Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
2. Demensia alkoholik
Kelemahan kognitif, perubahan pola hidup, dan perubahan tingkah laku
merupakan hasil dari penggunaan alkohol dalam jangka waktu lama. Mekanisme
alkohol menjadi demensia masih diperdebatkan.
3. Kelainan nutrisi
Mekanisme defisiensi vitamin B12 pada kelainan neurologis telah diketahui
beberapa tahun ini. Kekurangan vitamin B112 menyebabkan degenerasi subakut,
gejala psikiatrik, multiple sklerosis, demensia atau gangguan kognitif.
4. Keainan endokrin
Autoimun ensephalopatik. Autoimun enchepalopatik merupakan istilah terbaru
yang diajukan untuk demensia yang terjadi oleh karena proses autoimun. Autoimun
ensefalopati menyebabkan beberapa gejala penurunan kognitif.
Penyakit Alzheimer dikarakteristikkan sebagai defisit memori secara progresif,
terganggunya fungsi kognitif dan perubahan tingkah laku. Hal yang mendasari penyakit ini
adalah Senile Plaque dan Anyaman Neurofibrillari, yang menyebabkan disfungsi sinaptik
yang progresif dan bahkan kematian otak, khususnya diskus limbik dan korteks asosiasi.
Plak senilis terdiri atas inti amiloid peptide yang dikelilingi oleh presinap akhir yang
degeneratif bersama dengan astrosit dan sel-sel merugikan.
Anyaman Neurofibrilar dibentuk oleh neuron interseluler dari protein Tau dan
mengakibatkan kolaps pada mikrotubulus. Saat ini mutasi dari 4 gen yang dipercaya menjadi
dasar penyakit ini, Presenilin 1 (PSEN1), Preseniulin 2 (PSEN2), E4 alel opolipoprotein E
(OPOE) dan Amiloid Prekursos Protein (APP).
Terdapat 2 tipe prekursos amiloid: neurite dan non neuritik plak senile. Plak neuritik
hanya ditemukan pada pasien dengan Alzheimer. Pada Alzheimer biasanya tidak ada gejala
klinis selain demensia dan pada MRI memperlihatkan temuan yang tidak spesifik meliputi
atrofi dan dilatasi ventrikel. Mini Mental State Examination, digunakan untuk mengetahui
keparahan dari gangguan mental. Otak pasien Alzheimer memperlihatkan atrofi yang parah
diikuti daya penurunan berat otak 35%, sulkus otak melebar, girus menyempit dan ventrikel
3 dan 4 berdilatasi, bagian putih dan abu-abu khususnya pada lobus temporalis menghilang.
Secara patologis terdapat gambaran hilangnya sel neuron, deposit plak amiloid,
anyaman neurofibrilasi dan inflammasi sekunder.
Penyebab utama dari Alzheimer adalah peningkatan produksi dan akumulasi Amiloid
peptide dari 42 asam amino. Pada pasien Alzheimer tahap awal ditemukan mutasi pada gen
yang mengkode1 Amiloid Prekursor Protein (APP), PSEN1, PSEN2, discare hespero ablasi
protelike Amiloid. Oligomerisasi Amiloid 1-42 dan deposit pada difusi pada otak
mengaktifkan sel neuralgia dan astrosit sehinggan terjadi penghentian
pembentukan
anyaman neurofibrilari dan terjadi disfungsi sel neuron yang luas dengan kematian sel dan
deposit.
Penatalaksanaan akut untuk Alzheimer adalah sebagai berikut:
1. Pasien dengan suspek autoimun imunologi
Pengobatan awal menggunakan
a. Kortikosteroid dosis tunggal
b. Metil Prednisolon IU 1000 mg selama 5 hari (dapat digunakan baik dirawat
inap maupun rawat jalan)
c. Pengobatan rawat jalan dengan Prednison dengan dosis 60-80 mg.
EPILEPSI AUTOIMUN
A. Latar Belakang
Epilepsi autoimun adalah epilepsy yang disebabkan oleh antibodi atau sel T
sitotoksik yang menyerang autoantigen korteks cerebri dan sangat berpotensi untuk
dihentikan dengan imunoterapi secara dini. Diagnosis Epilepsi autoimun dapat
ditegakkan apabila pada pasien dapat ditemukan gejala sebagai berikut:
1.
Pasien dapat baru menunjukkan onset gejala kejang saat dalam isolasi atau
dengan gangguan neurologis predominan kejang. Kejang bersifat fokal atau
multifokal, lebih banyak dari yang general primer.
2.
Satu atau lebih autoantibodi spesifik intraseluler saraf atau antigen membran
plasma dalam serum atau cairan LCS dan dengan respon spesifik dari percobaan
imunoterapi.
3.
b.
c.
d.
Epilepsi kriptogenik onset akut dengan kontrol kejang yang tidak sempurna
dengan durasi < 2 tahun
2.
Epilepsi kriptogenik onset akut ditambah satu atau lebih kriteria berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Nyeri kepala
g.
h.
i.
Riwayat kanker
j.
Riwayat merokok (>20 pak per tahun) atau faktor risiko kanker lain
k.
Inflamasi LCS
l.
Dari
keseluruhan
yang
mengalami
kejang parsial:
a. 81 % mengalami kegagalan pengobatan dengan 2 atau lebih obat anti epilepsi
dan mengalami serangan kejang setiap hari,
b. 38% mengalami kejang semiologi yang bersifat multifokal atau berubah
seiring waktu.
