Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Editor:
Premana W. Premadi
Dhani Herdiwijaya
Kiki Vierdayanti
PROSIDINGS
SEMINAR PENDIDIKAN ASTRONOMI
Editor:
Premana W. Premadi
Dhani Herdiwijaya
Kiki Vierdayanti
Daftar Isi
Kata Pengantar
Dedikasi
Daftar Peserta
Jadwal Acara Seminar
Dokumentasi
Editorial
Artikel Pembicara Undangan
Sesi 1
Astronomy for Development
Kevin Govender
i
iii
v
viii
x
1
5
Sesi 2
Sejarah Pendidikan Tinggi Astronomi di Indonesia
Suhardja D. Wiramihardja
Pendidikan Tinggi Astronomi di Indonesia Tahun 2001 2011
Mahasena Putra
Extending Astronomical Education by Astronomy Olympiad Activities
Chatief Kunjaya
13
19
25
Sesi 3
Geliat Astronomi di Kampus Bumi Siliwangi
Judhistira Aria Utama
Perkembangan Pendidikan Astronomi di SMA
Mariano Nathanael
Pendidikan Astronomi dalam Kurikulum Sekolah
Wasis, Mikrajuddin Abdulah
Program-program DIKTI untuk Mendukung Pengembangan Pendidikan
Astronomi di Indonesia
Biemo Soemardi
Penyelenggaraan Pendidikan Astronomi pada Jurusan Pendidikan Fisika
FPMIPA UPI
Andi Suhandi
Artikel Peserta
Inisiasi Kegiatan Astronomi di Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) SMAN 1
Banjarmasin
Prahesti Husnindriani, Anita R. Audina, Fuji Hidjriyati, Muji Lestari,
Budi Dermawan, Hakim L. Malasan
Astronomi di Sekolahku
Mahdi Nurianto Ahmad
Perlukah Astronomi Masuk Kurikulum Sekolah?
Slamet M. Tohar
Pendidikan Astronomi sebagai Sains
Soekiyah Permani, Premana W. Premadi
31
35
39
43
47
51
53
55
57
59
Penutup
Laporan Diskusi
Kiki Vierdayanti, Soekiyah Permani
Concluding Remarks
Dhani Herdiwijaya
Lampiran
Ucapan Terimakasih
61
63
65
67
69
71
73
75
77
87
Kata Pengantar
Seminar Pendidikan Astronomi yang dilaksanakan di Aula Barat Institut Teknologi
Bandung, pada 26 Oktober 2011, merupakan salah satu acara dari rangkaian acara
Peringatan 60 Tahun Pendidikan Tinggi Astronomi di Indonesia. Tema seminar ini
adalah Astronomi untuk Indonesia: Menuju Terbentuknya Jaringan Pendidikan
Astronomi di Indonesia.
Hingga saat ini Program Studi Astronomi Institut Teknologi Bandung (disingkat ASITB) masih merupakan satu-satunya penyelenggara pendidikan tinggi formal untuk ilmu
astronomi di Indonesia. Sesuai sifat ilmu astronomi yang universal, AS-ITB dirancang
untuk mempersiapkan lulusan yang dapat mengembangkan ilmu astronomi baik dalam
bidang pendidikan, penelitian, maupun komunikasi astronomi baik di dalam maupun di
luar negeri. Oleh karena itu, AS-ITB berusaha untuk dapat mengikuti perkembangan
ilmu dan teknologi astronomi yang semakin pesat di dunia dewasa ini. Ironisnya, di
lingkungan sekolah dasar dan menengah di Indonesia, ilmu astronomi masih dipandang
sebagai ilmu alam terapan atau bagian dari ilmu Fisika dan/atau Geografi. Akibatnya,
para lulusan SMA tidak memiliki bekal dasar dan minat pada astronomi sebaik mereka
menguasai ilmu dasar lainnya. Paradigma ini menimbulkan masalah tersendiri bagi ASITB yang memerlukan input mahasiswa dengan kompetensi dasar dan minat pada ilmu
astronomi yang memadai. Terlepas dari masalah AS-ITB, paradigma bahwa ilmu
astronomi bukan ilmu alam dasar yang wajib adalah tidak tepat dan perlu diperbaiki,
dan ini menjadi tanggung jawab tambahan bagi AS-ITB.
Upaya perubahan paradigma tersebut tentu saja tidak dapat dilakukan oleh AS-ITB
sendiri. Kerjasama dengan pihak-pihak yang berwenang yang berhubungan langsung
dengan pendidikan di tingkat sekolah dasar dan menengah serta pihak-pihak sekolah itu
sendiri perlu dikembangkan. Pendekatan dengan pihak sekolah sudah mulai dilakukan
dengan menumbuhkan ketertarikan siswa pada ilmu astronomi melalui kegiatan
olimpiade bidang astronomi, baik nasional maupun internasional. Beberapa mahasiswa
AS-ITB juga dijaring melalui kegiatan olimpiade ini. Kendala terbesar adalah
kurangnya sumber daya sekolah untuk memberikan kompetensi dasar astronomi. Oleh
karena itu, AS-ITB juga perlu berupaya menyuarakan kebutuhan guru berkompetensi
astronomi kepada pihak terkait seperti universitas penyelenggara ilmu kependidikan
sebagai pencetak guru-guru. Upaya ini kurang efektif bila astronomi tidak dipandang
perlu di dalam kurikulum sekolah. Oleh karena itu, upaya pendekatan kepada Badan
Standar Nasional Pendidikan maupun Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan harus
dilakukan.
Selain pendekatan kepada pihak-pihak tersebut, budaya berpikir masyarakat perlu juga
untuk diperbaiki secara perlahan-lahan melalui kegiatan-kegiatan popularisasi
i
ii
DEDIKASI
Seminar Pendidikan Astronomi 2011 dalam rangka Peringatan 60 Tahun Pendidikan
Tinggi Astronomi di Indonesia didedikasikan kepada:
dan
atas dedikasi dalam melaksanakan tugas sebagai staf pengajar pada Program Studi
Astronomi dan peneliti pada KK Astronomi, FMIPA, Institut Teknologi Bandung.
Selamat memasuki masa purna bakti.
iii
iv
DAFTAR PESERTA
Nama
Achmad Lutfi
Adeline Florenz
Adey Tanauma
Ai Rubaiah
Aldino Adry Baskoro
Allisa Duhita A.
Andi Suhandi
Andika Bagus Priambodo
Anida Nurafifah
Annisa Novia Indra P.
Aprilia
Asikin
Asriza
Avianto W. N.
Avivah Yamani
Awalluddin
Ayub Siregar
Azis Taz Sunjaya
Biema Soemardi
Bubun Widarta
Budi Dermawan
Cahyo Puji Asmoro
Chatief Kunjaya
Daniel Budiman
Dessy Eprilya
Dhani Herdiwijaya
Dhimaz Gilang R.
Dmirza Pahlavi Al Amamu
Eddy Susianto
Eko Wiyando Putra
Emanuel Sungging M.
Endang Soegiartini
Erma Emilia
Febrie Azis
Ferry M. Simatupang
Fitria Yulianti
Fransisca S. W.
Gabriela Kezia Haans
Hakim L. Malasan
Hanzel Zaki Alexander
Hasanah Pratiwi Seroja
I Putu Wira Hadiputrawan
I'ah F. Imaniah
Ichsan Ibrahim
Indra Firdaus
Instansi
FMIPA UNESA
SDN Nilem III
Jurusan Fisika FMIPA UNSRAT
SMAN 22 Bandung
Sekolah Alam
Astronomi ITB
Universitas Pendidikan Indonesia
Astronomi - Institut Teknologi Bandung
UNJ
Astronomi ITB
Astronomi ITB
SMAN 17 Bandung
Himpunan Astronomi Amatir Jakarta
Alumni Astronomi ITB
langitselatan
UPTD. Graha Teknologi Sriwijaya
UPTD. Graha Teknologi Sriwijaya
Himpunan Astronomi Amatir Jakarta
Teknik Sipil ITB
SBM-MBACCE- ITB
Astronomi, FMIPA-ITB
CAKRAWALA UPI
Astronomi ITB
Astronomi ITB
Himpunan Astronomi Amatir Jakarta
Astronomi ITB
Astronomi ITB
Himpunan Astronomi Amatir Jakarta
PPPPTK IPA Bandung
Astronomi ITB
Astronomi ITB
Astronomi ITB
UPTD. Graha Teknologi Sriwijaya
Astronomi ITB
Astronomi ITB
UPTD. Graha Teknologi Sriwijaya
SMAN 12 Bandung
Astronomi ITB
Astronomi ITB
SDN Nilem III
SMP Negeri 10 Cimahi
Astronomi ITB
Astronomi ITB
Astronomi ITB
Himpunan Astronomi Amatir Jakarta
Indrawan
Intan Tatik
Iratius Radiman
Jaha Herwandi
Janette Suherli
Jannus Berlin Hotmanson Malau
Janu Eko Herwanto
Judhistira Aria Utama
Karel A. van der Hucht
Karyawan
Kevin Govender
Kiki Vierdayanti
Lilies Herni
Lita Lestari Utami
M. Ikbal Arifyanto
M. Tajudin
Mahasena Putra
Mahdi Nurianto Ahmad
Mariano Nathanael
Mikrajuddin Abdullah
Moedji Raharto
Muhamad Iqwal
Muhamad Zamzam Nurzaman
Muhammad Rayhan
Mutoha Arkanuddin
Norma Yunita
Nur Hasanah
Omar Sharif
Prahesti Husnindriani
Premana W. Premadi
Priyadi
Puji Irawati
Ramadhani Putri Ayu
Rameli Agam
Ratnaningsih
Reza Primawan Hudrita
Rezky Putra
Rhorom P.
Ridlo W. W.
Rika Rahida
Rinawati
Rinto Anugraha NQZ
Riries Rulaningtyas
Roni Firmansyah M.
Ronny Syamara
Rukman Nugraha
Ryandhika Rukmana
Saeful Akhyar
vi
Saleh Tulhayat
Sarlon Hutagaol
Siti Bunga F.
Siti Mulyati
Slamet MT
Soekiyah Permani
Sri Wahyuningsih
Suhardja D. Wiramihardja
Sulfiyanti
Taufiq Hidayat
Titania Virginiflosia
Vina Rieza Rahmawaty
Wahria
Wasis
Widya Sawitar
Yayan Rosendi
Yayan Sugianto
Yolanda Ghea
Yusuf Pangsibidang
SMPN 8 Purwakarta
SMP Negeri 10 Cimahi
STT Tekstil Bandung
SMAN 21 Bandung
Jur. Pendidikan Fisika FMIPA-UNY
Astronomi ITB
SMA Negeri 1 Rembang
Astronomi ITB
Himpunan Astronomi Amatir Jakarta
Astronomi ITB
Astronomi ITB
Himpunan Astronomi Amatir Jakarta
SMAN 1 Bandung
BSNP/UNESA
Planetarium Jakarta
SMAN 17 Bandung
Astronomi ITB
Astronomi ITB
SMAK Barana Sulawesi Selatan
vii
Jadwal Acara
No
Waktu
Pembicara
08.00 08.10
Pembukaan (laporan
penyelenggara)
08.10 08.20
Prof.Akhmaloka, Ph.D.
