Você está na página 1de 27

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akalasia esofagus, atau dikenal juga dengan nama Simple ectasia, Kardiospasme,
Megaesofagus, Dilatasi esofagus difus tanpa stenosis atau Dilatasi esofagus idiopatik
adalah suatu gangguan neuromuskular. Istilah achalasia berarti gagal untuk
mengendur dan merujuk pada ketidakmampuan dari lower esophageal sphincter
(cincin otot antara esophagus bagian bawah dan lambung) untuk membuka dan
membiarkan makanan lewat kedalam lambung. Kegagalan relaksasi batas
esofagogastrik pada proses menelan ini menyebabkan dilatasi bagian proksimal
esofagus tanpa adanya gerak peristaltik. Penderita akalasia merasa perlu mendorong
atau memaksa turunnya makanan dengan air atau minuman guna menyempurnakan
proses menelan. Gejala lain dapat berupa rasa penuh substernal dan umumnya terjadi
regurgitasi.Achalasia merupakan salah satu penyakit yang jarang terjadi. Prevalensi
akalasia esophagus sekitar 10 kasus per 100.000 populasi di mana rasio kejadian
penyakit ini sama antara laki-laki dengan perempuan yaitu 1 : 1. Menurut penelitian,
distribusi umur pada akalasia biasanya sering terjadi antara umur kelahiran sampai
dekade ke-9, tapi jarang terjadi pada 2 dekade pertama (kurang dari 5% kasus
didapatkan pada anak-anak). Umur rata-rata pada pasien orang dewasa adalah 25-60
tahun..Walaupun penyakit ini jarang terjadi tapi kita harus bisa mengenali dan
mengatasi penyakit ini karena komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit ini sangat
mengancam nyawa seperti obstruksi saluran pernapasan sampai sudden death. Oleh
karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengetahui penegakan diagnosis Akalasia
esofagus. Diagnosis Akalasia Esofagus ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
gambaran radiologik, esofagoskopi dan pemeriksaan manometrik. Sifat terapi pada
akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltik esofagus tidak dapat dipulihkan
kerabali. Terapi dapat dilakukan dengan memberi diet tinggi kalori, medikamentosa,
tindakan dilatasi, psikoterapi, dan operasi esofagokardiotomi (operasi Heller).
1

B. Rumusan Masalah
1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi Esofagus ?
2. Untuk mengetahui defenisi Akalasia Esofagus ?
3. Untuk mengetahui etilogi Akalasia Esofagus ?
4. Untuk mengetahui patofisiologi Akalasi Esofagus ?
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis Akalasia Esofagus ?
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik Akalasia Esofagus ?
7. Untuk mengetahui Komplikasi Akalasia Esofagus ?
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan Akalasia Esofagus ?
C. Tujuan
Agar mahasiswa lebih mengetahui tentang penyakit dari akalasi esophagus yang
sebenarnya dan mengetahui tinjauan keperawatan dari akalasi esophagus yang
sebenarnya.

9.

BAB II
KONSEP TEORI
A. Anatomi Fisiologi
Esofagus Esofagus

adalah suatu saluran

otot

vertikal yang

menghubungkan hipofaring dengan lambung. Ukuran panjangnya 23-25 cm


dan lebarnya sekitar 2 cm (pada keadaan yang paling lebar) pada orang
dewasa. Esofagus dimulai dari batas bawah kartilago krikoidea kira-kira
setinggi vertebra servikal VI. Dari batas tadi, esofagus terbagi menjadi tiga
bagian yaitu, pars cervical, pars thoracal dan pars abdominal. Esofagus
kemudian akan berakhir di orifisium kardia gaster setinggi vertebra thoracal
XI. Terdapat empat penyempitan fisiologis pada esofagus yaitu, penyempitan
sfingter krikofaringeal, penyempitan pada persilangan aorta (arkus aorta),
penyempitan pada persilangan bronkus kiri, dan penyempitan diafragma
(hiatus esofagus).
Dinding esofagus terdiri dari 4 lapisan, yaitu :
1. Mukosa
Terbentuk dari epitel berlapis gepeng bertingkat yang berlanjut ke
faring bagian atas, dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan
terhadap isi lambung yang sangat asam
2. Sub Mukosa
Mengandung sel-sel sekretoris yang menghasilkan mukus yang
dapat
3.

mempermudah

jalannya

makanan

sewaktu

menelan

dan

melindungi mukosa dari cedera akibat zat kimia.


Muskularis
Otot bagian esofagus, merupakan otot rangka. Sedangkan otot pada
separuh bagian bawah merupakan otot polos, bagian yang diantaranya

terdiri dari campuran antara otot rangka dan otot polos.


4. lapisan bagian luar (Serosa)
Terdiri dari jaringan ikat yang jarang menghubungkan esofagus
dengan

struktur-struktur

yang

berdekatan,

tidak

adanya

serosa

mengakibatkan penyebaran sel-sel tumor lebih cepat (bila ada kanker


esofagus) dan kemungkinan bocor setelah operasi lebih besar.
Pada bagian leher, esofagus menerima darah dari arteri karotis interna dan trunkus
tyroservikal. Pada bagian mediastinum, esofagus disuplai oleh arteri esofagus dan
3

cabang dari arteri bronkial. Setelah masuk ke dalam hiatus esofagus, esofagus
menerima darah dari arteri phrenicus inferior, dan bagian yang berdekatan dengan
gaster di suplai oleh arteri gastrica sinistra. Darah dari kapiler-kapiler esofagus
akan berkumpul pada vena esofagus, vena thyroid inferior, vena azygos, dan vena
gastrica.
Esofagus mempunyai 3 bagian fungsional.
1. Bagian paling atas adalah upper esophageal sphincter (sfingter esofagus
atas), suatu cincin otot yang membentuk bagian atas esofagus dan
memisahkan esofagus dengan tenggorokan. Sfingter ini selalu menutup
untuk mencegah makanan dari bagian utama esofagus masuk ke dalam
2.

tenggorokan.
Bagian utama dari esofagus disebut sebagai badan dari esofagus, suatu

saluran otot yang panjangnya kira-kira 20 cm.


