Você está na página 1de 14

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN

SISTEM PERNAPASAN : BRONKITIS


A. KONSEP DASAR MEDIS
1. Definisi
Bronkitis adalah suatu peradangan pada saluran bronkial atau bronki. Peradangan
tersebut disebabkan oleh virus, bakteri, merokok, atau polusi udara (Samer Qarah, 2007).
Bronkitis akut adalah batuk dan kadang-kadang produksi dahak tidak lebih dari tiga
minggu (Samer Qarah, 2007).
Bronkitis kronis adalah batuk disertai sputum setiap hari selama setidaknya 3 bulan
dalam setahun selama paling sedikit 2 tahun berturut-turut.
Bronkhitis adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang minimal
selama 3 bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut pada pasien yang
diketahui tidak terdapat penyebab lain (Perawatan Medikal Bedah 2, 1998, hal : 490).
Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi
pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit paruparu) dan pada usia lanjut, bronkitis bisa bersifat serius.
2. Klasifikasi
Bronchitis terbagi menjadi 2 jenis sebagai berikut.
1) Bronchitis akut. Yaitu, bronchitis yang biasanya datang dan sembuh hanya dalam waktu 2
hingga 3 minggu saja. Kebanyakan penderita bronchitis akut akan sembuh total tanpa
masalah yang lain.
2) Bronchitis kronis. Yaitu, bronchitis yang biasanya datang secara berulang-ulang dalam jangka
waktu yang lama. Terutama, pada perokok. Bronchitis kronis ini juga berarti menderita batuk
yang dengan disertai dahak dan diderita selama berbulan-bulan hingga tahunan.
3. Etiologi
Etiologi bronkitis adalah tiga faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronkitis yaitu rokok,
infeksi dan polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan status sosial.
1) Rokok
Menurut Buku Report of the WHO Expert Comite On Smoking Control, rokok adalah
penyebab utama timbulnya bronkitis. Terdapat hubungan erat antara merokok dan penurunan
VEP (Volume Ekspirasi Paksa) 1 detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan
hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernapasan juga
dapat menyebabkan bronkostriksi akut.
2) Infeksi

Eksaserbasi bronkitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian
menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah
Hemopilus Infulenza dan Streptococcus Pneumoniae.
3) Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah
merokok maka resiko akan lebih tinggi. Zat-zat kimia dapat juga menyebabkan bronkitis
adalah zat-zat pereduksi seperti O2, zat-zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid,
ozon.
4) Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada
penderita defisiensi alfa-1-antitripsin yang merupakan suatu problem dimana kelainan ini
diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralizir enzim proteolitik yang sering
dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
5) Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronkitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah,
mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.
4. Anatomi fisiologi
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, farinx, larinx,
trachea, bronkus, dan bronkiolus.
1) Hidung

Hidung merupakan alat pernapasan yang terletak di luar dan tersusun atas tulang rawan.
Pada bagian ujung dan pangkal hidung ditunjang oleh tulang nasalis. Rongga hidung dibagi
menjadi dua bagian oleh septum nasalis, yaitu bagian kiri dan kanan. Bagian depan septum
ditunjang oleh tulang rawan, sedangkan bagian belakang ditunjang oleh tulang vomer dan
tonjolan tulang ethmoid. Bagian bawah rongga hidung dibatasi oleh tulang palatum, dan maksila.
Bagian atas dibatasi oleh ethmoid, bagian samping oleh tulang maksila, konka nasalis inferior,
dan ethomoid sedangkan bagian tengah dibatasi oleh septum nasalis.

2) Faring

Udara dan makanan. Faring merupakan percabangan 2 saluran, yaitu saluran


pernapasan(nasofaring) pada bagian depan dan saluran pencernaan (orofaring) pada bagian
belakang. Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring berbentuk seperti tabung corong,
terletak di belakang rongga hidung dan mulut, dan tersusun dari otot rangka.
Faring berfungsi sebagai jalannya udara dan makanan. Faring merupakan percabangan 2
saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofaring) pada bagian depan dan saluran
pencernaan(orofaring) pada bagian belakang.
3) Laring

Dari faring, udara pernapasan akan menuju pangkal tenggorokan atau disebut juga
laring. Laring tersusun atas kepingan tulang rawan yang membentuk jakun. Jakun tersebut

tersusun oleh tulang lidah, katup tulang rawan, perisai tulang rawan, piala tulang rawan, dan
gelang tulang rawan. Pangkal tenggorokan dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorokan
(epiglotis). Jika udara menuju tenggorokan, anak tekak melipat ke bawah, dan ketemu dengan
katup pangkal tenggorokan sehingga membuka jalan udara ke tenggorokan. Saat menelan
makanan, katup tersebut menutupi pangkal tenggorokan dan saat bernapas katup tersebut akan
membuka.