Keterangan
(Rektor ITB)
3
08.20 08.25
Disampaikan oleh
Rektor ITB
08.25 08.30
Disampaikan oleh
Dekan FMIPA
08.30 09.30
International Astronomy
Union [IAU] (Dr. Kevin
Govender: Director IAU
Global Office of
Astronomy for
Development)
50 menit presentasi
+ 10 menit tanyajawab
09.30 10.00
10.00 10.30
30 menit presentasi
tanpa tanya jawab
10.30 11.00
20 menit presentasi
+ 10 menit tanyajawab
11.00 11.30
20 menit presentasi
+ 10 menit tanyajawab
10
11.30 12.00
Extending Astronomical
Education by Astronomy
Olympiad Activities
20 menit presentasi
+ 10 menit tanyajawab
11
12.00 13.30
12
13.30 13.50
Coffee Break
Ishoma
Geliat Astronomi di Kampus
Bumi Siliwangi
viii
20 menit presentasi
+ tanya-jawab
Pendidikan Indonesia)
13
13.50 14.10
Perkembangan Pendidikan
Astronomi di SMA
Mariano Nathanael, S.
Si.(SMAN 2 Bandung)
20 menit presentasi
+ tanya-jawab
14
14.10 14.40
@10 menit
presentasi + 10
menit tanya-jawab
14.40 15.10
20 menit presentasi
+ 10 menit tanyajawab
16
15.10 15.40
Penyelenggaraan Pendidikan
Astronomi pada Jurusan
Pendidikan Fisika FPMIPA UPI
20 menit presentasi
+ 10 menit tanyajawab
17
15.40 15.50
18
15.50 16.50
19
16.50 17.00
Concluding Remarks
20
17.00 17.15
Penutupan
21
17.15 17.30
Coffee Break
Foto Bersama
ix
Bentuk: 60 menit
diskusi +tanyajawab yang terbuka
untuk seluruh
peserta
DOKUMENTASI
Prof. Akhmaloka, PhD (Rektor ITB) memberikan sambutan sekaligus membuka acara Seminar
Pendidikan Astronomi
Dr. Karel A. van der Hucht (Leids-Kerkhoven-Bosscha Fonds) memberikan sambutan atas
penghargaan yang diberikan oleh Rektor ITB atas perannya dalam mendukung Astronomi di
Indonesia selama lebih dari 30 tahun
xi
xii
xiii
EDITORIAL
Peringatan 60 tahun Pendidikan Tinggi Astronomi di Indonesia merupakan momen yang sangat
penting bagi Program Studi dan KK Astronomi ITB (disingkat AS-ITB) yang merupakan tempat
lahir dan berkembangnya pendidikan tinggi Astronomi di Indonesia. Sepuluh tahun yang lalu, pada
peringatan 50 tahun, sejarah dan awal mula perkembangan Astronomi di Indonesia telah digali dan
disarikan dalam buku kenangan yang terbit pada tahun 2001. Sejarah berharga ini menawarkan
refleksi yang sangat penting untuk membangun pondasi kokoh bagi perkembangan Astronomi
Indonesia saat ini.
Hingga saat ini AS-ITB, sebagai satu-satunya penyelenggara pendidikan tinggi Astronomi di
Indonesia, masih menjadi motor pendidikan Astronomi di kawasan regional Asia Tenggara. ASITB juga berperan aktif dalam kegiatan internasional misalnya dalam konferensi ilmiah, juga dalam
kerjasama dengan berbagai instansi internasional melalui pengiriman mahasiswa untuk melanjutkan
studi serta mengikuti summer school, maupun kunjungan dan kerjasama riset. AS-ITB juga turut
berperan dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh International Astronomical Union (IAU), yang
merupakan wadah Astronomi internasional. Peran AS-ITB tidak terlepas dari peran Observatorium
Bosscha yang telah berdiri sejak tahun 1923. Observatorium Bosscha yang awalnya hanya dikenal
sebagai sebuah laboratorium tempat aktivitas penelitian Astronomi di Indonesia dilaksanakan, sejak
6 dekade lalu juga aktif dalam pendidikan tinggi Astronomi dan mendekatkan Astronomi ke
masyarakat luas.
Kendala mulai dirasakan ketika beban tugas semakin meningkat sementara sumber daya manusia
praktis tidak banyak berubah. AS-ITB sebagai salah satu penyelenggara program studi di perguruan
tinggi tentu saja memiliki tiga tanggung jawab utama, yaitu pendidikan program sarjana, magister
maupun doktor, penelitian dan pengabdian masyarakat. Meningkatnya minat masyarakat terhadap
Astronomi sepuluh tahun terakhir ini jelas merupakan berkah yang berlimpah bagi kelangsungan
AS-ITB, yaitu misalnya dengan bertambahnya jumlah mahasiswa AS-ITB. Namun, peningkatan
animo masyarakat tidak terbatas pada kalangan calon-calon mahasiswa tetapi juga masyarakat
umum dengan rentang usia dan rentang wilayah yang sangat luas. Peningkatan animo tersebut boleh
dibilang jauh melebihi harapan sehingga timbul kendala akibat masih kurangnya kesiapan AS-ITB
dalam mewadahi minat masyarakat tersebut. Tentu saja, dalam hal ini AS-ITB membutuhkan
kerjasama dengan berbagai pihak terkait, misalnya dengan pihak sekolah dasar hingga menengah di
jalur pendidikan formal.
Sejak tahun 2003, AS-ITB turut berperan dalam kegiatan olimpiade Astronomi internasional yang
diperuntukkan bagi siswa-siswi sekolah menengah. Sejak saat itu, pembinaan ilmu Astronomi di
lingkungan sekolah mulai berkembang. Prestasi membanggakan yang diraih para siswa-siswi
indonesia di ajang internasional memotivasi terselenggaranya olimpiade Astronomi di tingkat
1
nasional hingga akhirnya Astronomi menjadi salah satu cabang di olimpiade sains nasional (OSN).
Dengan adanya OSN, seleksi untuk ajang olimpiade Astronomi internasional menjadi lebih
terorganisasi. Namun, maraknya aktivitas olimpiade Astronomi di Indonesia juga menumbuhkan
kebutuhan akan tenaga pembina ilmu Astronomi di tingkat sekolah menengah di seluruh Indonesia
yang ternyata tidak mudah untuk dipenuhi. Hal ini sangat ironis, karena Astronomi Indonesia yang
merupakan motor di kawasan regional Asia Tenggara dan berperan aktif di kancah internasional,
ternyata memiliki persoalan besar di tingkat nasional. Tantangan ini memotivasi AS-ITB untuk
memanfaatkan momentum peringatan 60 tahun ini untuk mengajak semua pihak membenahi
pendidikan Astronomi di tingkat nasional, baik dalam tingkat dasar, menengah maupun di level
perguruan tinggi. Salah satu langkah yang harus segera diambil saat ini adalah membangun
komunikasi serta jaringan pendidikan Astronomi di Indonesia. Konteks pendidikan di sini tidak
hanya berupa pendidikan formal di bangku sekolah maupun perguruan tinggi, tetapi juga pendidikan
non formal, yaitu segala bentuk kegiatan yang bertujuan untuk mencerdaskan bangsa Indonesia.
Keilmuan Astronomi telah lama dikenal di bumi nusantara dan salah satunya terwujud dalam
pembangunan candi-candi dengan legenda, yaitu Candi Borobudur dan Candi Prambanan.
Kemudian waktu mengubah sifat eksklusif yang mungkin hanya diketahui lingkar dalam pengaruh
kerajaan menjadi keperluan hajat orang awam, misalkan penentuan awal puasa Ramadan untuk
kalangan umat Muslim. Kelahiran Observatorium Bosscha tahun 1923 seolah menjadi pilar atau
pijakan baru untuk memasyarakatkan Astronomi. Institusi pendidikan tinggi Astronomi di Institut
Teknologi Bandung merupakan pijakan baru yang berdiri hampir tiga dasa warsa kemudian.
Astronomi secara keilmuan mengajarkan kita cara berpikir saintifik. Data dikumpulkan dan dapat
dipertanggungjawabkan, analisa dilakukan, kesimpulan diambil, dapat diuji dan harus terbuka untuk
dikembangkan, karena sains selalu bersifat progresif sesuai kemajuan daya pikir manusia. Bahkan
beberapa teori fisikapun didapatkan dari pengamatan Astronomi, dengan cara mengamati perilaku
benda langit dalam selang waktu yang sangat panjang. Teori gerak planet Kepler dan kemudiaan
teori gravitasi Newton diturunkan dari hasil pengamatan seperti ini. Oleh karena itu ilmu Astronomi
sangat baik diajarkan pada generasi muda, karena dapat membangun jiwa muda yang bertanggung
jawab dan jujur.
Dalam tingkatan sekolah menengah diberlakukan Kurikulum 2004 (KTSP) yang masih dipakai
sampai sekarang. Pelajaran Astronomi yang berakar kuat dengan pelajaran Fisika justru tidak lagi
berada dalam pelajaran Fisika, tetapi ada di pelajaran Geografi kelas X. Kompetensi Dasar minimal
(KD) yang dikehendaki adalah mendeskripsikan tata surya dan jagat raya. Dualisme penanggungjawab pelajaran Astronomi memberi dampak kepada guru-guru pengajar Astronomi, yaitu
pengajaran Astronomi yang terjadi di kelas menjadi berkurang kedalaman materinya ketika
disampaikan. Hal ini disebabkan penguasaan materi Astronomi di kalangan guru fisika dan guru
geografi pada umumnya masih sangat minim.
Di sisi lain, setiap tahun ajang kompetisi Olimpiade Sains Nasional selalu menuntut peserta didik
menguasai ilmu Astronomi, baik teori maupun praktek, cukup mendalam supaya dapat bersaing
dengan propinsi lain bahkan negara lain di tingkat dunia. Dengan melihat kenyataan yang terjadi di
sekolah ini, hanya segelintir siswa yang memiliki sarana yang tepat, pembina yang handal atau
situasi yang mendukung (termasuk motivasi yang kuat) yang dapat berkompetisi dengan baik sejak
dari tingkat Kota/Kabupaten sampai tingkat nasional. Artinya kesempatan berkompetisi di ajang
OSN Astronomi tidaklah sama untuk seluruh siswa SMA di Indonesia karena tidak meratanya
pengetahuan dan sarana pendukung pengetahuan keAstronomian di SMA seluruh Indonesia.
Jadi berbicara tentang penyelenggaraan pendidikan Astronomi di sekolah menengah sampai sekolah
dasar tidak terlepas dari kurikulum dan penyiapan atau pembinaan guru. Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI) di Bandung berusaha untuk membekali para lulusan dengan pengetahuan dan
pemahaman tentang ilmu Astronomi, agar kelak mereka dapat menunaikan tugasnya dengan baik
manakala membahas materi Astronomi. Tetapi lebih dari itu ada pemikiran bahwa ada atau tidak ada
materi Astronomi di mata pelajaran fisika, mestinya kajian bidang Astronomi tetap harus diadakan
dalam kurikulum pendidikan fisika, karena rasanya kurang lengkap jika yang berukuran mikro
seperti atom dan interaksinya dibahas dengan cukup luas tetapi yang skalanya makro yaitu tentang
galaksi, tata surya dan jagat raya tidak dibahas, padahal hukum-hukum fisika berlaku umum,
termasuk dalam interaksi-interaksi antar benda-benda penyusun jagat raya. Dengan demikian para
guru memiliki wawasan yang lengkap dan setiap saat dapat menjelaskan berbagai kejadian di jagat
raya melalui proses analisis fisis.