3. Bagian fungsional yang ketiga dari esofagus yaitu lower esophageal
sphincter (sfingter esophagus bawah), suatu cincin otot yang terletak di
pertemuan antara esofagus dan lambung. Seperti halnya sfingter atas,
sfingter bawah selalu menutup untuk mencegah makanan dan asam
lambung untuk kembali naik/regurgitasi ke dalam badan esofagus
Esofagus berfungsi membawa makanan, cairan, sekret dari faring ke gaster
melalui suatu proses menelan, dimana akan terjadi pembentukan bolus makanan
dengan ukuran dan konsistensi yang lunak, proses menelan terdiri dari tiga fase
yaitu :
1. Fase Oral
Makanan yang dikunyah oleh mulut (bolus) didorong ke belakang
mengenai dinding posterior faring oleh gerakan volunter lidah.
2. Fase Faringea
Palatum mole & uvula menutup rongga hidung, laring terangkat dan
menutup glotis, mencegah makanan masuk trakea. Kemudian bolus
melewati epiglotis menuju faring bagian bawah dan memasuki esofagus.
3. Fase Esofageal
Terjadi gelombang peristaltik pada esofagus, mendorong bolus menuju
sfingter esofagus bagian distal, kemudian menuju lambung.
B. Defenisi
Akalasi esofagus merupakan suatu kelainana pada lingkaran otot di
perbatasan esofagus dan lambung yang meyebabkan otot ini tidak dapat melemas
4

ketika makanan hendak memasuki lambung, akibatnya si penderita sulit menelan,


bahkan sering kali makanan yang telah di telan di muntahkan kembali (Japaries,
2009).
Akalasi esofagus adalah kegagalan relaksasi serat-serat otot polos saluran
cerna pada persimpangan bagian yang satu dengan yang lainnya. Khususnya
kegagalan sfingter esofagogaster untuk mengendur waktu menelan akibat
degenerasi sel-sel ganglion pada organ tersebut (kamus saku kedokteran dorlan,
2007).
Akalasi esofagus adalah kegagalan melemas, menandakan relaksasi
inkomplet sfingter esofagus bawah sebagai respon terhadap menelan yang
menimbulkan obstruksi fungsional esofagus, yang menyebabkan esofagus lebih
proksimal mengalami dilatasi (buku ajar patologi robbin, 2007).
C. Klasifikasi
Akalasia dapat dibagi dalam 2 faktor penyebab yaitu :
1. Berdasarkan teori
a) Teori genetik
Akalasia dapat diturunkan sekitar 1%-2% dari populasi penderita
akalasia.
b) Teori infeksi
Akalasia disebabkan oleh virus (herpes, vericella zoster), bakteri
(sipilis, diphteriapertusis), dan zat toxic( gas kombat).
c) Teori autoimun
Akalasia disebabkan oleh respon inflamasi dalam pleksus
mienterikus esofagus didominasi oleh limfosit T.
d) Teori degeneratif
Akalasia berkaitan dengan penuaan dengan riwayat penyakit
neurologis seperti parkinson, dll.
2. Berdasarkan etiologi
a) Akalasia primer (paling sering ditemukan)
Penyebab yang jelas tidak diketahui. Diduga disebabkan
oleh virus neurotropik yang berakibat lesi pada nukleus
dorsalis vagus pada batang otak dan ganglia mienterikus
pada esofagus. Disamping itu, faktor keturunan juga cukup
berpengaruh pada kelainan ini. Disfaia dalam keadaan
ringan sampai berat ( >1 tahun), regurritasi sedang sampai

berat, berat badan menurun (ringan 5 kg ), nyeri dada


ringan sampai sedang , kompliksai paru sedang.
b) Akalasia sekunder (jarang ditemukan)
Kelainan ini dapat disebabkan oleh infeksi, tumor intraluminer
seperti tumor kardia atau pendorongan ekstraluminer seperti
pseudokista pankreas. Kemungkinan lain dapat disebabkan oleh
obat antikolinergik atau pascavagotomi. Gambaran klinisnya
yaitu:
Disfagia dalam kondisi sedang sampai berat (<6 bulan),
regurgitasi ringan, berat badan menurun (berat15 kg),
nyeri dada jarang, komplikasi paru jarang
D. Etiologi
1) Teori Genetik
Temuan kasus akalasia pada beberapa orang dalam satu keluarga
telah mendukung bahwa akalasia kemungkinan dapat diturunkan
secara genetik. Kemungkinan ini berkisar antara 1 % sampai 2% dari
populasi penderita akalasia.
2) Teori Infeksi
Faktor-faktor yang terkait termasuk bakteri (diphtheria pertussis,
clostridia, tuberculosis dan syphilis), virus (herpes, varicella zooster,
polio dan measles), Zat-zat toksik (gas kombat), trauma esofagus dan
iskemik esofagus uterine pada saat rotasi saluran pencernaan intra
uterine. Bukti yang paling kuat mendukung faktor infeksi neurotropflc
sebagai etiologi. Pertama, lokasi spesifik pada esofagus dan fakta
bahwa esofagus satu-satunya bagian saluran pencernaan dimana otot
polos ditutupi oleh epitel sel skuamosa yang memungkinkan infiltrasi
faktor infeksi. Kedua, banyak perubahan patologi yang terlihat pada
akalasia dapat menjelaskan faktor neurotropik virus tersebut. Ketiga,
pemeriksaan serologis menunjukkan hubungan antara measles dan
varicella zoster pada pasien akalasia.
3) Teori Autoimun
Penemuan teori autoimun untuk akalasia diambil dari beberapa
somber. Pertama, respon inflamasi dalam pleksus mienterikus esofagus
didominasi oleh limfosit T yang diketahui berpefan dalam penyakit
6

