Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
A. Tujuan Penulisan
Tujuan dilakukan pembuatan referat ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
menempuh ujian akhir stase Bedah di RSUD Panembahan Senopati Bantul.
Gambar 1: Aliran vena Sedangkan vena-vena dari kanalis anal dan rectum
mengikuti perjalanan yang sesuai dengan perjalanan arteri. Vena-vena ini berasal
dari 2 pleksus yaitu pleksus hemoroidalis superior (interna) yang terletak di
submukosa di atas anorectal junction, dan pleksus hemoroidalis inferior (eksterna)
yang terletak di bawah anorectal junction dan di luar lapisan otot. Persarafan
rectum terdiri atas sistim simpatik dan parasimpatik. Serabut simpatik berasal dari
pleksus mesenterikus inferior dan dari system parasacral yang terbentuk dari
ganglion simpatis lumbal ruas kedua, ketiga, dan keempat. Persarafan parasimpatik
(nervi erigentes) berasal dari saraf sacral kedua, ketiga, dan keempat.
C. FISIOLOGI REKTUM dan ANUS Fungsi utama dari rektum dan kanalis anal
ialah untuk mengeluarkan massa feses yang terbentuk di tempat yang lebih tinggi
dan melakukan hal tersebut dengan cara yang terkontrol. Rectum dan kanalis anal
tidak begitu berperan dalam proses pencernaan, selain hanya dapat menyerap sedikit
cairan. Selain itu, sel-sel Goblet mukosa mengeluarkan mucus yang berfungsi
sebagai pelicin keluarnya massa feses. Pada hampir setiap waktu rektum tidak berisi
feses. Hal ini sebagian diakibatkan adanya otot sfincter yang tidak begitu kuat yang
terdapat pada rectosigmoid junction kira-kira 20 cm dari anus. Terdapatnya lekukan
tajam dari tempat ini juga memberi tambahan penghalang masuknya feses ke
rektum. Akan tetapi, bila suatu gerakan usus mendorong feses ke arah rektum, secara
normal hasrat untuk defekasi akan timbul, yang ditimbulkan oleh reflek kontraksi
dari rektum dan relaksasi dari otot sfincter. Feses tidak keluar secara terus menerus
dan sedikit demi sedikit dari anus berkat adanya kontraksi tonik otot sfincter ani
interna dan eksterna. D. KLASIFIKASI
Hemoroid diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu: hemoroid interna dan hemoroid
eksterna. Hemoroid interna terletak di sebelah atas linea dentata, pada bagian yang
dilapisi oleh epitel sel kolumner. Secara klinis hemoroid interna dibagi atas 4
derajat:
Hemoroid Interna
Derajat
Berdarah
I
+
II
(+)
III
(+)
IV
(+)
Menonjol
+
+
tetap
Reposisi
spontan
manual
tidak dapat
2. Hemoroid eksterna kronik. Disebut juga skin tag itu berupa satu atau lebih lipatan
kulit anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.
E. ETIOLOGI Penyebab pelebaran pleksus hemoroidalis dibagi menjadi 2, yaitu:
Hemoroid akibat obstruksi organik pada aliran vena hemoroidalis superior.
Contohnya: sirosis hepatis, trombosis vena porta, tumor intra abdomen (tumor
ovarium, tumor rectum). Hemoroid idiopatik tanpa obstruksi organik aliran vena.
Faktor-faktor yang mungkin berperan adalah keturunan/ herediter (dalam hal ini
yang menurun adalah kelemahan dinding pembuluh darah dan bukan hemoroidnya),
anatomi (vena di daerah mesenterium tidak mempunyai katup sehingga darah mudah
kembali, menyebabkan meningkatnya tekanan di pleksus hemoroidalis), pekerjaan
(orang yang pekerjaannya banyak berdiri karena gaya gravitasi akan mempengaruhi
timbulnya hemoroid, misalnya polisi lalu lintas, ahli bedah), tekanan intra abdomen
yang meningkat secara kronis (misal: mengedan, batuk kronis). Pada seorang wanita
hamil terdapat 3 faktor yang mempengaruhi timbulnya hemoroid, yaitu: adanya
tumor intraabdomen, kelemahan pembuluh darah sewaktu hamil akibat pengaruh
perubahan hormonal, mengedan waktu partus.
Hemoroid derajat I biasanya tidak menyebabkan suatu kelainan di regio anal yang
dapat dideteksi dengan inspeksi saja. Pada hemoroid derajat II tidak terdapat
benjolan mukosa yang keluar melalui anus, akan tetapi bagian hemoroid yang
tertutup kulit dapat kelihatan sebagai pembengkakan yang jelas di 3 posisi utama,
terutama sekali pada posisi anterior kanan. Hemoroid derajat III dan IV yang besar
akan segera dapat dikenali dengan adanya massa yang menonjol dari lobang anus
yang bagian luarnya ditutupi kulit dan bagian dalamnya oleh mukosa yang berwarna
keunguan atau merah.
