Você está na página 1de 10

A.

ANATOMI DAN FISIOLOGI NASOPHARING


Nasopharing berbentuk kerucut dan selalu terbuka pada waktu respirasi karena dindingnya dari
tulang, kecuali dasarnya yang dibentuk oleh palatum molle.
Batas nasopharing:
Superior : basis kranii, diliputi oleh mukosa dan fascia
Inferior : bidang horizontal yang ditarik dari palatum durum ke posterior, bersifat subjektif
karena tergantung dari palatum durum.
Anterior : choane, oleh os vomer dibagi atas choane kanan dan kiri.
Posterior : - vertebra cervicalis I dan II
- Fascia space = rongga yang berisi jaringan longgar
- Mukosa lanjutan dari mukosa atas
Lateral : - mukosa lanjutan dari mukosa atas dan belakang
- Muara tuba eustachii
- Fossa rosenmulleri

Bangunan yang penting pada nasopharing


Ostium tuba eustachii pars pharyngeal

Tuba eustachii merupakan kanal yang menghubungkan kavum nasi dan


nasopharyng dengan rongga telinga tengah. Mukosa ostium tuba tidak datar tetapi
menonjol seperti menara, disebut torus tubarius.
Torus tubarius
Fossa rosen mulleri
Adalah dataran kecil dibelkang torus tubarius. Daerah ini merupakan tempat
predileksi karsinoma nasofaring, suatu tumor yang mematikan nomor 1 di THT.
Fornix nasofaring
Adalah dataran disebelah atas torus tubarius, merupakan tempat tumor
angiofibroma nasopharing
Adenoid= tonsil pharyngeal=luskha
Secara teoritis adenoid akan hilang setelah pubertas karena adaenoid akan mencapai titik
optimal pada umur 12-14 tahun. Lokasi pada dinding superior dan dorsal nasopharing
sebelah lateral bursa pharyngea. Fungsinya sebagai mekanisme pertahanan tubuh
terhadap kuman- kuman yang lewat jalan napas hidung.

Nasopharing akan tertutup bila paltum molle melekat ke dinding posterior pada waktu menelan,
muntah, mengucapkan kata-kata etrtentu seperti hak.
Fungsi nasopharing :
Sebagai jalan udara pada respirasi
Jalan udara ke tuba eustachii
Resonator
Sebagai drainage sinus paranasal kavum timpani dan hidung
Secret dari nasopharing dapat bergerak ke bawah karena:

Gaya gravitasi
Gerakan menelan
Gerakan silia (kinosilia)
Gerkan usapan palatum molle

GEJALA DINI
Penting untuk mengetahui gejala dini karsinoma nasofaring dimana tumor masih terbatas
di nasofaring, yaitu:
Gejala Telinga:
1. Ear sign :
Tinitus. Tumor menekan muara tuba eustachii sehingga terjadi tuba oklusi, karena
muara tuba eustachii dekat dengan fosa rosenmulleri. Tekanan dalam kavum

timpani menjadi menurun sehingga terjadi tinnitus.


Gangguan pendengaran hantaran
Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia).

1. Kataralis/sumbatan tuba Eutachius


Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa dengung kadang-kadang disertai dengan
gangguan pendengaran. Gejala ini merupakan gejala yang sangat dini.
2. Radang

telinga

tengah

sampai

pecahnya

gendang

telinga.

Keadaan ini merupakan kelainan lanjut yang terjadi akibat penyumbatan muara tuba, dimana
rongga teliga tengah akan terisi cairan. Cairan yang diproduksi makin lama makin banyak,
sehingga akhirnya terjadi kebocoran gendang telinga dengan akibat gangguan pendengaran.
Gejala Hidung:
1. Nasal sign :
Pilek lama yang tidak sembuh
Epistaksis. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit dan

seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna merah jambu


Ingus dapat seperti nanah, encer atau kental dan berbau.

1. Mimisan
Dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat terjadi
pendarahan hidung atau mimisan. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, jumlahnya
sedikit dan seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna merah jambu.
2. Sumbatan hidung
Sumbutan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam rongga hidung
dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis, kadang-kadang disertai dengan
gangguan penciuman dan adanya ingus kental.
Gejala Mata dan Saraf: diplopia dan Gerakan bola mata terbatas.
1. Eye sign :
Diplopia. Tumor merayap masuk foramen laseratum dan menimbulkan gangguan
N. IV dan N. VI. Bila terkena chiasma opticus akan menimbulkan kebutaan.

