Você está na página 1de 14

1.

ANALISA METODE KELONGSORAN MENURUT BEBERAPA AHLI


1. Metode Fellenius
Ada beberapa metode untuk menganalisis kestabilan lereng, yang paling umum
digunakan ialah metode irisan yang dicetuskan oleh Fellenius (1939). Metode ini banyak
digunakan untuk menganalisis kestabilan lereng yang tersusun oleh tanah, dan bidang
gelincirnya berbentuk busur (arc-failure).
Menurut Sowers (1975), tipe longsorang terbagi kedalam 3 bagian berdasarkan
kepada posisi bidang gelincirnya, yaitu longsorang kaki lereng (toe failure), longsorang muka
lereng (face failure), dan longsoran dasar lereng (base failure). Longsoran kaki lereng
umumnya terjadi pada lereng yang relatif agak curam (>450) dan tanah penyusunnya relatif
mempunyai nilai sudut geser dalam yang besar (>300). Longsoran muka lereng biasa terjadi
pada lereng yang mempunyai lapisan keras (hard layer), dimana ketinggian lapisan keras ini
melebihi ketinggian kaki lerengnya, sehingga lapisan lunak yang berada diatas lapisan keras
berbahaya untuk longsor. Longsoran dasar lereng biasa terjadi pada lereng yang tersusun oleh
tanah lempung, atau bisa juga terjadi pada lereng yang tersusun oleh beberapa lapisan lunak
(soft seams).
Perhitungan lereng dengan metode Fellenius dilakukan dengan membagi massa
longsoran menjadi segmen-segmen seperti pada contoh gambar 1, untuk bidang longsor
circular adalah:

Gambar 1. Gaya Yang Bekerja Pada Longsoran Lingkaran

Metode Fellenius dapat digunakan pada lereng-lereng dengan kondisi isotropis, non isotropis
dan berlapis-lapis. Massa tanah yang bergerak diandaikan terdiri dari atas beberapa elemen
vertikal. Lebar elemen dapat diambil tidak sama dan sedemikian sehingga lengkung busur di
dasar elemen dapat dianggap garis lurus.
Berat total tanah/batuan pada suatu elemen (W,) termasuk beban Iuar yang bekerja
pada permukaan lereng (gambar 2) Wt, diuraikan dalam komponen tegak lurus dan tangensial
pada dasar elemen. Dengan cara ini, pengaruh gaya T dan E yang bekerja disamping elemen
diabaikan. Faktor keamanan adalah perbandingan momen penahan longsor dengan penyebab
Iongsor. Pada gambar 2 momen tahanan geser pada bidang Iongsor adalah :
Mpenahan = R. r
Dimana : R = gaya geser

r = jari-jari bidang longsor


Tahanan geser pada dasar tiap elemen adalah :

Momen penahan yang ada sebesar :

Komponen tangensial Wt, bekerja sebagai penyebab Iongsoran yang


menimbulkan momen penyebab sebesar:

Faktor keamanan dari lereng menjadi :

Jika lereng terendam air atau jika muka air tanah diatas kaki lereng,
maka tekanan air pori akan bekerja pada dasar elemen yang ada dibawah
air tersebut. Dalam hal ini tahanan geser harus diperhitungkan yang
efektif sedangkan gaya penyebabnya tetap diperhitungkan secara total,
sehingga rumus menjadi :

Gambar 2. Sistem Gaya pada Metode Fellenius

2. Metode Bishop
a. Metode ini pada dasarnya sama dengan metode swedia, tetapi dengan memperhitungkan
gaya-gaya antar irisan yang ada. Metode Bishop mengasumsikan bidang longsor berbentuk
busur lingkaran
b. Pertama yang harus diketahui adalah geometri dari lereng dan juga titik pusat busur
lingkaran bidang luncur, serta letak rekahan

c. Untuk menentukan titik pusat busur lingkaran bidang luncur dan letak rekahan pada
longsoran busur dipergunakan grafik
Metode Bishop yang disederhanakan merupakan metode sangat populer dalam analisis
kestabilan lereng dikarenakan perhitungannya yang sederhana, cepat dan memberikan hasil
perhitungan faktor keamanan yang cukup teliti. Kesalahan metode ini apabila dibandingkan
dengan metode lainnya yang memenuhi semua kondisi kesetimbangan seperti Metode
Spencer atau Metode Kesetimbangan Batas Umum, jarang lebih besar dari 5%. Metode ini
sangat cocok digunakan untuk pencarian secara otomatis bidang runtuh kritis yang berbentuk
busur lingkaran untuk mencari faktor keamanan minimum.
Metode Bishop sendiri memperhitungkan komponen gaya-gaya (horizontal dan
vertikal) dengan memperhatikan keseimbangan momen dari masing-masing potongan, seperti
pada gambar 2. Metode ini dapat digunakan untuk menganalisa tegangan efektif.