Upaya perbaikan kurikulum yang mencakup pelajaran Astronomi telah dilakukan oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan. Pembelajaran materi Astronomi dalam kurikulum sekolah telah
berevolusi dengan berbagai model, antara lain menjadi pelajaran tersendiri, masuk ke dalam mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa (IPBA), dan menjadi bagian mata pelajaran IPAFisika. Dalam draft penyempurnaan Standar Isi edisi terbaru, materi Astronomi menjadi bagian mata
pelajaran IPA. Materi Astronomi tersebut pada tingkat SD/MI dikemas dalam topik Bumi dan Alam
Semesta dan disajikan secara spiral; untuk SMP/MTs dikemas dalam topik Tata Surya dan disajikan
secara blok pada semester 2 kelas IX; dan diintegrasikan dalam mata pelajaran Fisika sebagai aspek
terapan pada tingkat SMA/MA.
Banyaknya artikel yang muncul dalam media publik (cetak maupun elektronik) tentang beragam
objek maupun fenomena Astronomis dapat dijadikan indikator bahwa Astronomi termasuk cabang
sains yang paling populer. Walaupun demikian, bagaimana cara berpikir saintifik yang dapat
diperkenalkan oleh Astronomi belum banyak mengena dalam kultur berpikir masyarakat dunia,
termasuk masyarakat Indonesia.
Di Indonesia sendiri Astronomi masih lebih banyak dipersepsi sebagai ilmu pengetahuan alam
ekstra (seperti hidangan penutup yang manis, yang menyenangkan jika ada tapi tak membuat orang
kekurangan gizi jika tak tersedia), bukannya ilmu pengetahuan alam dasar. Oleh karena itu amat
jarang ditemukan Astronomi mendapatkan tempat dalam kurikulum sebagai ilmu alam dasar sejajar
dengan fisika, kimia, dan biologi dalam jalur pendidikan formal. Yang dimaksud dengan kurikulum
di sini adalah kurikulum dalam arti luas, yakni alokasi, persiapan substansi dan perangkat ajar
termasuk perangkat evaluasi, dan tentu saja persiapan pengajarnya.
Kesenangan masyarakat akan Astronomi membuka peluang untuk jalur pendidikan informal
diciptakan dan dikembangkan, dan dalam banyak aspek telah dapat mengkompensasi rendahnya
eksistensi Astronomi pada jalur pendidikan formal. Institusi-institusi yang relevan dengan
Astronomi seperti Observatorium Bosscha dan LAPAN menyediakan program pendidikan publik
yang terorganisir dengan baik; Planetarium Jakarta telah puluhan tahun diandalkan sebagai tempat
publik menjadi aware tentang alam raya; serta berbagai establishment baru yang bermunculan untuk
berkarya dalam pendidikan Astronomi untuk publik. Banyak sekolah, terutama di kota-kota besar,
menyelenggarakan kegiatan ekstrakurikuler yang memasukkan Astronomi dalam agendanya.
Kegiatan ekstrakurikuler ini mendapatkan banyak dukungan dari forum-forum keastronomian
seperti Himpunan Astronomi Amatir Jakarta, Himpunan Mahasiswa Astronomi Institut Teknologi
Bandung, LangitSelatan, dan Universe Awareness. Forum-forum ini juga bergerak dalam lapangan
pendidikan yang independen terhadap kurikulum, dan acapkali ini lebih dapat diterima dengan
meluas, menembus berbagai lapisan artifisial masyarakat. Belakangan ini LIPI pun menyediakan
agenda dan pos dalam strukturnya untuk menopang kegiatan ekstrakurikuler sains. Selain itu,
terdapat juga pusat-pusat peraga ilmu pengetahuan dan teknologi (puspitek), misalnya Graha
Teknologi Sriwijaya di Palembang yang memiliki perhatian besar terhadap popularisasi Astronomi
di Indonesia.
Semakin jelasnya Astronomi dalam keperluan spesifik seperti penentuan waktu ibadah dan hari raya
keagamaan telah juga menggugah minat masyrakat dalam Astronomi, dan juga menggiatkan gerak
forum-forum baru dalam pengamatan Astronomi maupun pendidikan publik yang relevan dengan
keperluannya. Namun perlu diakui bahwa tak semua komponen pendidikan sains dapat diwujudkan
dalam menu pendidikan informal. Tiap institusi dan forum menawarkan eskposisi utama yang khas
dengan kapasitas layanan masing-masing. Pertemuan ini merupakan salah satu usaha untuk dapat
saling mengidentifikasi sektor layanan pendidikan maupuan lahan layanan institusi dan forum
terkait. Pengenalan ini penting untuk dapat menyelaraskan arah maupun pelaksanaan pendidikan
informal Astronomi dan juga untuk dapat terus membuat usaha dalam aspek ini sebagai komplemen
positif dalam pendidikan formal Astronomi pada khususnya, dan pendidikan berpikir rasional
secara umum.
1.
Introduction
The International Astronomical Union (IAU) has,
over many decades, engaged in activities related to
education and development. This has mainly been
through its Commission 46. In recent years, especially
surrounding the International Year of Astronomy
(IYA2009), the IAU has become increasingly
involved in the public understanding of astronomy
through its Commission 55. Much of these activities
were conducted in developing countries in order to
stimulate and utilize the field of astronomy for
education and development.
In January 2008 the IAU called together a group
of stakeholders from across the world to help develop
a decadal strategic plan entitled "Astronomy for the
Developing World"[1]. This plan then went through
an extensive process of consultation and was endorsed
by the General Assembly of the IAU in Rio de Janeiro
in August 2009. It builds on the momentum of the
very successful IYA2009. The intention is to use
astronomy to stimulate development in all regions of
the world. Central to the implementation of the plan is
the creation of a Global Office of Astronomy for
Development" (OAD).
2.
K. Govender
5.
10
K. Govender
ii.
iii.
iv.
v.
Summary or Conclusions
The OAD has set out with an ambitious vision
and a solid plan to achieve it. However, the first year
of the existence of the OAD will be a learning
experience. While being pragmatic in implementing
the details of the SP, the general goal is to mobilize a
substantially larger number of volunteers to carry out
activities that are demand-driven by the needs of
target countries (IYA2009-style) and have an effect
that is sustainable over a long time period.
The word has gone out to the world via the OAD
website [4] calling for volunteers and support. The
next major event will be the OAD Stakeholders
Workshop from 12-14 December 2011 in Cape Town,
South Africa. At this workshop the future of the OAD
will be shaped and input will be sought from as many
concerned parties as possible. Following this event the
OAD will provide feedback to the IAU membership at
the IAU General Assembly in August 2012, in the
form of a special session, an exhibition, and available
staff for discussion. All readers are invited to contact
the author in order to discuss the contents of this
paper, especially with regard to the development of
astronomy in Indonesia.
Acknowledgment
I would like to thank the local organizers for inviting
me to share information about the OAD and look
forward to working with them and others to further the
development of astronomy in Indonesia.
References
[1] http://iau.org/static/education/strategicplan_09100
1.pdf
[2] http://www.iau.org/about/
[3] White Paper on Science and Technology
Preparing for the 21st Century, Department of
Arts, Culture, Science and Technology, 1996
[4] http://www.astronomyfordevelopment.org
11
Discussion
Question: In most countries, especially in Indonesia,
religion has become an important part in daily life.
Some aspects of science, especially astronomy, has
been applicable in some religious affairs. However,
many disagreements remain between science and
religious believe and which is very inconvenient.
What can we do about this?
Answer: It is not unusual to come across such
disagreements. However, science and religion are not
at war and one is not trying to disprove the other they can quite easily co-exist and there are many
religious scientists who have found that balance.
There is also no harm in observing and discovering the
beautiful universe through science, no matter how
religious you are. As we learn more we start to realize
how much greater this Universe is than we had
previously imagined. To a religious person this means
that exploring the Universe through science can show
them how much greater their God is than they had
previously imagined. On the other hand there are still
many unanswered questions in science. What is Dark
Matter? What is Dark Energy? What came before the
Big Bang? Until we are able to explore those
questions scientifically many people may use their
religions to provide those answers. If we think about
it, this has been the human approach for centuries
since the days when we thought the earth was flat.
Question: People from the astronomy society always
said that astronomy is an important knowledge. It is,
however, difficult to appreciate the important of
astronomy since its application is not closely related to
daily life, in a sense that it cannot solve daily life
problems like economic and environmental problems.
How can we appreciate astronomy as an important
knowledge that closely related to our daily life.
Answer: Actually astronomy is related to our every
part of life because learning astronomy changes our
perspective about life and how to live. Astronomy also
trains people to solve problems, and these problem
solving skills can be applied to any challenges we face
in the world today including those relating to
development. Tides, seasons, day and night, the
effects of the Sun are some other examples closely
related to daily life and understanding these things is
essential for the life we live today. It is also important
to make people realize how important astronomy is as
a gateway science, in other words astronomy is a way
of attracting young people into maths and science
careers - and these careers are essential for a country's
development.
12
Foto presentasi Dr. Kevin Govender (Office of Astronomy for Development, International Astronomical Union).
1. Pendahuluan
Bulan ini genap enam puluh tahun usia pendidikan
tinggi astronomi di Indonesia. Enam puluh tahun bisa
disebut sangat pendek kalau dibandingkan dengan usia
alam semesta, namun bisa juga menjadi sebuah angka
yang istimewa. Hanya enam tahun lebih muda
daripada usia Republik Indonesia, dan yang
membanggakan juga berarti delapan tahun lebih tua
daripada Institut Teknologi Bandung yang sekarang
menjadi ibunya. Mengenai astronomi itu sendiri, tidak
diragukan lagi setiap orang tahu bahwa secara
universal, astronomi adalah salah satu ilmu yang
paling tua, dan hal ini ternyata berlaku pula dalam
pendidikan astronomi di Indonesia.
Semua ini
barangkali tidak bisa lepas dari kenyataan bahwa
astronomi memang penuh dengan fantasi. Keindahan
astronomi, pada satu sisi, berasal dari fakta bahwa
sains astronomi berhadapan dengan pertanyaan yang
paling mendasar tentang apa hakekat dan asal jagat
raya, dan benda-benda yang ada di dalamnya, seperti
planet, bintang, galaksi, bahkan diri kita sendiri
pertanyaan yang telah memunculkan rasa penasaran
umat manusia sejak fajar sejarah.
2. Awal Pendidikan Tinggi Astronomi
Terus terang, sesungguhnya agak sulit menulis
sesuatu yang belum biasa saya lakukan seperti judul
tulisan di atas ini. Tetapi, terimakasih kepada para
founding fathers astronomi di Indonesia yang telah
mendokumentasikan pengalaman, perjalanan, kiprah
dan pengetahuannya dalam menjalani masa-masa
awal, tahun-tahun yang sulit sampai dengan tetap
ajegnya pendidikan tinggi astronomi seperti yang kita
lihat dan rasakan sekarang ini.
Untuk diketahui, sebagian besar isi tulisan ini
merupakan rangkuman makalah dari
Buku
14
S. D. Wiramihardja
15
16
S. D. Wiramihardja
17
18
S. D. Wiramihardja
Pendahuluan
20
P. Mahasena
2.
Evolusi Organisasi
Kurikulum
Institut
Teknologi
Bandung
menetapkan
kebijakan bahwa kurikulum pendidikannya harus
dievaluasi sekali dalam lima tahun. Dalam sepuluh
tahun terakhir telah terjadi dua kali evaluasi yang
hasilnya adalah Kurikulum 2003 dan Kurikulum 2008.
Untuk lulus jenjang sarjana (S1), seorang
mahasiswa
Astronomi
harus
menyelesaikan
matakuliah sebanyak 144 SKS (satuan kredit
semester), yang normalnya harus diselesaikan dalam 8
semester. Perubahan yang cukup signifikan terjadi
dalam Kurikulum 2008:
1. Jumlah SKS matakuliah yang harus diambil di
program studi lain (Fisika dan Matematika)
berkurang;
2. Ada matakuliah wajib bagi mahasiswa TPB
(Tahun Pertama Bersama) seluruh ITB yang di
dalamnya memperkenalkan topik-topik dalam
astronomi;
3. Diberlakukannya konsep major/minor, di mana
mahasiswa Astronomi bisa menaikkan nilai
tawarnya jika mereka memutuskan untuk
langsung masuk ke dunia kerja setelah lulus dari
jenjang sarjana (S1).
