Você está na página 1de 18

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN POLIP NASI

REFERAT

Diagnosis Dan Penatalaksanan


Polip Nasi

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Prasyarat


Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan THT - KL
Rumah Sakit Umum Kodya Semarang

Disusun Oleh:
Anna Yunita (406080032)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
Periode 18 Januari – 20 Februari 2010

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL 1


RUMAH SAKIT UMUM KODYA SEMARANG
PERIODE 18 JANUARI – 20 FEBRUARI 2010
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN POLIP NASI

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1

A. Latar Belakang............................................................................. 1

B. Perumusan Masalah..................................................................... 1

C. Tujuan.......................................................................................... 1

D Manfaat........................................................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 2

A. HIDUNG..................................................................................... 2

B. POLIP NASI................................................................................ 6

C. PENGELOLAAN PENDERITA.................................................

12

D. KOMPLIKASI OPERASI........................................................... 13

BAB III KESIMPULAN ......................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 15

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL 2


RUMAH SAKIT UMUM KODYA SEMARANG
PERIODE 18 JANUARI – 20 FEBRUARI 2010
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN POLIP NASI

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Polip nasi merupakan massa udematous yang lunak berwarna putih atau
keabu-abuan yang terdapat di dalam rongga hidung dan berasal dari
pembengkaan mukosa hidung atau sinus. Prevalensi yang pasti dari polip nasi
belum ada datanya, oleh karena studi epidemiologi yang dilakukan dan hasilnya
bergantung pada populasi studi serta metodenya.(1,2)

Etiologi dan patogenesis dari polip nasi belum diketahui secara pasti.
Sampai saat ini, polip nasi masih banyak menimbulkan perbedaan pendapat.
Dengan patogenesis dan etiologi yang masih belum ada kesesuaian, maka
sangatlah penting untuk dapat mengenali gejala dan tanda polip nasi untuk
mendapatkan diagnosis dan pengelolaan yang tepat.

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut


“ Bagaimana cara menegakkan Diagnosis dan Penatalaksanaan Polip Nasi “

C. TUJUAN
1. Dapat mengetahui dan memahami cara menegakkan diagnosis Polip Nasi.
2. Dapat mengetahui dan memahami penatalaksanaan Polip Nasi.

D. MANFAAT
Referat ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan
bagi penulis dan pembaca tentang diagnosis dan penatalaksanaan Polip Nasi.

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL 3


RUMAH SAKIT UMUM KODYA SEMARANG
PERIODE 18 JANUARI – 20 FEBRUARI 2010
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN POLIP NASI

B A B II
TINJAUAN PUSTAKA

A. HIDUNG
1. ANATOMI (3)

Hidung (nasus) terdiri dari piramid hidung (nasus eksternus) dan


rongga hidung (cavitas nasi)

a. Hidung Luar (Nasus Eksternus)

Hidung luar tampak seperti piramid dan melekat pada tulang


wajah. Bagian atas sempit dan berhubungan dengan dahi disebut radiks
nasi. Dari sini ke bawah terbentang dorsum nasi dan berakhir sebagai
ujung yang disebut apeks nasi.

Di bagian depan terdapat lubang disebut nares. Nares di sebelah


medial dibatasi oleh sekat yang disebut collumella sedang di sebelah
lateral dibatasi oleh alae nasi. Tepi bebas alae nasi disebut margo nasi.

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan


yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang
berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Di
sebelah superior diperkuat oleh tulang-tulang : os. nasalis, prosesus
frontalis os. maksila dan prosesus nasalis os frontal.

