Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
MENINGITIS
ini cuy salah satu tugas yang cukup ngebikin ane sedikit stress, moga ini dapat
dijadikan referensi buat ngerjain tugas biar ga strees kya ane dalam ngerjainnya :v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit infeksi di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan yang utama. Salah
satu penyakit tersebut adalah infeksi susunan saraf pusat. Penyebab infeksi susunan saraf
pusat adalah virus, bakteri atau mikroorganisme lain. Meningitis merupakan penyakit infeksi
dengan angka kematian berkisar antara 18-40% dan angka kecacatan 30-50%.
Bakteri penyebab meningitis ditemukan di seluruh dunia, dengan angka kejadian
penyakit yang bervariasi. Di Indonesia, dilaporkan bahwa Haemophilus influenzae tipe B
ditemukan pada 33% diantara kasus meningitis. Pada penelitian lanjutan, didapatkan 38%
penyebab meningitis pada anak kurang dari 5 tahun. Di Australia pada tahun 1995 meningitis
yang disebabkan Neisseria meningitidis 2,1 kasus per 100.000 populasi, dengan puncaknya
pada usia 0 4 tahun dan 15 19 tahun . Sedangkan kasus meningitis yang disebabkan
Steptococcus pneumoniae angka kejadian pertahun 10 100 per 100.000 populasi pada anak
kurang dari 2 tahun dan diperkirakan ada 3000 kasus per tahun untuk seluruh kelompok usia,
dengan angka kematian pada anak sebesar 15%, retardasi mental 17%, kejang 14% dan
gangguan pendengaran 28%.
Meningitis merupakan peradangan dari meningen yang menyebabkan terjadinya gejala
perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia disertai peningkatan
jumlah leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS). Berdasarkan durasi dari gejalanya,
meningitis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Meningitis akut memberikan manifestasi
klinis dalam rentang jam hingga beberapa hari, sedangkan meningitis kronik memiliki onset
dan durasi berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Pada banyak kasus, gejala klinik
meningitis saling tumpang tindih karena etiologinya sangat bervariasi. Oleh karena itu sangat
diperlukan tenaga kesehatan perawat yang kompeten dalam melakukan asuhan keperawatan
pada anak dengan meningitis.
2.
1.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
2.
Tujuan Khusus
Mahasiswa mengetahui dan mampu memahami konsep dasar penyakit meningitis meliputi:
Definisi meningitis
Etiologi meningitis
Manifestasi klinis meningitis
Patofisiologi meningitis
Komplikasi meningitis
Penatalaksanaan pada meningitis
Mahasiswa mengetahui dan mampu membuat konsep asuhan keperawatan anak dengan
meningitis meliputi:
a. Pengkajian
b. Pemeriksaan penunjang
c. Diagnosa dan intervensi keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Penyakit
A. Definisi
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spiral
column yang menyebabkan proses infeksi pada system saraf pusat. (Suriadi, 2006)
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula
spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur. (NANDA, 2012)
Meningitis merupakan keradangan pada daerah meningen, meningitis itu sendiri terdiri
atas meningitis tuberculosis, yang disebabkan oleh bakteri dan meningitis virus atau disebut
nonpurulen meningitis atau istilahnya disebut aseptic meningitis yang disebabkan oleh virus.
(A. Aziz Alimul Hidayat, 2006)
Meningitis adalah peradangan pada meninges, membran dari otak dan sumsum tulang
belakang. Hal ini paling sering disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, atau jamur), tetapi
juga dapat diproduksi oleh iritasi kimia, perdarahan subarachnoid, kanker dan kondisi
lainnya. (WHO, 2014)
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu
dari mikroorganisme pneumokok, meningokok, stafilokok, streptokok, hemophilus influenza
dan bahan aseptis (virus).
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter, araknoid
dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang
superfisial.
B. Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak,
yaitu :
1. Meningitis purulenta
Meningitis purulenta ada yang disebabkan metastasis infeksi dari tempat lain yang
menyebar melalui darah. Penyebabnya ialah meningokok (Neisseria meningitidisis),
pneumokok (Diplococcus pneumoniae), haemophilus influenzae.Ada pula yang timbul
karena perjalanan radang langsung dari radang tulang tengkorak, mastoiditis misalnya, dari
tromboflebitis atau pada luka tembus kepala.Penyebabnya ialah streptokok, stafilokok,
kadang-kadang pneumokok.Likuor serebrospinal keruh kekuning-kuningan karena
mengandung pus, nanah.Nanah ialah campuran leukosit hidup dan yang mati, jaringan yang
mati dan bakteri.
Pada permulaan gejala awal meningitis purulenta adalah panas, menggigil, nyeri
kepala yang terus menerus, mual dan muntah, hilangnya nafsu makan, kelemahan umum dan
rasa nyeri pada punggung dan sendi, setelah 12-24 jam tibul gambaran klinis meningitis yang
lebih khas yaitu nyeri pada kuduk dan brudzinski. Bila terjadi koma yang dalam, tanda-tanda
selaput otak akan menghilang, penderita takut akan cahaya dan amat peka terhadap
rangsangan, penderita sering gelisah, mudah terangsang dan menunjukkan perubahan mental
seperti bingung, hiperaktif dan halusinasi. Pada keadaan koma yang berat dapat terjadi
herniasi otak sehingga terjadi dilatasi pupil dan koma.
2. Meningitis serosa
Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa.Penyebab lain seperti lues,
virus, Toxoplasma gondhii, Ricketsia.Likuor serebrospinal jernih meskipun mengandung
jumlah sel dan protein yang meninggi.
Meningitis tuberculosa masih sering dijumpai di Indonesia, pada anak dan orang
dewasa.Meningitis tuberculosis terjadi akibat komplikasi penyebab tuberculosis primer,
biasanya dari paru-paru.Meningitis bukan terjadi karena terinfeksi selaput otak langsung
penyebaran hematogen, tetapi biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada
permukaan otak, sumsum tuang belakang atau vertebra yang kemudian pecah ke dalam
rongga arachnoid.
Tuberculosa ini timbul karena penyebaran mycobacterium tuberculosa.Pada meningitis
tuberculosa dapat terjadi pengobatan yang tidak sempurna atau pengobatan yang
terlambat.Dapat terjadi cacat neurologis berupa parase, paralysis sampai deserebrasi,
hydrocephalus akibat sumbatan, reabsorpsi berkuran atau produksi berlebihan dari likuor
serebrospinal.Anak juga bisa menjadi tuli atau buta dan kadang-kadang menderita retardasi
mental.
Gambaran klinik pada penyakit ini mulanya pelan.Terdapat panas yang tidak terlalu
tinggi, nyeri kepala dan nyeri kuduk, terdapat rasa lemah, berat badan yang menurun, nyeri
otot, nyeri punggung, kelainan jiwa seperti halusinasi. Pada pemeriksaan akan dijumpai
tanda-tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk dan brudzinski. Dapat terjadi
hemiparases dan kerusakan syaraf otak yaitu N III, N IV, N VI, N VII, N VIII sampai
akhirnya kesadaran menurun.
Sedangkan berdasarkan etologinya meningitis terbagi atas:
a. Meningitis Bakterial
Meningitis bakterial merupakan karakteristik inflamasi pada seluruh meningen, dimana
organisme masuk kedalam ruang arahnoid dan subarahnoid.
Meningitis bakterial merupakan kondisi emergensi neurologi dengan angka kematian
sekitar 25 %.
Meningitis bacterial adalah suatu peradangan pada selaput otak, ditandai dengan
peningkatan jumlah sel polimorfonuklear dalam cairan serebrospinal dan terbukti adanya
bakteri penyebab infeksi dalam cairan serebrospinal.
Meningitis purulenta adalah radang selaput otak yang menimbulkan eksudasi berupa
pus, disebabkan oleh kuman non spesifik dan nonvirus.
Meningitis bakterial jika cepat dideteksi dan mendapatkan penanganan yang tepat akan
mendapatkan hasil yang baik. Meningitis bakterial sering disebut juga sebagai meningitis
purulen atau meningitis septik.