Untuk lulus jenjang magister (S2), seorang
mahasiswa
Astronomi
harus
menyelesaikan
matakuliah sebanyak 36-37 SKS, yang normalnya
harus diselesaikan dalam 4 semester. Ada perubahan
yang cukup signifikan terjadi dalam Kurikulum 2003.
Pada saat itu diidentifikasi adanya kebutuhan nyata
akan praktisi pendidikan, terutama guru sekolah
menengah, yang menguasai substansi ilmu astronomi
dengan jenjang magister (S2). Oleh karena itu, di
dalam Kurikulum 2003 (dan dipertahankan dalam
Kurikulum 2008) dibuat dua jalur yang berbeda:
Mahasiswa
21
Diterima
Lulus
1977
1986
2010
2007
2004
2001
1998
1995
1992
1989
1983
1980
1974
1971
1968
1965
1962
1959
1956
1953
30
25
20
15
10
5
0
Gambar 1. Histogram mahasiswa yang diterima di- dan mahasiswa yang lulus dari program studi sarjana Astronomi ITB
sejak tahun 1953 hingga 2011.
Diterima
Lulus
Diterima Lulus
1
0
2006
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
2007
2008
2009
2010
2011
Gambar 2. Panel kiri: Histogram mahasiswa yang diterima di- dan mahasiswa yang lulus dari program studi magister
Astronomi ITB sejak tahun 1999 hingga 2011. Panel kanan: Histogram mahasiswa yang diterima di- dan mahasiswa yang
lulus dari program studi doktor Astronomi ITB sejak tahun 2006 hingga 2011.
IP
Lama Studi
4.00
18.00
3.50
16.00
12.00
2.50
IP
10.00
2.00
8.00
1.50
6.00
1.00
14.00
3.00
4.00
2.00
0.00
0.00
1982 (13)
1983 (11)
1984 (14)
1985 (5)
1986 (8)
1987 (5)
1988 (8)
1989 (8)
1990 (8)
1991 (6)
1992 (6)
1993 (11)
1994 (9)
1995 (10)
1996 (9)
1997 (9)
1998 (11)
1999 (13)
2000 (16)
2001 (12)
2002 (15)
2003 (14)
2004 (8)
2005 (4)
0.50
Angkatan (# lulusan)
22
P. Mahasena
5.
Alumni
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
lembaga sosial,
9.
6.
Prestasi Alumni
Tanpa bermaksud mengecilkan prestasi alumni
yang lain, berikut ini adalah prestasi tiga alumni yang
patut dibanggakan. Yang pertama adalah situs web
Langit Selatan (LS) yang dikelola oleh Avivah
Yamani, dan kawan-kawan (http://langitselatan.com).
Berbagai artikel astronomi populer secara konsisten
ditulis oleh para kontributornya yang sebagian adalah
alumni program studi Astronomi. Situs web ini,
menurut komentar para pembacanya, merupakan
pengisi kekurangan sumber astronomi berbahasa
Indonesia dari penulis yang kompeten. Disajikan
dalam bentuk blog, komentar para pembaca, atau
bahkan diskusi di antara mereka, bisa memberikan
gambaran tentang minat dan tingkat awareness
masyarakat tentang isu-isu astronomi. Selain itu,
kegiatan lain yang bukan di dunia maya beberapa kali
dimulai dari interaksi di situs ini.
Yang kedua adalah mobile observatory (MO)
yang digagas/direalisasikan oleh Hendro Setyanto, dan
kawan-kawan. MO adalah sebuah kendaraan beroda
empat yang diubah sedemikian rupa menjadi
laboratorium astro-nomi sederhana bagi masyarakat
awam. Dengan MO ini, astronomi dapat diperkenalkan hingga ke pelosok dengan relatif lebih mudah dan
efektif. MO telah tercatat dalam Rekor MURI dan
telah dibuat versi lanjutan-nya oleh Pengurus Besar
Nahdatul Ulama (PBNU).
Yang ketiga, pada bulan Oktober 2011, seorang
alumni, Aldino Adry Baskoro, menjuarai Lomba
Kreativitas Ilmiah Guru ke-19 yang diselenggarakan
oleh LIPI secara Nasional. Aldino, yang mengajar di
Sekolah Alam Bandung, mengalahkan 5 finalis
lainnya dengan Roket Airnya.
7.
23
8.
Tantangan ke depan
Dalam sepuluh tahun terakhir, mahasiswa dan
alumni sains/astronomi yang militan, dan segala
kemudahan yang timbul akibat perkembangan
teknologi informasi, telah menyebabkan sosialisasi
sains/astronomi begitu besar kemajuannya. Minat
terhadap sains/astronomi meningkat di kalangan
generasi muda (siswa sekolah). Minat yang tumbuh ini
akan menuntut para guru yang menguasai dasar-dasar
sains/ astronomi dengan baik, atau setidaknya updated
dengan isu-isu terkini. Jika, katakanlah, 1% dari siswa
yang terinspirasi memutuskan untuk mempelajari
astronomi secara formal, maka sumber daya manusia
di perguruan tinggi harus mempersiapkan diri.
Tuntutan akan infrastruktur riset (minimum) yang
lebih baik merupakan hal yang tak terelakkan di masa
yang akan datang. Pusaran kegiatan yang saling terkait
ini, mudah-mudahan, akan bermuara pada Indonesia
yang lebih baik tingkat rasionalitasnya.
9.
24
P. Mahasena
Abstract. Astronomy Education in Indonesia can be found at junior and senior high
school levels as a minor part of Geography and Physics curriculum; while in tertiary
education, there is only one Department of Astronomy nation-wide, in Institut
Teknologi Bandung. Considering her large population, the proportion of formal
education in astronomy is considered too small; and the public in general have little
proper access to the astronomy knowledge. The effort to disseminate astronomy
knowledge is undertaken by several parties such as Bosscha Observatory,
Department of Astronomy, Astronomy Club etc. One of the activities to spread
astronomy knowledge is the Astronomy Olympiad. Considering the numerous cities,
regencies and provinces taking part in the Astronomy Olympiad, and large number
of participating students, estimation shows that the relatively small number of
Indonesian astronomers is unable cope with the demand for astronomical training,
Therefore, cooperation with the staff of other universities will be helpful and interuniversity network in Olympiad activities is promoted.
Keywords: Astronomy Education, Astronomy Olympiad
1.
Introduction
In Indonesia, formal education in astronomy is
offered by the Department of Astronomy, Faculty of
Mathematics and Natural Sciences, Institut Teknologi
Bandung. Although there are no other formal
departments of astronomy in Indonesia, small portion
of astronomy education exists in several education
institutions. At primary, secondary and high schools,
few topics related to astronomy exist as part of general
science, physics or geography. At university level, few
astronomical subjects are provided by some
universities, especially educational universities. In
some universities there are astrophysics-related
research group, as part of the department of physics.
Compared to the total population of Indonesia,
now at 240 million, formal astronomy education is
considered insufficient. Therefore, much effort must
be done to spread the astronomy knowledge to the
people via either formal or informal education.
Various public outreach activities have been done
by several parties such as Bosscha Observatory,
Jakarta Planetarium, several astronomy clubs
established by the alumni of the Department of
Astronomy etc. One of the activities to popularize
astronomy is the Astronomy Olympiad. Astronomy
Olympiad activities in Indonesia have taken place
since 2003 when Indonesia participated for the first
time in the VIIIth International Astronomy Olympiad
(IAO) in Stockholm, Sweden. Since then, every year,
Indonesia sends teams to IAO and later also to Asian
Pacific Astronomy Olympiad (APAO) since 2005 and
26
C. Kunjaya
27
28
C. Kunjaya
29
Acknowledgement
This report use few material from the result of IbIKK
project funded by the Directorate General of Higher
Education, Ministry of Education and Culture. We
thank the Directorate of High School Affairs, Ministry
of Education and Culture for the cooperation in
performing astronomy olympiad activities so that this
report can be delivered.
Discussion Session
Question: Introducing astronomy as a basic science in
basic level sounds very demanding without any help
or instruction on how to so. What is the plan?
Regarding the distribution of IOAA telescopes, what
should we do if the universities in our region do not
take part in preparing the student participation in
astronomy olympiad?
Answer: This is exactly one of the reasons of why we
need to build the network. We need to share the
knowledge, skills and everything and building a
network is the best available option.
Question: Stimulating students interest on astronomy
through olympiad may not be effective since the
students may get the wrong picture. That is, instead of
focusing on the beauty of astronomy, they may focus
themselves in winning the gold medal. How can we
keep the balance and reach the real goal?
Answer: Surely there will be desire to win the medal
but as we observed, public interest in astronomy
increases after we have the competition. The
competition itself does attract people to study
astronomy.
References
[1] B. Soonthornthum, and C. Kunjaya (2011),
International Olympiad on Astronomy and
Astrophysics, European Journal of Physics, 32,
S15.
[2] C. Kunjaya (2007), Broadening Peoples
Involvement in the Astronomy Olympiad Activities
Through Internet and Television Broadcasting,
Thai Journal of Physics, Proceedings of the 2nd
Physics Congress, 3, 202
[3] C. Kunjaya (2011), Internet Broadcasting for
Jazzing Up the Astronomy Olympiad and
Attracting More Students to Watch and Take Part,
NARIT Conference Series no 1 Thailand (in
Press).
30
Foto presentasi Dr. Mahasena Putra (kiri) dan Dr. Chatief Kunjaya (kanan).
32
J. A. Utama
33
34
J. A. Utama
Status
Beban SKS
Semester
Peserta
Wajib &
Pilihan
FI355 Pengantar
Fisika Bumi dan
Antariksa
Wajib &
Pilihan
FI567 Astrofisika
Wajib &
Pilihan
FI322
Ilmu Pengetahuan
Bumi dan Antariksa
SMAN 2 Bandung
FPA Kota Bandung
mariano_nathanael@yahoo.co.id
2
Abstrak. Kurikulum pelajaran di SMA saat ini sangat kurang dalam mendukung
pengetahuan dan perkembangan ilmu Astronomi bagi peserta didik, sementara itu di
pihak lain Pemerintah melalui Olimpiade Sains Nasional (OSN) telah memasukkan
Astronomi sebagai salah satu bidang lomba yang dipertandingkan karena bidang ini
juga dipertandingkan di level internasional. Karena itu, terdapat kesenjangan dari
segi kurikulum dalam pendidikan Astronomi di Indonesia khususnya di tingkat
SMA. Berbagai usulan dicoba dikemukakan dalam tulisan ini untuk menjawab dan
memberi solusi bagi permasalah tersebut.
Kata Kunci: Seminar Pendidikan Astronomi, Kurikulum SMA.
1.
Pendahuluan
1) Kurikulum 1975
Melalui mata pelajaran IPBA (Ilmu Pengetahuan
Bumi dan Antariksa) yang merupakan pelengkap
dari mata pelajaran Fisika. Materinya adalah
Galaksi, Tata Surya, peredaran Matahari dan
Bulan, juga sistem koordinat langit
2) Kurikulum tahun 1994
Materi Bola langit dimasukkan ke dalam kelas 2
semester akhir. Materi Jagat Raya, bintangbintang dan Matahari dimasukkan ke kelas 3
semester akhir.