Di bagian bawah terdapat kerangka tulang rawan yang disebut


cartilagines nasi yang terdiri dari :
1) sepasang cartilago nasi lateralis superior
2) sepasang cartilago alaris mayor

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL 4


RUMAH SAKIT UMUM KODYA SEMARANG
PERIODE 18 JANUARI – 20 FEBRUARI 2010
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN POLIP NASI

3) sepasang cartilago alaris minores


4) cartilago septi nasi.
b. Rongga Hidung (Kavitas Nasi)

Struktur ini dimulai dari nares (lubang hidung) di sebelah


anterior sampai koana di sebelah posterior. Rongga hidung terbagi dua,
kanan dan kiri oleh septum nasi. Rongga hidung mempunyai atap,
lantai, dinding lateral dan dinding media.
Atap :
Dibentuk oleh cartilagines nasi dan tulang-tulang : os nasale, os
frontale lamina cribosa, os eithmoidale dan corpus os sphenoidale.
Dasar :
Dibentuk oleh processus palatinus os maxillae dan lamina horizontalis
os palatum
Dinding medial atau septum nasi :
Dari anterior ke posterior terdiri atas cartilage septi nasi, lamina
perpendicularis os eithmoidale dan vomer
Dinding lateral :
Dibentuk oleh os nasale, os maxilla, os lacrimale, os eithmoidale,
concha nasalis inferior dan os spheinoid. Dinding lateral ini tidak rata,
ditandai tonjolan-tonjolan conchae nasalis dan meatus nasi yang terletak
di bawah tiap conchae . Conchae nasales tersebut adalah :
- conchae nasalis suprema ( kadang ada kadang tidak)
- conchae nasalis superior
- conchae nasalis media
- conchae nasalis inferior

Dalam cavum nasi terdapat meatus nasi, yaitu :


- meatus nasi superior, di sini terdapat ostia cellulae
eithmoidales posterior

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL 5


RUMAH SAKIT UMUM KODYA SEMARANG
PERIODE 18 JANUARI – 20 FEBRUARI 2010
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN POLIP NASI

- meatus nasi medius, terdapat lubang-lubang muara dari


sinus maxilaris, sinus frontalis, cellulae ethmoidais anterior.
- meatus nasi inferor, terdapat muara ductus nasolacrimalis.
c. Vaskularisasi Hidung
1. A. sphenopalatina cabang A. maxillaris interna
2. A. eithmoidalis anterior cabang A. opthalmica mendarahi
sepertiga depan dinding lateral dan sepertiga depan septum nasi
3. A. eithmoidalis posterior, mendarahi bagian superior
4. cabang-cabang A. facialis
5. A. Palatina descendens cabang A maxillaries interna.

Pada bagian anterior septum nasi terdapat anastomosis antara R.


septi nasi A. labialis superior cabang A. facialis dengan rami septales
posterior A. Sphenopalatina cabang A. maxillaris interna, juga kadang-
kadang diikuti R. septalis anterior A.eithmoidalis anterior dan cabang
dari A. palatina major. Anastomosis ini terletak superfisial. Daerah
tempat anastomosis ini disebut daerah Kiesselbach.

Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke


V.opthalmica yang berhubungan dengan sinus kavernosus..Vena-vena di
hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan faktor predisposisi
untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial.

d. Inervasi Hidung

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan


sensorik dari n.ethmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari
n.nasociliaris, yang berasal dari n.opthalmicus. Rongga hidung lainnya,
sebagian besar mendapat persarafan sensorik dari n.maxillaris melalui
ganglion sphenopalatina. Ganglion sphenopalatina, selain mendapat
persarafan sensorik, juga memberikan persarafan vasomotor atau

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL 6


RUMAH SAKIT UMUM KODYA SEMARANG
PERIODE 18 JANUARI – 20 FEBRUARI 2010
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN POLIP NASI

otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut-serabut


sensorik dari n.maxillaris, serabut parasimpatis dari n.petrosus
superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis dari n.petrosus
profundus. Ganglion tersebut terletak di belakang dan sedikit di atas
ujung posterior concha media.

Nervus olfaktorius turun melalui lamina kribosa dari permukaan


bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor
penghidu pada mukosa olfaktorius di sepertiga atas hidung.

