Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Pembimbing :
Dr. Pujo Hendriyanto, Sp.PD
Disusun oleh :
I Gede Ngurah Probo S.P (030.08.194)
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
berkah dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan referat mengenai Hepatitis
B guna memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh Kepaniteraan Klinik Bagian
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di BLU RSUD Kota
Semarang.
Pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat ini, yaitu :
1. dr. Susi Herawati, M.Kes selaku direktur RSUD Kota Semarang.
2. dr. Sis Eka Tjahjana, selaku ketua diklat RSUD Kota Semarang.
3. dr. Pudjo Hendriyanto, Sp.PD selaku ketua SMF Ilmu Penyakit Dalam dan
pembimbing kepaniteraan Klnik Ilmu Penyakit Dalam RSUD kota Semarang.
4. dr. Syaifun Niam, Sp.PD selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Dalam RSUD kota Semarang.
5. dr. Diana Novitasari, Sp.PD selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam RSUD kota Semarang.
6. Residen dan Rekan rekan anggota Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Penyakit
Dalam RSUD Kota Semarang.
Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis agar referat ini dapat menjadi
lebih baik. Penulis juga memohon maaf yang sebesar besarnya apabila banyak terdapat
kesalahan maupun kekurangan dalam referat ini. Akhir kata, penulis berharap semoga referat
ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan kepada Pembaca pada umumnya.
Semarang, Januari 2013
Penulis
HALAMAN PENGESAHAN
Nama
Fakultas
: Kedokteran
Universitas
: Universitas Trisakti
Tingkat
Bidang pendidikan
Judul Referat
: Hepatitis B
Diajukan
: Desember 2012
Pembimbing
Mengetahui,
Ketua SMF Ilmu Penyakit Dalam
Pembimbing,
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.........................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB 1 LATAR BELAKANG.........................................................................4
BAB 2 PENDAHULUAN...............................................................................5
BAB 3 HEPATITIS B......................................................................................12
BAB 4 KESIMPULAN...................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................25
iii
BAB I
Latar Belakang
Infeksi virus hepatitis B saat ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar
serta serius karena selain manifestasinya sebagai penyakit HBV akut beserta komplikasinya,
lebih penting lagi ialah dalam bentuk sebagai karier yang dapat menjadi sumber penularan bagi
lingkungan. Di Indonesia kejadian hepatitis B satu diantara 12-14 orang, yang berlanjut
menjadi hepatitis kronik,chirosis hepatis dan hepatoma. Satu atau dua kasus meninggal
akibat hepatoma
Diperlukan penanganan atau penatalaksanaan secara cepat dan tepat terhadap kasus
tersebut agar prognosis yang didapatkan lebih baik sehingga mengurangi mortalitas dan
morbiditas.
Pengelolaan yang baik pasien hepatitis akibat virus sejak awal infeksi sangat penting
untuk mencegah berlanjutnya penyakit dan komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul. Akhirakhir ini beberapa konsep pengelolaan hepatitis akut dan kronik banyak yang berubah dengan
cepat sehingga perlu dicermati agar dapat memberikan pengobatan yang tepat.
BAB II
Pendahuluan
Hepatitis merupakan peradangan pada hati yang disebabkan oleh banyak hal namun yang
terpenting diantaranya adalah karena infeksi virus-virus hepatitis. Virus-virus ini selain dapat
memberikan peradangan hati akut, juga dapat menjadi kronik. Virus-virus hepatitis dibedakan
dari virus-virus lain yang juga dapat menyebabkan peradangan pada hati oleh karena sifat
hepatotropik virus-virus golongan ini. Petanda adanya kerusakan hati (hepatocellular necrosis)
adalah meningkatnya transaminase dalam serum terutama peningkatan alanin aminotransferase
(ALT) yang umumnya berkorelasi baik dengan beratnya nekrosis pada sel-sel hati.
Hepatitis kronik dibedakan dengan hepatitis akut apabila masih terdapat tanda-tanda
peradangan hati dalam jangka waktu lebih dari 6 bulan. Virus-virus hepatitis penting yang dapat
menyebabkan hepatitis akut adalah virus hepatitis A (VHA), B (VHB), C (VHC) dan E (VHE)
sedangkan virus hepatitis yang dapat menyebabkan hepatitis kronik adalah virus hepatitis B dan
C.
Anatomi hepar
Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia
terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang
sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 1600 gram. Permukaan atas
terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organorgan abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh
peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan
mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum
disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan
organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen.