4) Trakea

Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya 10 cm, terletak sebagian di leher dan
sebagian di rongga dada. Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang
rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda
asing yang masuk ke saluran pernapasan.

5) Bronkus

Bronkus tersusun atas percabangan, yaitu bronkus kanan dan kiri. Letak bronkus kanan
dan kiri agak berbeda. Bronkus kanan lebih vertikal daripada kiri. Karena strukturnya ini,
sehingga bronkus kanan akan mudah kemasukan benda asing. Itulah sebabnya paru-paru kanan
seseorang lebih mudah terserang penyakit bronkhitis. Pada seseorang yang menderita asma
bagian otot-otot bronkus ini berkontraksi sehingga akan menyempit. Hal ini dilakukan untuk
mencegah masuknya lebih banyak benda asing yang menimbulkan reaksi alergi.
Akibatnya penderita akan mengalami sesak napas. Sedangkan pada penderita bronkitis,
bagian bronkus ini akan tersumbat oleh lendir. Bronkus kemudian bercabang lagi sebanyak 2025
kali percabangan membentuk bronkiolus. Pada ujung bronkiolus inilah tersusun alveolus yang
berbentuk seperti buah anggur.
6) Paru-paru

Organ yang berperan penting dalam proses pernapasan adalah paru-paru. Paru-paru
merupakan organ tubuh yang terletak pada rongga dada, tepatnya di atas sekat
diafragma. Diafragma adalah sekat rongga badan yang membatasi rongga dada dan rongga perut.
Paru-paru terdiri atas dua bagian, paru-paru kanan dan paru-paru kiri. Paru-paru kanan memiliki
tigagelambir yang berukuran lebih besar daripada paru-paru sebelah kiri yang memiliki dua
gelambir.
Paru-paru dibungkus oleh dua lapis selaput paru-paru yang disebut pleura. Semakin ke
dalam, di dalam paru-paru akan ditemui gelembung halus kecil yang disebut alveolus. Jumlah
alveolus pada paru-paru kurang lebih 300 juta buah. Adanya alveolus ini menjadikan permukaan
paru-paru lebih luas. Diperkirakan, luas permukaan paruparu sekitar 160 m2. Dengan kata lain,
paru-paru memiliki luas permukaan sekitar 100 kali lebih luas daripada luas permukaan tubuh.
Dinding alveolus mengandung kapiler darah. Oksigen yang terdapat pada alveolus berdifusi
menembus dinding alveolus, lalu menem bus dinding kapiler darah yang mengelilingi alveolus.
Setelah itu, masuk ke dalam pembuluh darah dan diikat oleh hemoglobin yang terdapat di dalam
sel darah merah sehingga terbentuk oksihemoglobin (HbO2). Akhirnya, oksigen diedarkan oleh
darah ke seluruh tubuh. Setelah sampai ke dalam sel-sel tubuh, oksigen dilepaskan sehingga
oksihemoglobin kembali menjadi hemoglobin. Oksigen ini digunakan untuk oksidasi.
Karbon dioksida yang dihasilkan dari respirasi sel diangkut oleh plasma darah melalui pembuluh
darah menuju ke paru-paru. Sesampai di alveolus, CO2 menembus dinding pembuluh darah dan
dinding alveolus. Dari alveolus, karbondioksida akan disalurkan menuju hidung untuk
dikeluarkan. Jadi proses pertukaran gas sebenarnya berlangsung di alveolus. .

5. Patofisiologi
Serangan bronkhitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali
sebagai eksaserbasi akut dari bronkhitis kronis. Pada umumnya, virus merupakan awal dari
serangan bronkhitis akut pada infeksi saluran napas bagian atas. Dokter akan mendiagnosis
bronkhitis kronis jika pasien mengalami batuk atau mengalami produksi sputum selama kurang
lebih tiga bulan dalam satu tahun atau paling sedikit dalam dua tahun berturut-turut.
Serangan bronkhitis disebabkan karena tubuh terpapar agen infeksi maupun non infeksi (terutama
rokok). Iritan (zat yang menyebabkan iritasi) akan menyebabkan timbulnya respons inflamasi
yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa, dan bronkospasme. Tidak seperti
emfisema, bronkhitis lebih memengaruhi jalan napas kecil dan besar dibandingkan alveoli. Dalam
keadaan bronkhitis, aliran udara masih memungkinkan tidak mengalami hambatan.
Pasien dengan bronkhitis kronis akan mengalami:
a. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronkhus besar sehingga meningkatkan
produksi mukus.
b.