Bakteri yang dapat mengakibatkan serangan meningitis adalah; Streptococcus
pneuemonia (pneumococcus), Neisseria meningitides, Haemophilus influenza,
(meningococcus), Staphylococcus aureus dan Mycobakterium tuberculosis.
Streptococcus pneumoniae (pneumococcus), bakteri ini penyebab tersering meningitis
akut, dan paling umum menyebabkan meningitis pada bayi ataupun anak-anak. Neisseria
meningitides (meningococcus) bakteri ini merupakan penyebab kedua terbanyak setelah
Streptococcus pneumoniae, Meningitis terjadi akibat adanya infeksi pada saluran nafas
bagian atas yang kemudian bakterinya masuk kedalam peredaran darah.Haemophilus
influenza, Haemophilus influenzae type b (Hib) adalah jenis bakteri yang juga dapat
menyebabkan meningitis.Jenis bakteri ini sebagai penyebab terjadinya infeksi pernafasan
bagian atas, telinga bagian dalam dan sinusitis.Pemberian vaksin (Hib vaksin) telah
membuktikan terjadinya angka penurunan pada kasus meningitis yang disebabkan bakteri
jenis ini.Staphylococcus aureus, Mycobakterium tuberculosis jenis hominis.
Pada orang dewasa, bakteri penyebab tersering adalah Diplococcus pneumonia dan
Neiseria meningitidis, stafilokokus, dan gram negatif.Pada anak-anak bakteri tersering adalah
Hemophylus influenza, Neiseria meningitidis dan Diplococcus pneumonia. (Satyanegara,
2010)
b. Meningitis Virus
Meningitis virus biasanya disebut meningitis aseptik.Sering terjadi akibat lanjutan dari
bermacam-macam penyakit akibat virus, meliputi; measles, mumps, herpes simplek, dan
herpes zoster.
Meningitis virus adalah suatu sindrom infeksi virus susunan saraf pusat yang akut
dengan gejalah rangsang meningeal,pleiositosis dalam likuor serebrospinalis dengan
deferensiasi terutama limfosit,perjalanan penyakit tidak lama dan selflimited tanpa
komplikasi.
Virus penyebab meningitis dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu virus RNA
(ribonuclear acid) dan virus DNA (deoxyribo nucleid acid). Contoh virus RNA adalah
enterovirus (polio), arbovirus (rubella), flavivirus (dengue), mixovirus (influenza, parotitis,
morbili). Sedangkan contoh virus DNA antaa lain virus herpes, dan retrovirus (AIDS).
Meningitis virus biasanya dapat sembuh sendiri dan kembali seperti semula
(penyembuhan secara komplit).
Pada kasus infeksi virus akut, gambaran klinik seperti meningitis akut, meningoensepalitis akut atau ensepalitis akut.Derajat ringan akut meningo-ensepalitis mungkin terjadi
pada banyak infeksi virus akut, biasanya terjadi pada anak-anak, sedangkan pada pasien
dewasa tidak teridentifikasi.
c. Meningitis Jamur
Infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat merupakan penyakit oportunistik
yang pada beberapa keadaan tidak terdiagnosa sehingga penanganannya juga sulit.
Manifestasi infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat dapat berupa meningitis
(paling sering) dan proses desak ruang (abses atau kista).
Angka kematian akibat penyakit ini cukup tinggi yaitu 30-40% dan insidensinya
meningkat seiring dengan pemakaian obat imunosupresif dan penurunan daya tahan tubuh.
Haemophillus influenza
Streptococcus, grup A
Staphylococcus aureus
Escherichia coli
Klebsiella
Proteus
Pseudomonas
b. Virus
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh
sendiri.Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi awal (misalnya sistem
nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar kesistem saraf pusat melalui sistem
vaskuler.Virus : Toxoplasma Gondhi, Ricketsia.
Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus seperti: campak, mumps, herpes
simplek, dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu metabolisme sel sehingga sel
mengalami nekrosis.Jenis lainnya juga mengganggu produksi enzim atau neurotransmitter
yang dapat menyebabkan disfungsi sel dan gangguan neurologic.
c.
d.
e.
f.