Macam-macam ligamennya:
1. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding anterior abdomen dan terletak
di antara umbilicus dan diafragma.
2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig. falciformis ;
merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.
3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :Merupakan bagian dari
omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum sebelah
proximal ke hepar. Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan
duct.choledocus communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari
Foramen Wislow.
4. Ligamentum Coronaria Anterior kirikanan dan Lig coronaria posterior kiri-kanan :
Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.
antara sel-sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan
isinya ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar, air keluar dari saluran
empedu menuju kandung empedu.
Fisiologi Hepar
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh
sebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati yaitu :
i.
iii.
iv.
v.
vi.
vii.
viii.
Fungsi hemodinamik
Hati menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal 1500 cc/ menit
atau 1000 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica 25% dan di dalam
v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor
10
mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise,
terik matahari, shock.Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah.
11
BAB III
Hepatitis B
Hepatitis B merupakan virus DNA, memiliki famili yang hampir sama pada virus
binatang yaitu hepadnavirus. Virus hepatitis ini memiliki protein permukaan yang dikenal
sebagai hepatitis B surface antigen (HbsAg). Konsentrasi HbsAg ini dapat mencapai 500g/mL
darah 109 partikel per milimeter persegi. Dari HbsAg ini dapat dibedakan menjadi beberapa jenis
bergantung kepada jenis gen didalamnya, dan di setiap geografis memiliki dominasi gen yang
berbeda-beda. Asia di dominasi oleh genotip B dan C. Kemampuan infeksi, produksi, perusakan
hati bergantung pada jenis genotip ini. Genotip B berhubungan dengan progresifitas yang hebat
dari kerusakan hati, dengan gejala yang timbul sering terlambat, dan berhubungan dengan
timbulnya kanker hati. Dari pemeriksaan lain ditemukan bahwa hepatitis B memiliki antibodi
HbeAg di dalam inti selnya, sehigga apabila pasien dengan HbsAg positif disertai dengan HbeAg
positif memiliki kemampuan infeksi dan menularkan melalui darah (tranfusi darah , ibu-bayi
yang dikandung) lebih dari 90%. Dalam perjalanan penyakit hepatitis B HbeAg akan menurun
sejalan dengan perbaikan dari penyakit tersebut, tetapi apabila dalam 3 bulan tetap positif berarti
terjadi suatu infeksi kronis yang dapat menuju ke arah keganasan.
Penderita dengan HBV akan memiliki kadar HbsAg dalam serum yang meningkat sejalan
dengan perjalanan penyakit, dan akan menurun setelah 1 2 bulan dari akhir gejala, dan hilang
dalam 6 bulan. Setelah HbsAg menghilang akan timbul antibodinya (anti-HBs) yang akan
bertahan dalam tubuh selamanya yang berfungsi untuk mencegah infeksi hepatitis B kembali.
12
Antibodi lain yang dihasilkan tubuh akibat infeksi hepatitis B adalah anti-HBc, memiliki fungsi
yang sama dengan antibodi hepatitis lainnya tetapi apabila ditemukan dalam pemeriksaan tidak
memberikan makna yang cukup kuat adanya infeksi virus hepatitis. Pada proses infeksi akut
hepatitis B akan timbul juga immunoglobulin yaitu IgM anti-HBc dalam serum, dan apabila
terjadi infeksi kronis akan timbul IgG anti-HBc. Pada penderita hepatitis B, 1 5% memiliki
angka HbsAg yang rendah untuk dapat terukur, sehingga pemeriksaan IgM anti-HBc dapat
digunakan. Pemeriksaan serum HbeAg dapat memperkirakan tingkat replikasi dan virulensi virus
hepatitis B. Infeksi hepatitis B dapat terjadi di luar hati yaitu pada kelenjar getah bening,
sumsum tulang, sel-sel limfosit, limpa dan pankreas. Kepentingan kondisi ini adalah bahwa
tubuh memiliki cadangan hepatitis B walaupun penderita sudah dilakukan transplantasi
jantung. Pada awalnya Hepatitis B diperkirakan penyebaran melalui produk darah, tetapi setelah
dilakukan berbagai penelitian, penyebaran darah tidak terlalu efektif, penyebaran yang paling
efektif hepatitis B adalah melalui hubungan seksual dan ibu-bayi yang dikandungnya. Kondisi
ini yang menyebabkan tingginya angka hepatitis B di sub-Sahara Afrika. Resiko tinggi menderita
infeksi ini adalah petugas kesehatan, penderita yang membutuhkan tranfusi berulang (hemofilia),
napi, dan keluarga dari penderita hepatitis ini.