Mukus lebih kental

c.

Kerusakan fungsi siliari yang dapat menunjukkan mekanisme pembersihan mukus.

Pada keadaan normal, paru-paru memiliki kemampuan yang disebut mucocilliary defence, yaitu
sistem penjagaan paru-paru yang dilakukan oleh mukus dan siliari. Pada pasien dengan bronkhitis
akut, sistem mucocilliary defence paru-paru mengalami kerusakan sehingga lebih mudah
terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia
(ukuran membesar dan jumlah bertambah) sehingga produksi mukus akan meningkat. infeksi
juga menyebabkan dinding bronkhial meradang, menebal (sering kali sampai dua kali ketebalan
normal), dan mengeluarkan mukus kental. Adanya mukus kental dari dinding bronkhial dan
mukus yang dihasilkan kelenjar mukus dalam jumlah banyak akan menghambat beberapa aliran
udara kecil dan mempersempit saluran udara besar. Bronkhitis kronis mula-mula hanya
memengaruhi bronkhus besar, namun lambat laun akan memengaruhi seluruh saluran napas.
Mukus yang kental dan pembesaran bronkhus akan mengobstruksi jalan napas terutama selama
ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps dan udara terperangkap pada bagian distal
dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolus, hipoksia, dan acidosis.
Pasien mengalami kekurangan 02, iaringan dan ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, di mana
terjadi penurunan PO2 Kerusakan ventilasi juga dapat meningkatkan nilai PCO,sehingga pasien
terlihat sianosis. Sebagai kompensasi dari hipoksemia, maka terjadi polisitemia (produksi eritrosit
berlebihan).
Pada saat penyakit bertambah parah, sering ditemukan produksi sejumlah sputum yang hitam,
biasanya karena infeksi pulmonari. Selama infeksi, pasien mengalami reduksi pada FEV dengan
peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hipoksemia akan
timbul yang akhirnya menuiu penyakit cor pulmonal dan CHF (Congestive Heart Failure).
6. Tanda dan gejala
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Batuk dengan dahak yang banyak


Mukoid berat dan banyak dan purulen.
Batuk darah (hemaptoe)
Sesak bersifat progresif karakteristiknya berhubungan dengan aktivitas ( dyspneu on effort)
Beberapa pasien terdengar suara mengi ( Wheezing)
Pada auskultasi terdengar suara inspirasi kasar (terkait sekresi di saluran nafas besar)

7. Pemeriksaan Diagnosa
1. Sinar X dada:
a) Dapat menyatakan hyperinflasi paru-paru
b) Mendatarnya diagfragma.
c) Peningkatan area udara retrosternal.
d) Hasil normal selama periode remisi.
2. Tes fungsi paru:
a) Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi.
b) Memperkirakan derajat disfungsi.
c) TLC meningkat.
d) Volume residu meningkat.
e) FEV1/FVC rasio volume meningkat.

f) GDA: PaO2 dan PaCO2 menurun, pH normal.


3. Bronchogram:
a) Menunjukkan dilatasi silinder bronkus saat inspirasi.
b) Pembesaran duktus mukosa.
4. Sputum:
a) Kultur untuk menentukan adanya infeksi.
b) Mengidentifikasi patogen.
5. EKG:
a) Disritmia atrial.
b) Peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF
8. Penatalaksanaan Medik
Medis :
1) Jangan beri obat antihistamin berlebih.
2) Beri antibiotik bila ada kecurigaan infeksi bacterial.
3) Dapat diberi efedrin 0,5 1 mg/KgBB tiga kali sehari.
Terapi khusus (pengobatan) :
a) Bronchodilator
b) Antimikroba
c) Kortikosteroid
d) Terapi pernafasan
e) Terapi oksigen
f) Penyesuaian fisik
g) Latihan relaksas

Keperawatan :
1) Berjemur dipagi hari.
2) Sering mengubah posisi.
3) Banyak minum.
4) Inhalasi
5) Nebulizer
6) Pendidikan bagi pasien dan keluarganya tentang
a) Menghindari merokok
b) Menghindari iritan lainnya yang dapat terhirup.
c) Mengontrol suhu dan kelembaban lingkungan.
d) Nutrisi yang baik.
e) Hidrasi yang adekuat.