Karakteristik demografis dan klinis (bangkitan kejang, temuan klinis, dan gejala yang
berhubungan) telah dicatat. Hasil MRI kepala dan hasil pemeriksaan FDG-PET seluruh tubuh
dinilai oleh minimal 2 pengamat yang tidak mengetahui data klinis.
Pemeriksaan EEG adalah kegiatan merekam melalui elektroda yang dipasangkan pada
scalp dengan menggunakan sistem internasional pemasangan 10-20 elektroda. Seluruh
kegiatan EEG dilampirkan menjadi dua 1-channel dan kemudian diperpanjang menjadi 30channel rekaman digital EEG. Hasil dari neural antibodi kemudian dicatat.
Substrat dari cerebellum, otak tengah, perut, dan ginjal digunakan dalam uji
immunoflouresen indirek untuk mendeteksi antibodi inti neuronal dan glial, serta antibodi
IgG sitoplasma. Uji In-House dilakukan radioimunipresipitasi untuk mendeteksi reaksi
antibodi. Frekuensi dari autoantibodi neural pada kontrol kesehatan telah dilaporkan
sebelumnya. Antibodi Ma/Ta diidentifikasi dengan rekombinan Western blot.
Pemeriksaan immunofluoresen tambahan dilakukan pada bagian korteks cerebri,
hipopokampus, dan talamus untuk mendeteksi autoantibodi IgG synapse-reactive untuk
NMDA, AMPA, dan reseptor aminobutyric acid B.
Seropositivitas
reseptor
NMDA
dikonfirmasi
secara
molekular
dengan
immunofluoresens pada sel HEK293 bereaksi dengan DNA pelengkap reseptor NMDA.
Seropositif untuk kompleks antibodi VGKC dianalisis lebih jauh untuk IgG spesifik. Protein
ini kopresipitat dengan kompleks Kv1 VGKC dari membran otak mamalia dan berligasi
dengan iodine125-labeled -dendrotoxin. Seluruhnya diperiksa pada 126 kontrol sehat yang
memiliki hasil negatif untuk kompleks autoantibodi VGKC, Lgi 1, atau Caspr2.
Respon terhadap immunoterapi dikategorikan dalam dasar laporan dokter dan pasien
mengenai bebas kejang, perbaikan kejang, atau tidak ada perubahan.
Data dinyatakan sebagai median untuk variabe kontinyu dan persentase untuk variabel
kategorik. Perbedaan antara memiliki respon (bebas kejang atau perbaikan kejang) dan tidak
ada respon dibandingkan dengan analisis t-test tidak berpasangan dan tes Wilcoxon untuk
perhitungan kontinyu serta X2 dan Fisher untuk tes variabel kategorik.
HASIL
A. Karakteristik Klinis
1. Hasil secara klinis, radiologis, EEG, nilai autoimun serologis, dan imunoterapi
untuk 32 pasien disajikan dalam Tabel 1 dan Tabel 2. Seluruhya ditampilkan
dengan kejang rekuren.
2. Lima puluh sembilan persen merupakan wanita.
3. Usia median saat onset kejang adalah 5.0.
4. Nilai median riwayat aktivitas kejang menurut presentasi Mayo Clinic adalah 5
bulan.
5. Dasar autoimun dicurigai berdasarkan deteksi dari autoantibodi neural, LCS
dengan gambaran inflamasi, atau MRI yang menunjukkan karakteristik inflamasi.
B. Kejang dan karakteristik EEG
1. Kejang parsial bersifat predominan
a. kejang parsial simpel dengan atau tanpa aura 27 orang dari 32 orang (84%);
b. parsial kompleks 26 orang dari 32 orang (81%);
c. kejang tonik-klonik sekunder umum 17 orang dari 32 orang (53%).
d. Kejang semiologi bervariasi atau berubah seiring waktu pada 12 orang pasien
(38%).
2. Sebagian besar pasien (81%) telah menerima 2 atau lebih obat anti epilepsi, namun
tetap sering mengalami kejang: 26 orang (81%) mengalmi kejang setiap hari; dan
sisanya mengalami minimal 1 episode kejang setiap bulan.
3. 2 pasien telah melakukan operasi epilepsi tanpa kejang; dan tidak ada yang
mengalami neoplasma. Infiltrat sel infamasi kronik perivaskular diutamakan pada
penilaian histpatologi di dalam institusi.
4. 32 orang pasien memiliki EEG yang tercatat di institusi kami dengan median 2 per
pasien.
a. EEG yang diperpanjang terjadi ada 13 orang pasien (41%).
1) Abnormalitas berikut ini dicatat: pengeluaran interiktal epileptiform, 20;
gambaran kejang elektrografik, 15; perlambatan fokal,13; dan perlambatan
umum, 12.
2) 3 pasien tidak memiliki gambaran abnormal pada EEG, namun pada 1
orang pasien memiliki gambaran perubahan inflamasi pada MRI.
C. Manifestasi neuropsikiatri lain
Tambahan manifestasi termasuk gangguan memori dan kognitif, 20 (63%);
perubahan kepribadian, 8 (25%); depresi atau kecemasan, 6 (19%). Perubahan
neurkognitif berkebang pada 3 dari 11 pasien yang tidak memiliki perubahan memori
atau afektif pada presentasi awal (34%).
D. Temuan neuroimaging
MRI otak digunakan untuk penilaian pada semua pasien.
1. 15 (47%) memiliki hasil MRI normal saat evaluasi kejang awal.
2. Abnormalitas diamat pada 22 pasien (17 saat evaluasi awal, 5 saat pemeriksaan
follow-up): kemungkinan perubahan inflamasi ditemukan pada 20 (63%); 2