Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK 4
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
AHMAD PRIYANI
SITI RAHMAH
FARDAH FARDILA AZMI
SAFRY SIHOMBING
MARTHA JULIANA
DANI FRANSEDA
CRIST WILIAM
EDI DARMA PURBA
1.
Latar belakang
Tengkorak sebagai pelindung jaringan otak mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi
trauma bila dipukul atau terbentur benda tumpul. Namun pada benturan, beberapa mili detik
akan terjadi depresi maksimal dan diikuti osilasi. Trauma pada kepala dapat menyebabkan
fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak/otak atau kulit seperti kontusio/memar
otak, oedem otak, perdarahan dengan derajat yang bervariasi tergantung pada luas daerah
trauma.
Sehingga apabila terjadi cedera kepala memerlukan penatalaksanaan yang cepat, tepat
dan asuhan keperawatan yang benar. Sehingga efek sekunder dari cedera kepala dapat
diminimalkan dan penyembuhan dapat maksimal.
2. Tujuan
Tujuan penulisan laporan pendahuluan ini adalah :
1.
Mengetahui dan memahami mengenai trauma dan cedera kepala, patofisiologi, tanda dan
gejala serta penatalaksanaannya.
2.
Mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan cedera kepala.
3.
BAB II
LANDASAN TEORITIS MEDIS
1. PENGERTIAN
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera otak terdapat dibagi
dalam dua macam yaitu :
a.
b.
1.
2.
3.
Terhadap nyeri
Tidak ada
Respon Verbal
Orientasi baik
orientasi terganggu
Mampu bergerak
Melokalisasi nyeri
Fleksi menarik
Fleksi abnormal
Ekstensi
1
3 15
2. ETIOLOGI
a.
Kecelakaan
b.
Jatuh
c.
perkelahian, jatuh dan cedera olah raga. Cedera kepala terbuka sering disebabkan oleh peluru
atau pisau.
Kecelakaan ; jatuh, kecelakaan kendaraan motor atau sepeda, dan mobil. Kecelakaan
pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan, dan dapat terjadi pada anak yang cedera
akibat kekerasan, (Suriadi & Yuliani 2001).
3. PATOFISIOLOGI
Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan proses
sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan suatu
trauma yang relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian besar daerah otak.
Walaupun kontusio dan laserasi yang terjadi pada permukaan otak, terutama pada kutub
temporal dan permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan tanda-tanda jelas tetapi
selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson difus pada substasi alba subkortex
adalah penyebab utama kehilangan kesadaran berkepanjangan, gangguan respon motorik dan
pemulihan yang tidak komplit yang merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala
traumatik berat.
Proses Primer
Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer biasanya fokal
(perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus).Proses ini adalah kerusakan otak tahap
awal yang diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala, derajat kerusakan tergantung pada
kuat dan arah benturan, kondisi kepala yang bergerak diam, percepatan dan perlambatan
gerak kepala. Proses primer menyebabkan fraktur tengkorak, perdarahan segera intrakranial,
robekan regangan serabu saraf dan kematian langsung pada daerah yang terkena.
Proses Sekunder
Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul kerusakan primer.
Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari berbagai gangguan sistemik,
hipoksia dan hipotensi merupakan gangguan yang paling berarti. Hipotensi menurunnya
tekanan perfusi otak sehingga mengakibatkan terjadinya iskemi dan infark otak. Perluasan
kerusakan jaringan otak sekunder disebabkan berbagai faktor seperti kerusakan sawar darah
otak, gangguan aliran darah otak metabolisme otak, gangguan hormonal, pengeluaran bahanbahan neurotrasmiter dan radikal bebas. Trauma saraf proses primer atau sekunder akan
menimbulkan gejala-gejala neurologis yang tergantung lokasi kerusakan.
Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus frontalis akan
mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala kerusakan lobus-lobus lainnya baru
akan ditemui setelah penderita sadar. Pada kerusakan lobus oksipital akan dujumpai ganguan
sensibilitas kulit pada sisi yang berlawanan. Pada lobus frontalis mengakibatkan timbulnya
seperti dijumpai pada epilepsi lobus temporalis.
Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala disebabkan adanya
kerusakan di daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian depan hipotalamus akan terjadi
hepertermi. Lesi di regio optika berakibat timbulnya edema paru karena kontraksi sistem
vena. Retensi air, natrium dan klor yang terjadi pada hari pertama setelah trauma tampaknya
disebabkan oleh terlepasnya hormon ADH dari daerah belakang hipotalamus yang
berhubungan dengan hipofisis.
Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan melalui urine dalam
jumlah berlebihan sehingga keseimbangannya menjadi negatif. Hiperglikemi dan glikosuria
yang timbul juga disebabkan keadaan perangsangan pusat-pusat yang mempengaruhi
metabolisme karbohidrat didalam batang otak.
Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau sekunder akibat
fleksi atau torsi akut pada sambungan serviks medulla, karena kerusakan pembuluh darah
atau karena penekanan oleh herniasi unkus.
Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang terjadi pada lesi tranversal
dibawah nukleus nervus statoakustikus, regiditas deserebrasi pada lesi tranversal setinggi
nukleus rubber, lengan dan tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam
fleksi pada siku terjadi bila hubungan batang otak dengan korteks serebri terputus.
Gejala-gejala Parkinson timbul pada kerusakan ganglion basal. Kerusakan-kerusakan
saraf-saraf kranial dan traktus-traktus panjang menimbulkan gejala neurologis khas. Nafas
dangkal tak teratur yang dijumpai pada kerusakan medula oblongata akan menimbulkan
timbulnya Asidesil. Nafas yang cepat dan dalam yang terjadi pada gangguan setinggi
diensefalon akan mengakibatkan alkalosisi respiratorik.
4. TANDA DAN GEJALA
a.
Gangguan kesadaran
b.
Konfusi
c. Abnormalitas pupil
d. Awitan tiba-tiba defisit neurologi
e.
f.
g.
Disfungsi sensory
h.
Kejang otot
i.
Sakit kepala
j.
Vertigo
k.
Gangguan pergerakan
l.
Kejang
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.
b.
Angiografi serebral menjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak
akibat edema, perdarahan, trauma
c.
d.
Analisa gas darah mendeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika
peningkatan tekanan intracranial.
e.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya cedera
otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti hipotensi atau
hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak (Tunner, 2000). Pengatasan nyeri yang
adekuat juga direkomendasikan pada pendertia cedera kepala (Turner, 2000).
Penatalaksanaan umum adalah:
1.
2.
3.
Berikan oksigenasi
4.
5.
6.
Atasi shock
7.
Penatalaksanaan lainnya:
1.
Pemberian analgetika
4.
Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40 % atau
gliserol 10 %.
Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak dapat diberikan
apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5% , aminofusin, aminofel (18 jam pertama dan
terjadinya
kecelakaan),
2-3
hari
kemudian
diberikana
makanan
lunak.
Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5%
untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga.
Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan diberikan melalui ngt (2500-3000
tktp). Pemberian protein tergantung nilai urea.
Tindakan terhadap peningktatan TIK yaitu:
1.
2.
Oksigenisasi adekuat
3.
Pemberian manitol
4.
Penggunaan steroid
5.
6.
Bedah neuro.
Dukungan ventilasi
2.
Pencegahan kejang
3.
6.
BAB II
LANDASAN TEORITIS KEPERAWATAN
Pengkajian Kegawatdaruratan :
1.
Primary Survey
a. Airway dan cervical control
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi pemeriksaan adanya obstruksi
jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau
maksila, fraktur larinks atau trachea. Dalam hal ini dapat dilakukan chin lift atau jaw
thrust. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak
boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher.
b. Breathing dan ventilation
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi pada
saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh.
Ventilasi yang baik meliputi:fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma.
c. Circulation dan hemorrhage control
1) Volume darah dan Curah jantung
Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan hipotensi harus dianggap disebabkan oleh
hipovelemia. 3 observasi yang dalam hitungan detik dapat memberikan informasi mengenai
keadaan hemodinamik yaitu kesadaran, warna kulit dan nadi.
2) Kontrol Perdarahan
d. Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.
e. Exposure dan Environment control
Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa jejas.
2.
Secondary Survey
a. Fokus assessment
b. Head to toe assessment
1.