Gejala Klinis
Masa inkubasi masing-masing hepatitis berbeda. Untuk hepatitis B masa inkubasi 30
180 hari ( 4 12 minggu. Gejala awal hepatitis bersifat umum dan bervariasi. Gangguan
pencernaan seperti mual,muntah, lemah badan, pusing, nyeri sendi dan otot, sakit kepala, mudah
silau, nyeri tenggorok, batuk dan pilek dapat timbul sebelum badan menjadi kuning selama 1 2
minggu. Demam yang tidak terlalu tinggi antara 38,0 C 39,0 C lebih sering terjadi pada
hepatitis A dan E. Keluhan lain berupa air seni menjadi berwarna seperti air teh (pekat gelap) dan
warna feses menjadi pucat terjadi 1 5 hari sebelum badan menjadi kuning. Pada saat timbul
13
gejala utama yaitu badan dan mata menjadi kuning (kuning kenari), gejala-gejala awal tersebut
biasanya menghilang, tetapi pada beberapa pasien dapat disertai kehilangan berat badan (2,5 5
kg), hal ini biasa dan dapat terus terjadi selama proses infeksi. Hati menjadi membesar dan nyeri
sehingga keluhan dapat berupa nyeri perut kanan atas, atau atas, terasa penuh di ulu hati.
Terkadang keluhan berlanjut menjadi tubuh bertambah kuning (kuning gelap) yang merupakan
tanda adanya sumbatan pada saluran kandung empedu.
Ikterus (jaundice)
Pada masa penyembuhan, gejala kuning ini akan berangsur-angsur hilang, tetapi
pembesaran hati dan peningkatan kadar enzim hati masih terjadi, kondisi ini bervariasi antara 2
12 minggu, dan biasanya lebih lama pada infeksi hepatitis B dan C (3 4 bulan).
Infeksi hepatitis B akan diperberat apabila bersamaan dengan infeksi ini terjadi infeksi hepatitis
D atau terjadi infeksi hepatitis D pada kasus infeksi kronis hepatitis B. Pada pasien dengan
gangguan sistem pertahanan tubuh, penderita yang mengalami infeksi hepatitis B tidak terjadi
perbaikan, bahkan terjadi peningkatan dari HbeAg yang berarti terjadi aktivasi replikasi kembali.
Pada kondisi ini terjadi perubahan genetik dari hepatitis B (mutasi) sehingga infeksi akan lebih
berat.
Penyebab Ikterus
I.
Ikterus prahepatik
Ikterus ini terjadi akibat produksi bilirubin yang meningkat, yang terjadi pada hemolisis sel darah
merah (ikterus hemolitik). Kapasitas sel hati untuk mengadakan konjugasi terbatas apalagi bila
disertai oleh adanya disfungsi sel hati, akibatnya bilirubin indirek akan meningkat, dalam batas
tertentu bilirubin direk juga meningkat dan akan segera diekskresikan ke dalam saluran
pencernaan, sehingga akan didapatkan peninggian kadar urobilinogen di dalam tinja.
Peningkatan pembentukan Bilirubin dapat disebabkan oleh :
1. Kelainan pada sel darah merah
14
II.
Bendungan dalam saluran empedu akan menyebabkan peningkatan bilirubin konjugasi larut
dalam air. Sebagai akibat bendungan, bilirubin ini akan mengalami regurgitasi kembali ke dalam
sel hati dan terus memasuki peredaran darah. Selanjutnya akan masuk ke ginjal dan
diekskresikan sehingga kita menemukan bilirubin dalam urin. Pengeluaran bilirubin kedalam
saluran pencernaan berkurang, sehingga akibatnya tinja akan berwarna dempul karena tidak
mengandung sterkobilin. Urobilinogen dalam tinja dan dalam air kemih akan menurun.
Akibatnya penimbunan biliruin direk, maka kulitdan sklera akan berwarna kuning kehijauan.
Kulit akan terasa gatal, penyumbatan empedu (kolestasis) dibagi dua, yaitu intrahepatik bila
penyumbatan terjadi antara sel hati dan duktus kholedous dan ekstra hepatik bila sumbatan
terjadi di dalam duktus koledokus.