2. FISIOLOGI (2,4,5)

Rongga hidung dilapisi oleh yang secara secara histologik dan


funsional dibagi atas mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa
pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaanya
dilapisi oleh epitel torak berlapis semu bersilia dan diantaranya terdapat
sel-sel goblet. Pada bagian yang lebih terkea aliran udara, mukosanya lebih
kental dan kadang terjadi metaplasia menjadi epitel skuamosa. Dalam
keadaan normal, mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena
diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir
dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel goblet. Palut lendir di rongga
hidung akan didorong ke arah nasofaring oleh silia dengan gerakan teratur.
Di bawah epitel terdapat tunika propria yang banyak mengandung
pembuluh darah, kelenjar mukosa dan jaringan limfoid.

Mukosa sinus paranasal berhubungan langsung dengan mukosa


rongga hidung di daerah ostium. Mukosa sinus menyerupai mukosa rongga
hidung, hanya lebih tipis dan pembuluh darahnya juga lebih sedikit. Sel-sel
goblet dan kelenjar juga lebih sedikit dan terutama ditemukan di dekat
ostium.

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL 7


RUMAH SAKIT UMUM KODYA SEMARANG
PERIODE 18 JANUARI – 20 FEBRUARI 2010
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN POLIP NASI

Sekresi mukosa nasal merupakan campuran dari komponen-


komponen : sekresi kelenjar mukosa dan sel goblet, transudasi dan eksudasi
dari kapiler di dalam mukosa dan debris dari leukosit dan sel epitel
Fungsi hidung adalah untuk :
i. Sebagai jalan nafas
ii. Pengatur kondisi udara (air conditioning)
Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk
mempersiapkan udara yang masuk ke alveolus dengan cara
mengatur kelembaban udara dan mengatur suhu.
iii. Sebagai penyaring dan pelindung
Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu
dan bakteri dan dilakakukan oleh rambut, silia, palut lendir
(mucous blanket), dan lysozyme.
iv. Indra penghidu
v. Resonansi suara
Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi.
vi. Proses berbicara
Hidung membantu proses pembentukan kata-kata. Pada
pembentukan konsonan nasal (m,n,ng) rongga mulut tertutup dan
hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran udara.
vii. Refleks nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan
dengan saluran cerna, kardiovaskular dan pernafasan.

B. POLIP NASI

1. Definisi

Polip nasi adalah suatu pseudotumor bersifat edematosa yang


merupakan penonjolan keluar dari mukosa hidung atau sinus paranasalis,
massa lunak, bertangkai, bulat, berwarna putih atau keabu-abuan yang
terdapat di dalam rongga hidung (2).
BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL 8
RUMAH SAKIT UMUM KODYA SEMARANG
PERIODE 18 JANUARI – 20 FEBRUARI 2010
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN POLIP NASI

Sering kali berasal dari sinus dimana menonjol dari meatus ke


rongga hidung. Berdasarkan hasil pengamatan, polip nasi terletak di
dinding lateral cavum nasi terutama daerah meatus media. Paling banyak
di sel-sel eithmoidalis. Dapat juga berasal dari mukosa di daerah antrum,
yang keluar dari ostium sinus dan meluas ke belakang di daerah koana
posterior (polip antrokoanal).(6)

2. Etiologi

Etiologi polip nasi belum diketahui secara pasti. Penyakit ini masih
banyak menimbulkan perbedaan pendapat, terutama mengenai etiologi dan
patogenesisnya. Terjadinya polip nasi dapat dipengaruhi oleh beberapa hal :
umur, alergi, infeksi dan inflamasi dominasi eosinofil. Deviasi septum juga
dicurigai sebagai salah satu faktor yang mempermudah terjadinya polip
(2)
nasi . Penyebab lainnya diduga karena adanya intoleransi aspirin,
perubahan polisakarida dan ketidakseimbangan vasomotor(7).

3. Patogenesis

Epitel mukosa hidung secara terus menerus terekspos lingkungan


luar melalui udara yang diinspirasi yang berpotensial menyebabkan
kerusakan epitel dan infeksi.