Gambar 3. Stabilitas lereng dengan metode Bishop

Cara analisa yang dibuat oleh A.W. Bishop (1955) menggunakan cara elemen dimana
gaya yang bekerja pada tiap elemen ditunjukkan pada seperti pada gambar 4. Persyaratan
keseimbangan diterapkan pada elemen yang membentuk lereng tersebut.
Faktor keamanan terhadap longsoran didefinisikan sebagai perbandingan
kekuatan geser maksimum yang dimiliki tanah di bidang longsor (Stersedia)
dengan tahanan geser yang diperlukan untuk keseimbangan (Sperlu).

Gambar 4. Sistem gaya pada suatu elemen menurut Bishop

Harga m.a dapat ditentukan dari gambar 5. Cara penyelesaian


merupakan coba ulang (trial and errors) harga faktor keamanan FK di ruas
kiri persamaan faktor keamanan diatas, dengan menggunakan gambar 5.
untuk mempercepat perhitungan. Faktor keamanan menurut cara ini

menjadi tidak sesuai dengan kenyataan, terlalu besar, bila sudut negatif
( - ) di lereng paling bawah mendekati 30 . Kondisi ini bisa timbul bila
lingkaran longsor sangat dalam atau pusat rotasi yang diandalkan berada
dekat puncak lereng. Faktor keamanan yang didapat dari cara Bishop ini
lebih besar dari yang didapat dengan cara Fellenius.

Gambar 5. Harga m.a untuk persamaan Bishop

3. Metode Janbu
a. Metode ini digunakan untuk menganalisis lereng yang bidang longsornya tidak berbentuk
busur lingkaran.
b. Bidang longsor pada analisa metode janbu ditentukan berdasarkan zona lemah yang terdapat
pada massa batuan atau tanah.
Cara lain yaitu dengan mengasumsikan suatu faktor keamanan tertentu
yang tidak terlalu rendah. Kemudian melakukan perhitungan beberapa
kali untuk mendapatkan bidang longsor yang memiliki faktor keamanan
terendah.

Gambar 6. Aplikasi Metode janbu


Metode Janbu, untuk tanah berbutir kasar :
Qp = Ap (c Nc+ q Nq)
Dimana :
c = Kohesi tanah (kN/m2)
Nc, Nq = Faktor daya dukung ujung tiang berdasarkan tabel Janbu

Gambar 7. Faktor Daya Dukung Ijin Dengan Sudut Geser Dalam

Janbu (1954) mengembangkan suatu cara analisa kemantapan lereng


yang dapat diterapkan untuk semua bentuk bidang longsor (gambar 8).

Gambar 8. Analisa Kemantapan Lereng Janbu

Gambar 9. Sistem Gaya pada Suatu Elemen menurut cara Janbu

Keadaan keseimbangan untuk setiap elemen dan seluruh massa yang


longsor mengikuti persamaan dibawah ini :

