Você está na página 1de 5

Project TA DNA 2014

Paulina, dkk

ANALISA AKTIVITAS ENZIM TCH-SINTETASE YANG DIDUGA


DIPENGARUHI OLEH DIFFERENTIAL SPLICING KARENA
PERBEDAAN MACAM ALEL
Dian Paulina*(7121044), Heny Purwanti Sari Liadi (7121006), Samuel Stefanus Widodo, (7121033), Febri
Nurayan Saputra (7121052)
*
dian.paulina@yahoo.com
Penyebab terjadinya perbedaan ekspresi gen pada dua organisme dari satu spesies yang sama dapat disebabkan
karena differential splicing mRNA dan sifat dominan-resesif dari suatu gen. Tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah untuk menentukan metode dalam menganalisa penyebab terjadinya perbedaan aktivitas enzim TCHSintetase tanaman Secul Setmusic jenis Kingston yang mempunyai dua kopi alel A dan Talmont yang mempunyai
dua kopi alel B dari differential splicing dan sifat dominansi dari kedua alel. Analisa dilakukan dengan metode
Northern Blot. Metode ini digunakan untuk mendeteksi RNA yang spesifik, dalam hal ini adalah mRNA yang
mengkode enzim TCH-Sintetase, menggunakan probe dengan sekuen sama seperti gen TCH-Sintetase. Dasar
penentuan metode Northern Blot pada kasus ini adalah perbedaan ukuran mRNA yang terdeteksi. Hal ini
dikarenakan splicing mRNA mempengaruhi ukuran dari mRNA mature. Kemungkinan hasil dapat menunjukkan
adanya perbedaan ukuran mRNA mature pengkode enzim TCH-Sintetase pada tanaman jenis Kingston dan
Talmont, yang kemudian diketahui sebagai hasil dari differential splicing pada kedua jenis tanaman. Sifat
dominan-resesif dari alel A dan B ditentukan dari fenotipe keturunan yang dihasilkan, yang dikonfirmasi dengan
back-cross dan metode Northern Blot pada keturunan tersebut.
Keywords/Kata kunci: Enzim ; Northern Blot ; Differential Splicing ; back cross

1.

Pendahuluan

Tanaman Secul setmusic adalah tanaman yang diketahui dapat menghasilkan enzim TCHSintetase yang dikode oleh sebuah gen. Ada dua jenis tanaman ini, yaitu Kingston dan Talmont. Jenis
Kingston mempunyai dua kopi dari alel A dan mempunyai aktivitas enzim TCH-Sintetase yang tinggi.
Sedangkan jenis Talmont mempunyai dua kopi alel B dan tidak menghasilkan aktivitas enzim TCHSintetase yang tinggi. Perbedaan ekspresi gen ini belum diketahui penyebabnya, namun ada dua
hipotesis sementara, yaitu :
a. Perbedaan disebabkan oleh differential splicing antara alel A dan alel B.
b. Alel B adalah dominan sedangkan alel A adalah resesif.
Dengan metode molekuler hal ini dapat diidentifikasi terkait dengan ekspresi pada sel eukariot
tanaman. Pada umumnya sel eukariot mRNA mengalami proses splicing, di mana mRNA mature
yang dihasilkan mengandung sekuen yang akan mengkode suatu protein (Piatigorsky, 2007). Dalam
kasus ini, splicing mRNA diduga terjadi secara berbeda pada kedua tanaman sehingga menghasilkan
ekspresi gen yang berbeda. Oleh karena itu, dengan salah satu metode biologi molekuler yaitu
Northern Blot, perbedaan splicing mRNA dari dua jenis tanaman (Kingston dan Talmont) dapat
diketahui. Metode ini menggunakan teknik hibridisasi RNA dengan probe DNA sehingga sekuen
mRNA spesifik dapat dideteksi, kemudian perbedaan hasil splicing akan diukur melalui perbedaan
ukuran mRNA mature dari gen pensisntesis enzim TCH-sintetase kedua tanaman dalam proses
elektroforesis (Perdew et al., 2006).
Penentuan alel dominan dan resesif dapat ditentukan dari fenotip keturunan yang dihasilkan
bila kedua tanaman dikawinkan (Pierce, 2010). Keturunan F1 akan memiliki alel heterozigot, yaitu
AB. Peran metode biologi molekuler di sini adalah untuk memastikan bahwa F1 memiliki satu kopi
alel A dan satu kopi alel B dengan metode Northern Blot. Keturunan F1 dapat disilangkan dengan
salah satu induk (back-cross) dan dilihat perbandingan hasilnya, baik fenotip maupun genotip pada
hasil Northern Blot. Tujuan persilangan back-cross tersebut adalah memastikan fenotip dominan
(Pierce, 2010).
Jadi, dibuatnya makalah ini bertujuan untuk mengekplorasi metode teknik analisa asam
nukleat dalam menentukan penyebab terjadinya perbedaan aktivitas enzim TCH-sintetase pada
tanaman Secul setmusic jenis Kingston yang memiliki dua kopi alel A dan Talmont yang memiliki dua
kopi alel B, yaitu pada differential splicing mRNA-nya serta analisa dominansi dari kedua jenis alel.