Polip nasi terjadi karena adanya peradangan kronis pada


membran mukosa hidung dan sinus yang disebabkan oleh kerusakan epitel
akibat paparan iritan, virus atau bakteri.

Banyak faktor yang berperan dalam pembentukan polip nasi.


Kerusakan epitel terlibat dalam patogenesis polip. Sel epitel dapat
mengalami aktivasi dalam respon terhadap alergen, polutan maupun agen
infeksius. Sel akan mengeluarkan berbagai faktor yang berperan dalam
respon inflamasi dan pemulihannya, antara lain neuropeptide-degrading

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL 9


RUMAH SAKIT UMUM KODYA SEMARANG
PERIODE 18 JANUARI – 20 FEBRUARI 2010
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN POLIP NASI

enzym, endothelin, nitric oxide, asam arakidonat, sitokin inflamasi yang


mempengaruhi sel inflamasi. Faktor-faktor tersebut akan menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, adhesi leukosit, sekresi mukus,
stimulasi fibroblas dan kolagen.(5)

Beberapa faktor inflamasi telah dapat diisolasi dan dibuktikan


dihasilkan pada polip nasi. Faktor-faktor tersebut meliputi endothelial
vascular cell adhesion molecule (VCAM)-1, nitric oxide synthese,
granulocyte-macrophage colony–stimulating factor (GM-CSF), eosinophil
survival enhancing activity (ESEA), cys-leukotrienes (Cys-LT) dan sitokin
lainnya. (8)

Radikal bebas adalah molekul yang sangat reaktif yang


kemungkinan berperan juga dalam terjadinya polip. Radikal bebas dapat
menyebabkan kerusakan selular yang pada akhirnya dapat menyebabkan
kerusakan jaringan.Tubuh menghasilkan endogenous oxidants sebagai
respon dari bocornya elektron dari rantai transport elektron, sel fagosit dan
sistem endogenous enzyme (MAO, P450, dsb)

Epitel polip nasi terdapat hiperplasia sel goblet dan hipersekresi


mukus yang kemungkinan besar berperan dalam menimbulkan obstruksi
nasal dan rinorrhea. Sintesis mukus dan hiperplasia sel globet diduga
terjadi karena peranan epidermal growth factors (EGF). (8)

Adanya proses peradangan kronis menyebabkan hiperplasia


membran mukosa rongga hidung, adanya cairan serous di celah-celah
jaringan, tertimbun dan menimbulkan edema, kemudian karena pengaruh
gaya gravitasi. Akumulasi cairan edema ini menyebabkan prolaps mukosa.
Keadaan ini menyebabkan terbentuknya tangkai polip,(9,13) kemudian
terdorong ke dalam rongga hidung oleh gaya berat.

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL 10


RUMAH SAKIT UMUM KODYA SEMARANG
PERIODE 18 JANUARI – 20 FEBRUARI 2010
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN POLIP NASI

Struktur stroma polip nasi dapat mempunyai vasodilatasi pembuluh


darah sedikit atau banyak, variasi kepadatan tipe sel yang berbeda, seperti
eosinofil, neutrofil, sel mast, plasma sel dan lain-lain.
Eksudasi plasma mikrovaskular berperan dalam perkembangan
kronik edem pada polip nasi.

Gambaran histopatologi dari polip nasi bervariasi dari jaringan yang


edem dengan sedikit kelenjar sampai peningkatan kelenjar. Eosinofil dapat
muncul, menandakan komponen alergi. Hal ini menunjukkan adanya proses
dinamis yang nyata pada polip nasal yang dipengaruhi oleh banyak faktor
seperti aliran udara, faktor lain yang dapat mempengarui epitel polip dan
proses regenerasinya, perbedaan epitel dan ketebalannya, ukuran polip,
infeksi dan alergi.