autoimun. Kedua, prevalensi tertinggi dari antigen kelas II, yang


diketahui berhubungan dengan penyakit autoimun lainnya. Yang
terakhir, beberapa kasus akalasia ditemukan autoantibodi dari pleksus
mienterikus.
4) Teori Degeneratif
Studi epidemiologi dari AS. menemukan bahwa akalasia
berhubungan dengan proses penuaan dengan status neurologi atau
penyakit psikis, seperti penyakit Parkinson dan depresi.
E. Patofisiologi
Ketidakadekuatan relaksasi LES terjadi akibat impuls saraf tidak bisa
mencapai esophagus atau tidak ada regulasi dari reseptor simpatis LES
(Black,1997).

Penyempitan

dan

relaksasi

LES

di

regulasi

oleh

neurotransmitter asetilkolin sebagai eksitasi (peningkat) dan nitric oksida,


vasoaktif peptide intestinal sebagai inhibisi (penghambat). Individu dengn
akalasia mengalami kekurangan nonadrenergik, nonkolinergik, dan sel sel
penghambat ganglionic di sebabkan oleh ketidakseimbangan neurotrasmiter
peningkat dan penghambat. Kondisi ini akhirnya menghasilkan peningkatan
tekanan nonrelaksasi dari sfingter esophageal (De Giorgia,1999)
Kegagalan relaksasi esophagus ini akan meningkatkan resiko statis
makanan dan selanjutnya timbul dilatasi esophagus. Keadaan ini akan
menimbulkan gejala dan komplikasi tergantung dari berat dan lamanya
kelainan yang terjadi. Pada akalasia terdapat gangguan peristaltic pada daerah
dua per tiga bagian bawah esophagus. Tegangan sfingter bagian bawah lebih
tinggi dari normal dan proses relaksasi pada gerakan menelan tidak sempurna.
Akibatnya esophagus bagian bawah mengalami dilatasi hebat dan makanan
tertimbun di bagian bawah esophagus. Kondisi akalasia ini memberikan
berbagai manifestasi keluhan yang menimbulkan masalah keperawatan.
F. Manifestasi Klinis
a. disfalgia baik cair dan padat
b. Pasien mepunyai sensasi makanan menyumbat pada bagian bawah
esophagus
c. Muntah, secara

spontan

ketidaknyamanan
7

atau

sengaja

untuk

menghilangkan

d. Nyeri dada dan ulu hati (pirosis). Nyeri bisa karena makanan atau tidak.
e. Disfagia, merupakan keluhan utama dari penderita Akalasia. Disfagia
dapatterjadi secara tiba-tiba setelah menelan atau bila ada gangguan
emosi. Disfagia dapat berlangsung sementara atau progresif lambat.
Biasanya cairan lebih sukar ditelan dari pada makanan padat.
f. Penurunan berat badan terjadi karena penderita berusaha mengurangi
makannya unruk mencegah terjadinya regurgitasi dan perasaan nyeri di
daerah substernal.
g. Regurgitasi isi esophagus yang stagnan. Regurgitasi dapat timbul setelah
makan atau pada saat berbaring. Sering regurgitasi terjadi pada malam hari
pada saat penderita tidur, sehingga dapat menimbulkan pneumonia aspirasi
dan abses paru.
h. Rasa terbakar dan Nyeri Substernal dapat dirasakan pada stadium
permulaan. Pada stadium lanjut akan timbul rasa nyeri hebat di daerah
epigastrium dan rasa nyeri ini dapat menyerupai serangan angina pektoris.
i. Gejala lain yang biasa dirasakan penderita adalah rasa penuh pada
substernal dan akibat komplikasi dari retensi makanan.
j. Kesukaran menempatkan dilator pneumatik karena dilatasi esofagus yang
sangat hebat
G. Penatalaksanaan dan Pengobatan
Sifat terapi pada akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltik
esofagus tidak dapat dipulihkan kerabali. Terapi dapat dilakukan dengan
memberi diet tinggi kalori, medikamentosa, tindakan dilatasi, psikoterapi, dan
operasi esofagokardiotomi (operasi Heller).
1. Terapi NonBedah
a.
Terapi Medikasi
Pemberian smooth-muscle relaxant, seperti nitroglycerin 5 mg SL
atau 10 mg PO, dan juga methacholine, dapat membuat sfingter esofagus
bawah relaksasi dan membantu membedakan antara suatu striktur
esofagus distal dan suatu kontraksi sfingter esofagus bawah. Selain itu,
dapat juga diberikan calcium channel blockers (nifedipine 10-30 mgSL)
dimana dapat mengurangi tekanan pada sfingter esofagus bawah.Namun
demikian hanya sekitar 10% pasien yang berhasil dengan terapi ini. Terapi

ini sebaiknya

digunakan untuk pasien lansia yang mempunyai

kontraindikasi atas pneumatic dilatation atau pembedahan.


b.