III.
Kerusakan sel hati akan menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu, sehingga bilirubin direk
akan meningkat. Kerusakan sel hati juga akan menyebabkan bendungan di dalam hati sehingga
bilirubin darah akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian akan
menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam darah. Bilirubin direk ini larut
dalam air sehingga mudah diekskresikan oleh ginjal ke dalam air kemih. Adanya sumbatan
intrahepatik akan menyebabkan penurunan ekskresi bilirubin dalam saluran pencernaan yang
kemudian akan menyebabkan tinja berwarna pucat, karena sterkobilinogen menurun.
Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan :
1. Hepatitis oleh virus, bakteri, parasit
2. Sirosis hepatitis
15
3. Tumor
4. Bahan kimia seperti fosfor, arsen
5. Penyakit lain seperti hemokromatasis, hipertiroidi dan penyakit nieman pick
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan enzim hati yaitu SGOT dan SGPT, akan terjadi peningkatan yang bervariasi
selama masa sebelum dan sesudah timbul gejala klinis. Peningkatan kadar enzim ini tidak
berhubungan jumlah kerusakan dari sel hati. Puncak peningkatan bervariasi antara 400 4000
IU, dan biasanya terjadi pada saat timbul gejala kuning, dan menurun sejalan dengan perbaikan
penyakit. Kuning yang terlihat pada kulit atau bagian putih mata apabila kadar bilirubin lebih
dari 2,5 mg/dL. Kadar bilirubin sendiri sebenarnya terdiri atas penjumlahan bilirubin direk dan
indirek. Kadar bilirubin > 20 mg/dL merupakan petanda adanya infeksi hepar yang berat. Pada
pasien dengan gangguan komponen darah, terjadi pemecahan sel darah yang hebat sehingga
terjadi peningkatan kadar bilirubin > 30 mg/dL, tetapi hal ini tidak berhubungan dengan
prognosis yang buruk. Peningkatan kadar gamma globulin biasa terjadi pada infeksi akut
hepatitis. Serum IgG dan IgM terjadi peningkatan pada sepertiga pasien dengan infeksi ini.
Tetapi peningkatan IgM merupakan karakteristik dari fase akut hepatitis A.
Diagnosis hepatitis B ditegakkan melalui pemeriksaan HbsAg, tetapi terkadang kadarnya
terlalu rendah untuk dapat dideteksi sehingga memerlukan pemeriksaan IgM anti-HBc. Kadar
HbsAg tidak berhubungan dengan berat dari penyakit., bahkan terdapat tendensi terdapat
hubungan terbalik antara kadar HbsAg dan kerusakan hati. Pertanda lain yang penting untuk
infeksi hepatitis B ini adalah HbeAg. Pemeriksaan yang lebih baik lagi adalah HBV DNA yang
merupakan indikasi adanya replikasi hepatitis B. Marker ini penting untuk follow up penderita
dengan hepatitis B dengan terapi kemoterapi antivirus (interferon atau lamivudine). Terdapat
hubungan
antara
peningkatan
titer
ini
dengan
derajat
kerusakan
hati.
Biopsi hati jarang diperlukan atau di indikasikan pada infeksi virus hepatitis, kecuali
apabila dicurigai adanya proses kronis.
16
Pengobatan Hepatitis B
Infeksi virus hepatitis B pada dewasa sehat 99% akan mengalami perbaikan. Tetapi
apabila infeksi berlanjut dan menjadi kronis pemberian analog nukleosida (lamivudin) dapat
memberikan hasil yang baik.
17
Tujuan pengobatan pada hepatitis kronik karena infeksi VHB adalah menekan replikasi
VHB sebelum terjadi kerusakan hati yang ireversibel. Saat ini, hanya interferon-alfa (IFN-) dan
nukleosida analog yang mempunyai bukti cukup banyak untuk keberhasilan terapi. Respon
pengobatan ditandai dengan menetapnya perubahan dari HBeAg positif menjadi HBeAg negatif
dengan atau tanpa adanya anti-HBe. Hal ini disertai dengan tidak terdeteksinya DNA-VHB
(dengan metode non-amplifikasi) dan perbaikan penyakit hati (normalisasi nilai ALT dan
perbaikan gambaran histopatologi apabila dilakukan biopsi hati). Umumnya pengobatan hepatitis
B dibedakan antara pasien dengan HBeAg positif dengan pasien dengan HBeAg negatif karena
berbeda dalam respon terhadap terapi dan manajemen pasien. Pengobatan antivirus hanya
diindikasikan pada kasus-kasus dengan peningkatan ALT.