Beberapa buku menyebutkan alergi sebagai penyebab utama polip


nasi. Hal ini dibuktikan dengan adanya penimbunan eosinofil dalam jumlah
besar dari jaringan polip atau dalam sekret hidung. Polip hidung yang
disebabkan oleh alergi seringkali dialami penderita asma dan rinitis alergi
(9)
.
Infeksi virus dan bakteri juga dikatakan sebagai salah satu penyebab
dari polip nasi. Pada polip nasi yang disebabkan oleh infeksi ditemukan
infiltrasi sel-sel neutrofil, sedangkan sel eosinofil tidak ditemukan.

Menurut Ogawa dari hasil penelitiannya pada penderita polip


hidung disertai deviasi septum, polip lebih sering didapatkan pada rongga
hidung dengan septum yang cekung. Deviasi septum hidung akan
menyebabkan aliran udara pada bagian rongga hidung dengan septum yang
cekung, akan lebih cepat dari bagian cembung di rongga hidung sisi lain.
Percepatan ini terjadi pada rongga hidung bagian atas dan menimbulkan
tekanan negatif. Tekanan negatif ini merupakan rangsangan bagi mukosa
hidung sehingga meradang dan terjadi edema (2).

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL 11


RUMAH SAKIT UMUM KODYA SEMARANG
PERIODE 18 JANUARI – 20 FEBRUARI 2010
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN POLIP NASI

Pada intoleransi aspirin, terjadinya polip nasi disebabkan karena


inhibisi cyclooxygenase enzyme. Inhibisi tersebut menyebabkan pelepasan
mediator radang, yaitu cysteinyl leucotrienes.(10)

4. Gejala dan Tanda


Timbulnya gejala biasanya pelan dan insidius, dapat juga tiba-tiba
dan cepat setelah infeksi akut. Sumbatan di hidung adalah gejala
utama.dimana dirasakan semakin hari semakin berat. Sering juga ada
keluhan pilek lama yang tidak sembuh-sembuh(6) , sengau, sakit kepala.
Pada sumbatan yang hebat didapatkan gejala hiposmia atau anosmia, rasa
lendir di tenggorok.
Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior tampak adanya massa lunak,
bertangkai, tidak nyeri jika ditekan, tidak mudah berdarah dan pada
pemakaian vasokontriktor (kapas efedrin 1%) tidak mengecil. Pada
pemeriksaan rhinoskopi posterior bila ukurannya besar akan tampak massa
berwarna putih keabu-abuan mengkilat yang terlihat mengggantung di
nasofaring (1).

5. Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan pemeriksaan Endoskopi nasal dan sinus untuk
memastikan adanya polip nasal maupun sinus dan untuk menentukan letak
polip nasal tersebut. Dapat pula dilakukan pemeriksaan CT-scan, tes alergi,
kultur tetapi hal ini dilakukan atas indikasi. Gambar dari suatu polip nasi
yang tampak dengan endoskopi.

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL 12


RUMAH SAKIT UMUM KODYA SEMARANG
PERIODE 18 JANUARI – 20 FEBRUARI 2010
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN POLIP NASI

6. Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari polip nasi adalah :

a. Angiofibroma Nasofaring Juvenil

Etiologi dari tumor ini belum diketahui. Menurut teori, jaringan


asal tumor ini mempunyai tempat perlekatan spesifik di dinding
posterolateral atap rongga hidung. Dari anamnesis diperoleh adanya
keluhan sumbatan pada hidung dan epistaksis berulang yang masif.
Terjadi obstruksi hidung sehingga timbul rhinorhea kronis yang diikuti
gangguan penciuman. Oklusi pada tuba Eustachius akan menimbulkan
ketulian atau otalgia. Jika ada keluhan sefalgia menandakan adanya
perluasan tumor ke intrakranial.