1)
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Faktor predisposisi
Jenis kelamin: laki-laki lebih sering dibandingkan wanita.
Faktor maternal
Ruptur membrane fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan.
Faktor Imunologi
Defesiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobin, anak yang mendapat obat imunosupresi.
Faktor resiko terjadinya meningitis :
Infeksi sistemik
Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar secara hematogen sampai ke
selaput otak, misalnya otitis media kronis, mastoiditis, pneumonia, TBC, perikarditis, dll.
Pada meningitis bacterial, infeksi yang disebabkan oleh bakteri terdiri atas faktor pencetus
sebagai berikut diantaranya adalah :
Otitis media
Pneumonia
Sinusitis
Sickle cell anemia
Fraktur cranial, trauma otak
Operasi spinal
Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanya penurunan system kekebalan tubuh
seperti AIDS.
2) Trauma kepala
Bisanya terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis cranii yang
memungkinkan terpaparnya CSF dengan lingkungan luar melalui othorrhea dan rhinorrhea
3) Kelainan anatomis
Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran telinga tengah, operasi
cranium.
D. Manifestasi Klinis
Neonatus : menolak untuk makan, reflex menghisap kurang, muntah atau diare, tonus otot
kurang, kurang gerak, dan menangis lemah.
Anak-anak dan remaja : demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti dengan perubahan
sensori, kejang, mudah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku
agresif atau maniak, stupor, koma, kaku kuduk, opistotonus. Tanda kernig dan brudzinski
positif, reflex fisiologis hiperaktif, ptechiae atau pruritus (menunjukkan adanya infeksi
meningococcal).
Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) : demam, malas makan, muntah, mudah
terstimulasi, kejang, menangis dan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, dan tanda
kernig dan Brudzinsky positif.
E. Patofisiologi
Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu : duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan otak
dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak / mengalir melalui sub arachnoid
dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui
villi arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan subarachnoid.
Organisme (virus / bakteri) yang dapat menyebabkan meningitis, memasuki cairan otak
melalui aliran darah di dalam pembuluh darah otak.Cairan hidung (sekret hidung) atau sekret
telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena
hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar), mikroorganisme yang
masuk dapat berjalan ke cairan otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme
yang patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan
ventrikel. Eksudat yang dibentuk akan menyebar, baik ke kranial maupun ke saraf spinal
yang dapat menyebabkan kemunduran neurologis selanjutnya, dan eksudat ini dapat
menyebabkan sumbatan aliran normal cairan otak dan dapat menyebabkan hydrocephalus.
F. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada anak dengan meningitis, antara lain:
1. Munculnya cairan pada lapisan subdural (efusi subdural). Cairan ini muncul karena adanya
desakan pada intrakranial yang meningkat sehingga memungkinkan lolosnya cairan dari
lapisan otak ke daerah subdural.
2. Peradangan pada daerah ventrikuler ke otak (ventrikulitis). Abses pada meningen dapat
sampai ke jaringan kranial lain baik melalui perembetan langsung maupun hematogen
termasuk ke ventrikuler.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Terapeutik
Isolasi
Terapi antimikroba: antibiotik yang diberikan berdasarkan pada hasil kultur, diberikan
dengan dosis tinggi melalui intravena.
- Mempertahankan hidrasi optimum: mengatasi kekurangan cairan dan mencegah kelebihan
cairan yang dapat menyebabkan edema.
- Mencegah dan mengobati komplikasi: aspirasi efusi subdural (pada bayi), terapi heparin
pada anak yang mengalami DIC,
- Mengontrol kejang: pemberian terapi antiepilepsi
- Mempertahankan ventilasi
- Mengurangi meningkatnya tekanan intra cranial
- Penatalaksanaan syok bacterial
- Mengontrol perubahan suhu lingkungan yang ekstrim
- Memperbaiki anemia
b. Penatalaksanaan Medis
- Antibiotik sesuai jenis agen penyebab
- Steroid untuk mengatasi inflamasi
- Antipiretik untuk mengatasi demam
- Antikonvulsant untuk mencegah kejang
- Neuroprotector untuk menyelamatkan sel-sel otak yang masih bisa dipertahankan
- Pembedahan: seperti dilakukan VP Shunt (Ventrikel Periton).