Fakultas Teknobiologi / Universitas Surabaya

Halaman

Project TA DNA 2014


2.

Paulina, dkk

Metode
Menyilangkan kedua jenis tanaman (Kingston danTalmont),
menghasilkan F1

F1 disilangkan dengan salah satu induknya (back cross),


memghasilkan F2

Northern Blot mRNA semua tanaman dengan probe spesifik

Analisa hasil dan uji aktivitas enzim


Keterangan:
1. Menyilangkan kedua jenis tanaman (Kingston dan Talmont), menghasilkan F1
Untuk mengetahui macam alel (dominansi) dari tanaman Secul setmusic jenis Kingston dan
Talmont, dapat dilakukan dengan mengawinkan kedua jenis tanaman. Menurut Stewart (2008),
pengawinan silang dilakukan dengan mempertemukan serbuk sari dari bunga tanaman jantan dengan
putik dari bunga tanaman betina. Proses dilakukan ketika bunga pada masing masing tanaman sudah
matang. Dalam beberapa hari, apabila proses persilangan berhasil, maka biji dari tanaman dapat
diambil. Biji ditanam dan ditumbuhkan dan akan menghasilkan tanaman anakan (F1). Kingston
memiliki dua kopi alel A (AA) dan Talmont memiliki dua kopi alel B (BB), sehingga hasil persilangan
adalah tanaman F1 dengan alel campuran (AB) (Pierce, 2010). Secara teoritis, dari hasil persilangan
didapatkan 100% keturunan (F1) dengan alel yang heterozigot (AB) mengikuti Hukum Mendel yang
berlaku.
Tabel 1. Hasil Persilangan F1
P
:
AA
(Kingston) x BB (Talmont)
P
A
A
F1
:
AB
100%

B
B

AB
AB

AB
AB

2. Persilangan back cross


Persilangan back-cross dilakukan dengan mengawinkan F1 dengan salah satu induknya
(parental), bisa dengan induk Kingston (alel AA) atau induk Talmont (alel BB). Sama dengan
perkawinan silang sebelumnya, serbuk sari dari tanaman jantan ditemukan dengan putik dari tanaman
betina (Stewart, 2008). Setelah proses persilangan berhasil, biji dapat diambil dan ditumbuhkan. Hasil
persilangan ini disebut F2. Back-cross digunakan untuk menentukan genotip dari persilangan genetik
(Pierce, 2010). Sebagai perumpamaan, parental yang disilangkan dengan F1 adalah Kingston (AA).
Hasil back-cross adalah F2 dengan probabilitas 50% F2 beralel AA dan 50% F2 beralel AB.
P x F1
:
AB x AA (Kingston)
Tabel 2. Hasil Persilangan F2
F2
:
AA 50% dan AB 50%

P
A
B

A
AA
AB

A
AA
AB

3. Northern Blot
RNA merupakan struktur yang berupa untai tunggal, sehingga membuat RNA cenderung
membentuk struktur sekunder dan dibutuhkan kecepatan untuk mengekstrak RNA. Ekstraksi RNA ini
dimulai dari pelisisan sel yang dilakukan secara fisik dan kimia. Secara fisik dapat dilakukan
penghancuran jaringan dengan cara menumbuk dengan mortar kemudian dilakukan sonikasi. Secara
kimia dapat ditambahkan detergen yang bertujuan untuk melarutkan lipid dan protein pada membran
dan menciptakan pori pada membran sehingga menyebabkan sel lisis. Detergen yang digunakan
biasanya SDS. Triton, dan Sacrosine. Penggunaan detergen ini seringkali diiringi dengan penggunaan
buffer lisis (EDTA) (Doyle,1996).