2. GEO TEKSTIL
Geotekstil adalah teknik pelapisan tanah untuk mencegah longsor dan ambles. Untuk itu,
digunakan lembar plastik atau polimer dari jenis poliester, polipropilen, atau polietilen.
Lapisan plastik ini berfungsi mencegah kebocoran, mengalirkan air yang merembes ke
dinding, dan mencegah kebocoran.
Teknik pelapisan yang diperkenalkan Inggris tahun 1960-an ini kemudian dikembangkan
Jepang, terutama untuk meningkatkan kekuatan bahan. Bila yang lama hanya dapat
menahan beban 1-2 ton, geotekstil yang baru dapat tahan sampai pembebanan 100 ton, kata
Hasimi Fukuoka, ahli bangunan sipil dari Jepang, dalam forum diskusi beberapa waktu lalu.
Dari faktor biaya, pelapisan dengan geotekstil 40 persen lebih murah dibandingkan dengan
beton. Masa pengerjaannya dapat dua kali lebih cepat. Penggunaan polimer dapat
mempertahankan bentuk alami sehingga tanggul di tepi sungai masih dapat ditanami rumput
setelah pelapisan. Ini berbeda dengan tanggul beton yang keberadaannya menentang alam.
Penanggulangan bencana longsor perlu partisipasi semua pihak, termasuk masyarakat
setempat. Warga yang tinggal di daerah rawan longsor perlu diberdayakan untuk mengenali
gejala awal longsor dan aktif memantau di lapangan sehingga antisipasi dini bisa dilakukan.
Masyarakat lokal perlu dilatih untuk mengenali gejala awal terjadinya tanah longsor seperti
adanya retakan tanah di kawasan lereng. Munculnya retakan di lereng biasanya sejajar arah
tebing dan terjadi setelah hujan.
Gejala lain adalah munculnya mata air baru secara tiba-tiba. Pada tebing rapuh ditandai
kerikil yang mulai berjatuhan. Bila ditemukan kerusakan itu, mereka perlu segera menutup
dan memadatkan tanah, kata Wisnu Widjaja dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
3. PENANGGULANGAN LONGSOR SECARA ALAMI
Pencegahan
Bencana itu dapat dicegah dengan menjaga pepohonan di lereng. Tumbuhan akan menyerap
air dan akarnya mengikat tanah. Tanah gundul di lereng harus dihijaukan.
Lereng terjal yang berpotensi longsor sebaiknya dihindari dengan tidak membangun rumah di
kaki lereng. Tebing terjal dekat jalan dan permukiman sebaiknya dilandaikan untuk
mencegah runtuh. Permukaannya dipadatkan sesuai dengan kondisi tanah dan ditutupi
tumbuhan yang sesuai.
Kestabilan lereng dapat tercapai bila modifikasi geometri lereng dipadukan dengan
perkuatan vegetatif, kata Febri Himawan, peneliti dari Universitas Padjadjaran pada
program Riset Unggulan Terpadu, beberapa waktu lalu.
Dari penelitian itu diketahui, sistem stabilisasi lereng tercapai dengan pengurangan
kemiringan lereng sebesar 5 persen disertai penanaman campuran tanaman tahunan, yaitu
rambutan, durian, dan jengkol dengan kerapatan 200-400 pohon per hektar.
Faktor yang menyebabkan tanah longsor adalah faktor internal dan eksternal.

Faktor internal, yaitu terjadinya perubahan kemiringan lahan dari landai ke curam, jenis
batuan, sifat batuan dan tingkat pelapukan, serta terjadinya gempa tektonik.
Faktor eksternal, yaitu bentuk lereng, adanya hujan yang menyebabkan terbentuknya bidang
gelincir, kegiatan manusia yang mengganggu kestabilan lereng. Kegiatan manusia yang dapat
mengganggu kestabilan lereng antara lain:
1) melakukan pembangunan tanpa mengindahkan tata ruang lahan;
2) mengganggu vegetasi penutup lahan dengan penebangan yang berlebihan;
3) menambah beban mekanik dari luar dikawasan rawan longsor seperti reboisasi yang sudah
terlalu rapat dan pohon terlalu besar namun tidak dipanen.
Karakteristik kawasan rawan longsor
Ada beberapa karakteristik kawasan rawan longsor yaitu:
1) kawasan mempunyai lereng >20%;
2) tanah mempunyai pelapukan tebal;
3) sedimen berlapis (lapisan permiabel menumpang pada lapisan impermeabel;
4) tingkat curah hujan tinggi sehingga tingkat kebasahan tanah tinggi;
5) terjadinya erosi yang menyebabkan terjadinya penggerusan dibagian kaki lereng yang
berakibat lereng makin curam;
6) adanya penurunan lahan;
7) adanya patahan yang mengarah keluar lereng;
8) makin curam lereng makin tidak stabil.
Tanda-tanda tanah longsor
Tanda-tanda terjadikan tanah longsor antara lain:
1) terjadinya lapisan tanah/batuan yang miring kearah luar;
2) terjadinya retakan yang membentuk tapal kuda;
3) munculnya rembesan air pada lereng;
4) deretan acir bambu yang dipasang tidak membentuk garis lurus lagi; dan
5) beberapa batang pohon terlihat melengkung searah lereng.
Upaya mencegah longsor melalui konservasi tanah dan air (KTA)
Untuk mencegah dan mengurangi tanah longsor dapat dilakukan dengan upaya-upaya
mekanik maupun vegetasi.