1. Tumor sign :
Pembesaran kelenjar limfoid leher ini merupakan penyebaran atau metastase
dekat secara limfogen dari karsinoma nasofaring.

GEJALA LANJUT
1. Limfadenopati servikal
Tidak semua benjolan leher menandakan pemyakit ini. Yang khas jika timbulnya di daerah
samping leher, 3-5 cm di bawah daun telinga dan tidak nyeri. Benjolan ini merupakan
pembesaran kelenjar limfe, sebagai pertahanan pertama sebelum sel tumor ke bagian tubuh
yang lebih jauh. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan
mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi lekat pada otot dan sulit digerakan.
Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi. Pembesaran kelenjar limfe leher
merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter.
2. Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar.
Tumor dapat meluas ke jaringan sekitar. Perluasan ke atas ke arah rongga tengkorak dan
kebelakang melalui sela-sela otot dapat mengenai saraf otak dan menyebabkan gejala akibat
kelumpuhan otak syaraf yang sering ditemukan ialah penglihatan dobel (diplopia), rasa baal

(mati rasa) di daerah wajah sampai akhirnya timbul kelumpuhan lidah, bahu, leher dan
gangguan pendengaran serta gangguan penciuman. Keluhan lainnya dapat berupa sakit
kepala hebat akibat penekanan tumor ke selaput otak, rahang tidak dapat dibuka akibat
kekakuan

otot-otot

rahang

yang

terkena

tumor.

Biasanya kelumpuhan hanya mengenai salah satu sisi tubuh saja (unilateral) tetapi pada
beberapa kasus pernah ditemukan mengenai ke dua sisi tubuh.
2.8.1. Gejala mata dan saraf
o Gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut karsinoma ini
dikarenakan posisi anatomi nasofaring yang berhubungan dekat dengan rongga
tengkorak melalui beberapa lubang/foramen. Penjalaran melalui foramen
laserum akan mengenai saraf otak ke II, IV, VI dan dapat pula ke V, sehingga
tidak jarang gejala diplopia lah yang membawa pasien lebih dahulu ke dokter
mata. Neuralgia trigeminal merupakan gejala yang sering ditemukan oleh ahli
saraf jika belum terdapat keluhan lain yang berarti.
o Sebelum terjadi kelumpuhan saraf kranial, didahului oleh gejala subyektif dari
penderita seperti : kepala sakit atau pusing, hipestesia daerah pipi dan hidung,
kadang sulit menelan atau disfagia. Perluasan kanker primer ke dalam kavum
kranii akan menyebabkan kelumpuhan N. II, III, IV, V dan VI akibat kompresi
maupun infiltrasi atau perluasan tumor menembus jaringan sekitar atau juga
secara hematogen. Gejala saraf kranialis meliputi :
-

Kerusakan N.I bisa terjadi karena karsinoma nasofaring sudah mendesak N.I
melalui foramen olfaktorius pada lamina kribrosa. Penderita akan mengeluh
anosmia,

Sindroma Petrosfenoidal. Pada sindroma ini nervi kranialis yang terlibat


secara berturut-turut adalah N.IV, III, VI dan yang paling akhir mengenai
N.II. Paresis N.II, apabila perluasan kanker mengenai kiasma optikum maka
N.optikus akan lesi sehingga penderita memberikan keluhan penurunan
tajam penglihatan. Paresis N.III menimbulkan kelumpuhan mata m.levator
palpebra dan m.tarsalis superior sehingga menyebabkan oftalmoplegia serta
ptosis bulbi (kelopak mata atas menurun), fissura palpebra menyempit dan

kesulitan membuka mata. Paresis N.III, IV dan VI akan menimbulkan


keluhan diplopia
-

Parese N.V yang merupakan saraf motorik dan sensorik, akan menimbulkan
keluhan parestesi sampai hipestesi pada separuh wajah atau timbul neuralgia
pada separuh wajah