Injeksi Botulinum Toksin


Suatu injeksi botulinum toksin intrasfingter dapat digunakan untuk

menghambat pelepasan asetilkolin pada bagian sfingter esofagus bawah,


yang

kemudian

akan

mengembalikan

keseimbangan

antara

neurotransmiter eksitasi dan inhibisi. Dengan menggunakan endoskopi,


toksin diinjeksi dengan memakai jarum skleroterapi yang dimasukkan ke
dalam dinding esophagus dengan sudut kemiringan 45, dimana jarum
dimasukkan sampai mukosa kira-kira 1-2 cm di atas squamocolumnar
junction.Lokasi penyuntikan jarum ini terletak tepat di atas batas
proksimal dari LES dan toksin tersebut diinjeksi secara caudal ke dalam
sfingter. Dosis efektif yang digunakan yaitu 80-100 unit/mL yang dibagi
dalam 20-25 unit/mL untuk diinjeksikan pada setiap kuadran dari LES.
Injeksi diulang dengan dosis yang sama 1 bulan kemudian untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Namun demikian, terapi ini
mempunyai penilaian terbatas dimana 60% pasien yang telah diterapi
masih tidak merasakan disfagia 6 bulan setelah terapi; persentasi ini
selanjutnya turun menjadi 30% walaupun setelah beberapa kali
penyuntikan dua setengah tahun kemudian.Sebagai tambahan, terapi ini
sering menyebabkan reaksi inflamasi pada bagian gastroesophageal
junction, yang selanjutnya dapat membuat miotomi menjadi lebih sulit.
Terapi ini sebaiknya digunakan pada pasien lansia yang kurang bisa
menjalani dilatasi atau pembedahan.

c.

Pneumatic Dilatation
Pneumatic dilatation telah menjadi bentuk terapi utama selama

bertahun-tahun. Suatu baton dikembangkan pada bagian gastroesophageal


junction yang bertujuan luituk merupturkan serat otot, dan membuat
mukosa menjadi intak. Persentase keberhasilan awal adalah antara 70%
dan 80%, namun akan turun menjadi 50% 10 tahun kemudian, walaupun
9

setelah beberapa kali dilatasi. Rasio terjadinya perfbrasi sekitar 5%.Jika


terjadi perforasi, pasien segera dibawa ke ruang operasi untuk penurupan
perforasi dan miotomi yang dilakukan dengan cara thorakotomi kiri.
Insidens dari gastroesophageal reflux yang abnormal adalah sekitar 25%.
Pasien yang gagal dalam penanganan pneumatic dilatation biasanya di
terapi dengan miotomi Heller.
Obat - Obat Oral
Perawatan-perawatan untuk achalasia termasuk obat-obat oral,
pelebaran atau peregangan dari sphincter esophagus bagian bawah
(dilation), operasi untuk memotong sphincter (esophagomyotomy), dan
suntikan racun botulinum (Botox) kedalam sphincter. Semua keempat
perawatan mengurangi tekanan didalam sphincter esophagus bagian
bawah untuk mengizinkan lewatnya makanan lebih mudah dari esophagus
kedalam lambung.Obat-obat oral yang membantu mengendurkan sphincter
esophagus bagian bawah termasuk kelompok-kelompok obat yang
disebut nitrates, contohnya isosorbide dinitrate (Isordil) dan calciumchannel blockers, contohnya nifedipine (Procardia) dan verapamil
(Calan). Meskipun beberapa pasien-pasien dengan achalasia, terutama
pada awal penyakit, mempunyai perbaikan dari gejala-gejala dengan obatobat, kebanyakan tidak. Dengan mereka sendiri, obat-obat oral mungkin
menyediakan hanya pembebasan jangka pendek dan bukan jangka panjang
dari gejala-gejala achalasia, dan banyak pasien-pasien mengalami efekefek sampingan dari obat-obat.
2.
Terapi Bedah
Suatu laparascopic Heller myotomy dan partial fundoplication adalah
suatu prosedur pilihan untuk akalasia esofagus. Operasi ini terdiri dari
suatu pemisahan serat otot (mis: miotomi) dari sfingter esofagus bawah (5
cm) dan bagian proksimal lambung (2 cm), yang diikuti oleh partial
fundoplication untuk mencegah refluks. Pasien dirawat di rumah sakit
selama 24-48 jam, dan kembali beraktfitas sehari-hari setelah kira-kira 2
minggu.Secara efektif, terapi pembedahan ini berhasil mengurangi gejala
sekitar 85-95% dari pasien, dan insidens refluks postoperatif adalah antara
10

10% dan 15%. Oleh karena keberhasilan yang sangat baik, perawatan
rumah sakit yang tidak lama, dan waktu pemulihan yang cepat, maka
terapi ini dianggap sebagai terapi utama dalam penanganan akalasia
esofagus. Pasien yang gagal dalam menjalani terapi ini, mungkin akan
membutuhkan dilatasi, operasi kedua, atau pengangkatan esofagus (mis:
esofagektomi)