3) Kurikulum 1994 GBPP 1999
Masih dalam mata pelajaran Fisika dengan materi
yang sama, tetapi dipindahkan semua ke kelas 2.
4) Kurikulum 2002 (KBK)
2.
36
M. Nathanael
3.
Perumusan Masalah
4.
Mencari Solusi
37
4.
Kesimpulan
2.
Daftar Pustaka
38
M. Nathanael
Sesi Diskusi
Pertanyaan: Apakah sudah ada ide mengenai format
pendidikan Astronomi untuk tingkat sekolah dasar?
Mengingat Astronomi sendiri dikenal sebagai ilmu
yang sulit bahkan untuk para guru.
Jawaban: Tentu saja perlu pentahapan dimana setiap
tahap memiliki tingkat kesulitan yang berbeda,
misalnya untuk tingkat dasar bisa dimulai dengan
pengamatan fenomena alam yang berhubungan
dengan ilmu Astronomi.
Pertanyaan: Apakah sebaiknya Astronomi diusulkan
untuk menjadi muatan lokal (mulok) saja?
*)Anggota
Tim Ad-hoc BSNP dalam Penyempurnaan Standar Isi Mata Pelajaran Fisika
1. Pendahuluan
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Butir 1
menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa, dan negara.
Sebagai arah dan landasan bagi terwujudnya
upaya pendidikan sesuai dengan pengertian tersebut di
atas perlu ditetapkan standar nasional pendidikan
untuk menjadi acuan bagi segenap lembaga
penyelenggara pendidikan di seluruh wilayah Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia
dalam
menyelenggarakan fungsi dan tugas pokoknya sesuai
dengan pengertian pendidikan yang dimaksud beserta
segenap aturan pelaksanaannya. Untuk keperluan ini
Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan)
bertugas mengembangkan, memantau pelaksanaan,
dan mengevaluasi standar nasional pendidikan(Pasal 1
(22) PP 19 Tahun 2005) dan standar nasional
pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah,
dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan
kehidupan lokal, nasional, dan global (Pasal 2 (3) PP
19 Tahun 2005).
Salah satu standar nasional pendidikan adalah
Standar Isi (SI), yang mencakup lingkup materi dan
40
Wasis, M. Abdullah
Kelas V
Mengenal perubahan yang terjadi di
alam dan hubungannya dengan
penggunaan sumber daya alam
Kelas VI
Memahami bumi sebagai planet yang
senantiasa berubah dan interaksinya
dengan matahari sebagai pusat tata surya
42
Wasis, M. Abdullah
Tabel 2: Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMP/MTs yang menyajikan materi
astronomi
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Memahami sistem tata surya dan
proses yang terjadi di dalamnya
Tabel 3: Draft Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMA/MA yang secara eksplisit
menyajikan materi astronomi
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Menerapkan konsep dan prinsip dasar
kinematika dan dinamika benda titik
1.
Pendahuluan
44
B. Soemardi
4.
Tema
Pengusul
Hibah Riset
Fundamental
Bebas
Individu
Hibah
Bersaing
Bebas
Individu
Hibah
Kompetensi
Bebas
Individu
Hibah
Strategis
Nasional
Tertentu
Individu
Hibah
Unggulan
Strategis
Nasiona;
Tertentu
Individu
Hibah
Pascasarjana
Bebas
Individu
Hibah Pekerti
Bebas
Kemitraan
dengan PT
Hibah Rapid
Bebas
Kemitraan
dengan
Industri
Program Magang
Penutup
45
46
Foto presentasi: Baris pertama: Judhistira Aria Utama, M.Si. (kiri) dan Mariano Nathanael, S. Si. (kanan); Baris
kedua: Dr. Wasis (kiri) dan Prof. Dr. Eng. Mikrajuddin Abdullah (kanan); Baris ketiga: Dr. Biemo Soemadi (kiri)
dan Dr. Andi Suhandi (kanan).
1. Pendahuluan
Sebagai sesama cabang sains, astronomi erat
hubungannya dengan fisika dan matematika. Sehingga
tidak heran jika pada kurikulum S1 Pendidikan
Astronomi ITB tidak kurang dari 75% berisi pelajaran
fisika dan matematika. Dalam beberapa dasawarsa
belakangan ini, penemuan-penemuan baru yang
didapatkan dengan menggunakan teleskop-optik
besar, antena-antena radio raksasa yang berbentuk
parabola, maupun dengan menggunakan satelit-satelit
buatan manusia, telah menimbulkan pengertian dan
lapangan baru untuk penelitian. Pengayaan
pengetahuan manusia tentang jagat raya salah satunya
karena ada dukungan kemajuan bidang fisika, seperti:
optika, elektronika, termodinamika, dan lain-lain.
Banyak bagian alam yang tadinya tidak tampak
sekarang menjadi nyata.
Dapat dimengerti bahwa pengenalan ilmu
astronomi pada jenjang sekolah dasar dan menengah
dilakukan secara terintegrasi dalam mata pelajaran
fisika dan IPA, meskipun saat ini ada pengalihan ke
mata pelajaran lain yaitu geografi untuk tingkat SMA.
Jadi berbicara tentang penyelenggaraan pendidikan
astronomi di LPTK termasuk di UPI pada awalnya
adalah untuk membekali para lulusan dengan
pengetahuan dan pemahaman tentang ilmu astronomi,
agar kelak mereka dapat menunaikan tugasnya dengan
baik manakala membahas materi astronomi. Tetapi
lebih dari itu ada pemikiran bahwa ada atau tidak ada
materi astronomi di mata pelajaran fisika, mestinya
kajian bidang astronomi tetap harus diadakan dalam
kurikulum pendidikan fisika, karena rasanya kurang
lengkap jika yang berukuran mikro seperti atom dan
interaksinya dibahas dengan cukup luas tetapi yang
skalanya makro yaitu tentang galaksi, tata surya dan
jagat raya tidak dibahas, padahal hukum-hukum fisika
banyak berlaku dalam interaksi-interaksi antar bendabenda penyusun jagat raya. Dengan demikian para
guru memiliki wawasan yang lengkap dan setiap saat
dapat menjelaskan kejadian-kejadian yang terjadi du
jagat raya melalui proses analisis fisis. Atas dasar
pemikiran tersebut Jurusan pendidikan fisika hingga
saat ini tetap mempertahankan keberadaan kajian
bidang astronomi dalam kurikulumnya.
Makalah
ini
memaparkan
perkembangan
pendidikan astronomi pada jurusan Pendidikan Fisika
FPMIPA UPI, rencana pengembangan lebih lanjut,
peluang, tantangan, dan kendala yang dihadapinya.
48
A. Suhandi
Status
Beban SKS
Semester
Peserta
FI322
Ilmu
Pengetahuan
Bumi dan
Antariksa
Wajib
dan
Pilihan
Mahasiswa Program
Studi Pendidikan Fisika,
Prodi Fisika
FI355
Pengantar
Fisika Bumi
dan Antariksa
Pilihan
Wajib
Mahasiswa Program
Studi Fisika yang
memilih KBK Fisika Bumi
dan Antariksa
FI567
Astrofisika
Pilihan
Wajib
Mahasiswa Program
Studi Fisika yang
memilih KBK Fisika Bumi
dan Antariksa
49
50
A. Suhandi
Daftar Pustaka
Kurikulum Universitas Pendidikan Indonesia 2010
dan referensi lain yang relevan.
Sesi Diskusi:
Pertanyaan: Apakah saat membentuk kelompok
kebumian dan antariksa sudah ada rencana untuk
mempersiapkan/membekali guru-guru dengan materi
astronomi sehingga dapat mengajarkan astronomi
Artikel Peserta
Abstrak. Jauh dari sentral pendidikan sains, yang umumnya terletak di Pulau Jawa,
tidaklah menghilangkan potensi keastronomian yang ada pada siswa Kelompok
Ilmiah Remaja (KIR) SMAN 1 Banjarmasin. Adanya ikatan emosional dan latar
belakang historis dengan Banjarmasin memicu perwujudan inisiasi kegiatan
astronomi di sekolah tersebut. Potensi keastronomian pada siswa ini muncul ketika
rasa haus akan adanya peralatan teleskop dan pemandu terpenuhi. Dukungan yang
bertahap dan kontinu dapat membuka potensi astronomi pada siswa, yang pada
gilirannya diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan praktik
keastronomian bagi siswa maupun masyarakat umum di Banjarmasin.
Kata Kunci: Kegiatan astronomi, Kelompok Ilmiah Remaja (KIR), SMAN 1
Banjarmasin
1.
Pendahuluan
Akhir-akhir ini astronomi semakin populer di
Indonesia. Hal ini disebabkan oleh banyaknya berita
yang meliput fenomena alam yang berkaitan dengan
obyek-obyek di luar angkasa. Selain itu, kemunculan
klub-klub astronomi di beberapa kota besar dan
sekolah juga turut serta mengambil peran dalam
popularisasi astronomi. Namun jika ditelaah lebih
dalam, popularisasi tersebut masih terpusat di wilayah
Pulau Jawa, sedangkan untuk wilayah lain seperti di
Kalimantan dan di daerah timur Indonesia, astronomi
masih langka peminat.
Banjarmasin sebagai kota pelabuhan tertua di
Kalimantan merupakan salah satu kota besar di
Indonesia. Dengan predikat sebagai ibu kota provinsi,
sebagian besar dari masyarakat Banjarmasin ternyata
masih belum mengenal astronomi sebagai bagian dari
sains. Untuk itu, dengan latar belakang historis yang
kuat, penulis berinisiatif untuk memperkenalkan
astronomi di Kota Banjarmasin.
Melalui kerja sama dengan Observatorium
Bosscha [1] dan Kelompok Ilmiah Remaja (KIR)
SMAN 1 Banjarmasin, penulis melakukan pengenalan
dan pelatihan sebanyak empat kali dalam rentang
bulan Maret September 2011. Kerja sama dengan
Observatorium Bosscha terjalin dengan adanya donasi
teleskop Galileo berupa satu set Hoshi no Techou, satu
set Spica, dan satu buah tripod kepada KIR SMAN 1
Banjarmasin. Kerja sama ini merupakan manifestasi
dari International Year of Astronomy (IYA) 2009 and
Beyond, yaitu proyek You are Galileo! yang
54
P. Husnindriani, dkk: Inisiasi Kegiatan Astronomi di Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) SMAN 1 Banjarmasin
Rencana ke Depan
Seiring dengan meningkatnya jumlah peserta KIR
SMAN 1 Banjarmasin karena ketertarikan siswa
Kesimpulan
Dalam rentang waktu dari Bulan MaretSeptember 2011, telah empat kali dilakukan
pengenalan dan pelatihan astronomi. Penulis melihat
antusiasme luar biasa yang ditunjukkan oleh siswa dan
guru. Dengan adanya dukungan dari pihak sekolah
dan fasilitas untuk kegiatan astronomi berupa kit
teleskop, siswa dan guru yang mengikuti pelatihan
dapat dengan cepat menguasai apa yang diajarkan.
Ke depannya, penulis berharap bahwa kegiatan
astronomi ini dapat juga dikembangkan untuk skala
yang lebih luas, yaitu masyarakat umum di
Banjarmasin. Pihak sekolah diharapkan terus
mendukung adanya kegiatan positif. Selain itu,
ketersediaan
SDM yang mumpuni sebagai
pembimbing langsung kegiatan astronomi menjadi
salah satu kunci utama untuk keberlangsungan
kegiatan. Sumber informasi astronomi yang memadai
dan terjangkau juga menjadi saran dari penulis agar
popularisasi astronomi dalam lingkup sekolah hingga
kota dapat berjalan dengan sukses.