Interferon mempunyai efek antivirus, antiproliferasi dan immunomodulator. Cara kerja
interferon dalam pengobatan hepatitis belum diketahui dengan pasti. Pada pasien dengan HbeAg
positif, pemberian IFN- 3 juta unit, 3 kali seminggu selama 6-12 bulan dapat memberi
keberhasilan terapi (hilangnya HBeAg yang menetap) pada 30 40 % pasien. Pasien dengan
HBeAg negatif, respon terapi dengan melihat perubahan HBeAg tidak bisa digunakan. Untuk
pasien dalam kelompok ini, respon terapi ditandai dengan tidak terdeteksinya DNA-VHB
(dengan metode non-amplifikasi) dan normalisasi ALT yang menetap setelah terapi dihentikan.
Respon menetap dapat dicapai pada 15 25% pasien. Penggunaan interferon juga dapat
menghilangkan HBsAg pada 7.8% pada pasien dengan HBeAg positif dan 2 8% pada pasien
dengan HBeAg negatif. Hilangnya HBsAg tidak tercapai pada penggunaan lamivudin.
Penggunaan pegylated-interferon alfa 2a selama 48 minggu pada pasien hepatitis B kronik
dengan HBe-Ag negatif setelah 24 minggu follow-up 59 % pasien menunjukkan transaminase
18
normal dan 43 % dengan DNA VHB yang rendah (< 20.000 copy/mL) dibandingkan dengan
pasien yang mendapatkan lamivudine saja (44 % dengan transaminase normal dan 29 % dengan
DNA VHB rendah).
Lamivudin lebih kurang menimbulkan efek samping dibandingkan dengan inteferon dan
dapat digunakan per oral sehingga lebih praktis untuk pasien. Lamivudin digunakan dengan
dosis 100 mg per hari, minimal selama 1 tahun. Kebehasilan terapi dengan menghilangnya
HbeAg dicapai 16-18% pasien. Angka keberhasilan terapi dapat lebih besar bila jangka waktu
pengobatan ditambahkan namun bersamaan dengan itu, timbulnya VHB mutan juga menjadi
lebih besar yang dapat menghambat keberhasilan terapi. Studi jangka panjang penggunaan
lamivudin menunjukkan obat ini dapat menurunkan angka kejadian komplikasi akibat hepatitis
kronik berat atau sirosis. Studi semacam ini belum ada pada interferon walaupun angka
keberhasilan serokonversi lebih besar dari pada lamivudin. Nukleosida analog lain seperti
adefovir memberikan angka keberhasilan terapi yang lebih kurang sama dengan lamivudin tetapi
kurang menimbulkan mutan sehingga dapat digunakan apabila ditakutkan akan timbulnya virus
mutan atau apabila pada penggunaan lamivudin sudah timbul virus mutan. Entecavir
memberikan angka keberhasilan serokonversi yang hampir sama dengan lamivudin.
Rekomendasi Umum
Pasien dapat rawat jalan selama terjamin hidrasi dan intake kalori yang cukup.
Tirah baring tidak lagi disarankan.
Tidak ada diet yang spesifik atau suplemen yang memberikan hasil efektif.
Protein dibatasi hanya pada pasien yang mengalami ensefalopati hepatik.
Selama fase rekonvalesen diet tinggi protein dibutuhkan untuk proses penyembuhan.
19
20
Prognosis
Hampir 95 99% pasien akan mengalami penyembuhan secara penuh. Penderita dengan
penyakit pemberat sebelumnya, usia lanjut lebih cenderung akan mengalami hepatitis yang berat.
Gejala tambahan yang dapat timbul berupa cairan berlebih pada rongga perut (asites), bengkak
anggota gerak, dan kerusakan otak, dan ini prognosis tidak akan terlalu baik. Beberapa petanda
yang dapat menunjukkan adanya kerusakan hati yang berat adalalah rendahnya kadar serum
albumin, hipoglikemia dan tingginya kadar bilirubin. Penderita-penderita ini memerlukan
perawatan rumah sakit. Angka kematian hepatitis B berkisar 0,1% tetapi meningkat sejalan
dengan pertambahan usia.