Fakultas Teknobiologi / Universitas Surabaya

Halaman

Project TA DNA 2014

Paulina, dkk

Purifikasi RNA ini menggunakan ekstraksi fenol kloroform dan isoamil alkohol. Penambahan
fenol kloroform tersebut bertujuan untuk mengendapkan protein-protein yang ada (pellet) setelah
proses sentrifugasi dan penambahan isoamil alkohol untuk mengendapkan RNA-RNA yang ada.
Untuk mendegradasi DNA, ditambahkan dengan DNAse (Rubio-Pia and Vzquez-Flota, 2008).
Setelah itu, etanol absolut/isopropanol ditambahkan untuk presipitasi RNA dan etanol 75%
ditambahkan untuk mencuci RNA dan menghilangkan pengotor lain. Kemudian pelet yang tertinggal
dapat digunakan untuk deteksi selanjutnya. RNA yang sudah diestrak terdiri dari mRNA, rRNA, dan
tRNA. (Rubio-Pia and Vzquez-Flota, 2008). Poly A pada RNA adalah template untuk translasi
protein dan pada eukariotik banyak terdapat pada ujung 3 mRNA. Untuk memisahkan mRNA dari
RNA total maka dapat dipisahkan dengan kromatografi afinitas dengan oligo (dT)-cellulose. Garam
yang tinggi harus ditambahkan sebagai buffer kromatografi untuk menstabilkan mRNA yang sudah
berikatan dengan dT. Hasil dari ekstraksi ini adalah mRNA (Tan and Yiap, 2009).
Setelah dilakukannya ekstraksi mRNA, mRNA akan dipisahkan berdasarkan ukurannya dengan
menggunakan elektroforesis gel agarose. Tahap selanjutnya diikuti dengan blotting ke dalam membran
nilon.. Ada dua cara untuk melakukan blotting, yaitu dengan cara capillary atau vacuum blotting. Cara
yang sederhana yaitu menggunakan capillary blotting, karena disini tidak membutuhkan peralatan
yang khusus. Gel agarose berada dibawah membran nilon, dan sifat kapilaritas dimanfaatkan sehingga
mRNA akan terikat ke membran nilon seiring berjalannya sifat kapilaritas. Sedangkan pada vacuum
blotting, membran nilon berada di bawah gel agarose dan dengan bantuan vaccum maka mRNA yang
berada di gel agarose akan turun ke bawah (ke membran nilon). Vacuum blotting ini tentunya lebih
efisien dalam hal kecepatan karena menggunakan alat vacuum. Setelah dilakukannya blotting ke
membran nilon, mRNA harus diimobilisasi dengan menggunakan pemanasan oven atau sinar UV agar
mRNA terikat kuat dalam membran (Trayhurn, 1996). Tahap selanjutnya adalah hibridisasi probe yang
sudah didesain dan dilabeli dengan radioaktif. Hal ini dimaksudkan agar hanya mRNA yang
diinginkan saja yang akan terlihat pada visualisasi. Probe yang digunakan yaitu probe yang
komplemen dengan semua kemungkinan hasil differential splicing mRNA mature, yaitu probe yang
berisi semua sekuen gen TCH-sintetase.
Kingston
Talmont

Gambar 1. Permisalan Differential Splicing pada Tanaman Kingston dan Talmont

Gambar 2. Contoh Probe yang Digunakan


Sebelum dilakukanya hibridisasi probe maka perlu dilakukan pre-hibridisasi terlebih dahulu
(tahap sebelum hibridisasi), tujuannya untuk menghilangkan sisa-sisa buffer pada saat proses blotting
ke dalam membran. Pada saat proses hibridisasi selesai , maka perlu juga dilakukan post-hibridisasi
dengan tujuan untuk mengilangkan probe-probe yang tidak spesifik ke mRNA target atau probe yang
menempel tidak ke mRNA target. Kemudian hasil dapat dilihat dengan autoradiography dengan X-ray
film dan hanya mRNA target yang dilabeli probe radioaktif yang akan terlihat pada visualisasi
(Trayhurn, 1996).

3.