B. Konsep Keperawatan Bronkitis


1. Pengkajian

Data dasar pengkajian pada pasien dengan bronkitis:


Aktifitas/Istirahat:
Gejala:
Keletihan, kelelahan.
Ketidak mampuan melakukan aktifitas sehari-hari.
Ketidakmampuan untuk tidur.
Dispnoe pada saat istirahat.
Tanda:
Keletihan.
Gelisah, insomnia.
Kelemahan umum/kehilangan massa otot.
Sirkulasi:
Gejala: pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda:
Peningkatan tekanan darah.
Peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat.
Distensi vena leher.
Edema dependet.
Bunyi jantung redup.
Warna kulit atau membran mukosa normal/cyanosis.
Pucat, dapat menunjukkan anemi.
Integritas ego:
Gejala:
Peningkatan faktor resiko.
Perubahan pola hidup.
Tanda: ansietas, ketakutan, peka rangsang.

Makanan/cairan:
Gejala:
Mual/muntah.
Napsu makan buruk/anoreksia.
Ketidakmampuan untuk makan.
Penurunan dan peningkatan berat badan.
Tanda:
Turgor kulit buruk.
Edema dependen.
Berkeringat.
Paltipasi abdomen dan penurunan berat badan.

Hygiene:
Gejala:

Penurunan kemampuan.
Peningkatan kebutuhan.
Tanda:
Kebersihan buruk.
Bauh badan.

Pernapasan:
Gejala:
Batuk menetap dengan memproduksi sputum setiap hari selama minimum 3 bulan
berturut-turut tiap tahun, sedikitnya 2 tahun.
Episode batuk hilang timbul.
Tanda:
Pernapasan biasa cepat.
Penggunaan otot bantu pernapasan.
Bentuk barrel chest, bentuk pernapasan minimal.
Bunyi napas ronchi.
Perkusi hyperessonan pada paru.
Warna pucat dengan cyanosis bibir dan dasar kuku berwarna abu-abu keseluruhan.

Keamanan:
Gejala:
Riwayat reaksi alergi terhadap zat/faktor lingkungan.
Adanya/berulangnya infeksi dan seksualitas.
Tanda: Penurunan libido.

Interaksi sosial:
Gejala:
Hubungan ketergantungan.
Kegagalan dukungan terhadap pasangan atau orang terdekat.
Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik.
Tanda:
Ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena distress pernapasan.
Keterbatasan mobilitas fisik.
Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan untuk brokitis adalah sebagai berikut:
Bersihnya jalan napas tidak berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan napas oleh sekresi,
spasme bronkus.
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.

Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit
kronis.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual
muntah.
Intorelan aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit
dan perawatan di rumah.

3. Perencanaan Keperawatan
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sehat.
Tujuan: Mempertahankan jalan napas paten.
Rencana Tindakan:
1. Auskultasi bunyi napas.
Rasional: Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas
dan dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi napas.
2. Kaji atau pantau frekuensi pernapasan.
Rasional: Tachipnoe biasanya ada pada beberapa erajat dan dapat ditemukan selama
adanya proses infeksi akut.
3. Dorong atau bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Rasional: Memberikan cara untuk mengatasi dan mengontrol dispor dan
menurunkan jebakan udara.
4. Observasi karakteristik batuk.
Rasional: Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada lansia, penyakit
akut atau kelemahan.
5. Tingkatkan masukkan cairan sampai 3000 ml/hari.
Rasional: Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret mempermudah
pengeluaran.

Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan napas oleh sekresi,
spasme bronkus.
Tujuan: Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat
dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan.
Rencana Tindakan:
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan.
Rasional: Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan kronisnya
proses penyakit.
2.
-

Tinggikan kepala tempat tidur, dorong napas dalam.


Rasional: Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan
latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispenea dan kerja napas.
3. Auskultasi bunyi napas.
Rasional: Bunyi napas makin redup karena penurunan aliran udara atau area
konsolidasi.
4. Awasi tanda vital dan irama jantung.

