Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Yusmala Hayati
Pendidikan Matematika ,FKIP Universitas Lampung (Unila)
Abstrak
Mencoba memahami dunia pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus ( ABK)
sebagai upaya perluasan dan pemerataan pelayanan pendidikan di Indonesia.
Istilah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah sebagai pengganti istilah lama
anak cacat atau penyandang cacat. Sebenarnya istilah Anak Bekebutuhan Khusus
adalah untuk menunjuk mereka yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,
intelektual, dan/atau sosial. Pemerintah memahami pada kondisi yang memiliki
kekurangan dan kelebihan kemampuan khususnya dalam bidang pendidikan.
Itulah Anak Berkebutuhan Khusus .
Untuk
jenjang
pendidikan
tersedia.Bagaimana
strategi
pembelajaran
tinggi
dalam
secara
khusus
perkembangan
belum
anak
berkebutuhan khusus? Dari jurnal yang akan di bahas maka pada makalah ini akan
dipaparkan bagaimana dalam pembelajaran,kelebihan dan kekurangan serta
temuan dan hasil penelitian yang berkaitan dengan anak berkebutuhan khusus.
PENDAHULUAN
Anak Bekebutuhan Khusus pada awalnya dikenal sebagai Anak Luar Biasa
(ALB)
(PLB), dimana UU No. 2 tahun 1989 pasal 8 ayat 1 menegaskan bahwa Warga
negara yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental berhak memperoleh
pendidikan luar biasa .Pada masa itu lembaga pendidikannya juga dikenal
sebagai Sekolah Luar Biasa (SLB).
Perkembangan selanjutnya dalam bidang pendidikan pasal 5 ayat 2 UU No. 20
Tahun 2003 mengganti istilah Pendidikan Luar Biasa menjadi Pendidikan Khusus
dengan menjamin
meliputi Jenjang PAUD adalah TKLB, Jenjang Pendidikan Dasar adalah SDLB
dan SMPLB, sedang untuk jenjang Pendidikan Menengah adalah SMALB.
PEMBAHASAN.
Untuk menangani ABK tersebut dalam setting pendidikan inklusif di Indonesia,
tentu memerlukan strategi khusus. Pendidikan inklusi mempunyai pengertian
yang beragam. Stainback dan Stainback (1990) mengemukakan bahwa: sekolah
inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama.
Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi
sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan
dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari
itu, sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima, menjadi
bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman
sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat
terpenuhi. Selanjutnya, Staub dan Peck (1995) menyatakan bahwa: pendidikan
inklusi adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat
secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler
merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkelainan, apapun jenis
kelainannya dan bagaimanapun gradasinya. Sementara itu, Sapon-Shevin (ONeil,
1995) menyatakan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan
yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah
terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Oleh karena itu,
ditekankan adanya perombakan sekolah, sehingga menjadi komunitas yang
mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak, sehingga sumber belajar
menjadi memadai dan mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu para siswa,
guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki dan membandingkan
efektivitas keluarga, anak, dan intervensi berdasarkan keluarga-anak pada tingkat
gejala ADHD pada siswa kelas tiga.Selanjutnya secara teknis operasional
pendidikan khusus diatur dengan Permendiknas No. 01 tahun 2008 tentang
sebagai menyediakan
lingkungan belajar bebas aman dengan profesional yang terlatih untuk memahami
kebutuhan mereka lebih baik. Selain sekolah-sekolah khusus yang dilengkapi
untuk kebutuhan anak-anak dengan kebutuhan khusus. Ada mengajar kelompok
kecil, dan keterampilan sosial dan penyesuaian, harga diri dan rasa aman
emosional dapat dicapai dalam struktur terpisah dilindungi.
Kekurangan pendidikan terpisah untuk anak-anak kebutuhan khusus anak-anak
dengan kebutuhan khusus bisa merasa dikecualikan dan merasa bahwa mereka
tidak dapat mengatasi dengan anak-anak dari kemampuan yang normal di kelas
umum. Lingkungan buatan yang diciptakan dan rekan-rekan normal mereka tidak
bisa mempengaruhi siswa terpisah. Antusiasme yang ditunjukkan dalam
mendukung segregasi, menempatkan kelompok responden tegas dalam kategori
konservatif berkaitan dengan isu inklusi dan pemisahan. Mereka telah memilih
untuk kompensasi anak berkebutuhan khusus dalam pengaturan terpisah daripada
pengaturan inklusif yang lebih demokratis di kelas umum. Namun, ada
pemahaman yang menggembirakan di grup ini yang segregasi adalah menciptakan
ruang buatan mana anak-anak sedang dikeluarkan dari masyarakat sekolah umum.
KENDALA YANG DIHADAPI
1. Kendala senantiasa kita temui dan kita hadapi dalam perjalanannya
hingga sekarang, walaupun kita sadar bahwa pelayanan pendidikan bagi
anak berkebutuhan khusus pada hakekatnya sama dengan pelayanan
pendidikan pada umumnya. Akan tetapi
2. inilah kenyataannya.
3. Kendala dari sisi anak, belum semua anak dapat mengikuti program
pendidikan khusus karena berbagai sebab.
4. Kendala dari sisi tenaga guru, entah karena apa, dari dahulu hingga
sekarang jumlah tenaga guru belum mencukupi.
5. Masih minimnya publikasi dan sosialisasi,
sehingga adakalanya
pendidikan
khusus
sebagai
bagian
dari
Temuan/Hasil Penelitian
Hingga saat ini,temuan atau hasil penelitian yang berkaitan dengan pendidikan
bagi anak berkebutuhan khusus ( ABK) sebagai upaya perluasan dan pemerataan
pelayanan pendidikan di Indonesia masih sedikit dilakukan peneliti. Secara
teoritis, inklusi adalah filsafat yang menekankan pentingnya menyatukan siswa
yang beragam, keluarga, pendidik dan anggota masyarakat, dalam rangka
keberadaan
pendidikan
khusus.
Pembinaan
secara
normatif
DAFTAR PUSTAKA
https://search.yahoo.com/yhs/search?
p=artikel+anak+berkebutuhan+khusus&ei=UTF-8&hspart=mozill
Barkley, R.A., Cook, E.H., & Jr. Diamond, A. (2002). International consensus
statement on ADHD. Clinical Child and Family Psychology Review, 5,
89-111.
Andersson, Birgitta och Thorsson, Lena (2007), Drfr inkludering samt Att
arbeta
srskilt
std
ngra
perspektiv,
retrieved
from
http://iloapp.appelklyftig.com/blo g/21? ShowFile&doc= 1276540493.
pdf, accessed 010311.
pendidikan khusus. Pembinaan secara normatif menerapkan pembinaan berdasar
UU No. 20 Tahun 2003, PP No. 38 Tahun 2007 dan Permendiknas No.
01 Tahun 2008.