Você está na página 1de 11

ANAK DENGAN HIV/AIDS

PENDAHULUAN
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkanAIDS. HIV
menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangka l
infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai
sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena
berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel
darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang
masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai
CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan
yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama
akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol).
Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae.
Virus ini secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim
reverse transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia, dan
menimbulkan kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri dari 2grup, yaitu
HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai lagi berbagai subtipe, dan
masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi. Diantara
kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainandan lebih ganas di
seluruh dunia adalah grup HIV-1

EPIDEMIOLOGI
Kasus pertama AIDS di Indonesia dilaporkan dari Bali pada bulan April
tahun 1987. Penderitanya adalah seorang wisatawan Belanda yang meninggal di
RSUP Sanglah akibat infeksi sekunder pada paru-parunya. Sampai dengan akhir

tahun1990, peningkatan kasus HIV/AIDS menjadi dua kali lipaT. Sejak


pertengahan tahun 1999 mulai terlihat peningkatan tajam akibat penggunaaan
narkotika suntik. Fakta yang mengkhawatirkan adalah pengguna narkotika ini
sebagian besar adalah remaja dan dewasa muda yang merupakan kelompok usia
produktif. Pada akhir Maret 2005 tercatat 6789 kasusHIV/AIDS yang dilaporkan.
Sampa i akhir Desember 2008, jumlah kasussudah mencapai 16.110 kasus AIDS
dan 6.554 kasus HIV.Sedangkan jumlah kematian akibat AIDS yang tercatat
sudah mencapai 3.362 orang.Dari seluruh penderita AIDS tersebut, 12.061
penderita adalah laki-laki dengan penyebaran tertinggi melalui hubungan seks.
PATOGENESIS
HumanImmunodeficiency Virus(HIV) dianggap sebagai virus penyebab
AIDS. Virus ini termaksuk dalam retrovirus anggota subfamililentivirinae. Ciri
khas morfologi yang unik dari HIV adalah adanya nukleoid yang berbentuk
silindris dalam virion matur. Virus ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk
replikasi retrovirus yaitu gag, pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan
pengatur ekspresi virus yang penting dalam patogenesis penyakit. Satu protein
replikasi fase awal yaitu protein Tat, berfungsi dalam transaktivasi dimana produk
gen

virus

terlibat

dalam

aktivasi

transkripsional

dari

gen

virus

lainnya.Transaktivasi pada HIV sangat efisien untuk menentukan virulensi


dariinfeksi HIV. Protein Rev dibutuhkan untuk ekspresi protein strukturalvirus.
Rev membantu keluarnya transkrip virus yang terlepas dari nukleus. Protein Nef
menginduksi produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat menginfeksi sel yang
lain. Gen HIV-ENV memberikan kode pada sebuah protein 160-kilodalton (kD)
yang kemudian membelah menjadi bagian 120-kD(eksternal) dan 41-kD
(transmembranosa). Keduanya merupakan glikosilat, glikoprotein 120 yang
berikatan

dengan

CD4

dan

mempunyai

peran

yang

sangat

penting

dalammembantu perlekatanvirus dangan sel target.


Setelah virus masuk dalam tubuh maka target utamanya adalah limfosit
CD4 karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4.Virus ini
mempunyai kemampuan untuk mentransfer informasi genetik merekadariRNA ke

DNA dengan menggunakan enzim yang disebut reverse transcriptase. Limfosit


CD4 berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologisyang penting.
Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan ganggua n respon imunyang progresif.
Setelah infeksi primer, terdapat 4-11 hari masa antara infeksi mukosa dan
viremia permulaan yang dapat dideteksi selama 8-12 minggu. Selama masa ini,
virus tersebar luas ke seluruh tubuh dan mencapai organ limfoid. Pada tahap ini
telah terjadi penurunan jumlah sel-T CD4. Respon imun terhadap HIV terjadi 1
minggu sampai 3 bulan setelah infeksi, viremia plasma menurun, dan level sel
CD4 kembali meningkat namun tidak mampu menyingkirkan infeksi secara
sempurna. Masa laten klinis ini bisa berlangsung selama 10 tahun. Selama masa
ini akan terjadi replikasi virus yang meningkat. Diperkirakan sekitar 10milyar
partikel HIV dihasilkan dan dihancurkan setiap harinya. Waktu paruhvirus dalam
plasma adalah sekitar 6 jam, dan siklus hidup virus rata-rata 2,6 hari. Limfosit TCD4 yang terinfeksi memiliki waktu paruh 1,6 hari. Karena cepatnya proliferasi
virus ini dan angka kesalahan reverse transcriptaseHIV yang berikatan,
diperkirakan bahwa setiap nukleotida dari genom HIV mungkin bermutasi dalam
basis harian.
Akhirnya pasien akan menderita gejala-gejala konstitusional dan penyakit
klinis yang nyata seperti infeksi oportunistik atau neoplasma. Level virusyang
lebih tinggi dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap infeksi yang lebihlanjut.
HIV yang dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap infeksi yang lebih lanjut
dan lebih virulin daripada yang ditemukan pada awal infeksi.
Infeksi oportunistik dapat terjadi karena para pengidap HIV terjadi
penurunan daya tahan tubuh sampai pada tingkat yang sangat rendah, sehingga
beberapa jenis mikroorganisme dapat menyerang bagian-bagian tubuh tertentu.
Bahkan