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologi sangat membantu dalam penegakan diagnosis
pada suatu penyakit,ini harus di korelasikan dengan temuan klinis dan
riwayat penyakitnya.12 pada foto polos toraks pada pasien akalasia
tidak menampakkan adanya gelembung gelembung udara pada bagian
atas dari gaster,dapat juga menunjukkan gambaran air fluid level pada
sebelah posteror mediastinum. pemeriksaan esofagogram barium
dengan pemeriksaan fluoloskopi tampak dilatasi pada daerah dua per
tiga distal esophagus dengan gambaran peristaltic yang abnormal serta
gambaran penyempitan di bagin distal esophagus atau esofagusgastric
junction yang menyerupai seperti bird-beak like appearance.
Rongenogram thoraks bisa menunjukkan pelebaran mediastinum
akibat esophagus yang berdilatasi mengandung batas udara-cairan.
Tanda aspirasi menahn dapat di lihat. Evaluasi cineflucoscopic
esophagus akan menunjukkn tiga stadium ;
a) Stadium 1 atau akalasi ringan memperlihatkan tidak ada atau
sedikit dilatasi dengn retensi minimum materi kontras
proksimal terhadap spincter esophagus bawah. Kontraksi giat
esofaus dapat terlihat dalam stadium ini dan mungkin sulit di
bedakan dari spasme esophagus difus
b) Stadium 2,memperlihatkan leh banyak
kontraksi

nonperistaltik

11

yang

lemah

dilatasi
dan

dengan

sambunan

esofagogaster meruncing yang menggambarkan spincter distal


tidak relaksasi atau tertutup rapat.
c) Stadium 3, mempelihatkan esophagus sangat besar dan retensi
makanan dan sering penampilan seperti sigmoidium.
2. Pemeriksaan esofagoskopi
Esofagoskopi merupakan pemeriksaan yang di anjurkan untuk
semuan pasien akalisia leh karena beberapa alasan yaitu untuk
menunjukkan

adanya

keparahannya,untuk

esophagitis

melihat

sebab

retensi
dari

dan

obstruksi

derajat

dan

untuk

memastikan ada tidaknya tanda keganasan. Pada pemeriksaan


ini,tampak pelebaran lumen esophagus gan bagian distal yang
menyempit, terdapat sisa sisa makanan dan cairan di bagian proksimal
pada daerah penyempitan,mukosa esophagus berwarna pucat edema
dan kadang kadang terdapat tanda tanda esophagitis akibat retensi
makanan.spinchter esophagus bawah akan terbuka dengan melakukan
sedikit tekanan pada esofagoskop dan esofagoskop dapat masuk ke
lambung dengan mudah.
3. Peemriksaan monometrik
Gunanya untuk memulai fungsi esophagus dengan melakukan
pemeriksaan

tekanan

didalam

lumen

spinchter

esophagus.

Pemeriksaan ini untuk memperlihtkan kelainan motilitas secara


kuantitatif dan kualitatif. pemeriksaan di lakukan dengan memasukkan
pipa untuk pemeriksaan manometri melalui mulut atau hidung. Padaa
akalasia yang di nilai adalah fungsi motoric badan esophagus dan
spinchter esophagus bawah. Pada badan esophagus di nilai tekanan
istirahat dan aktivitas peristaltiknya.spinchter esophagus bagian bawah
yang di nilai adalah tekanan istirahat dan mekanisme relaksasi.
Gambaran manometrik yang khas adalah tekanan istirahat badab
esophagus meningkat tidak terdapat gerakan peristaltic sepanjang
esophagus sebagai reaksi proses menelan. Tekana spinchter esophagus
bagian bawah normal atau meninggi dan tidak terjadi relaksasi
spinchter pada waktu menelan.

12

4. Menelan

Barium

atau

esofagogastroduodenoskopi

(EGD)

:+

pemantauan pH esophagus atau manometer.


Pemeriksaan radologis barium barium biasa di kombinasikan dengan
pemeriksaan

diagostik

lambung

dan

duodenum

(rangkaian

pemeriksaan radiologis gasyrolintetinal bagian atas menggunakan


bagan atas menggunakan barium sulfat) menggunakan barium sulfat
dalam cairan atau suspenc kri yang di telan. Mekanisme caiaran dapeat
terlihat secara langsung dengan pemerksaan fluoroskopi dan
penekanan gambaran radiografik. Bila di curigai terdapat kelainan
pada esophagus ahli radiologi dapat meletakkan penderita dalam
berbagai posisi.
5. Pemerksaan motilitas
Berfungsi memeriksa bagian motoric esophagus dengan menggunakan
kateter peka tekanan atau balo mini mg di letakkan dalam lambung
dan kemudian naikkan kembali. Tekanan kemudian di transmisi ke
transuder yang di letakkan di luar tubuh penderita ,pengukuran
perubahan tekanan esophagus dan lambung sangat menambah
pengertian aktivitas esophagus pada keadaan sehat atau sakit saat
istirahat dan selama menelan.
I. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari akalasia sebagai akibat dari retensi makan pada
esophagus adalah sebagai berikut
1. Esofagitis
2. Obstruksi Saluran Pernapasan
Kegagalan saluran pernapasan memenuhi kebutuhan metabolik
tubuh akibat terjadinya sumbatan jalan napas bagian atas. Biasanya
3.

menimbulkan gagal napas.