Komplikasi dan Efek Samping
Pada masa awal infeksi virus hepatitis B, akan didapatkan tanda-tanda peradangan biasa seperti
nyeri sendi, gatal-gatal, pembengkakan pembuluh darah, dan terkadang dapat terjadi bak
berdarah dan bak mengeluarkan protein (5 10%). Gejala ini timbul sebelum timbul keluhan
badan menjadi kuning. Gejala-gejala ini sering membuat salah diagnosa menjadi penyakit
rematoid. Komplikasi yang paling ditakutkan adalah fulminant hepatitis (kerusakan hati yang
hebat), kondisi ini jarang, tetapi paling sering ditemukan pada penderita dengan hepatitis B, D
dan E. Hepatitis B paling sering mengalami komplikasi ini karena sifatnya yang sering menjadi
kronis dan diperberat dengan infeksi hepatitis D. Gejala yang timbul berupa gangguan kesadaran
hingga koma. Hati menjadi kecil dan terjadi kegagalan fungsi pembekuan darah. Gejala lain
yang timbul berupa bingung, disorientasi, kontak tidak adekuat, perut menjadi kembung karena
volume air yang besar didalam rongga perut (asites) dan pembengkakan anggota gerak.
Didapatkan peningkatan bilrubin yang tinggi, dan kegagalan sistem pembekuan darah akan
menyebabkan perdarahan dari saluran cerna yang ditandai oleh bab berwarna hitam atau darah
dan muntah berwarna hitam. Gejala yang lebih berat adalah penekanan batang otak akibat
pembengkakan otak, gagal nafas, gagal fungsi jantung, gagal ginjal dan berakhir pada kematian.
Angka kematian mencapai 80%, sehingga salah satu terapi adalah transplantasi hati.
22
ALT NORMAL
ALT
ALT 1-2X
TIDAK ADA
PENGOBATAN
TIDAK ADA
PENGOBAT
AN
TIDAK ADA
PENGOBAT
AN
MONITORIN
G HBV
DNA,
HBeAG, ALT
/ 3BULAN
MONITORIN
G HBV
DNA,
HBeAG, ALT
/ 3BULAN
MONITORING
HBV DNA,
HBeAG, ALT /
3-6 BULAN
1.
2.
DI OBATI JIKA
HASILNYA
MODERATE ATAU
INFLAMASI LUAS
ALT 2-5X
ALT
TREATMENT IF
PERSISTENT (36 BULAN)/ HAS
CONCERN FOR
HEPATIC
DECOMPENSATI
ON
IFN BASEED
THERAPYY OR
NUCS
TREATMENT INDICATED
IF HBV DNA
<20X105IU/Ml may
choose to observe
closely for 3-6 months
for spontaneous HBeAg
seroconversion for
hepatic deompensation
IFN based therapy or
NUCS. Particularly if
there is concern for
hepatic decompnsaion
response
Non
response
MONITORI
NG HBV
DNA,
HBeAG,
ALT /
3BULAN
Consider
other
strategie
s
(includin
g olt)
23
HBeAg NEGATIVE
ALT NORMAL
ALT NORMAL
NO TREATMENT
NO TREATMENT
NO TREATMENT
TREATMENT IF PERSISTENT
(3-6 BULAN)/ HAS CONCERN
FOR HEPATIC
DECOMPENSATION
IFN BASEED THERAPYY OR
NUCS
LONG TERM ORAL
ANTIVIRAL TREATMENT
USUALLY REQUIRED
RESPONSE
NON RESPONSE
CONTINUED MONITORING
TO RECOGNIZE DELAYED
RESPONSE OR PLAN OTHER
STRATEGIES
24
BAB IV
Kesimpulan
Pengobatan hepatitis b pada dewasa, mengalami perubahan dan kemajuan yang pesat
sehingga harus senantiasa dicermati perubahannya agar dapat memberi pelayanan yang terbaik
pada pasien dengan hepatitis kronik.
25
Daftar Pustaka
1. Sulaiman A, Budihusodo U, Noer HMS. Infeksi Hepatitis C virus pada donor darah dan
penyakit had di Indonesia, Simposium Hepatitis C, Surabaya, Desember, 1990.
2. Field HA, Maynard JE. Srodiagnosis of acute viral hepatitis. AHO/83.16. 1983.
3. Ali Sulaiman. Epidemiologi infeksi virus hepatitis B di Indonesia. Majalah Kedokteran
Indonesia.1989; 39 (11) : 652-63.
26
27