Sindroma parafaring. Proses pertumbuhan dan perluasan lanjut karsinoma,


akan mengenai saraf otak N.kranialis IX, X, XI, dan XII jika penjalaran
melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang relatif jauh dari
nasofaring. Gangguan ini sering disebut dengan sindrom Jackson. Bila
sudah mengenai seluruh saraf otak disebut sindrom unilateral. Dapat pula
disertai dengan destruksi tulang tengkorak dengan prognosis buruk. Parese
N.IX menimbulkan gejala klinis : hilangnya refleks muntah, disfagia ringan,
deviasi uvula ke sisi sehat, hilangnya sensasi pada laring, tonsil, bagian atas
tenggorok dan belakang lidah, salivasi meningkat akibat terkenanya pleksus
timpani pada lesi telinga tengah, takikardi pada sebagian lesi N.IX mungkin
akibat gangguan refleks karotikus. Paresis N.X akan memberikan gejala :
gejala motorik (afoni, disfoni, perubahan posisi pita suara, disfagia, spasme
otot esofagus), gejala sensorik (nyeri daerah faring dan laring, dispnea,
hipersalivasi). Parese N.XI akan menimbulkan kesukaran mengangkat dan
memutar kepala dan dagu. Parese N.XII akibat infiltrasi tumor melalui
kanalis n.hipoglossus atau dapat pula karena parese otot-otot yang
dipersarafi yaitu m.stiloglossus, m.longitudinalis superior dan inferior,
m.genioglossus (otot-otot lidah). Gejala yang timbul berupa lidah yang
deviasi ke sisi yang lumpuh saat dijulurkan, suara pelo dan disfagia.

3. Gejala akibat metastasis jauh


Sel-sel kanker dapat ikur mengalir bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ tubuh
yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering ialah pada tulang, hati dan paru. Jika ini
terjadi, menandakan suatu stadium dengan prognosis sangat buruk.
2. Cranial sign

Gejala cranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan dirasakan pada penderita.
Gejala ini berupa :
Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan metastase secara

hematogen.
Sensitibilitas derah pipi dan hidung berkurang.
Kesukaran pada waktu menelan
Afoni

Sindrom Jugular Jackson atau sindroma reptroparotidean mengenai N. IX, N. X,


N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada:
o Lidah
o Palatum
o Faring atau laring
o M. sternocleidomastoideus
o M. trapezeus

1.
Gejala nasofaring
Adanya epistaksis ringan atau sumbatan hidung.Terkadang gejala
belum ada tapi tumor sudah tumbuh karena tumor masih terdapat
dibawah mukosa (creeping tumor)
2. Gangguan pada telinga
Merupakan gejala dini karena tempat asal tumor dekat muara tuba
Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan dapat berupa tinitus, tuli,
rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia)
3. Gangguan mata dan syaraf
Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran
melalui foramen laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI
sehingga dijumpai diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa
gangguan motorik dan sensorik.
Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII
jika penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom
Jackson. Jika seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral.
Prognosis jelek bila sudah disertai destruksi tulang tengkorak.
4. Metastasis ke kelenjar leher
Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus
sternokleidomastoid yang akhirnya membentuk massa besar hingga
kulit mengkilat. Hal inilah yang mendorong pasien untuk berobat.
Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring
atau LHN telah diteliti dicina yaitu 3 bentuk yang mencurigakan pada
nasofaring seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa,
pembesaran nodul dan mukositis berat pada daerah nasofaring.

Kelainan ini bila diikuti bertahun tahun akan menjadi karsinoma


nasofaring. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 147 -148).