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih penulis ucapkan kepada Pimpinan
SMAN 1 Banjarmasin yang sangat mendukung
adanya kegiatan astronomi di sekolah tersebut.
Demikian halnya kepada Evan Irawan Akbar, S. Si.
dari Observatorium Bosscha atas kesediaannya
membantu dalam hal pengiriman paket donasi.
Daftar Pustaka
[1] http://bosscha.itb.ac.id/
[2] http://kimigali.jp/index-e.html
[3] http://www.mysundial.ca/tsp/tsp_index.html
ASTRONOMI DI SEKOLAHKU
MAHDI NURIANTO AHMAD
SMA Negeri 5 Surabaya, Jalan Kusuma Bangsa 21 Surabaya, Indonesia
mahdisby@hotmail.com
1.
Pendahuluan
Matematika
Biologi
Astronomi
120
50
Jumlah siswa
21
7
56
Ekstrakurikuler Astronomi
Kesimpulan
1.
Pendahuluan
Seharusnya materi tanding yang ada di Olimpiade
Sains Nasional (OSN) merupakan pelajaran yang
diajarkan di sekolah. Astronomi merupakan satu
bidang yang kebetulan tidak tersurat secara eksplisit di
dalam kurikulum sekolah, namun ikut ditandingkan di
dalam OSN. Dari sini timbul gagasan, apakah
Astronomi perlu dimasukan ke dalam kurikulum lagi
agar kedudukannya lebih mantap sebagai mata tanding
di OSN.
2.
Rasional
Permasalahan yang muncul di daerah setiap kali
ada event OSN adalah siapa siswa yang harus
mewakili sekolah untuk mata tanding Astronomi.
Sekolah selalu kebingungan karena bidang Astronomi
hampir tidak diajarkan di SMA dan merupakan
pelengkap di tingkat SMP. Kebanyakan siswa yang
mengikuti tes Kabupaten/Kota bila ditanya tentang
kesiapan, selalu dijawab hanya coba-coba ikut.
Kesertaannya tanpa dilandasi kemampuan atau
kompetensi yang dimiliki dalam pembelajaran
kesehariannya.
Seperti telah diketahui bersama oleh guru seluruh
Indonesia bahwa mata pelajaran Astronomi tidak
tercantum dalam kurikulum SMA dan sedikit saja
materi Astronomi yang diajarkan di SMP itu pun
masuk dalam mata pelajaran IPA Fisika. Masalah ini
menjadi salah satu kendala untuk sekolah-sekolah
yang tidak siap mengikuti OSN Astronomi. Dengan
perkataan lain sekolah peserta OSN Astronomi masih
sangat terbatas, belum merata seperti mata lomba yang
58
Kesimpulan
Masuknya pelajaran Astronomi ke dalam
kurikulum sekolah menegah merupakan hal yang
dipandang mendesak. Oleh karena itu, pendekatan
yang intensif kepada pemerintah agar ilmu Astronomi
dapat menjadi mata pelajaran di sekolah segera
dilakukan oleh masyarakat Astronomi.
Abstrak. Astronomi adalah ilmu alam dasar tertua yang dipelajari manusia. Alam
semesta adalah laboratorium alamiah terbesar yang menyediakan berbagai objek dan
fenomena untuk diamati, dipahami, dan jika mungkin, juga dimanfaatkan manusia untuk
meningkatkan nilai hidupnya. Astronomi mengajarkan cara berpikir saintifik sebagai
karakter dasarnya. Dalam pembelajaran materi astronomi, memperkenalkan fakta
haruslah disertai dengan penjelasan proses temuannya, berikut deskripsi saintifik yang
terkini, menurut tatanan logika yang runut. Astronomi dapat mendorong perkembangan
ilmu lainnya, baik ilmu alam dasar maupun ilmu terapan. Pendidikan astronomi yang
baik akan melatih cara berpikir saintifik bagi generasi muda dan memajukan pendidikan
pada umumnya.
Kata Kunci: astronomi, pendidikan astronomi, sains.
1. Pendahuluan
Astronomi adalah ilmu tertua yang dipelajari oleh
manusia. Alam semesta menjadi rumah sekaligus tempat
belajar bagi manusia. Sejak zaman prasejarah Bumi
telah menyediakan kebutuhan manusia untuk bertahan
hidup sekaligus meningkatkan taraf hidup. Waktu
bercocok tanam, kebutuhan navigasi, sistem
penanggalan, termasuk penentuan waktu beribadah
dihitung dengan referensi pemunculan objek-objek
langit tertentu yang menunjukkan keteraturan. Tanpa
disadari kegiatan ini merupakan kegiatan saintifk yang
bertumpu pada pengamatan, pengumpulan data, analisa
data, pengajuan hipotesa, dan pengambilan kesimpulan.
Dengan cara yang nampak naluriah ini nenek moyang
kita telah melakukan kegiatan sains dalam bidang
astronomi untuk menunjang kebutuhan hidupnya.
Sebagai cabang sains, sangat berhubungan dengan
bidang ilmu lain. Kemajuan astronomi mempengaruhi
kemajuan ilmu lain, seperti disebutkan dalam presentasi
Govender (2011). Untuk mendukung kegiatannya,
astronomi selalu mencari teknologi terdepan yang dapat
digunakan untuk melihat lebih jauh lagi. Seperti
teknologi pengamatan pada berbagai panjang
gelombang, penerbangan ruang angkasa, penyimpanan
data, pengolahan data, dan lain sebagainya. Hubungan
dengan bidang sains lainnya, seperi fisika, kimia,
biologi, matematika, dan komputasi juga sangat banyak
dan bisa saling mendukung.
Astronomi bukanlah melulu tentang fakta. Fakta
tentang alam semesta didapatkan dari pengamatan dan
analisa atas data yang didapatkan dari pengamatan.
Berdasarkan ilmu fisika yang telah saat itu dikenal dapat
ditarik suatu kesimpulan yang dapat menjelaskan
fenomena dalam alam semesta, dan dapat menjadi teori
baru, Bahkan beberapa teori fisikapun didapatkan dari
pengamatan astronomi, dengan cara mengamati perilaku
benda langit dalam selang waktu yang sangat panjang.
Teori gerak planet Kepler dan kemudiaan teori gravitasi
Newton diturunkan dari hasil pengamatan seperti ini.
Astronomi secara keilmuan mengajarkan kita cara
berpikir saintifik. Data dikumpulkan dan dapat
2. Astronomi di Indonesia
Hidup di negara agraris dan kelautan, masyarakat
Indonesia sangat memperhatikan kondisi langit dalam
menentukan waktu menanam, panen, berlayar, dan
navigasi
kelautan.
Tradisi
praktis
tersebut
memanfaatkan pemunculan rasi bintang di langit dan
memperhatikan korelasinya dengan kondisi di bumi
pada waktu itu. Misalnya, munculnya rasi bintang
tertentu berkorelasi dengan musim hujan yang
menunjukkan kapan waktu bercocok tanam. Demikian
pula posisi bintang di langit dapat digunakan untuk
menunjukkan arah bagi para nelayan yang melaut.
Seperti telah disebutkan pada bagian sebelumnya,
pemanfaatan objek yang ada di alam semesta ini dapat
membantu manusia untuk bertahan hidup. Secara
naluriah manusia menggunakan segala sesuatu yang ada
di sekitarnya untuk dijadikan alat yang dapat
memudahkan hidupnya. Kegiatan mulai dilakukan oleh
para pendahulu kita itu adalah kegiatan saintifik yang
saat ini dibukukan dan dipelajari di sekolah. Sangat
disayangkan jika sains hanya disampaikan sebagai
paparan fakta tanpa menjelaskan proses yang
berlangsung dalam pencapaian kesimpulan. Esensi
sains bahkan hilang tak tersampaikan.
Dengan kemajuan teknologi dan perkembangan
kehidupan perkotaan, astronomi sederhana seperti
mengenali langit malam, praktis sudah diabaikan oleh
masyarakat luas saat ini. Pengamatan langit malam
selalu dihubungkan dengan peralatan canggih dan
teleskop mahal. Ditambah lagi dengan adanya polusi
cahaya yang membuat semakin banyak objek langit
tidak dapat dilihat karena bersaing dengan cahaya
penerangan di Bumi.
60
Abstrak. Fenomena alam yang terjadi akhir-akhir ini dan isu-isu global yang mengancam
eksistensi manusia erat kaitannya dengan kajian Astronomi. Banyak masyarakat awam yang
keliru dalam menanggapi fenomena/isu tersebut, bahkan para praktisi pendidikan pun
kadang ikut-ikutan latah. Menyikapi hal tersebut penulis berasumsi bahwa kajian Astronmi
menjadi wajib dalam dunia pendidikan. Namun pengembangan pendidikan Astronmi di
Indonesia, terkendala oleh: kurikulum pendidikan, sarana prasarana Astronomi, keengganan
pendidik mengajarkan Astronomi, image Astronomi di masyarakat, dan kurang proaktifnya
lembaga terkait dalam mensosialisasikan Astronomi pada masyarakat. Melalui Seminar
Pendidikan Astronomi yang produknya diterbitkan dalam bentuk prosidings, diharapkan
kumpulan ide penulis untuk mengembangkan pendidikan Astronomi di Indonesia bisa
terwujud. Ide tersebut antara lain: mata pelajaran Astronomi menjadi mata pelajaran wajib di
kurikulum sekolah, membangun sarana prasarana pendidikan Astronomi untuk masyarakat,
memberi kesempatan atau mewajibkan guru-guru untuk melaksanakan penelitian dalam
bidang Astronomi, mengenalkan penting dan menariknya Astronomi kepada masyarakat
oleh pemerintah dan lembaga terkait serta menerbitkan buku-buku kajian/aplikasi Astronomi
dalam berbagai bidang.
Kata Kunci: Seminar Pendidikan Astronomi, prosidings, kumpulan ide
1. Pendahuluan
Astronomi sangat berkaitan dengan fenomenafenomena alam yang terjadi akhir-akhir ini. Isu-isu global
yang mengancam eksisitensi manusia juga erat kaitannya
dengan kajian Astronomi. Banyak masyarakat awam
bahkan ada juga insan pendidikan yang keliru
menanggapi isu/fenomena alam yang seharusnya bisa
dinalar dengan kajian Astronomi.
Kekeliruan ini kadang diperparah dengan tayangan
media massa yang motifnya hanya mencari rating
tertinggi alias keuntungan ekonomi semata. Media massa
cenderung tidak mendidik dalam tayangannya sehingga
kadang malah memperkeruh suasana dan menimbulkan
keresahan di masyarakat. Sebagai contoh ketika dunia
digemparkan dengan isu kiamat 2012, media lebih
banyak menayangkan bencana-bencana mengerikan yang
akan terjadi di tahun 2012 dengan tayangan film maupun
infotainmentnya. Jarang sekali media menyiarkan
klarifikasi dari pakar-pakar yang berwenang khususnya
Astronomi untuk menjawab isu tersebut. Kalaupun ada
waktunya sangat singkat. Jika hal ini dilakukan
masyarakat tidak akan resah dan malah bisa menyikapi
dengan positif isu tersebut. Setidaknya masyarakat akan
termotivasi belajar Astronomi sehingga jika isu serupa
dihembuskan
kembali
masyarakat
akan
bijak
menyikapinya.
2. Permasalahan Pendidikan Astronomi di Indonesia
Melihat permasalahan di atas penulis berasumsi
bahwa kajian Astronomi menjadi wajib dalam dunia
62
sudah
untuk
mata
tahun
c.
d.
e.