Hasil dan Pembahasan

Dari hasil metode Northern Blot akan di dapatkan dua kemungkinan hasil:
1. Tidak adanya perbedaan pada ukuran band Kingston dan Talmont, seperti pada Gambar 3.
Kemungkinan disebabkan karena tidak adanya differential splicing pada kedua jenis tanaman sehingga
mRNA mature yang dihasilkan sama (sekuen dan ukurannya). Hal ini juga bisa berarti tidak ada

Fakultas Teknobiologi / Universitas Surabaya

Halaman

Project TA DNA 2014

Paulina, dkk

perbedaan pada kedua alel sehingga tidak


ada dominansi alel. Perbedaan aktivitas
enzim pada kedua tanaman (Kingston
dan Talmont) tidak disebabkan karena
perbedaan alel, namun karena faktor
faktor lain seperti perbedaan proses pre
dan post-translasi pada kedua tanaman
(Rastogi, 2003). Selain itu bisa juga
terjadi proses splicing yang berbeda,
namun perbedaan panjang untai dari
Gambar 3. Contoh Hasil Northern Blot (1)
mRNA mature tidak dapat dideteksi
dengan elektroforesis pada Northern Blot. Untuk dapat membedakan panjang mRNA mature tanaman
Kingston dan Talmont, maka dapat dilakukan peningkatan konsentrasi gel agarose. Apabila panjang
mRNA mature sudah dapat dibedakan, maka proses selanjutnya akan sama dengan penjelasan
kemungkinan hasil Northern Blot kedua.
2. Hasil yang didapat terlihat seperti Gambar 4, yaitu ketika terjadi differential splicing pada kedua
tanaman. Sehingga mRNA mature yang dihasilkan berbeda secara ukuran, dan sekuen. Hal ini
berpengaruh pada aktivitas enzim TCHSintetase yang dihasilkan. Pada jenis
Kingston dihasilkan enzim TCHSintetase yang aktif sementara pada
jenis Talmont enzim TCH-Sintetase
tidak aktif. Dari persilangan didapatkan
Gambar 4. Contoh Hasil Northern Blot (2)
F1 dan bisa dilihat pada hasil northern
blot, band mRNA F1 merupakan
campuran dari band mRNA Kingston
dan Talmont. Hal ini membuktikan
bahwa F1 memiliki alel A dari Kingston
dan alel B dari Talmont, tanaman F1 bersifat heterozigot (AB). Untuk melihat fenotipe dari F1
dilakukan uji aktivitas TCH-Sintetase yang dihasilkan F1. Sementara hasil dari back cross, yaitu F2
beralel AA dan beralel AB menunjukkan band sesuai alelnya masing-masing. Analisa F2 dilanjutkan
dengan uji aktivitas untuk memastikan fenotipe F2 (AA) sama dengan fenotipe Kingston dan fenotipe
F2 AB sama dengan F1.
Housekeeping genes adalah gen yang selalu diekspresikan karena memproduksi protein yang
selalu dibutuhkan untuk fungsi sel. Gen ini diproduksi terus menerus dengan jumlah yang sama dan
jika terjadi kesalahan dalam ekspresinya dapat menyebabkan kematian sel. (Thellin et al, 1999). Untuk
membandingkan perbedaan level ekspresi RNA pada target maka digunakan housekeeping genes.
Hasil dari elektroforesis ini merupakan salah satu faktor penting untuk menentukan kuantitas dari
ekspresi gen target yang diinginkan. Housekeeping genes yang sering digunakan pada tanaman adalah
EF1 . Dengan kata lain, penggunaan EF1 untuk mengkalibrasi hasil ekspresi dari gen target
dengan beberapa variasi (Chen et al,2009).
Tabel 3. Hasil Uji Aktivitas TCH-Sintetase
Uji Aktivitas dari Enzim TCHParental
F1
Sintetase
tanaman Secul setmusic jenis
AA
BB
AB
Kingston,
Talmont
beserta keturunannya (F1,
(Kingston) (Talmont)
F2 AA, F2 AB) dilakukan dengan metode
Hasil uji
K1 +
yang disesuaikan dengan sifat dan fungsi
+
aktivitas
enzim tersebut. Uji aktivitas ini bertujuan
K2 untuk menganalisa fenotipe dari semua
tanaman dan menentukan dominansi dari alel
K3
A dan alel B. Kemungkinan hasil uji aktivitas
dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel
Keterangan
:
Tabel 4. Hasil Uji Aktivitas TCH-Sintetase
+ = menghasilkan aktivitas TCH-Sintetase
F2 (K1)
F2 (K2)
F3 (K3)
- = tidak menghasilkan aktivitas enzim