Upaya mekanik, antara lain dengan cara sebagai berikut:


1) menghindari atau mengurangi penebangan pohon yang tidak terkendali;
2) penanaman vegetasi tanaman dengan perakaran yang dalam dan kuat;
3) mengembangkan usaha tani ramah longgsor dengan penanaman hijauan makanan ternak
(HMT) melalui sistem panen pangkas;
4) membuat saluran pembuangan air di daerah yang bercurah hujan tinggi dan merubahnya
menjadi saluran penampungan air dan tanah ke daerah yang bercurah hujan rendah;
5) mengurangi atau menghindari pembangunan teras bangku dikawasan rawan longsor tanpa
dilengkapi saluran pembuangan air dan saluran drainase dibawah permukaan tanah untuk
mengurangi kandungan air dalam tanah;
6) mengurangi intensifikasi pengolahan tanah daerah yang rawan longsor;
7) membuat saluran drainase di bawah permukaan (mengurangi kandungan air dalam tanah);
8) mengalirkan air genangan yang berada diatas lokasi yang rawan longsor;
9) menutup ttanah retak searah kontur dan atau yang membentuk tapal kuda;
10) daerah rawan longsor dilengkapi bangunan mekanik/teknik sipil;
11) mengurangi kegiatan yang mengganggu kestabilan lereng.
Upaya vegetatip, yang dilakukan dengan cara sebagai berikut: cover cropping, strip copping,
penanaman mengikuti countur, alley cropping, pengolahan tanah minimum. Jenis-jebis
tanaman yang layak untuk ditanam di daerah rawan longsor adalah tanaman yang mempunyai
akar tunggang dalam dan akar cabang yang banyak antara lain:
1) kemiri (Aleurites moluccana) termasuk tanaman multiguna dan dapat tumbuh didaerah
berketinggian diatas 1000 meter diatas permukaan air laut (m dpl);
2) tanaman dlingsem (Homalium tomentosum) tanaman multiguna untuk lokasi dibawah 300
m dpl.;
3) johar (Cassia siamea) tanaman multiguna yang dapat hidup pada ketinggian 700 m dpl;
4) lamtoro merah (Acacia villosa) tanaman multiguna yang dapat hidup didaerah
berketinggian < 300 m dpl;
5) lamtoro (Leucaena leucocephala) tanaman multiguna yang dapat hidup bagus diketinggian
dibawah 500 m dpl.
Selain itu dapat juga ditanami tanaman yang mempunyai akar tunggang dalam dengan sedikit
akar cabang, seperti;

1) mahoni (Swietenia macrophylla) dapat hidup didaerah berketinggian < 700 m dpl;
2) renghaas (Gluta renghas) yang bagus ditanam di lokasi berketinggian sampai 300 m dpl;
3) jati (Tectona grandis) yang bagus ditanam di lokasi berketinggian sampai 500 m dpl;
4) angsana (Pterocarpus indicus) yang bagus ditanam di lokasi berketinggian sampai 700 m
dpl;
5) sono keling (Dalbergia latifolia) yang bagus ditanam di lokasi berketinggian sampai 700 m
dpl;
6) trengguli (cassia fistula) yang bagus ditanam di lokasi berketinggian sampai 700 m dpl;
7) asam jawa (Tamarindus indicus) yang bagus ditanam di lokasi berketinggian sampai 1.000
m dpl.
Upaya mencegah longsor melalui rekayasa social
Yang tak kalah pentingnya dalam pengendalian dan pencegahan tanah longsor adalah dengan
melakukan rekayasa sosial yaitu:
1) memperhatikan tata ruang wilayah rawan longsor dengan menghindari tinggal didaerah
rawan longsor;
2) siap mengungsi setiap saat pada musim hujan atau hari-hari akan hujan;
3) membangun tempat pengungsian;
4) melakukan pengamatan hujan secara swadaya;
5) membangun sistim komunikasi tanda bahaya (misalnya dengan kentongan); dan
6) melakukan penyuluhan tentang pencegahan tanah longsor dan upaya yang harus dilakukan.

Você também pode gostar