Bronkhitis
Peradangan pada saluran bronkhial atau bronki. Peradangan
tersebut bisa terjadi karena virus, bakteri, ataupun bisa juga karena

merokoK
4. Pneumonia Aspirasi
Infeksi paru-paru akibat terhirupnya bahan-bahan kedalam saluran jalan
napas.

13

5. Abses Paru
Kematian jaringan paru-paru dan pembentukan rongga yang berisi sel6.

sel mati, ataupun cairan akibat infeksi bakteri.


Divertikullum Meckel
Suatu kelainan yang sudah dibawa sejak lahir dan
merupakan sebuah kantong yang menonjol pada dinding usus

halus.
7. Bronchitis
Bronchitis adalah suatu peradangan pada bronkial dan
bronchi.

Peradangan

tersebut

di

sebabkan

oleh

virus,bakteri,merokok,atau polusi udara (samer Qarah,2007).


Defenisi bronchitis akut adalah batuk dan kadang kadang produksi
dahak tidak lebih dari tiga minggu (Samer Qarah,2007). Defenisi
bronchitis kronik adalah batuk di sertai sputum stiap hari selama
setidaknya 3 bulan dalam setahun selama paling sedikit 2 tahun
berturut turut.
8. Perforasi esophagus
Perforasi esophagus adalah pecahnya dinding esophagus
karena muntah muntah. 90% penyebab rupture esophagus adalah
iatrogenic yang biasanya di akibatkan oleh instrumensi medis
seperti paraeshopangeal endoskopi atau pembedahan. Dan 10% di
sebabkan oleh muntah muntah.

14

BAB III
TINJAUAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Idetitas klien ; Usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit, dan sebagainya.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya klien pernah mengalami penyakit saluran pencernaan
atas.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien mengalami disfagia, regurgutasi, rasa nyeri
dibelakang sternum, anoreksia dan berat badan menurun.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada atau tidaknya anggota keluarga yang menderita penyakit yang
sama dengan klien.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala dan Leher
Biasanya hygiene kepela tetap terjaga dan pada leher biasanya
tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening
b. Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik dan
palpebra tidak oedema
c. Hidung
Biasanya tidak ditemukan kelainan
d. Mulut
Biasanya kebersihan mulut dan gigi tetap terjaga dan mukosa bibir
kering
e. Telinga
Bisanya tidak ditemukan kelainan
15

f. Dada/Thorax
Paru-paru
I : biasanya simetris kiri-kanan
P : biasanya fremitus kiri-kanan
P : biasanya sonor
A : biasanya vesikuler, ronchi tidak ada, wheezing tidak ada
Jantung
I : biasanya Ictus tidak terlihat
P : biasanya Ictus teraba 1 jari LMCS RIC V
P : biasanya jantung dalam batas-batas normal
A : biasanya irama teratur
Abdomen
I : biasanya tidak asites, cekung
P : biasanya Hepar dan lien tidak teraba
P : biasanya Tympani
A : biasanya BU normal
Genitourinaria
Biasanya tidak ada kelainan dan keluhan
Ekstremitas
Biasanya tidak ada oedema
4. Aktivitas Sehari-hari
a. Nutrisi
Anoreksia, mual, muntah, tidak enak diperut, penurunan berat
badan.
b. Istirahat/tidur
Rasa lemah, cepat lelah, aktivitas berat timbul sesak nafas, sulit
tidur
c. Eliminasi
Biasanya klien tidak mengalami gangguan
d. Personal hygiene
Biasanya kebersihan klien tetap terjaga
B.

Diagnosa
1. Nyeri akut berhungan dengan episode refluks lambung
2. Ketidakseimabangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
disfalgia
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan regutgitasi
5. Kecemasan berhubungan dengan gangguan pada respon psikologis

C.

INTERVENSI

DIAGNOSA

TUJUAN

INTERVENSI (NIC)
16

KEPERAWATAN
Nyeri

akut

(NOC)
Tingkat

berhungan dengan
episode

kenyamana
Pengendalian

refluks

Kaji intensitas

nyeri

mengetahui
intensitas,

nyeri
Tingkay ntyeri

lambung

onset, durasi,
dan

Setelah dilakukan

peningkatan

keperawatan

nyeri serta

selama 15 hari
maka masalah
nyeri akut dapat

menetukan

diatasi
Kriteria Hasil
Perawat mampu

Observasi

pengobatan

penyebab nyeri

yang akan

meningkatkan

peyebab

Berikan posisi

terjadinya nyeri

yang nyaman

pada pasien.

tingkat
kenyamanan, dan

dilakukan.
Untuk
mengetahui

menurunkan
tingkat nyeri,

Untuk

Ajari pasien

Untuk

mngontrol nyeri.

metode

membantu

Client Outcome
Pasien mampu

nonfharmakolo

pasien ketika

gi untuk

menggunakan

menurunkan

nyeri datang.
digunakaan

sekala nyeri untuk

nyeri klien

mengidentifikasi
tingkat nyeri saat
ini dan
menentukan
tingkat
kenyamanan yang
diinginkan.

untuk sebagai
suplemen dari

Anjurjkan

metode

pasien untuk

phmakologik

menggunakan
obat analgesik
sesua dengan
yang
dianjurkan.

17

mencegah
terjadinya
penyalahgunaan

obat.