Simtomatologi ditentukan oleh hubungan anatomi nasofaring terhadap hidung, tuba


Eustachii dan dasar tengkorak1,4,6
2.8.2. Gejala Hidung :
o Epistaksis: rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan.
o Sumbatan hidung. Sumbatan menetap karena pertumbuhan tumor kedalam
rongga nasofaring dan menutupi koana, gejalanya : pilek kronis, ingus kental,
gangguan penciuman.
2.8.3. Gejala telinga
o Kataralis/ oklusi tuba Eustachii : tumor mula-mula di fosa Rosen Muler,
pertumbuhan tumor dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba (berdengung,
rasa penuh, kadang gangguan pendengaran)
o Otitis Media Serosa sampai perforasi dan gangguan pendengaran
2.8.4. Gejala lanjut
o Limfadenopati servikal : melalui pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat mencapai
kelenjar limfe dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel tumbuh dan
berkembang biak hingga kelenjar membesar dan tampak benjolan di leher bagian
samping, lama kelamaan karena tidak dirasakan kelenjar akan berkembang dan
melekat pada otot sehingga sulit digerakkan.
2.8.5. Gejala mata dan saraf
o Gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut karsinoma ini
dikarenakan posisi anatomi nasofaring yang berhubungan dekat dengan rongga
tengkorak melalui beberapa lubang/foramen. Penjalaran melalui foramen
laserum akan mengenai saraf otak ke II, IV, VI dan dapat pula ke V, sehingga
tidak jarang gejala diplopia lah yang membawa pasien lebih dahulu ke dokter
mata. Neuralgia trigeminal merupakan gejala yang sering ditemukan oleh ahli
saraf jika belum terdapat keluhan lain yang berarti.
o Sebelum terjadi kelumpuhan saraf kranial, didahului oleh gejala subyektif dari
penderita seperti : kepala sakit atau pusing, hipestesia daerah pipi dan hidung,

kadang sulit menelan atau disfagia. Perluasan kanker primer ke dalam kavum
kranii akan menyebabkan kelumpuhan N. II, III, IV, V dan VI akibat kompresi
maupun infiltrasi atau perluasan tumor menembus jaringan sekitar atau juga
secara hematogen. Gejala saraf kranialis meliputi :
-

Kerusakan N.I bisa terjadi karena karsinoma nasofaring sudah mendesak N.I
melalui foramen olfaktorius pada lamina kribrosa. Penderita akan mengeluh
anosmia,

Sindroma Petrosfenoidal. Pada sindroma ini nervi kranialis yang terlibat


secara berturut-turut adalah N.IV, III, VI dan yang paling akhir mengenai
N.II. Paresis N.II, apabila perluasan kanker mengenai kiasma optikum maka
N.optikus akan lesi sehingga penderita memberikan keluhan penurunan
tajam penglihatan. Paresis N.III menimbulkan kelumpuhan mata m.levator
palpebra dan m.tarsalis superior sehingga menyebabkan oftalmoplegia serta
ptosis bulbi (kelopak mata atas menurun), fissura palpebra menyempit dan
kesulitan membuka mata. Paresis N.III, IV dan VI akan menimbulkan
keluhan diplopia

Parese N.V yang merupakan saraf motorik dan sensorik, akan menimbulkan
keluhan parestesi sampai hipestesi pada separuh wajah atau timbul neuralgia
pada separuh wajah

Sindroma parafaring. Proses pertumbuhan dan perluasan lanjut karsinoma,


akan mengenai saraf otak N.kranialis IX, X, XI, dan XII jika penjalaran
melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang relatif jauh dari
nasofaring. Gangguan ini sering disebut dengan sindrom Jackson. Bila
sudah mengenai seluruh saraf otak disebut sindrom unilateral. Dapat pula
disertai dengan destruksi tulang tengkorak dengan prognosis buruk. Parese
N.IX menimbulkan gejala klinis : hilangnya refleks muntah, disfagia ringan,
deviasi uvula ke sisi sehat, hilangnya sensasi pada laring, tonsil, bagian atas
tenggorok dan belakang lidah, salivasi meningkat akibat terkenanya pleksus
timpani pada lesi telinga tengah, takikardi pada sebagian lesi N.IX mungkin
akibat gangguan refleks karotikus. Paresis N.X akan memberikan gejala :
gejala motorik (afoni, disfoni, perubahan posisi pita suara, disfagia, spasme

otot esofagus), gejala sensorik (nyeri daerah faring dan laring, dispnea,
hipersalivasi). Parese N.XI akan menimbulkan kesukaran mengangkat dan
memutar kepala dan dagu. Parese N.XII akibat infiltrasi tumor melalui
kanalis n.hipoglossus atau dapat pula karena parese otot-otot yang
dipersarafi yaitu m.stiloglossus, m.longitudinalis superior dan inferior,
m.genioglossus (otot-otot lidah). Gejala yang timbul berupa lidah yang
deviasi ke sisi yang lumpuh saat dijulurkan, suara pelo dan disfagia.

Você também pode gostar