Pengkajian
Data Dasar Pengkajian Klien (Doenges, 2000). Data tergantung pada tipe, lokasi dan
keperahan, cedera dan mungkin dipersulit oleh cedera tambahan pada organ-organ vital.
a. Aktivitas/istirahat
Gejala
Tanda
c. Integritas Ego
Gejala
Tanda
d. Makanan/cairan
Gejala
Tanda
e. Eliminasi
Gejala
fungsi.
f. Neurosensori
Gejala
: Sakit kepala.
: Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat,
nafas berbunyi)
i. Keamanan
Gejala
Tanda
otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis, demam, gangguan dalam regulasi
suhu tubuh.
j. Interaksi sosial
Tanda
2.
: Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang, disartria.
Diagnosa Keperawatan
Intervensi Keperawatan
N
DIAGNOSA
NOC
NIC
O
1.
KEPERAWATAN
Ketidakefektifan
Setelah
perfusi
jaringan
keperawatan .
serebral,
jam
mental,
peningkatan TIK
menunjukan
penglihatan
status
klien
sirkulasi
dan
pingsan,
kabur,
reaksi
pupil,
nyeri
kepala,
perfusion
cerebral
menerus).
oksigen
sesuai
instruksi
dokter
dalam d. Lakukan tindakan bedrest total
normal e. Posisikan pasien kepala lebih tinggi
(120/80 mmHg)
g. Monitor Vital
Sign
serta
tingkat
-Klien
mampu
kesadaran
bicara
jelas,
menunjukkan
konsentrasi,
untuk
perhatian
dan
meningkatkan
volume
orientasi baik
-Fungsi
sensori
motorik
cranial
utuh : kesadaran
membaik
15,
(GCS
tidak
ada
gerakan
2.
Pola
nafas
tidak
efektif
b.d
involunter)
Setelah
a.
dilakukan asuhan b.
gangguan/kerusaka
keperawatan .
n pusat pernafasan
jam
di
menunjukan pola d.
medula
oblongata/cedera
nafas
jaringan otak
efektif
yang
Monitor
perubahan
status
mental,
tingkat
dan
peningkatan TIK
e.
16- f.
20x/menit,
dengan
-Pernafasan
klien c.
KH:
dokter
untuk
terapi,
teratur
-suara
nafas
bersih
-pernafasan
vesikuler
-saturasi
3.
95%
Setelah
injuri fisik
dilakukan
Asuhan
O2:
Manajemen nyeri :
a. Kaji
(lokasi,
nyeri
secara
komprehensif
karakteristik,
durasi,
keperawatan .
frekuensi,
Jam
presipitasi).
tingkat
kenyamanan
b.
klien meningkat,
nyeri
kualitas
Observasi
dan
faktor
ketidaknyamanan.
c. Gunakan
teknik
komunikasi
terkontrol dg
terapeutik
untuk
mengetahui
KH:
-Klien
d. Kontrol
faktor
lingkungan
yang
melaporkan nyeri
berkurang
dg
-Ekspresi wajah f.
tenang
-klien
dapat g.
(relaksasi,
-v/s dbn
mengatasi nyeri..
h.
Kolaborasi
distraksi
dll)
untuk
untuk
pemberian
tindakan
pengurang
analgetik
i.
4.
Trauma,
tindakan
Evaluasi
nyeri/kontrol nyeri.
Konrol infeksi :
Setelah
invasife,
immunosupresif,
keperawatan
kerusakan jaringan
jam
terdeteksi
pasien lain.
infeksi b.
KH:
( 36-37 c )
g.
Setelah
kelemahan
fisik,
penurunan
kesadaran.
keluarga
dapat b.
merawat diri :
dengan kritria :
makan, berhias
bantuan
sampai
klien
sehari-hari
terpenuhi
diri
(makan,
d. Bantu
berpakaian,
klien
dalam
memenuhi
kebutuhannya sehari-hari.
oral
aktivitas
higiene)
sehari-hari
sesuai
kemampuannya
g.
h.
BAB IV
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1.
2.
B.
Identitas klien
Nama
: Nn. F
Umur
: 14 tahun
Alamat
Status perkawinan
: Belum Kawin
Agama
: Islam
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: Belum bekerja
Diagnosa medis
Tanggal masuk RS
Tanggal pengkajian
No RM
: 264623/1071353
Penanggung jawab
Nama
: Tn. A
Umur
: 53 tahun
Jenis kelamin
: laki-laki
Pekerjaan
: swasta
Alamat
: Ayah
Primary survey
Airway :
C.
Keluhan utama
Penurunan kesadaran tingkat kesadarn koma
D.
E.
F.
G.
Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum : jelek
BB/TB
Kesadaran
: 42 Kg / 150 cm
: Coma
: 132x/m
: 37,20C
Pernafasan : 28x/m
1.
Kepala
Kepala klien normocephalic, rambut klien panjang lurus, rambut kotor terdapat darah yang
mengering pada rambut, penyebaran rambut merata.
2.
Muka
Wajah tanpak simetris, warna kulit tidak pucat, terdapat hematom pada dahi kanan 12 cm
3.
Mata
Mata simetris, Konjungtiva anemis, Sklera anikterik, edema pada palpebrae, pupil anisokor,
reaksi pupl terhadap cahaya menurun.
4.
Telinga
Posisi daun telinga simetris, tidak ada lesi, tidak terdapat serumen,tidak ada pengeluaran
darah maupun cairan.
5.
6.
7.
Leher
Tidak terdapat jejas di leher, tidak terdapat pembengkakan, tidak terdapat pembesaran
kelenjar limfe, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
8.
Thorak
Inspeksi thoraks
Thoraks
simetris, klien
tidak
menggunakan
otot
bantu
nafas
(retraksi
dada), pergerakan dinding dada sama, pernafasan 28 x/menit, warna kulit merata.
Palpasi
Gerakan paru saat inspirasi dan ekspirasi sama, tidak terdapat massa, tidak terdapat
fraktur thorak.
Perkusi thoraks
Perkusi paru resonan.
Auskultasi thoraks
Tidak terdapat suara tambahan di paru-paru
9.
Jantung
Heart rate 132x/menit, perkusi jantung pekak
10. Payudara
Payudara simetrs, letak puting susu tepat di tengah areola, tidak terdapat benjolan di sekitar
payudara.
11. Abdomen
Bentuk abdomen datar, warna kulit normal, kulit tubuh tampak kotor, kulit elastis,
tidak terdapat lesi ataupun nodul masa, tidak terdapat striae maupun spider nevy, bising
usus 10x /menit, perkusi timpani.
12. Genetalia dan perineal
Klien terpasang kateter ukuran 16, urine berwarna kuning jernih, terdapat penyebaran sedikit
rambut di mons pubis, tidak terdapat luka, labia minora dan mayora simetris, tidak berbau
dan tidak mengeluarkan cairan yang abnormal, terdapat anus.
13. Ekstremitas
Ekstremitas atas : terpasang infus ukuran 22 di tangan kanan, tangan kiri deformitas
Ekstemitas bawah : terdapat VE pada lutut kiri, dan bula di kaki kanan, tidak terdapat
edema.
H.
1.
2.
3.
Pola eliminasi
Sebelum sakit keluarga klien mengatakan bahwa klien biasa BAB 1x/hari pagi hari. Dan Saat
sakit klien belum pernah BAB, cateter terpasang dengan urin keluar 300 cc per 12 jam.
4.
5.
6.
7.
8.
Keluarga klien mengatakan saat ini klien dapat berhubungan baik dengan lingkungan, baik
kepada keluarga, tetangga, dan teman-temannya. Saat klien dirawat dirumah sakit pun
keluarga, tetangga, dan teman-temannya menjenguk klien.
9.
10.
11.
J.
DATA PENUNJANG
Laboratorium 30 januari 2013
Pemeriksaan
Glukosa sewaktu
Urea
Kreatinin
SGOT
SGPT
K
Na
Cl
HbsAg
WBC
RBC
HGB
HCT
Hasil
166
32
1,00
23
12
41
140
93
Negatif
14,59
3,99
10,3
32,6
Satuan
mg/dl
mg/dl
mg/dl
u/L
u/L
Mmol/L
Mmol/L
Mmol/L
Nilai normal
70-140
10-50
0,5-1,2
0-31
0-32
3,4-5,4
135-155
95-108
[10^3/uL]
[10^6/uL]
[g/dL]
[%]
4,8-10,8
4,2-5,4
12-16
37-47
Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan
Warna
Kejernihan
Berat jernih
PH
Protein
Sedimen
Sell epitel
Leukosit
Eritrosit
Hasil
Kuning
Keruh
1025
6
+1
+
2-4
10-15
Normal
Kuning muda-kuning
Jernih
1015-1030
4,0-78
Negatif
Negatif
+1
0-5/LPB
0-2/LPB
GCS : Eye 1
Verbal 1
Motorik 2
Unisokor
RP (+
/+ )
Golongan
antibiotic
Indikasi
Infeksi-infeksi
golongan
yang
disebabkan
Dosis
oleh 2x1 gr
Piracetam
nootropic
Ranitidin
Keterolac
agents
Antasid
Analgesik
Phenytoin
Natrium
berat
Anti kejang, antiaritmia.