2. Palpasi
Hemoroid interna pada stadium-stadium awalnya merupakan pelebaran vena yang
lunak dan mudah kolaps sehingga tidak dapat dideteksi dengan palpasi. Hanya
setelah hemoroid berlangsung beberapa lama dan telah prolaps, sehingga jaringan
ikat mukosa mengalami fibrosis, hemoroid dapat diraba. Hemoroid interna tersebut
dapat diraba sebagai lipatan longitudinal yang lunak ketika jari tangan meraba
sekitar rektum bagian bawah. Sebenarnya ada tiga pokok keluarnya vena yang
kemudian berkelok-kelok dan seringkali semua tampak bersatu, sehingga ada istilah
hemoroid sirkuler. Ketiga tempat tersebut disebut primary piles/ sites of Morgan
dan berada pada jam 3, 7, dan 11.
3. Anoskopi
1. Non Operatif.
a. Diet tinggi serat untuk melancarkan buang air besar.
Kebanyakan pasien hemoroid derajat I dan II dapat ditolong dengan tindakan lokal
yang sederhana disertai nasehat tentang makanan. Makanan sebaiknya terdiri atas
makanan berserat tinggi. Makanan ini membuat gumpalan isi usus besar, namun
lunak, sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengedan
secara berlebihan. Hemoroid interna yang mengalami prolaps oleh karena udem
umumnya dapat dimasukkan kembali secara perlahan disusul dengan istirahat baring
dan kompres lokal untuk mengurangi pembengkakan. Rendam duduk dengan cairan
hangat dapat meringankan nyeri.
b. Skleroterapi.
Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya 5% fenol
dalam minyak nabati. Penyuntikan diberikan ke submukosa didalam jaringan areolar
yang longgar dibawah hemoroid interna dengan tujuan menimbulkan peradangan
steril yang kemudian menjadi fibrotik dan meninggalkan parut. Terapi suntikan
bahan sklerotik bersama dengan nasehat tentang makanan merupakan terapi yang
efektif untuk hemoroid interna derajat I dan II.
ligasi pada posisi anatomik hemoroid tersebut. Metode ini sering digunakan di
Amerika Serikat
5. Bedah beku Hemoroid dapat pula dibekukan dengan
pendinginan pada suhu yang rendah sekali. Bedah beku atau bedah krio ini tidak
dipakai secara luas oleh karena mukosa yang nekrotik sukar ditentukan luasnya.
Dalam melakukan operasi diperlukan narkose yang dalam karena sfingter ani harus
benar-benar lumpuh. Pada orang-orang tua, penderita tuberculosis dan penyakit
saluran pernafasan lainnya, dapat dipakai anastesi lumbal, dimana orangnya tetap
sadar tetapi relaksasi sfingter baik. Hemoroid derajat I dan II dapat diobati dengan
terapi non-operatif, tetapi bila sudah mencapai derajat III dan IV hemoroid tidak
akan sembuh dengan terapi non-operatif. Hal ini dikarenakan hemoroid yang telah
mati tetap bisa keluar akibat adanya terombus di situ. Akibatnya hemoroid tidak
mengalami perubahan apa-apa.
Bila seseorang datang dengan hemoroid derajat IV tidak boleh segera dilakukan
operasi. Harus diusahakan agar menjadi derajat III terlebih dahulu dengan cara:
Setiap 2 hari sekali penderita duduk berendam dalam larutan PK 1/10.000 selama
15 menit. Kemudian dikompres dengan larutan garam hipertonik sehingga edema
akan hilang dan semua kotoran terserap keluar.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. What Are Hemorrhoids. http://www.hemorrhoid.net/ hemorrhoids. php
Anonim. Hemorrhoid. http://en.wikipedia.org/wiki/Hemorrhoid Dardjat, M.N.,
Achijat, A.K., 1987, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Khusus, Aksara Medisina,
Jakarta. Dudley. H. A. F, 1992, Hamilton Bailey: Ilmu Bedah Gawat Daruarat,
Edisi XI, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Manjoer Arief, dkk, 2000,
Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 2, Media Aesculapius, Jakarta. Sabiston, 1994,
Buku Ajar Bedah, Bagian II, EGC, Jakarta. Sobiston, 1997, Atlas Bedah Umum,
Binarupa Aksara, Jakarta. Schrock, R, Theodore, M.D, 1993, Ilmu Bedah, Edisi VII,
EGC, Jakarta. Schwartz Seymour, I, M.D, 1989, Principles of Surgery, Fifth
Edition, Jilid II, Mc. Graw Hill International Book Company, Singapore.
Sjamsuhidajat. R, Wim De Jong, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta. Sylvia
A. Price dan Lorraine M. Willson, 1995, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi IV, EGC, Jakarta.