Pasien mampu

menerangkan

anlgesik opioid

bagaimana nyeri
yang tidak terukur

Kolaborasi obat
dan non-opioid.

dapat diatasi.
Pasien mampu

intervensi

menampilkan

pharmakologi

ktivitas pemulihan

merupakan alat

dengan

utama sebagai

dilaporkannya

penurun nyeri.

penerimaan
terhadap tingkat

nyeri.
Pasien berada
dalam kecukupan
mengenai istirahat

dan tidurnya
Pasien mampu
mendemonsrasika
n menejemen
nyeri non

2.Ketidakseimabanga
n nutrisi kurang dari

farmakologi
Selera makan
Status gizi

Kaji tingkat

Untuk

kesadaran

mengetahui

reflek batuk,

kemampuan

reflek muntah

reflek klien

Setelah dilakukan

dan

pada saat

keperawatan

kemampuan

menelan

kebutuhan tubuh

asupan

berhubungan dengan

dan cairan

intake tidak adekuat

selama
maka

makana

15

hari

masalah

menelan

mengukur

Observasi

apakah asien

keurangan nutrisi

intake

kebutuhan

dapat diatasi

kandungan

nutrisinya

18

Kriteria Hasil
Perawat sampai

nutrisi pada

terpenuhi atau

makanan

tidak

meningkatkan

monitor pasien

pasiern
Perawat mampu

berkitan dengan

mengontrol BB
pasien.

kenaikan BB.

mengalami

beri pasien

peningkatan BB

makanan yang

menuju berat yang

mengandung

diharapkan
BB pasien berada

tinggi protein,

normal
Mengenal faktormnyebabkan BB

penurunan berat

Client Outcome
Pasien

faktor yang

makan,
badan, dan

dalam rentang

untuk

status nutrisi

dibawah normal.
Pasien mampu

tinggi kalori.

BB pasien
kearah normal
kalori yang

mengurangi

cadangan

aktivitasnya

dalam bentuk

sehinga bisa

peningkatan

mendukung

masa otot.

Kolaborasi
dengan tim
kesehatan : tim
medis untuk
pemasangan
NGT/
pemberian
terapi jika
19

meningkatkan

diubah sebagai

adekuat
Pasien

malnutrisi.

digunakan.

untuk

kenaikan BB.

tanda-tanda

terapi yang

tersimpan bisa

nutrisi yang

adekuat.
Pasien terebas dari

keberhasilan

anjurkan pasien

program

nutrisi yang

efektivitas dan

untuk

mengkonsumsi

mengkonsumsi

menentukan

Untuk
membantu
pasien dalam
memasukkan
makanan ke
dalam tubuh

keadaan pasien
sudak tidak
mungkin untuk
makan

3. Defisit volume

Keseimabnagan

Kaji faktor

Agar dapat

cairan berhubungan

elektrolit dan

penyebab

mengetahui

dengan intake tidak

kekurangan cairan

jumlah cairan

asam-basa
Keseimbangan

cairan
Hidrasi
Status nutrisi

adekuat ditandai
dengan muntah

yang harus
diberikan dan jenis
cairan
Observasi tanda

Kriteria Hasil:
Mempertahankan
urine output

tanda kekurangan
cairan
Mengetahui

sesuai dengan usia


dan BB, BJ urine
normal, HT

Berikan cairan

seberapa jauh

yang adekuat

cairan yang hilang

normal
Tekanan darah,
nadi, suhu tubuh
dalam batas
normal

Agar psien tidak


Anjurkan kepada
keluarga untuk
memberikan buah-

Tidak ada tanda

buahan dan

tanda dehidrasi,

sayuran lunak

Elastisitas turgor

yang mengandung

kulit baik,

banyak air

membran mukosa

Anjurkan

lembab, tidak ada

mengganti

rasa haus yang

kekurangan cairan

berlebihan

lewat oral.

20

kekurangan
elektrolit dan
kebutuhan cairan
stabil
Untuk menanbah
cairan yang
diperlukan klien

Kolaborasi
pemberian cairan

Memperbaiki /

IV

mempertahankan
vol sirkulasi dan
tekanan asmotik
Untuk membantu
perbaikan cairan
yang dibutuhkan
oleh tubuh

4. .Resiko

respiratory status :

Kaji pernafasan

Berguna dalam

ketidakefektifan

Ventilation
Respiratory

(frekuensi,

evaluasi derajat

kedalaman,

distres

gerakan

pernafasan dan

dada,penggunaa

kronisnya

n otot bantu

proses penyakit

pembersihan jalan

status : Airway

nafas berhungan

patency
Aspiration

dengan makanan
yang masuk ke

Control

saluran nafas

Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 24 jam
pasien
menunjukkan
keefektifan jalan

nafas, dan
meningkatkan
kenyamanan
sewaktu
inspirasi)

mengetahui
Observasi bunyi
nafas tambahan

nafas dibuktikan

adanya
peningkatan

an batuk efektif

cairan dalam

dan suara nafas

21

bunyi krekels
menandakan

hasil :
Mendemonstrasik

yang bersih, tidak

apakah ada
yang

dengan kriteria

Untuk

Berikan

jaringan

ada sianosis dan

perawatan

Meningkatkan

dyspneu (mampu

mulut yang baik

kenyamanan

mengeluarkan

setelah batuk

selama

sputum, bernafas

mengalami

dengan mudah,

Anjurkan

tidak ada pursed

kepada klien

lips)
Menunjukkan

untuk posisi

jalan nafas yang

tinggi

tidurnya lebih

paten (klien tidak

semifoler akan
memudahkan
pasien untuk
meningkatkan

irama nafas,

ekspansi dada

frekuensi

sehingga udara

pernafasan dalam

Posisi

bernafas dan

merasa tercekik,

perawatan.