AA AB AA AB
+
+
+

AA AB
+

Hasil
Uji
Fakultas
AktivitasTeknobiologi / Universitas Surabaya

Halaman

Project TA DNA 2014

Paulina, dkk

TCH-Sintetase

= menghasilkan sifat intermediet


K1 = kemungkinan pertama
K2 = kemungkinan kedua
K3 = kemungkinan ketiga
Parental (Kingston dan Talmont) diuji aktivitas enzimnya dengan tujuan untuk membandingkan
aktivitas TCH-Sintetase kedua parental dengan aktivitas TCH-Sintetase dari F1 dan F2.
Dari Tabel 3 dan Tabel 4 dapat ditarik kesimpulan:
1. Pada K1, alel A dominan terhadap alel B karena F1(AB) mampu menghasilkan aktivitas TCHsintetase yang sama dengan jenis Kingston (AA). Berarti sifat alel A berhasil menutupi sifat alel B.
Hasil F2, AA menghasilkan fenotip yang sama dengan Kingston dan AB menghasilkan fenotip
yang sama dengan Kingston dan F1.
2. Pada K2, alel B dominan terhadap alel A karena F1 tidak menghasilkan aktivitas TCH-Sintetase,
sama seperti jenis Talmont (BB). Hasil F2, AA menghasilkan fenotipe yang sama dengan Kingston,
namun karena B dominan terhadap A, maka AB memiliki fenotipe yang sama dengan Talmont.
3. Pada K3, kedua alel tidak ada yang dominan (co-dominant) sehingga dihasilkan aktivitas enzim
TCH-Sintetase tidak sebanyak Kingston (memiliki fenotip intermediate, di antara Kingston dan
Talmont). Secara fenotipe, F2 AB akan menghasilkan sifat intermediate yang sama dengan F1.

4.

Kesimpulan

Northern blot dapat digunakan untuk mendeteksi differential splicing, parameternya adalah
ukuran mRNA mature yang terdeteksi menggunakan probe yang spesifik.Untuk memastikan
dominansi pada alel yang berbeda terlebih dahulu kedua jenis tanaman secul setmusic disilangkan,
menghasilkan F1, dan dilakukan back cross untuk menentukan persilangan genetik dan didapatkan F2.
Tanaman parental, F1 dan, F2 diuji aktivitas enzim TCH-Sintetasenya untuk menentukan dan
membandingkan fenotipe sehingga bisa diketahui sifat alel A dan B. Hasil yang muncul berupa
beberapa kemungkinan yaitu pada kedua tanaman tidak terjadi differential splicing dan terjadi
differential splicing. Untuk dominansi antara dua alel, kemungkinan yang terjadi adalah alel A bersifat
dominan terhadap alel B, alel B bersifat dominan terhadap alel A, dan alel A dan B bersifat
kodominan.

5.

Daftar Pustaka

[1]

Chen, Ren; Gyokusen,Mayumi; Nakazama,Yoshihisa; and Gyokusen, Koichiro. (2009). Selection of


Housekeeping Genes for Transgene Expression Analysis in Eucommia umoides Oliver Using Real Time
RT-PCR. Hindawo Publishing Corporation.
[2] Doyle, K. (1996). The Source of Discovery: Protocols and Applications Guide. Madison: Promega
[3] Perdew, Gary J; Heuvel, John P. Vanden, dan Peters, Jeffrey M. (2006). Regulation of Gene Expression:
Molecular Mechanisms. New Jersey: Humana Press.
[4] Piatiogarsky, J. (2007). Gene Sharing And Evolution: The Diversity of Protein Functions. Canada: The
President and Fellow of Harvard College.
[5] Pierce, Benjamin A. (2010). Genetics: A Conceptual Approach. W.H. Freeman & Company.
[6] Rastogi, S. C. (2003). Cell and Molecular Biology. New Delhi: New Age International Publishers.
[7] Rubio-Pina, J.A. and Vazquez-Flota, F.A. (2008). Isolation of functional total RNA from Argemone
Mexicana tissues. Electronic Journal of Biotechnology, vol. 11, no. 4.
[8] Stewart C., Neal. (2008). Plant Biotechnology and Genetics: Principles, Techniques, and Application. New
Jersey: John Willey & Sons.
[9] Tan, Siun Chee and Beow Chin Yiap. (2009). DNA, RNA, and Protein Extraction: The Past and The
Present. Hindawi Publishing Corporation
[10] Thellin, O; Zorzi, W; Lakaye,B; Borman, B. De ; Cpumans,B; Hennen, G Grisar, T. ; Igout, A; Heinen,
E. (1999). Housekeeping genes as internal standars: use and limits. Journal of Biotechnology: Elsevier.
[11] Trayhurn, Paul. (1996). Northern Blotting. Aberdeen:Proceeding of the Nutrion Society.

Fakultas Teknobiologi / Universitas Surabaya

Halaman

Você também pode gostar