4. Kesimpulan
Pengembangan pendidikan Astronomi di Indonesia
perlu melibatkan berbagai pihak. Pemerintah sebagai
pemegang kebijakan, institusi pendidikan dan lembaga
terkait sebagai pelaksana dan guru sebagai ujung tombak
di lapangan. Partisipasi masyarakat juga perlu dilibatkan
dalam
mendukung
pengembangan
pendidikan
Astronomi. Tanpa adanya kolaborasi dari berbagai pihak,
dipastikan pendidikan Astronomi di Indonesia hanya
jalan ditempat dan tertinggal dengan negara yan lain.
Daftar Pustaka
[1] Eni Anjani, Tri Haryanto (2009), Geografi untuk
kelas X SMA, Pusat Perbukuan depdiknas, Jakarta
[2] Permendiknas nomor 22 tahun 2006, Standar Isi
[3] http://www.narit.or.th
Abstrak. Ilmu Astronomi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang
sangat luas jangkauan keilmuannya meliputi seluruh alam semesta raya dan
berhubungan erat dengan berbagai cabang ilmu pengetahuan lainnya. Perkembangan
ilmu Astronomi di Indonesia masih belum dimaksimalkan, yang berbeda dengan
perkembangan ilmu Astronomi yang sangat pesat di negara-negara maju. Kemajuan
ilmu Astronomi di Indonesia dapat dicapai jika terdapat peninjauan ulang sistem
pendidikan Astronomi di tingkat pendidikan menengah dan perguruan tinggi melalui
sistem pembelajaran yang berjenjang dan teratur.
Kata Kunci: Perkembangan ilmu astronomi, sistem pendidikan, berjenjang, teratur.
1. Pendahuluan
Pemahaman manusia akan berbagai mekanisme
yang terjadi di alam semesta semakin berkembang
seiring dengan semakin banyaknya penemuanpenemuan mutakhir yang dihasilkan dari pengamatan
pada berbagai panjang gelombang. Salah satu
contohnya
adalah
penemuan-penemuan
yang
dihasilkan dari pengamatan satelit sinar-X. Penemuan
tersebut sangat membantu dalam upaya kita mahami
tentang teori bintang bintang neutron dan black hole
yang memiliki kerapatan massa beberapa ton/cm3
hingga miliaran ton/cm3[1].
Penemuan luar biasa juga dihasilkan dari
pengamatan pada panjang gelombang micowave. Dari
pengamatan tersebut, astronom mempelajari teori
ledakan maha dasyat (big bang) sebagai teori
pembentukan alam semesta. Astronom juga dapat
memperkirakan
usia
alam
semesta
bahkan
memperoleh bukti tentang keberadaan dark energy.
Masih sangat banyak lagi penemuan-penemuan lain
yang menakjubkan serta lebih banyak lagi pertanyaanpertanyaan yang belum terjawab yang masih menjadi
misteri alam semesta, seperti misalnya tentang asal
muasal dari dark energy yang merupakan penyumbang
terbesar dari energi alam semesta [1].
2. Potensi Ilmu Astronomi di Indonesia
Dengan melihat potensi pengembangan keilmuan
Astronomi, sesungguhnya masih banyak sekali kajiankajian yang belum diketahui oleh manusia sehingga
prospek penelitian dalam bidang Astronomi hampir
tiada batasnya untuk dikembangkan. Negara-negara
maju yang menginginkan untuk menguasai ilmu
pengetahuan dan menguasai hegemoni dunia rela
mengeluarkan dana yang sangat besar untuk
melakukan riset-riset luar angkasa seperti pengiriman
64
JARINGAN KEASTRONOMIAN
WIDYA SAWITAR
Planetarium Jakarta
1.
Pendahuluan
Sebenarnya banyak peranti keastronoman di
Indonesia yang dapat ditilik. Yang menjadi pemikiran
di sini dan sangat penting, serta harus diperjuangkan
adalah jaringan kerja. Bagaimana membangun sistem
keastronomian yang senantiasa bergerak bersama
untuk suatu target yang konvergen di masa depan.
Bagaimana mengejawantahkan keinginan yang
tertuang dalam pikiran Astronomi dalam frontier
ilmu pengetahuan [1]. Uraian ini dapat saja dianggap
sebagai angan-angan penulis dalam melihat
keastronomian secara menyeluruh walau tetap saja
banyak keterbatasan dari pengetahuan penulis sendiri.
Sejenak lintas sejarah. Perkembangan eksplorasi
ruang angkasa dengan segala dampaknya mengundang
perhatian dunia. Sejak era Sputnik sampai teleskop
antariksa Hubble, juga International Space Station
(ISS), membuat derasnya informasi astronomi yang
diterima baik bagi ilmuwan maupun publik. Bahkan,
Perserikatan Bangsa-Bangsa pun mencanangkan tahun
1992 sebagai Tahun Antariksa Internasional. PBB
menyiratkan tiga pokok pikiran, yaitu memonitor
sumber daya alam dan lingkungan Bumi, pendidikan
mengenai antariksa, dan penyuluhan kepada
masyarakat tentang kegiatan keantariksaan sekaligus
manfaatnya. Dari sini bisa dibayangkan betapa
beragam disiplin ilmu masuk di dalamnya. Hal ini
ditindaklanjuti pada tahun 1999 dengan Resolusi PBB
54/68 bahwa tanggal 410 Oktober dicanangkan
sebagai World Space Week, yang bermakna
imbauan pada tiap negara untuk berperan aktif dalam
perayaan tersebut [2]. Sekitar 25 macam kegiatan
direkomendasikan dengan objektif peningkatan
kesadaran masyarakat umum dan pengambil
keputusan secara global akan pentingnya kegiatan
keantariksaan untuk tujuan damai. Pertimbangan
penting adalah disebutnya astronomi dalam resolusi
itu, yang kemudian mengantarkan ke pencanangan
tahun 2009 sebagai Tahun Astronomi Internasional.
66
Kesimpulan
Sejarah keastronomian di dunia sejak ribuan
tahun lalu, termasuk di Indonesia [5;6], telah
membuktikan bahwa astronomi tidak kenal batas
negara, sifatnya universal. Masyarakatnya dituntut
berinteraksi dan bersosialisasi yang menggiring dalam
akulturasi sosial-budaya. Pembangunan stasiun ruang
angkasa internasional makin mengukuhkan bahwa
astronomi amatlah unik sebagai hasil integrasi ilmu
dari bidang eksakta, sosial-budaya bahkan politik.
Astronomi juga menyimpan nuansa seni, keindahan,
dan harmoni. Imajinasinya menelusuri jejak ilmu
tentang proses alami sejak bermilyard tahun ke masa
silam kekinian maupun ke masa depan yang
diungkapkan dalam bahasa Matematika, Fisika,
Kimia, Biologi, dan keimanan. Maka sungguh tepat
bahwa astronomi senantiasa berada di garis depan
ilmu pengetahuan, bahkan menjadi ujung tombak
iptek. Kebutuhan keastronomian membuat disiplin
ilmu lainnya pun bergerak maju. Tinggal sejauh mana
dan bagaimana kita semua menyadari hal ini untuk
menggalang kebersamaan keastronomian untuk
merealisasikan itu semua secara berkesinambungan,
sehingga
program-program
dapat
terencana,
terlaksana, dan berhasil baik dalam kualitas dan
1.
Pendahuluan
UPTD Graha Teknologi Sriwijaya (UPTD GTSS)
merupakan lembaga yang berfungsi sebagai pusat peraga
ilmu pengetahuan (Puspitek). Lembaga ini paling banyak
dikunjungi para pelajar karena di UPTD GTSS banyak alat
peraga yang bernuansa sains dan teknologi dasar. Di
samping itu memiliki berbagai macam aktivitas yang
dilaksanakan pada siang dan malam hari seperti science
camp. Pada kegiatan malam diadakan pengamatan matahari
tengelam, bulan, bintang, planet dan lain-lain. Di samping
itu, masyarakat dan wartawan juga sering menayakan
tentang fenomena alam seperti halo, penentuan dan
pengamatan hilal, proses terjadinya gerhana matahari,
gerhana bulan dan lain sebagainya.
Keingintahuan masyarakat terhadap fenomena alam
yang terjadi harus dapat dijawab UPTD GTSS sebagai
science center. Hingga saat ini, UPTD GTSS belum
memiliki SDM yang handal di bidang Astronomi dengan
kemampuan yang terbatas. Mengingat keterbatasan tersebut,
UPTD GTSS harus melakukan terobosan untuk membentuk
jejaring di berbagai bidang keilmuan termasuk membangun
jejaring keilmuan Astronomi.
Saat ini, UPTD GTSS telah bekerjasama dengan
Observatorium Bosscha ITB dan National Astronomical
Observatory of Japan (disingkat NAOJ) di dalam
memperkenalkan ilmu Astronomi dengan melibatkan
sebanyak 40 orang tingkat SMP dan SMA se Sumatera
Selatan dengan tema YOU ARE GALILEO. Di balik hasil
pelatihan yang diselengarakan Obervatorium Bosscha dan
NAOJ, UPTD GTSS mendapat tantangan untuk menjaga
kesinambungan dari kegiatan tersebut dengan berbagai
aktivitas. Maka, UPTD GTSS sebagai science center
harus melibatkan perguruan tinggi untuk meningkatkan
kompetensi dan kualitas pelayanan di bidang sains dan
teknologi. Untuk itu, perlu dibangun jejaring pendidikan
astronomi antara Observatorium Bosscha dengan UPTD
Graha Teknologi Sriwijaya.
2. UPTD Graha Teknologi Sriwijaya
2.1 Wahana-wahana UPTD GTSS
68 Indrawan:Membangun Jejaring Pendidikan Astronomi Melalui Pusat Peraga Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek)
2.3 Program Kegiatan
UPTD Graha Teknologi Sriwijaya merupakan bagian dari
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Pendidikan
(Disdik) Provinsi Sumatera Selatan. UPTD GTSS setiap
tahun menyusun dan membuat Rencana Kerja Angaran
(RKA). Hampir seluruh program kegiatan UPTD GTSS
didanani oleh APBD Provinsi Sumatera Selatan. Anggaran
yang diberikan untuk UPTD GTSS sangat terbatas, karena
anggaran yang diberikan harus didistribusikan untuk bidangbidang yang lain dan UPTD yang lain di bawah Disdik Prov.
Sumsel. Akibatnya, sebagian dari kegiatan diselengarakan
dengan swadana atau menjalin kemitraan yang tidak
mengikat serta tidak bertentangan dengan peraturan yang
berlaku.
Di dalam perencanaan program kegiatan, umumnya
selalu berpatokan kepada kebutuhan sekolah (mengacu
kepada
kurikulum),
ciri
khas
UPTD
GTSS,
kontekstual/trendy, hari besar nasional dan lainnya. UPTD
GTSS berupaya memenuhi kebutuhan pengembangan
pendidikan sains dan teknologi dan menjadi supporting
system pendidikan sains dan teknologi.
Secara garis besar program kegiatan yang dibuat
lembaga sebagai berikut:
a. Program Tahunan
Program yang telah ditentukan dan direncanakan
sesuai dengan sumber pembiayaan yang berasal dari
APBD, diantaranya: pengadaan dan penambahan serta
perawatan alat peraga, pendidikan dan pelatihan serta
sejenisnya, lomba dan kompetisi.
b. Program Regular
Program-program yang rutin dikaksanakan dan
bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada
pengunjung seperti demo sains dan peneropongan
matahari.
c. Program Eksklusif
Program yang dipesan dan dilaksanakan secara khusus
dengan waktu yang ditentukan oleh sekolah/ lembaga /
mitra, seperti pelatihan yang dilakukan bersama
Observatorium Bosscha dan NAOJ YOU ARE
GALILEO.