- Pemberian cairan intravena. Pilihan awal yang bersifat isotonik seperti asering atau ringer
laktat dengan dosis yang dipertimbangkan melalui penurunan berat badan anak atau tingkat
dehidrasi. Ini diberikan karena anak yang menderita meningitis sering datang dengan
penurunan kesadaran karena kekurangan cairan akibat muntah, pengeluaran cairan melalui
proses evaporasi akibat hipertermia dan intake cairan yang kurang akibat kesadaran yang
menurun.
- Pemberian diazepam apabila anak mengalami kejang. Pada dosis awal diberikan diazepam
0,5 mg/Kg BB/kali pemberian secara intravena. Setelah kejang dapat diatasi maka diberikan
fenobarbital dengan dosis awal pada neonatus 30 mg, anak kurang dari 1 tahun 50 mg
sedangkan yang lebih 1 tahun 75 mg. Untuk rumatannya diberikan fenobarbital 8-10 mg/Kg
BB/ dibagi dalam 2 kali pemberian diberikan selama 2 hari. Sedangkan pemberian
c.
-
fenobarbital 2 hari berikutnya dosis diturunkan menjadi 4-5 mg/Kg BB/ dibagi dalam 2 kali
pemberian. Pemberian diazepam selain untuk menurunkan kejang juga diharapkan dapat
menurunkan suhu tubuh karena selain hasil toksik kuman peningkatan suhu tubuh juga
berasal dari kontraksi otot akibat kejang.
Penempatan pada ruangan yang minimal rangsangan seperti rangsangan suara, cahaya dan
rangsangan polusi. Rangsangan yang berlebihan dapat membangkitkan kejang pada anak
karena peningkatan rangsangan depolarisasi neuron yang dapat berlangsung cepat.
Pembebasan jalan nafas denga menghisap lendir melaluisection dan memposisikan anak
pada posisi kepala miring hiperekstensi. Tindakan pembebasan jalan nafas dipadu dengan
pemberian oksigen untuk mensupport kebutuhan metabolisme yang meningkat selain itu
mungkin juga terjadi depresi pusat pernafasan karena peningkatan tekanan intrakranial
sehingga perlu diberikan oksigen bertekanan lebih tinggi yang lebih mudah masuk ke saluran
pernafasan. Pemberian oksigen pada anak dengan meningitis dianjurkan konsentrasi yang
masuk bisa tinggi melalui masker oksigen.
Pemberian antibiotik yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab. Antibiotik yang sering
dipakai adalah ampisillin dengan dosis 300-400mg/KgBB dibagi dalam 6 dosis pemberian
secara intrevena dikombinasikan dengan kloramfenikol 50 mg/KgBB dibagi dalam 4 dosis
pemberian. Pemberian antibiotik ini yang paling rasional melalui kultur dari pembelian cairan
serebrospinal melaluilumbal fungtio.
Penatalaksanaan di Rumah:
Tempatkan anak pada ruangan dengan sirkulasi udara baik, tidak terlalu panas dan tidak
terlalu lembab. Sirkulasi udara yang baik berfungsi mensupport penyediaan oksigen
lingkungan yang cukup karena anakyang menderita demam terjadi peningkatan metabolisme
aerobik yang praktis membutuhkan masukan oksigen yang cukup. Selain itu ruangan yang
cukup oksigen juga berfungsi menjaga fungsi saluran pernafasan dapat berfungsi dengan
baik. Adapun lingkunganyang panas selain mempersulit perpindahan panas anak ke
lingkungan juga dapat terjadi sebaliknya kadang anak yang justru menerima paparan sinar
dari lingkungan.
Tempatkan anak pada tempat tidur yang rata dan lunak dengan posisi kepala miring
hiperektensi. Posisi ini diharapkan dapat menghindari tertekuknya jalan nafas sehingga
mengganggu masuknya oksigen ke saluran pernafasan.