mikroorganisme

yang

selama

ini

komensal

bisajadiganas

dan

menimbulkan penyakit.
CARA PENULARAN
HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang
berpotensial mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air

susu ibu.Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak
seksual, kontak dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu keanak selama masa
kehamilan, persalinan dan pemberian ASI (Air Susu Ibu).
1. Seksual, Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling
dominandari semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual
dapat terjadi selama senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki
dengan

laki-laki.

Senggama

berarti

kontak

seksual

dengan

penetrasivaginal, anal (anus),oral (mulut) antara dua individu. Resiko


tertinggi adalah penetrasi vaginal atauanal yang tak terlindung dari
individu yang terinfeksi HIV.
2. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar
denganvirus HIV.
3. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atautertusuk
ke dalam tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum
tatoatau pada pengguna narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi
ketikamelakukan prosedur tindakan medik ataupun terjadi sebagai
kecelakaankerja (tidak sengaja) bagi petugas kesehatan.
4. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya
dihindarkan karena dapat menularkan virus HIVkecuali benda-benda
tersebut disterilkan sepenuhnya sebelum digunakan.
5. Melalui transplantasi organ pengidap HIV
6. Penularan dari ibu ke anak Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat
dari ibunya saat ia dikandung, dilahirkan dan sesudah lahir melalui ASI.
7. Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja kesehatan dan petugas
laboratorium
Terdapat resiko penularan melalui pekerjaaan yang kecil namun
defenitif,yaitu pekerja kesehatan, petugas laboratorium, dan orang lain yang
bekerja dengan spesimen/bahan terinfeksi HIV, terutama bila menggunakan benda
tajam. Tidak terdapat bukti yang meyakinkan bahwa air liur dapat menularkan

infeksi baik melalui ciuman maupun pajanan lain misalnya sewaktu bekerja pada
pekerja kesehatan. Selain itu air liur terdapat inhibitor terhadap aktivitas HIV.
Menurut WHO, terdapat beberapa cara dimana HIV tidak dapat ditularkan antara
lain:
1. Kontak fisik, orang yang berada dalam satu rumah dengan penderita
HIV/AIDS, bernapas dengan udara yang sama, bekerja maupun berada
dalam suatu ruangandengan pasien tidak akan tertular. Bersalaman,
berpelukan maupun mencium pipi, tangan dan kening penderita
HIV/AIDS tidak akan menyebabkanseseorang tertular.
2. Memakai milik penderitaMenggunakan tempat duduk toilet, handuk,
peralatan makan maupunperalatan kerja penderita HIV/AIDS tidak akan
menular.
3. Digigit nyamuk maupun serangga dan binatang lainnya.
4. Mendonorkan darah bagi orang yang sehat tidak dapat tertular HIV
GEJALA KLINIS
Gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan gejala
minor (tidak umum terjadi):
Gejala mayor:
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e. Demensia/ HIV ensefalopati
Gejala minor:
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
d. Kandidias orofaringeal
e. Herpes simpleks kronis progresif
f. Limfadenopati generalisata

g. Retinitis virus Sitomegalo


Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research, gejala klinis dari
HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.
a. Fase awal Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan
tanda-tanda infeksi. Tapi kadangkadang ditemukan gejala mirip flu
seperti