Pada pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi posterior terlihat adanya


massa tumor yang konsistensinya kenyal, warna bervariasi dari abu-abu
sampai merah muda, diliputi oleh selaput lendir keunguan. Mukosa
mengalami hipervaskularisasi dan tidak jarang ditemukan ulcerasi. Pada
pemeriksaan penunjang radiologik konvensional akan terlihat gambaran
klasik disebut sebagai tanda Holman Miller yaitu pendorongan prosesus
Pterigoideus ke belakang.

Pada pemeriksaan CT scan dengan zat kontras akan tampak


perluasan tumor dan destruksi tulang sekitarnya. Pemeriksaan
arteriografi arteri karotis interna akan memperlihatkan vaskularisasi
tumor. Pemeriksaan PA tidak dilakukan karena merupakan kontra
indikasi karena bisa terjadi perdarahan. Angiofibroma Nasofaring
Juvenil banyak terjadi pada anak atau remaja laki-laki(9).

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL 13


RUMAH SAKIT UMUM KODYA SEMARANG
PERIODE 18 JANUARI – 20 FEBRUARI 2010
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN POLIP NASI

b. Keganasan pada hidung

Etiologi belum diketahui, diduga karena adanya zat-zat kimia


seperti nikel, debu kayu, formaldehid, kromium, dan lain-lain. Paling
sering terjadi pada laki-laki. Gejala klinis berupa obstruksi hidung,
rhinorhea, epistaksis, diplopia, proptosis, gangguan visus, penonjolan
pada palatum, nyeri pada pipi, sakit kepala hebat dan dapat disertai
likuorhea. Pemeriksaan CT scan memperlihatkan adanya pendesakan
dari massa tumor . Pemeriksaan PA didapatkan 85% tumor termasuk sel
squamous berkeratin(9).

C. PENGELOLAAN PENDERITA POLIP NASI

Prinsip pengelolaan polip adalah dengan operatif dan non operatif.


Pengelolaan polip nasi seharusnya berdasarkan faktor penyebabnya, tetapi
sayangnya penyebab polip nasi belum diketahui secara pasti. Karena penyebab
yang mendasari terjadinya polip nasi adalah reaksi alergi, pengelolaanya adalah
mengatasi reaksi alergi yang terjadi. Polip yang masih kecil dapat diobati dengan
konservatif.

(8)
1. Terapi Konservatif
a. Kortikosteroid sistemik
merupakan terapi efektif sebagai terapi jangka pendek pada polip
nasal. Pasien yang responsif terhadap pengobatan kortikosteroid
sistemik dapat diberikan secara aman sebanyak 3-4 kali setahun,
terutama untuk pasien yang tidak dapat dilakukan operasi.

b. Kortikosteroid spray

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL 14


RUMAH SAKIT UMUM KODYA SEMARANG
PERIODE 18 JANUARI – 20 FEBRUARI 2010
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN POLIP NASI

dapat mengecilkan ukuran polip, tetapi relatif tidak efektif unutk


polip yang masif Kortikosteroid topikal, intranasal spray, mengecilkan
ukuran polip dan sangat efektif pada pemberian postoperatif untuk
mencegah kekambuhan
c. Leukotrin inhibitor.
Menghambat pemecahan asam arakidonat oleh enzyme 5-lipoxygenase
yang akan menghasilkan leukotrin yang merupakan mediator inflamasi.

2. Terapi operatif

Terapi operasi dilakukan pada kasus polip yang berulang atau polip
yang sangat besar, sehingga tidak dapat diobati dengan terpi konservatif.
Tindakan operasi yang dapat dilakukan meliputi : (11,12,13)

a. Polipektomi intranasal
b. Antrostomi intranasal
c. Ethmoidektomi intranasal
d. Ethmoidektomi ekstranasal
e. Caldwell-Luc (CWL)
f. Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF)

D. KOMPLIKASI OPERASI

Komplikasi yang terbanyak meliputi :