Berikan kompres hangat pada anak untuk membantu menurunkan demam. Kompres ini
berfungsi memindahan panas anak melalui proses konduksi. Perpindahan panas anak biar
dapat lebih efektif dipadukan dengan pemberian pakaian yang tipis sehingga panas tubuh
anak mudah berpindah ke lingkungan.
Berikan anak obat turun panas (dosis disesuaikan dengan umur anak). Untuk patokan umum
dosis dapat diberikan anak dengan usia sampai 1 tahun 60 120 mg, 1-5 tahun 120-150 mg,
5 tahun ke atas 250-500 mg yang diberikan rata-rata 3 kali sehari.
Anak diberikan minum yang cukup dan hangat dengan patokan rata-rata kebutuhan 30-40
cc/KgBB/hari. Cairan ini selain secara volume untuk mengganti cairan yang hilang karena
peningkatan suhu tubuh juga berfungsi untuk menjaga kelangsungan fungsi sel tubuhyang
sebagian besar komposisinya adalah unsur cairan. Sedangkan minuman hangat dapat
membantu mengencerkan sekret yang kental pada saluran pernafasan.
B. Pemeriksaan Penunjang
Lumbal Pungsi:
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan protein, cairan
serebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK.
Meningitis bacterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan protein
meningkat, glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri.
Glukosa & dan LDH : meningkat.
LED/ESRD: meningkat.
CT Scan/MRI: melihat lokasi lesi, ukuran ventrikel, hematom, hemoragik.
Rontgent kepala: mengindikasikan infeksi intrakranial.
Kultur Darah
Kultur Swab Hidung dan Tenggorokan
B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
Tujuan :
- Pasien kembali pada keadaan status neurologis sebelum sakit
- Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris
Kriteria hasil
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Rasa sakit kepala berkurang
- Kesadaran meningkat
- Adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-tanda tekanan intrakranial
yang meningkat.
INTERVENSI
RASIONALISASI
Pasien bed rest total dengan posisi Perubahan pada tekanan intakranial
tidur terlentang tanpa bantal
akan dapat meyebabkan resiko untuk
terjadinya herniasi otak
Monitor
tanda-tanda
status Dapat mengurangi kerusakan otak lebih
neurologis dengan GCS.
lanjt
Monitor tanda-tanda vital seperti Pada keadaan normal autoregulasi
TD, Nadi, Suhu, Resoirasi dan hati- mempertahankan keadaan tekanan
hati pada hipertensi sistolik
darah
sistemik
berubah
secara
RASIONALISASI
Mandiri
Pantau berat ringan nyeri yang Mengetahui tingkat
dirasakan dengan menggunakan dirasakansehingga
skala nyeri
pemberian intervensi
Pantau saat muncul awitan nyeri
nyeri yang
memudahkan
Usahakan membuat
yang aman dan tenang
3. Resiko terjadinya injuri sehubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan
penurunan tingkat kesadaran
Tujuan:
- Pasien bebas dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran
INTERVENSI
RASIONALISASI
Independent
monitor kejang pada tangan, kaki, Gambaran tribalitas sistem saraf pusat
mulut dan otot-otot muka lainnya
memerlukan evaluasi yang sesuai
dengan intervensi yang tepat untuk
mencegah terjadinya komplikasi.
Persiapkan lingkungan yang aman Melindungi pasien bila kejang terjadi
seperti batasan ranjang, papan
pengaman, dan alat suction selalu
berada dekat pasien.
Pertahankan bedrest total selama fae Mengurangi resiko jatuh / terluka jika
akut
vertigo, sincope, dan ataksia terjadi
Kolaborasi
Tujuan:
Suhu tubuh klien menurun dan kembali normal.