demam,

sakit

kepala,

sakit

tenggorokan,

ruam

dan

pembengkakan kelenjargetah bening. Walaupun tidak mempunyai


gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada
orang lain.
b. Fase lanjut Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau
9 tahun atau lebih. Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan
penghancuran sel imun tubuh, penderita HIV/AIDS akan mulai
memperlihatkan gejala yang kronis seperti pembesaran kelenjar getah
bening (sering merupakangejala yang khas), diare, berat badan
menurun, demam, batuk danpernafasan pendek.
c. Fase akhir Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun
atau lebih setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan
infeksitersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS.
PENGOBATAN
Pemberian anti retroviral (ARV) telah menyebabkan kondisi kesehatan
para penderita menjadi jauh lebih baik. Infeksi penyakit oportunistik lain yang
erat dapat disembuhkan. Penekanan terhadap replikasi virus menyebabkan
penurunan produksi sitokin dan protein virus yang dapat menstimulasi
pertumbuhan. Obat ARV terdiri dari beberapa golongan seperti nucleoside reverse
transkriptase inhibitor, nucleotide reverse transcriptase inhibitor,non nucleotide
reverse transcriptase inhibitor dan inhibitor protease.Obat-obat ini hanya berperan
dalam menghambat replikasi virus tetapi tidak bisa menghilangkan virusyang
telah berkembang (Djauzidan Djoerban,2006). Vaksin terhadap HIV dapat
diberikan pada individu yang tidak terinfeksi untuk mencegah baik infeksi

maupun penyakit. Dipertimbangkan pula kemungkinan pemberian vaksin HIV


terapeutik, dimana seseorang yangterinfeksi HIV akan diberi pengobatan untuk
mendorong respon imun anti HIV, menurunkan jumlah sel-sel yang terinfeksi
virus, atau menunda onset AIDS. Namun perkembangan vaksin sulit karena HIV
cepat bermutasi, tidakdiekspresi pada semua sel yang terinfeksi dan tidak
tersingkirkan secara sempurna oleh respon imun inang setelah infeksi primer.
Tatalaksana pada penderita HIV atau yang terpapar HIV harus lengkap,
meliputi

pemantauan

tumbuh

kembang,

nutrisi,

imunisasi,

tatalaksana

medikamentosa, tatalaksana psikologis dan penanganan sisi social yang akan


berperan dalam kepatuhan program pemantauan dan terapi. Pemberian imunisasi
harus mempertimbangkan situasi klinis, status imunologis serta panduan yang
berlaku. Panduan imunisasi WHO berkenaan dengan anak pengidap HIV adalah,
selama asimtomatik, semua jenis vaksin dapat diberikan, termasuk vaksin hidup.
Tetapi bila simtomatik, maka pemberian vaksin polio oral dan BCG sebaiknya
dihindari.
Pengobatan medikamentosa mencakupi pemberian obat-obat profilaksis
infeksi oportunistik yang tingkat morbiditas dan mortalitasnya tinggi. Riset yang
luas telah dilakukan dan menunjukkan kesimpulan rekomendasi pemberian
kotrimoksasol pada penderita HIV yang berusia kurang dari 12 bulan dan
siapapun yang memiliki kadar CD4 < 15% hingga dipastikan bahaya infeksi
pneumonia akibat parasit Pneumocystis jiroveci dihindari. Pemberian Isoniazid
(INH) sebagai profilaksis penyakit TBC pada penderita HIV masih diperdebatkan.
Kalangan yang setuju berpendapat langkah ini bermanfaat untuk menghindari
penyakit TBC yang berat, dan harus dibuktikan dengan metode diagnosis yang
handal. Kalangan yang menolak menganggap bahwa di negara endemis TBC,
kemungkinan infeksi TBC natural sudah terjadi. Langkah diagnosis perlu
dilakukan untuk menetapkan kasus mana yang memerlukan pengobatan dan yang
tidak.

Obat profilaksis lain adalah preparat nistatin untuk antikandida, pirimetamin


untuk toksoplasma, preparat sulfa untuk malaria, dan obat lain yang diberikan
sesuai kondisi klinis yang ditemukan pada penderita. Untuk ini banyak panduan
yang cukup baik dijadikan bahan bacaan.
Pengobatan penting adalah pemberian antiretrovirus atau ARV. Riset
mengenai obat ARV terjadi sangat pesat, meskipun belum ada yang mampu
mengeradikasi virus dalam bentuk DNA proviral pada stadium dorman di sel CD4
memori. Pengobatan infeksi HIV dan AIDS sekarang menggunakan paling tidak 3
kelas anti virus, dengan sasaran molekul virus dimana tidak ada homolog
manusia. Obat pertama ditemukan pada tahun 1990, yaitu Azidothymidine (AZT)
suatu analog nukleosid deoksitimidin yang bekerja pada tahap penghambatan
kerja enzim transkriptase riversi. Bila obat ini digunakan sendiri, secara bermakna
dapat mengurangi kadar RNA HIV plasma selama beberapa bulan atau tahun.
Biasanya progresivitas penyakti HIV tidak dipengaruhi oleh pemakaian AZT,
karena pada jangka panjang virus HIV berevolusi membentuk mutan yang resisten
terhadap obat.
Prinsip dasar dalam pemberian ARV adalah bahwa ARV sampai saat ini
bukan untuk menyembuhkan; bila digunakan dengan benar berhubungan dengan
perbaikan kualitas hidup penderita.Tujuan pengobatan yang ingin dicapai adalah
(1) memperpanjang usia hidup anak yang terinfeksi, (2) mencapai tumbuh dan
kembang yang optimal, (3) menjaga, menguatkan dan memperbaiki sistim imun
dan mengurangi infeksi oportunistik, (4) menekan replikasi virus HIV dan
mencegah progresifitas penyakit, (5) mengurangi morbiditas anak-anak dan
meningkatkan kualitas hidupnya.
Hingga saat ini sudah terdapat lebih kurang 20 jenis obat ARV. Obat-obat
ini pada dasarnya terdiri dari 5 jenis berdasarkan tempat kerjanya, yaitu NRTI
(Nucleoside