mudah masuk.

rentang normal,

Observasi

tidak ada suara

pemberian

Untuk

nafas abnormal)
Mampu

oksigen

membantu
pasien jika

mengidentifikasik

membutuhkan

an dan mencegah

oksigen

faktor yang

tambahan

penyebab
Saturasi O2 dalam
batas normal
Foto thorak dalam
batas normal

22

5. kecemasan
berhubungan dengan
gangguan pada
respon psikologis

NOC :
Kontrol

Kaji penyebab

Agar dapat

cemas

mengetahui

kecemasan
Koping
Setelah dilakukan

penyebab dari

asuhan selama

membantu

klien

dalama proses

kecemasan dan

kecemasan teratasi

observasi

dgn kriteria hasil:


Klien mampu

adanya tanda-

mengidentifikasi
dan

tanda
peningkatan
agitasi

bantu pasien
membicarakan

mengungkapkan

hal yang

dan

membuatnya

menunjukkan

cemas

tehnik untuk

berikan

mengontol

penjelasan yang

cemas
Vital sign dalam

aktual

batas normal
Postur tubuh,

penyakitnya

bahasa tubuh
dan tingkat

mencegah agar
tidak terjadi
berlanjut

untuk

ekspresi wajah,

Untuk

komplikasi

mengungkapkan
gejala cemas
Mengidentifikasi

perawatan

Agar
kecemasan
dapat diatasi

untuk
mengurasi
kecemasan

mengenai
yang dapat
sembuh dengan
operasi

Mengalihkan
pikiran dari

aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan

instruksikan
pasien teknik
relaksasi
anjurkan

23

klien
Agar klien
merasa tenang
dan aman

keluraga untuk
menemani klien

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN

24

Akalasi esofagus adalah kegagalan relaksasi serat-serat otot polos


saluran cerna pada persimpangan bagian yang satu dengan yang lainnya.
Khususnya kegagalan sfingter esofagogaster untuk mengendur waktu
menelan akibat degenerasi sel-sel ganglion pada organ tersebut (kamus
saku kedokteran dorlan, 2007). Penderita akalasia merasa perlu
mendorong atau memaksa turunnya makanan dengan air atau minuman
guna menyempurnakan proses menelan. Gejala lain dapat berupa rasa
penuh substernal dan umumnya terjadi regurgitasi.Achalasia merupakan
salah satu penyakit yang jarang terjadi. Prevalensi akalasia esophagus
sekitar 10 kasus per 100.000 populasi di mana rasio kejadian penyakit ini
sama antara laki-laki dengan perempuan yaitu 1 : 1. Menurut penelitian,
distribusi umur pada akalasia biasanya sering terjadi antara umur kelahiran
sampai dekade ke-9, tapi jarang terjadi pada 2 dekade pertama (kurang
dari 5% kasus didapatkan pada anak-anak). Umur rata-rata pada pasien
orang dewasa adalah 25-60 tahun.1,3.Walaupun penyakit ini jarang terjadi
tapi kita harus bisa mengenali dan mengatasi penyakit ini karena
komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit ini sangat mengancam nyawa
seperti obstruksi saluran pernapasan sampai sudden death. Oleh karena itu,
sangat penting bagi kita untuk mengetahui penegakan diagnosis Akalasia
esofagus. Diagnosis Akalasia Esofagus ditegakkan berdasarkan gejala
klinis, gambaran radiologik, esofagoskopi dan pemeriksaan manometrik.1
Sifat terapi pada akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltik
esofagus tidak dapat dipulihkan kerabali. Terapi dapat dilakukan dengan
memberi diet tinggi kalori, medikamentosa, tindakan dilatasi, psikoterapi,
dan operasi esofagokardiotomi (operasi Heller).

B. SARAN

25

Saran dalam penulisan karya tulis adalah :


a. Perlu adanya pengetahuan yang lebih baik lagi dalam mengatasi penyakit
akalasia esofagus ini agar penyakit ini dapat tuntas sehingga pasien tidak
terlalu lama menahan sakit
b. Dalam penulisan perumusan diagnosa ini tidak bisa hanya berpedoman
pada teori, tetapi harus mempertimbangkan dan mengkaji langsung pada
pasien yang mengalami penyakit akalasia esofagus
c. Dalam melaksanakan asuhan keperwatan hendaknya dibuat secara
sistematis serta didokumentasi agar pelaksanaan tepat dan efesien. Juga
perlu mengembangkan komunikasi yang akrab dan terbuka sehingga
tercipta hubungan saling percaya antara perawat, pasien dan keluarganya
d. Hendaknya psien dilengkapi dengan pendidikan kesehatan dan pemulihan
kondisi pasien.Alangkah baiknya bila rumah sakit lebih meningkatkan
saran dan prasarana dalm peningkatan mutu pelayanan dam perawatan.

Daftar pustaka

Muttaqin dan Sari.2011.gangguan gastrointestinal,Salemba medika,Jakarta


Anonym Akalasia.http;//achalasia.pdf di akses pada tanggal 20 mei 2015 pukul
26

09.48 WIB
Black,2014,Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta.elsevier
Wilkinson dan Ahern,2011,Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 09,Jakarta
;EGC

27

Você também pode gostar