Kriteria hasil:
RASIONALISASI
suhu 38,9 41,1 menunjukkan proses
penyakit infeksius
RASIONALISASI
Tingkat kesadaran sensorik yang buruk
dapat meningkatkan resiko terjadinya
injury
Penurunan reflek menandakan adanya
kerusakan
syaraf
dan
dapat
berpengaruh terhadap keamanan pasien
Menurunkan stimulan dari lingkungan
Dapat membantu memudahkan pasien
dalam
berkomunikasi
dan
meningkatkan pemahaman anak
6. Resiko (penyebaran) infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan terhadap infeksi
Tujuan:
- Anak akan mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa penyebaran infeksi endogen
atau keterlibatan dengan orang lain
INTERVENSI
Pertahankan teknik aseptic dan cuci
tangan baik pasien, pengunjung
maupun staf
RASIONALISASI
Menurunkan pasien terkena infeksi
sekunder. Mengontrol penyebaran
infeksi, mencegah pemajanan pada
individu terinfeksi (mis: individu yang
mengalami infeksi saluran pernafasan
atas)
Terapi obat akan diberikan secara terus
menerus selama lebih dari 5 hari
setelah suhu turun (kembali normal)
dan tanda-tanda klinisnya jelas.
Timbulnya
tanda
klinis
terus
merupakan indikasi perkembangan dari
meningokosemia akut yang dapat
bertahan sampai dengan bermingguminggu
atau
berbulan-bulan atau
penyebaran
pathogen
secara
hematogen/sepsis
Mobilisasi secret dan meningkatkan
kelancaran
secret
yang
akan
menurunkan
resiko
terjadinya
komplikasi terhadap pernafasan
Urine statis, dehidrasi dan kelemahan
umum meningkatkan resiko terhadap
infeksi kandung kemih/ginjal/awitan
sepsis
Obat yang dipilih tergantung infeksi
dan sensitifitas individu.
Catatan: obat cranial mungkin
diindikasikan untuk basillus gram
negative, jamur, amoeba
7. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah
Tujuan:
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada anak tidak
terjadi
Kriteria Hasil:
- Masukan nutrisi adekuat
- Tidak mengalami penurunan BB
INTERVENSI
RASIONALISASI
Meningkatkan
terhadap diri
kemandirian
perasaan
control
dan meningkatkan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Meningitis merupakan peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan
spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat. Yang disebabkan
oleh bakteri, virus, faktor maternal dan faktor imunologi. Berdasarkan perubahan yang terjadi
pada cairan otak adalah meningitis serosa dan meningitis purulenta, sedangkan berdasarkan
etiologinya meningitis dibedakan atas meningitis bakteri, meningitis virus dan meningitis
jamur. Meningitis purulent adalah adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang
meliputi otak dan medula spinalis dan Meningitis serosa ( bakteri ) merupakan peradangan
yang disebabkan oleh organisme pada bakteri seperti meningococcus, staphylococcus,
Baccilus influenza, Baccilus tubercula, Neiserria meningitides, sreptococus pnemoniae (pada
dewasa), haimopilus influenza (pada anak-anak dan remaja).
3.2 Saran
1. Tenaga kesehatan
Sebagai tim kesehatan agar lebih bisa meningkatkan pengetahuan tentang meningitis dan
problem solving yang efektif dan juga sebaiknya kita memberikan informasi atau health
education mengenai meningitis kepada para orang tua anak yang paling utama.
2. Masyarakat
Masyarakat sebaiknya mengindari hal-hal yang dapat memicu terjadinya meningitis dan
meningkatkan pola hidup yang sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1989. Perawatan Bayi dan Anak.Jakarta: Depkes RI Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak.Jakarta: Salemba Medika
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Riyadi,Sujono.2010. Asuhan Keperawatan pada Anak Sakit.Yogyakarta: Gosyen Publising
Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed.8.
Jakarta:
EGC
dalam http://askep-asuhankeperawatan.blogspot.com/2009/08/askepmeningitis.htmldiakses pada 1 Mei 2014
Suriadi, Rita Yuliani. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: PT. Penerbitan Penebar
Swadaya
Tucker, Susan Martin et al. 1998. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And
Outcome.Ed. 5. Jakarta: EGC dalamhttp://askepasuhankeperawatan.blogspot.com/2009/08/askep-meningitis.html diakses pada 1 Mei 2014
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinik Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC