnya malnutrisi sebagai parameter klinis atau laboratorium yang sensitif
dan kurang spesifik. Ahli gizi berperan dalam menilai tingkat kekurangan gizi dan
memberikan edukasi gizi pada pasien ALD.
Tingkat malnutrisi berkorelasi langsung dengan mortalitas jangka pendek(1bulan)
dan jangka panjang (1 tahun). Pada 1 tahun dari saat diagnosis hepatitis alkoholik, pasien
dengan malnutrisi ringan memiliki tingkat kematian 14% dan menjadi 76% pada pasien
dengan malnutrisi berat. Upaya untuk memperbaiki kekurangan gizi protein-kalori dengan
nutrisi oral atau tambahan parenteral , atau keduanya menghasilkan efek yang beragam.
Secara umum, nutrisi enteral lebih baik dibandingkan suplementasi parenteral (Medenhall
et.al., 1986). Protein harus tercukupi agar terjadi keseimbangan nitrogen positif. Asam amino
rantai cabang berguna sebagai suplemen untuk menjaga keseimbangan nitrogen positif pada
pasien yang tidak bisa menerima asupan protein liberal pada pasien dengan ensefalopati
(Schenker dan Halff, 1993). Namun, biaya membatasi penggunaan rutin pada pasien ALD
dengan malnutrisi. Suplementasi gizi umumnya dikaitkan dengan peningkatan hasil LFT, dan

mengacu pada pedoman praktek rekomendasi makan sehari-hari pada pasien dengan penyakit
hati alkoholik.

Terapi medikamentosa

Terapi untuk pasien Alcoholic Liver Disease


Terapi

Penggunaan rutin

Potential Benefit

Pantangan alkohol

Yes

Survival

Terapi nutrisi

Yes

Survival, laboratory

Kortikosteroid

Yes

Survival

Pentoxifylline

Consider if DF 32

Survival, less renal failure

Propiltiourasil

Consider (preliminary data)

No

Infliximab

No

No

Colchicine

No

No

Insulin, glucagon

No

No

Calcium channel blocker

No

No

Vitamin E

No

No

SAMe

No

No

Silymarin (milk thistle)

No

No

Liver transplantation

Consider (for decompensated


cirrhosis)

Survival ~ 70% at 5 yr

DF, discriminant function. SAMe, S-adenosyl-L-methionine

(Sumber: Fairbanks,2012)

DAFTAR PUSTAKA
1. Gramenzi et.al. 2006. Review article: alcoholic liver disease pathophysiological
aspects and risk factors. Dipartimento di Medicina Interna, Cardioangiologia ed
2.
3.
4.
5.

Epatologia,Universita`di Bologna, Bologna, Italy


Guyton &Hall. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Hadi.Sujono, Gastroenterology,Penerbit Alumni / 1995 / Bandung
Hakim Zain.L, Penatalaksanaan Penderita Sirosis Hepatis
Lesmana.L.A, Pembaharuan Strategi Terapai Hepatitis Kronik C, Bagian Ilmu

Penyakit Dalam FK UI. RSUPN Cipto Mangunkusumo


6. Maddrey WC: Alcoholic hepatitis: Clinicopathologic features and therapy. Semin Liv
Dis 1998;8(1):91-102.
7. Maryani, Sutadi. 2003. Sirosis hepatic. Medan : Bagian ilmu penyakit dalam USU.
8. Mendenhall CL, Tosch T, Weesner RE, et al: VA cooperative study on alcoholic
hepatitis II: Prognostic significance of protein-calorie malnutrition. Am J Clin Nutr
1986;43:213-218.
9. Mitchell, Kumar, Abbas, & Fausto. (2008). Buku saku dasar patologis penyakit
Robbins & Cotran. (Andry hartono: Penerjemah). Jakarta: EGC.
10. NIAAA . 2011. Alcoholic dringking level and risk,
http://www.hamsnetwork.org/limits/ (diakses 4 Juni 2015)
11. O'Shea RS, Dasarathy S, McCullough AJ: Alcoholic Liver Disease. Hepatology
2010;51(1):307-328
12. Poullis AP, Shetty AK, Risley PD, Collinson PO, Mendall MA. Effect of the CD14
promoter polymorphism on liver function tests and its association with alcohol and
obesity. Eur J Gastroenterol Hepatol 2003; 15: 131722.
13. Rosenack,J, Diagnosis and Therapy of Chronic Liver and Biliarry Diseases
14. Schenker S, Halff GA: Nutritional therapy in alcoholic liver disease. Semin Liver Dis
1993;13(2):196-209.
15. Sherlock.S, 1997. Penyakit Hati dan Sistim Saluran Empedu, Oxford,England
Blackwell.
16. Shrestha S. 2011. Morphology Alchoholic Sirosis Hepatis,
http://medchrome.com/basicscience/pathology/morphology-alcoholic-liver-disease/
(diakses 4 Juni 2015)
17. Soeparman 1987. Ilmu Penyakit Dalam jilid I, Edisi II, Penerbit Balai FK UI, Jakarta
Fairbanks

KD.

2012.

Alcoholic

Liver

Diseases,

http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/hepatology/a
lcoholic-liver-disease/Default.htm#bib20 (diakses 4 Juni 2015)
18. Tome S, Lucey MR. Review article: current management of alcoholic liver disease.
Aliment Pharmacol Ther 2004; 19: 70714.

Você também pode gostar