Você está na página 1de 8

ASUHAN KEPERAWATAN ABLASIO RETINA // MAULANA KARSO

Posted on 22/10/2013 by Belajar Menjadi Lebih under Uncategorized


BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ablasio retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan epitel berpigmen retina
dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina yang mengandung batang dan kerucut,
terkelupas dari epitel berpigmen pemberi nutrisi, maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan
aktivitas fungsi visualnya dan berakibat hilangnya penglihatan (C. Smelzer, Suzanne, 2002).
Lepasnya retina dapat menyerang satu dari 10.000 orang setiap tahun di Amerika Serikat.
Kejadian ini merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada usia berapapun,
walaupun biasanya terjadi pada orang usia setengah baya atau lebih tua. Kejadian ini lebih besar
kemungkinannya terjadi pada orang yang menderita rabun jauh (miopia) atau berkacamata minus
dan pada orang-orang yang anggota keluarganya ada yang pernah mengalami lepas retina.
Lepasnya retina dapat pula terjadi akibat pukulan yang keras. Selain itu, walaupun agak jarang,
kondisi ini dapat merupakan penyakit keturunan yang bahkan dapat terjadi pada bayi dan anakanak. Bila tidak segera dilakukan tindakan, lepasnya retina akan mengakibatkan cacat penglihatan
atau kebutaan.
B. RUMUSAN MASALAH
1.Apa pengertian ablasio Retina?
2.Apa etiologi ablasio Retina?
3.Apa manifestasi ablasio Retina?
4.Bagaimana patofisiologi Retina?
5.Bagaimana pemeriksaan penunjang ablasio Retina?
6.Bagaimana penatalaksanaan ablasio Retina?
7.Bagaimana askep ablasio Retina?
C. TUJUAN PENULISAN
1.Untuk mengetahui pengertian ablasio Retina?
2.Untuk mengetahui etiologi ablasio Retina?
3.Untuk mengetahui manifestasi ablasio Retina?
4.Untuk mengetahui patofisiologi Retina?
5.Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang ablasio Retina?
6.Untuk mengetahui penatalaksanaan ablasio Retina?
7.Untuk mengetahui askep ablasio Retina?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Ablasio Retina adalah pelepasan retina dari lapisan epitelium neurosensoris retina dan lapisan