Reverse

Transcriptase

Inhibitor),

NNRTI

(Non-Nucleoside

ReverseTranscriptase Inhibitor), PI (protease Inhibitor), Fusion Inhibitor, dan


Anti-Integrase. Pemakaian kombinasi NRTI dengan NNRTI dan PI ini saat ini

dikenal sebagai Highly Active Anti Retroviral Therapy (HAART). Penamaan ini
didasarkan atas peningkatan survival, pengurangan kemungkinan infeksi
oportunistik

dan

komplikasi

lain,

perbaikan

pertumbuhan

dan

fugnsi

neurokognitif dan peningkatan kualitas hidup penderita HIV.


Virus HIV dalam darah diproduksi oleh sel T CD4 + yang terinfeksi dan
sebagian kecil oleh sel lain yang terinfeksi. Terapi obat dikembangkan untuk
menghambat semua produksi HIV yang terdeteksi untuk beberapa tahun.
Penurunan viremia sebagai efek pemberian ARV dibagi dalam 3 fase. Fase
pertama adalah penurunan jumlah virus dalam plasma secara cepat dengan waktu
paruh kurang dari 1 hari. Penurunan ini menunjukkan bahwa virus diproduksi oleh
sel yang hanya hidup sebentar (short-lived) yaitu sel T CD4+ yang merupakan
reservoir utama (93 97% dari seluruh sel T) dan sumber virus.
Fase kedua penurunan HIV plasma dengan waktu paruh 2 minggu menyebabkan
jumlah virus dalam plasma berkurang hingga di bawah ambang deteksi. Hal ini
menunjukkan berkurangnya reservoir virus dalam makrofag.
Fase ketiga yang sangat lambat menunjukkan terdapat penyimpanan virus
di sel T memori yang terinfeksi secara laten. Karena masa hidup yang panjang
dari sel memori, diperlukan berpuluh-puluh tahun untuk menghilangkan reservoir
virus ini.
PROGNOSIS
Prognosis anak-anak pengidap HIV berbeda-beda sesuai stadium klinis
dan terutama persentase CD4 yang dimiliki sebelum mulai terapi ARV. Secara
umum tercapainya stadium ADIS pada anak lebih cepat pada orang dewasa. Bila
pada orang dewasa ada sejumlah pengidap HIV yang dapat tetap sehat dengan
hitung CD4 tetap normal bertahun-tahun lamanya, maka pada anak belum
didapatkan studi kohort dengan hasil yang sebanding. Tetapi memang ditemukan
anak-anak yang hingga usia paling tidak 8 tahun tidak memilki gejala infeksi HIV
dan hitung CD4nya normal, meskipun HIV seropositif. Studi awal menunjukkan

bahwa pada anak-anak yang tetap sehat memiliki produksi antibodi lebih baik dan
aktivitas sel Limfosit sitotoksik terhadap HIV yang lebih baik. Tetapi lebih banyak
anak-anak terinfeksi HIV yang sebelum usia 1 tahun pun sudah memerlukan
terapi ARV. Dengan perkembangan riset obat ARV pada anak dan keberhasilan
pencegahan transmisi dari ibu pengidap HIV ke anaknya, diharapkan angka
keberhasilan hidup anak pengidap HIV lebih tinggi di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Management of HIV Infection and Antiretroviral Therapyin Infants
and Children. A Clinical Manual. Regional office forSouth-East Asia New
Delhi; 2006
2. Staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. 2007. Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta: EGC
3. Merdjani, A., dkk. 2003. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Jakarta :
IDAI

Você também pode gostar