Rasional: Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat


menunjukkan efek hipoksemia sistematik pada fungsi jantung.
5. Awasi GDA.
Rasional: PaCO2 biasanya meningkat, dan PaO2menurun sehingga hipoksia
terjadi derajat lebih besar/kecil.
6. Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA.
Rasional: Dapat memperbaiki atau mencegah burknya hipoksia.
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
Tujuan: Perbaikan dalam pola napas.
Rencana Tindakan:
1. Ajarkan pasien pernapasan diagfragmatik dan pernapasan bibir.
Rasional: Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini
pasien kan bernapas lebih efesien dan efektif.
2. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode istirahat.
Rasional: Memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distress
berlebihan.
3.
-

Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernapasan jika diharuskan.


Rasional: Menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernapasan.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia,


mual muntah.
Tujuan: Menunjukkan peningkatan berat badan.
Rencana Tindakan:
1. Kaji kebiasaan diet:
Rasional: Pasien distress pernapasan akut, anoreksia karena dispnea, produksi
sputum.
2. Auskultasi bunyi usus.
Rasional: Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.
3. Berikan perawatan oral.
Rasional: Rasa tidak enak, bau adalah pencegahan utama yang dapat membuat
mual dan muntah.
4. Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional: Berguna menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan
rencana nutrisi.
5. Konsul ahli gizi.
Rasional: Kebutuhan kalori yang didasarkan pada kebutuhan individu
memberikan nutrisi maksimal.

Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses


penyakit kronis.
Tujuan: Menujukkan peningkatan berat badan,.
Rencana Tindakan:
1. Awasi suhu.

Rasional: Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.

2.
3.
-

Observasi warna, bau sputum.


Rasional: Sekret berbau, kuning dan kehijauan menunjukkan adanya infeksi.
Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
Rasional: Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan
tekanan darah terhadap infeksi.
4. Berikan anti mikroba sesuai indikasi.
Rasional: Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan
kultur.
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Tujuan: Menunjukkan perbaikan dengan aktivitas intoleran.
Rencana Tindakan:
Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan menggunakan exercise,
berjalan perlahan atau latihan yang sesuai.
Rasional: Otot-otot yang mengalami kontaminasi membutuhkan lebih banyak
O 2.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan: Pasien akan mengalami penurunan rasa ketakutan dan ansietas.
Rencana Tindakan:
1. Kaji tingkat kecemasan (ringan, sedang, berat).
Rasional: Dengan mengetahui tingkat kecemasan klien, sehingga memudahkan
tindakan selanjutnya.
2. Berikan dorongan emosional.
Rasional: Dukungan yang baik memberikan semangat tinggi untuk menerima
keadaan penyakit yang dialami.
3. Beri dorongan mengungkapkan ketakutan atau masalah.
Rasional: Mengungkapkan masalah yang dirasakan akan mengurangi beban
pikiran yang dirasakan.
4. Jelaskan jenis prosedur dari pengobatan.
Rasional: Penjelasan yang tepat dan memahami penyakitnya sehingga mau
bekerjasama dalam tindakan perawatan dan pengobatan.
5. Beri dorongan spiritual.
Rasional: Diharapkan kesabaran yang tinggi untuk menjalani perawatan dan
menyerahkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas kesembuhannya.

Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses


penyakit dan perawatan di rumah.
Tujuan: Mengatakan pemahaman kondisi atau proses penyakit dan tindakan.
Rencana Tindakan:
1. Jelaskan proses penyakit individu.
Rasional: Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan partisipasi pada
rencana pengobatan.

2.
-

Instruksikan untuk latihan afas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.
Rasional: Napas bibir dan napas abdominal membantu meminimalkan kolaps
jalan napas dan meningkatkan toleransi aktivitas.
3. Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi misalnya udara, serbuk,
asap tembakau.
Rasional: Faktor lingkungan dapat menimbulkan iritasi bronchial dan
peningkatan produksi sekret jalan napas.

4. Implementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan interverensi dan aktivitas yang telah dicatat
dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi atau pelaksanaan perncanaan ini
dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan,
memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap interverensi yang dilaksanakan
serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan
diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan napas, mempermudah
pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat
memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit.
5. Evaluasi
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap
perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diiharapkan telah
dicapai.
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan continue, karena setiap tindakan
keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil
yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, interverensi keperawatan
atau hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan
yang telah ditetapkan yaitu:
1) Jalan napas efektif.
2) Pola napas efektif.
3) Pertukaran gas adekuat.
4) Masukan nutrisi adekuat.
5) Infeksi tidak terjadi.
6) Intoleransi aktivitas meningkat.
7) Kecemasan berkurang atau hilang.
8) Klien memahami kondisi penyakitnya.

Você também pode gostar