epitelia pigmen retina (Donna D. Ignativicius, 1991) Ablatio Retina juga diartikan sebagai
terpisahnya khoroid di daerah posterior mata yang disebabkan oleh lubang pada retina, sehingga
mengakibatkan kebocoran cairan, sehingga antara koroid dan retina kekurangan cairan (Barbara L.
Christensen 1991).
Ablasio retina terjadi apabila retina terlepas dari tempat perlekatannya. Kejadian ini serupa dengan
wallpaper yang terkelupas dari dinding. Hal ini diawali oleh robeknya retina yang diikuti
menyusupnya cairan pada robekan tersebut. Cairan tersebut akan menyusup terus di antara retina
dan dinding bola mata yang berakibat terlepasnya retina. Retina yang terlepas ini dapat
menyebabkan hilangnya penglihatan secara permanen. (www. Klinikmatanusantara.com)Ablasio
retina adalah terlepasnya retina dari perlekatan dengan lapisan dibawahnya, sebagian atau
seluruhnya, sehingga mengakibatkan terputusnya proses penglihatan. Keadaan ini dapat
menyebabkan cacat penglihatan atau kebutaan. (www.bandungeyecenter.com)
Ablasio retina adalah lepasnya retina dari tempatnya. Kejadian ini merupakan masalah mata yang
serius dan dapat terjadi pada berbagai usia. Kejadian ini lebih besar kemungkinannya pada
penderita yang memakai kacamata minus (miopia) tinggi. Juga dapat tejadi akibat pukulan yang
keras. (www.indo.net.id)
Ablasio retina adalah terpisahnya/terlepasnya retina dari jaringan penyokong di bawahnya.
(www.medicastore.com)
Ablasio retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan epitel berpigmen retina
dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina yang mengandung batang dan kerucut,
terkelupas dari epitel berpigmen pemberi nutrisi, maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan
aktivitas fungsi visualnya dan berakibat hilangnya penglihatan (C. Smelzer, Suzanne, 2002).
B. Etiologi
Lepasnya retina dapat menyerang satu dari 10.000 orang setiap tahun di Amerika Serikat.
Kejadian ini merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada usia berapapun,
walaupun biasanya terjadi pada orang usia setengah baya atau lebih tua. Kejadian ini lebih besar
kemungkinannya terjadi pada orang yang menderita rabun jauh (miopia) atau berkacamata minus
dan pada orang-orang yang anggota keluarganya ada yang pernah mengalami lepas retina.
Lepasnya retina dapat pula terjadi akibat pukulan yang keras. Selain itu, walaupun agak jarang,
kondisi ini dapat merupakan penyakit keturunan yang bahkan dapat terjadi pada bayi dan anakanak. Bila tidak segera dilakukan tindakan, lepasnya retina akan mengakibatkan cacat penglihatan
atau kebutaan. Penyebab lain ablasio retina seperti trauma mata, abalisio retina pada mata yang
lain, pernah mengalami operasi mata, ada daerah retina yang tipis/lemah yang dilihat oleh dokter
mata, robekan retina, komplikasi, diabetus melitus paradangan, pada usia lanjut (perubahan
degeneratif dalam vitreus atau retina), malformasi kongenital, kelainan metabolisme, penyakit
vaskuler, dan inflanmasi intraokuler neoplasma.
C. Manifestasi Klinis
Gejala pertama penderita ini melihat kilatan kilatan bintik hitam mengapung dan cahaya. Pada
beberapa penderita lepasnya retina mungkin terjadi tanpa didahului oleh terlihatnya bintik bintik
hitam (floaters) ataupun kilatan cahaya yang nyata. Dalam hal ini penderita mungkin menyadari
penglihatannya seolah olah pinggir. Perkembangan lepasnya retina yang lebih lanjut akan
mengaburkan penglihatan sentral dan menimbulkan kemunduran penglihatan. Penglihatan seperti
ada lapisan hitam yang menutupi sebagian atau seluruh pandangan seperti terhalang
tirai/bergelombang.

D. Patofisiologi
Retina adalah jaringan tipis dan transparan yang peka terhadap cahaya, yang terdiri dari sel-sel
dan serabut saraf. Retina melapisi dinding mata bagian dalam seperti kertas dinding melapisi
dinding rumah. Retina berfungsi seperti lapisan film pada kamera foto: cahaya yang melalui lensa
akan difokuskan ke retina. Sel-sel retina yang peka terhadap cahaya inilah yang menangkap
gambar dan menyalurkannya ke otak melalui saraf optik. Sebab dan Gejala Lepasnya Retina
Sebagian besar lepasnya retina terjadi akibat adanya satu atau lebih robekan-robekan kecil atau
lubang-lubang di retina. Kadang-kadang proses penuaan yang normal pun dapat menyebabkan
retina menjadi tipis dan kurang sehat, tetapi yang lebih sering mengakibatkan kerusakan dan
robekan pada retina adalah menyusutnya korpus vitreum, bahan jernih seperti agar-agar yang
mengisi bagian tengah mata. Korpus vitreum erat melekat ke retina pada beberapa lokasi di
sekeliling dinding mata bagian belakang. Bila korpus vitreum menyusut, ia dapat menarik
sebagian retina bersamanya, sehingga menimbulkan robekan atau lubang pada retina. Walaupun
beberapa jenis penyusutan korpus vitreum merupakan hal yang normal terjadi pada peningkatan
usia dan biasanya tidak menimbulkan kerusakan pada retina, korpus viterum dapat pula, menyusut
pada bola mata yang tumbuh menjadi besar sekali (kadang-kadang ini merupakan akibat dari
rabun jauh), oleh peradangan, atau karena trauma. Pada sebagian besar kasus retina baru lepas
setelah terjadi perubahan besar struktur korpus vitreum.
Bila sudah ada robekan-robekan retina, cairan encer seperti air dapat masuk dari korpus vitreum
ke lubang di retina dan dapat mengalir di antara retina dan dinding mata bagian belakang. Cairan
ini akan memisahkan retina dari dinding mata bagian belakang dan mengakibatkan retina lepas.
Bagian retina yang terlepas tidak akan berfungsi dengan baik dan di daerah itu timbul penglihatan
kabur atau daerah buta. Perlu diketahui bahwa ada beberapa jenis lepasnya retina yang disebabkan
oleh penyakit mata lain, seperti tumor, peradangan hebat, atau sebagai komplikasi dari diabetes.
Ini disebut ablasio retina sekunder. Dalam hal ini tidak ditemukan robekan ataupun lubang-lubang
di retina, dan retina hanya bisa kembali ke posisinya yang normal dengan mengobati penyakit
yang menyebabkan lepasnya retina.
E. Pemeriksaan Penunjang
Karena itu bila ada keluhan seperti di atas, pasien harus segera memeriksakan diri ke dokter
spesialis mata. Dokter akan memeriksa dengan teliti retina dan bagian dalam dengan alat yang
disebut oftalmoskop. Dengan cahaya yang terang dan pembesaran dari alat tersebut, dokter dapat
menentukan lokasi daerah retina robek atau daerah yang lemah yang perlu diperbaiki dalam
pengobatan. Alat-alat diagnostik khuhsus lainnya yang mungkin perlu digunakan adalah lensalensa khusus, mikroskop, dan pemeriksaan ultrasonografi (USG). Terapi bila retina robek tetapi
belum lepas, maka lepasnya retina itu dapat dicegah dengan tindakan segera.
F. Penatalaksanaan
Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang ditemukan terjadi robekan retina maka harus dilakukan
pembedahan. Ada beberapa prosedur bedah yang dapat digunakan. Prosedur yang dipilih
tergantung pada beratnya lepas retina dan pertimbangan dokter. Fotokoagulasi Laser Bila
ditemukan robekan-robekan kecil di retina dengan sedikit atau tanpa lepasnya retina, maka
robekan ini dapat direkatkan lagi dengan sinar laser. Laser akan menempatkan luka bakar-luka
bakar kecil di sekeliling pinggir robekan. Luka bakar ini akan menimbulkan jaringan parut yang
mengikat pinggiran robekan dan mencegah cairan lewat dan berkumpul di bawah retina. Bedah

laser oftalmologi sekarang biasanya dilakukan sebagai tindakan pada pasien berobat jalan dan
tidak memerlukan sayatan bedah. Pembekuan (Kriopeksi) Membekukan dinding bagian belakang
mata yang terletak di belakang robekan retina, dapat merangsang pembentukan jaringan parut dan
merekatkan pinggir robekan retina dengan dinding belakang bola mata. Pembekuan biasanya
dilakukan dengan prosedur pasien berobat jalan tetapi memerlukan pembiusan setempat pada
mata.
Tindakan bedah bila cukup banyak cairan telah terkumpul di bawah retina dan memisahkan retina
dengan mata bagian belakang, maka diperlukan operasi yang lebih rumit untuk mengobati lepas
retina itu. Teknik operasinya bermacam-macam, tergantung pada luasnya lapisan retina yang lepas
dan kerusakan yang terjadi, tetapi semuanya dirancang untuk menekan dinding mata ke lubang
retina, menahan agar kedua jaringan itu tetap menempel sampai jaringan parut melekatkan bagian
robekan. Kadang-kadang cairan harus dikeluarkan dari bawah retina untuk memungkinkan retina
menempel kembali ke dinding belakang mata. Seringkali sebuah pita silikon atau bantalan
penekan diletakkan di luar mata untuk dengan lembut menekan dinding belakang mata ke retina.
Dalam operasi ini dilakukan pula tindakan untuk menciptakan jaringan parut yang akan
merekatkan robekan retina, misalnya dengan pembekuan, dengan laser atau dengan panas diatermi
(aliran listrik dimasukkan dengan sebuah jarum).
Jenis pembedahan ablasio retina:
a. Pneumoretinopeksi: operasi singkat untuk melekatkan kembali retina yang lepas (ablasio
retina).
b. Scleral Buckling: Operasi untuk melekatkan kembali retina yang lepas.
c. Vitrektomi: Operasi ini memerlukan alat khusus, ahli bedah akan melakukan operasi didalam
rongga bola mata untuk membersihkan vitreus yang keruh, melekatkan kembali vitreus yang
mengalami ablasio, mengupas jaringan ikat dari permukaan retina, dan tindakan-tindakan lain
yang diperlukan
Untuk memperbaiki Ablatio Retina dilakukan prosedur operasi scleral bucking yaitu pengikatan
kembali retina yang lepas.
a. Pengelolaan penderita sebelum operasi
Mengatasi kecemasan
Membatasi aktivitas
Penutup mata harus selalu dipakai untuk mencegah atau membatasi pergerakan bola mata
Pengobatan dengan obat tetes mata jenis midriaticum untuk mencegah akomodasi dan kontriksi.
b. Pengelolaan penderita setelah operasi
Istirahatkan pasien (bad rest total) minimal dalam 24 jam pertama.
Ukur vital sign tiap jam dalam 24 jam pertama.
Evaluasi penutup mata
Bantu semua kebutuhan ADL
Perawatan dan pengobatan sesuai program
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi setelah operasi vitreoretinal:
1.Infeksi
2.Perdarahan
3.Ablasio retina kembali, sebagai komplikasi operasi

4.Penglihatan yang menurun


5.Peningkatan tekanan bola mata
6.Glaukoma
7.Katarak akan timbulnya lebih awal pada lebih dari 50% pasien yang telah menjalani operasi
vitrektomi. Selanjutnya, pasien ini akan menjalani operasi katarak beberapa tahun kemudian.
8.Komplikasi akibat pembiusan dapat saja terjadi. Pembiusan lokal kadang-kadang menimbulkan
perdarahan di sekeliling mata tapi jarang berakibat langsung pada mata. Pembiusan umum
berpotensi menghadapi resiko serius. Bila anda akan mendapatkan pembiusan umum, anda akan
ditangani oleh spesialis anestesiologi sebelum operasi.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Data Subyektif
Pasien mengeluh tiba-tiba melihat kilatan cahaya terang dan bintik-bintik hitam yang
beterbangan di ruang pandang.
Pasien mengeluh melihat tirai yang menutupi lapang pandang.
Pasien menyatkan takut dan cemas karena kehilangan fungsi penglihatan secara tiba-tiba.
b. Data Obyektif
Dengan pemeriksaan ophtalmoskop indirek terlihat gambaran gelembung abu-abu atau lipatanlipatan pada retina yang bergetar dan bergerak
Aktifitas pasien terbatas
Mata pasien tertutup dengan gaas
Pasien mendapat obat tetes mata midryatil
Wajah pasien tampak tegang dan cemas
Pada pemeriksaan visus : OD 1/4 Os 2/60
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang mungkin ditemukan pada pasien Ablatio Retina
Pre Operatif
1. Gangguan persepsi sensori penglihatan
2. Cemas
3. Kurang perawatan diri
Post Operatif
1. Nyeri akut
2. Resiko infeksi
3. Kurang perawatan diri
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
PRE OP
1. Gangguan persepsi sensori penglihatan b.d lepasnya retina
Kriteria Hasil :
Kooperatif dalam tindakan
Menyadari hilangnya pengelihatan secara permanen

Intervensi :
Kaji dan catat ketajaman pengelihatan Rasional: Menetukan kemampuan visual
Kaji deskripsi fungsional apa yang dapat dilihat/tidak. Rasional: Memberikan keakuratan thd
pengelihatan dan perawatan.
Sesuaikan lingkungan dengan kemampuan pengelihatan. Rasional: Meningkatkan self care dan
mengurangi ketergantungan.
Kaji jumlah dan tipe rangsangan yang dapat diterima klien. Rasional : Meningkatkan
rangsangan pada waktu kemampuan pengelihatan menurun.
2. Cemas b.d kurang pengetahuan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pengetahuan klien bertambah
KH :
1. Kien tidak gelisah
2. Klien tenang
3. Klien dapat mengatakan tentang proses penyakit,metode pencegahan
dan instruksi perawatan di rumah
Intervensi :
1. Kaji tingkat kecemasan
Rasional : Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien
2. Berikan kesampatan Klien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional : Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan dan pengobatan
3. Beri Support pada klien
Rasional : Agar klien mempunyai semangat
4. Berikan dorongan spiritual
Rasional : Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
5. Berikan penkes
Rasional : Agar klien mengerti sepenuhnya tentang penyakit yang dialaminya
6. Memberikan kepada pasien untuk menanyakan apa yang tidak diketahui tentang penyakitnya.
Rasional : Mengetahui sejauh mana ketidaktahuan pasien tentang penyakitnya
7. Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat menbuat pilihan berdasarkan
informasi.
3. Kurang Perawatan diri b.d ketidak berdayaan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perawatan diri pasien terpenuhi
KH :
1. Kien tidak kotor
2. Klien tenang
3. klien merasa nyaman
Intervensi :
1.Bantu klien melakukan hygiene
Rasional : memenuhi perawatan diri klien
2.Berikan program perawatan dir pada klien

Rasional : agar perawatan diri klien teratur


3.Kontrol hygiene klien dua kali sehari
Rasional : mengetahui perawatan diri klien
4.Berikan HE tentang personal hygiene
Rasional : agar klien faham pentingnya perawatan diri.
POST OP
1. Nyeri akut b.d luka post op
Tujuan : setelah di lakukan tidakan keperawatan selama 3X24 jam diharapkan nyeri berkurang
atau hilang.
KH :
1. klien mengatakan nyeri berkurang/hilang
2. skala nyeri menurun
3. klien tampak rileks
Intervensi:
1. Kaji skala nyeri
Rasional : mengetahui seberapa nyeri yang di alami klien
2. Berikan posisi relaks pada pasien.
Rasional : agar klien merasa nyaman
3. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : menurunkan nyeri klien
4. Kolaborasi pemberian analgesic.
Raional : analgesic menghilangkan nyeri
2. Resiko infeksi b.d insisi post op
Tujuan : setelah di lakukan tidakan keperawatan selama 3X24 jam diharapkan infeksi tidak terjadi.
KH :
1. tidak ada tanda-tanda infeksi
2. leukosit stabil
Intervensi:
1. Pantau tanda-tanda infeksi
Rasional : mengetahui tanda awal infeksi
2. Lakukan rawat luka secara steril
Rasional : mencegah terjadinya infeksi
3. Oleskan alkohol di sekitar luka post op
Rasional : mencegah terjadinya infeksi
4. Berikan antibiotik sesuai advis dokter
Rasional : antibiotik mencegah infeksi
3. Kurang Perawatan diri b.d ketidak berdayaan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perawatan diri pasien terpenuhi
KH :
1. Kien tidak kotor

2. Klien tenang
3. klien merasa nyaman
Intervensi :
1. Bantu klien melakukan hygiene
Rasional : memenuhi perawatan diri klien
2. Berikan program perawatan dir pada klien
Rasional : agar perawatan diri klien teratur
3. Kontrol hygiene klien dua kali sehari
Rasional : mengetahui perawatan diri klien
4. Berikan HE tentang personal hygiene
Rasional : agar klien faham pentingnya perawatan diri.
BAB III
PENUTUP
A. KESIPULAN
Ablasio Retina adalah pelepasan retina dari lapisan epitelium neurosensoris retina dan lapisan
epitelia pigmen retina (Donna D. Ignativicius, 1991) Ablatio Retina juga diartikan sebagai
terpisahnya khoroid di daerah posterior mata yang disebabkan oleh lubang pada retina, sehingga
mengakibatkan kebocoran cairan, sehingga antara koroid dan retina kekurangan cairan (Barbara L.
Christensen 1991).
Kejadian ini merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada usia berapapun,
walaupun biasanya terjadi pada orang usia setengah baya atau lebih tua.
Gejala pertama penderita ini melihat kilatan kilatan bintik hitam mengapung dan cahaya. Pada
beberapa penderita lepasnya retina mungkin terjadi tanpa didahului oleh terlihatnya bintik bintik
hitam (floaters) ataupun kilatan cahaya yang nyata.
B. SARAN
Penulis mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna sehingga penulis mengharapkan
saran atau kritik yang membangun dari pembaca sehingga makalah ini bisa mendekati kata
sempurna. Opini dari para pembaca sangat berarti bagi kami guna evaluasi untuk
menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Bare, B.G & Smeltzer, S.C. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jarkarta: EGC.
Corwin, Elizabeth. J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.Hamzah, Mochtar. 2005.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.Price dan Wilson. 1991.
Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit Edisi 2. Jakarta: EGC.Tim Penyusun. 1982.
Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.Tim Penyusun. 2000. Kapita
Selekta Kedokteran 2. Jakarta: Media Aesculapius

Você também pode gostar