Kalnex
Fenitoin
tranexamic
acid
2x1 amp
Manitol
perdarahan
Untuk menurunkan TIK, menurunkan 4x125ml
RL
edema otak.
Mengembalikan keseimbangan elektrolit 20 tts/i
pad dehidrasi
K.
3x1 gr
Analisa Data
Analisa data
Etiologi
Masalah
DS : -
Adanya
E1V1M2,
terpasang
dengan
O2 dan mulut
nasal
kanul=3L, Pernafasan:28x/m,
terdapat secret ditenggorokan dan
mulut,
suara
terpasang
nafas
mayo,
klien
gargling,
tampak
gelisah
DS : -
Kerusakan
pola Ketidak
efektifan
pola
dimedula nafas
cedera
terpasang
mayo,
Edema
ke
Tekanan darah :
123/69
Nadi:
Suhu :
mmHg,
37,20C,
132x/m,
Pernafasan
Penurunan
Diagnosa keperawatan
1.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d adanya penumpukan sekresi di tenggorokan dan
mulut.
2.
Ketidak efektifan pola nafas b/d Kerusakan pola pernafasan dimedula oblongata, cedera
cidera otak.
3.
Ketidak efektifan perfusi jaringan cerebral b/d Edema serebral, peningkatan TIK,
penurunan O2 ke serebral
4.
M. Intervensi
No
1.
Diagnosa
Ketidak efektifan
perfusi
NIC
Setelah
NIC
dilakukan
Monitoring
asuhan keperawatan 3
24 jam
intrakranium:
klien a.
menunjukan
tekanan
status
Kaji,
evaluasi
observasi,
tanda-tanda
perfusion
gangguan
cerebral
mental,
reaksi
normal
bola mata.
(120/80
mmHg)
-Tidak
pupil,
pingsan,
b.
ada
tanda
valsava
penglihatan
Hindari
tindakan
manufer
(suction
peningkatan TIK
menerus).
dengan
jelas, c.
menunjukkan
konsentrasi, perhatian d.
dan orientasi baik
-Fungsi
Lakukan
tindakan
bedrest total
sensori e.
Posisikan
pasien
kesadaran
(30-40 derajat)
membaik
luar.
g.
h.
Monitor tanda-tanda
TIK
Setelah
gangguan/kerusakan
asuhan keperawatan 3
pernafasan
pusat
di
oblongata/cedera
medula
jaringan
otak
dilakukan a.
24
jam
klien
klien b.Kaji
menunjukan
nafas
pola
yang
perintah dokter.
Kaji status pernafasan
penyebab
efektif c.
dengan KH:
-Pernafasan
16- d.Monitor
perubahan
tingkat
20x/menit, teratur
peningkatan TIK
-pernafasan vesikuler
e.
f.Melakukan
suction
jika
diperlukan.
g.Kolaborasi
terapi,
3.
Defisit
self
care
b/d
Setelah
kesadaran.
dan
dapat
yang mandiri
klien
sehari-hari terpenuhi
(makan,
berpakaian, c.
toileting,
berhias,
dan
Monitor kemampuan
b.Monitor
-kebutuhan
tindakan
untuk
pemeriksaan
Bantuan perawatan diri
dilakukan
keluarga
dokter
kebutuhan
akan
kebutuhannya sehari-hari.
e.
f.
Pertahankan
aktivitas
untuk
secara
mandiri
melakukan
tapi
beri
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aeusculapius FK-UI, Jakarta
Doenges M.E. at al., 1992, Nursing Care Plans, F.A. Davis Company, Philadelphia
Hudak C.M., 1994, Critical Care Nursing, Lippincort Company, Philadelphia.
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC, Jakarta
Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby
Year-Book, St. Louis
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St. Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-2002, NANDA