• SSP – Kerusakan LCS , meningitis, perdarahan intrakranial, abses
otak, hernisasi otak
• Mata - Kebutaan, trauma nervus opticus, orbital hematoma, trauma
otot-otot mata bisa menyebabkan diplopia, trauma yang mengenai duktus
lakrimalis dapat menyebabkan epiphora
• Pembuluh darah – trauma pada pembuluh darah dapat
menyebabkan perdarahan.
• Kematian
BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL 15
RUMAH SAKIT UMUM KODYA SEMARANG
PERIODE 18 JANUARI – 20 FEBRUARI 2010
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN POLIP NASI

BAB IV
KESIMPULAN

1. Polip nasi adalah suatu pseudotumor yang merupakan penonjolan dari


mukosa hidung atau sinus paranasalis yang terdorong karena adanya gaya
berat.
2. Etiologi polip nasi belum diketahui secara pasti. Diduga karena adanya
reaksi alergi, infeksi, deviasi septum hidung, intoleransi aspirin, perubahan
polisakarida, dan ketidakseimbangan vasomotor.
3. Diagnosis polip nasi berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
4. Pengelolaan penderita polip nasi dengan cara operatif (polipektomi) atau
dengan non operatif (kortikosteroid).
5. Diagnosis dan penanganan yang tepat sangat diperlukan agar penderita
tidak jatuh ke dalam penyulit yang lebih berat.

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL 16


RUMAH SAKIT UMUM KODYA SEMARANG
PERIODE 18 JANUARI – 20 FEBRUARI 2010
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN POLIP NASI

DAFTAR PUSTAKA

1. Van Der Baan. Epidemilogy and natural history dalam Nasal Polyposis.
Copenhagen: Munksgaard,1997. 13-15.
2. Nizar NW, Mangunkusumo E. Polip hidung. Buku ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok. Edisi 4. Jakarta : Balai penerbit FKUI, 2000: 97-
99.
3. Staf Pengajar Bagian Anatomi. Materi Kuliah Anatomi: organum sensuum.
FK Undip, 2000.
4. Adams GL, Boies LR, Higler PH. Buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta :
EGC, !997: 173-94
5. Calderon, Devalia, Davies. Biology of Nasal Epithelium dalam Nasal
Polyposis. Copenhagen:Munksgaard,1997. 31-41
6. Larsen, Tos. Origin and Structure of Nasal Polyps dalam Nasal Polyposis.
Copenhagen:Munksgaard,1997.17-21
7. Drake Lee AB. Nasal polyps. In : Scott Brown`s Otolaryngology, Rrhinology.
5th ed. Vol 4 (Kerr A, Mackay IS, Bull TR edts). Butterworths. London. 1987 :
142-53.
8. Archer. Nasal Polyps, Non surgical Treatment. http:// emedicine.com
9. Adams GL, Boies LR, Higler PH. Buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta :
EGC, !997: 173-94
10. szczeklik. Intolerence to aspirin and other non-steroidal anti-inflammatory
drugs in airway disease dalam Nasal Polyposis. Copenhagen: Munksgaard,
1997. 105-106
11. Montgomery William. Surgery of the Ethmoid and Sphenoid sinuses in
Surgery of the Upper Respiratory System vol 1. Philadelphia : Lea &
febiger,1971 : 41-52

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL 17


RUMAH SAKIT UMUM KODYA SEMARANG
PERIODE 18 JANUARI – 20 FEBRUARI 2010
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN POLIP NASI

12. Tardy ME Jr, Kasterbauer ER. Operation on the ethmoid sinuses. In : Head
and neck Surgery vol 1. face, nose and facial skull part two. Stuttgard- New
York : George Thiem Verlag, 1995 : 465-9
13. Tardy ME Jr, Kasterbauer ER. Operation on the Maxillary antrum. In : Head
and neck Surgery vol 1. face, nose and facial skull part two. Stuttgard- New
York : George Thiem Verlag, 1995 : 465-9

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL 18


RUMAH SAKIT UMUM KODYA SEMARANG
PERIODE 18 JANUARI – 20 FEBRUARI 2010

Você também pode gostar