Sasaran dari semua program yang direncanakan dan
dilaksanakan di UPTD GTSS sebagai berikut:
a. Pelajar (mulai tingkat taman kanak-kanak, SD, SMP,
SMA sederajat dan mahasiswa);
b. Guru (TK, SD, SMP, SMA sederajat) dan dosen;
c. Kelompok sains, masyarakat, keluarga dan stake
holder lainnya (seperti Balitbangda).
2.4 Pengunjung
Pengunjung UPTD Graha Teknologi Sriwijaya didominasi
para pelajar (lihat Tabel 1 dan Tabel 2). Kedatangan mereka
umumnya untuk mempelajari dan mengekplorasi alat peraga
yang ada, sehingga dapat memhami sebuah fenomena sains
dan teknologi.
Kunjungan hanya dilaksanakan pada hari dan jam
kerja dari pukul 08.30 sampai 15.30, kecuali jika ada
permintaan khusus. Antusiasme para pengunjung pada siang
hari adalah menikmati matahari. Sedangakan untuk malam
hari disesuaikan dengan fenomena alam seperti terjadinya
hujan meteor. Informasi terjadinya fenomena alam diperoleh
dari Observatorium Bosscha (Dr. Hakim). Namun,
keingintahuan pengunjung tentang sebuah fenomena belum
dapat terpuaskan karena keterbatasan sumber daya yang
dimiliki.
3. Membangun Jaringan Komunikasi Astronomi
UPTD GTSS telah memiliki sebuah teropong matahari
dan teropong manual, semi otomatis dan yang otomatis serta
Bulan
Pengunjung
Tahun
Januari
1390
2005
2844
Februari
3515
2006
10490
Maret
3093
2007
13756
April
1367
2008
16820
Mei
3781
2009
16282
Juni
3929
2010
15735
Juli
837
Agustus
281
September
991
Total
19184
Pengunjung
4. Kesimpulan
Jejaring pendidikan astronomi dapat dilakukan dengan
memanfaatkan sumber daya yang ada di pusat peraga ilmu
pengetahuan, seperti UPTD Graha Teknologi Sriwijaya
Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan, sehingga
keilmuan Astronomi dapat dikenal mulai dari tingkat taman
kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah sederajat,
kalangan perguruan tinggi serta masyarakat umum.
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih kepada Bpk Dr. Hakim L. Malasan (Kepala
Observatorium Bosscha ITB) yang telah merintis kerjasama dengan
UPTD Graha Teknologi Sriwijaya dan Dr. Aprilia yang memberi
kesempatan untuk mengikuti Seminar Pendidikan Astronomi, Bpk
Alex Nurdin (Gubernur Provinsi Sumatera Selatan) dengan
kebijakannya meningkatkan kualitas rakyat Sumsel melalui program
peningkatan kualitas pendidikan sains dan teknologi, Bpk Ade
Karyana (Ka. Dinas Pendidikan Prov. Sumsel) dengan bimbingan
dan arahannya untuk kemajuan pendidikan di Prov. Sumsel serta
teman-teman pengelola dan pengembang wahana keastronomian
yaitu Bpk H. Rudi Asri, S.Pd (Kasubag TU), Bpk Awalludin, S.Pd.
M.Si (Kasi Perencanaan & Evaluasi), Bpk Qum Zaidan Marhani,
S.Pd., M.Si (Kasi Penelitian dan Promosi), dan Staf UPTD Graha
Teknologi.
Daftar Pustaka
Indrawan; Rencana Strategis (Renstra) UPTD Graha Teknologi
Sriwijaya; 2007.
Indrawan; Pembinaan dan Peningkatan Kinerja UPTD Graha
Teknologi (Rapat Pembinaan Awal tahun 2011).
Peraturan Gubernur Sumatera Selatan No. 24 Tahun 2008
Abstrak. Salah satu faktor penyebab kurangnya minat menekuni Astronomi adalah
aplikasi praktis ilmu ini dalam memecahkan masalah masyarakat. Salah satu
persoalan ummat yang berpotensi untuk dipecahkan adalah upaya menyatukan hari
raya ummat Islam. Hingga saat ini, ummat ini masih melaksanakan hari rayanya
pada hari yang berbeda. Selain kasus keagamaan tersebut, Astronomi juga
berpotensi menjangkau berbagai persoalan yang lebih luas. Hal ini bisa dicapai
melalui upaya menemukan korelasi (ranah waktu) maupun koherensi (ranah
frekuensi) antara keberadaan benda-benda langit dan fenomena yang dijumpai pada
berbagai sektor seperti: lingkungan, pertanian, peternakan dan kelautan. Kompetensi
dan kontribusi mahasiswa yang unik ini diharapkan mampu mendudukkan kembali
astronomi pada tempat dimana ia dahulu pernah berjaya.
Kata Kunci: Folk Astronomy, korelasi, koherensi
1.
70 H. Halide, N. Hasanah: Folk Astronomy: Upaya Meraih (Kembali) Posisi Keemasan Astronomi
3.
Tantangan Ke Depan
Masa gemilang itu yang disebutkan pada paragraf
awal tampaknya telah berlalu. Meskipun astronomi
tingkat universitas masih diajarkan hingga saat ini dan
Ilmu Falak yang pernah diajarkan pada tingkat SMA,
namun berita mereka (astronomi dan astronom) hanya
memiliki gema terbatas dan sekilas (transient)
misalnya: sidang Isbat penentuan awal/akhir bulan
Qamariyah hanya dilakukan tiga kali setahun (baca:
tiga kali dalam 365 hari). Sesuatu barulah akan
menjadi kenangan abadi (everlasting) jika ia mampu
digunakan sebagai agen pencerahan pikiran ataupun
sebagai alat praktis untuk memecahkan masalah
masyarakat.
Saat ini ada persoalan ummat yang potensial bisa
mengangkat kembali posisi para astronom. Persoalan
tersebut adalah bagaimana menyatukan hari raya umat
Islam. Sebenarnya ada solusi alternatif yang dapat
menjembatani kedua kelompok yang menganut sistem
yang berbeda (komputasi versus observasi) dalam
proses penentuan awal/akhir bulan. Alternatif ini
adalah penggunaan teropong infra-merah dan
pemrosesan citra yang canggih. Hal ini telah
dibuktikan beberapa kali. Misalnya bulan sabit (hilal)
yang disaksikan dari ketinggian 1782 meter pada
bulan Juni 2007 yang sudut elongasinya 4,75 derajat
[12] dan hilal yang terlihat dari ketinggian 300 meter
pada bulan April 2010 dengan sudut elongasi 4,55
derajat [13].
Kedua nilai elongasi ini jauh lebih
rendah dari batas Danjon yakni 7,5 derajat untuk
syarat terlihatnya hilal. Umat ini seharusnya iri pada
keberhasilan bangsa lain yang telah berhasil melihat
hilal tertipis sekalipun dengan IPTEK yang mereka
miliki. Untuk mengejar ketertinggalan ini, Olimpiade
Astronomi tingkat sekolah menengah yang dilakukan
tiap tahun sebaiknya dilengkapi pula dengan
perlombaan menyaksikan hilal termuda. Selain acara
perlombaan rutin diluar kampus/sekolah, sudah
waktunya institusi astronomi menyajikan juga
kurikulum yang merakyat yakni perkuliahan Folk
Astronomy.
Folk Astronomy Astronomi Rakyat
Perkuliahan ini bisa disajikan pada tingkat sarjana
maupun
pascasarjana
sesuai
kemampuan
mahasiswanya. Pada tingkat sarjana, penekanannya
pada kompetensi mahasiswa untuk menemukan
korelasi (domain waktu) maupun koherensi (domain
frekuensi) empiris antara keberadaan benda-benda
langit dengan fenomena yang ditemukan pada
berbagai sektor kehidupan dan lingkungannya. Pada
tingkat pascasarjana, mahasiswa diharapkan mampu
menyibak mekanisma dibalik korelasi tersebut,
menyusun
dan
menguji
hipotesis
serta
memformulasikan suatu teori.
Keberhasilan
dalam
menemukan
hubungan/korelasi tersebut akan membantu proses
pengambilan keputusan terbaik untuk masa depan.
Misalnya, pengetahuan tentang adanya korelasi antara
agregasi
(berkumpulnya)
ikan/udang
dengan
4.
Penutup
LAPORAN DISKUSI
KIKI VIERDAYANTI1,2, SOEKIYAH PERMANI1
1
Banyak sekali perkembangan baru di Astronomi Indonesia dalam 10 tahun terakhir, di antaranya peningkatan sains
di sekolah, peningkatan mutu riset, serta penyelenggaraan Olimpiade Astronomi. Tantangan yang paling riil saat ini
sehingga perlu dilakukan pembentukan jaringan di Indonesia menurut ketua Program Studi (Prodi) Astronomi (Dr.
Mahasena Putra) antara lain adalah kebutuhan untuk meningkatkan mutu riset (riset proper) di level perguruan tinggi
serta kebutuhan untuk menyiapkan infrastruktur di lingkungan sekolah (kurikulum, guru dan sebagainya). Dalam hal
peningkatan mutu riset, penggalakan pertukaran/mobilitas mahasiswa sangat diperlukan baik di luar negeri maupun di
dalam negeri. Untuk di dalam negeri, aktivitas ini akan sangat membantu terbentuknya kerjasama riset di lingkungan
perguruan tinggi di Indonesia. Dalam hal peningkatan pengenalan Astronomi di lingkungan sekolah masih diperlukan
pengantar Astronomi yang cocok untuk level menengah meskipun tidak harus berupa mata pelajaran yang berdiri
sendiri. Selain itu, pembinaan Astronomi di lingkungan sekolah dapat dikembangkan dengan membentuk forum guru
atau kelompok penggemar Astronomi.
Perihal peran Astronomi sebagai sarana untuk mengenalkan sains kepada anak-anak khususnya usia sekolah,
Presiden IOAA saat ini (Dr. Chatief Kunjaya) berpendapat bahwa Olimpiade Astronomi merupakan salah satu cara
memupuk budaya sains pada anak sekolah. Sedangkan untuk pengembangannya, perlu adanya kemitraan sehingga
pelatihan Astronomi dapat dilakukan oleh dosen/guru di daerah. Dari kemitraan pembinaan olimpiade ini, diharapkan
dapat juga terjalin kemitraan penelitian dengan memanfaatkan teropong-teropong hibah dari Kemendiknas yang
digunakan dalam Olimpiade Astronomi tingkat internasional yang diselenggarakan di Bandung tahun 2008. Teropong
tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk program pengabdian kepada masyarakat. Dengan kemitraan, beban kegiatan
tidak hanya tertumpu pada Astronomi ITB yang sedang mencoba untuk mewujudkan mimpi besar untuk membuat
teropong besar (mengejar ketinggalan dari Thailand yang baru saja meresmikan teropong 2,4 meter).
Menanggapi perihal pembentukan jaringan guru-guru pecinta Astronomi, Drs. Widya Sawitar dari Planetarium
Jakarta mengemukakan bahwa di Jakarta, khususnya, telah ada jaringan seperti ini dan sudah berjalan sejak Astronomi
masuk dalam OSN. Selain itu, aktivitas jaringan ini juga melibatkan Himpunan Astronomi Amatir Jakarta (HAAJ).
Menyinggung mengenai muatan Astronomi dalam kurikulum SMA, Dr. Chatief Kunjaya menceritakan salah satu
upaya yang telah dilakukan untuk memperbaiki sistem pengenalan Astronomi di SMA dengan melayangkan surat ke
BSNP. Surat tersebut berisi saran untuk mendudukkan Astronomi di tempat yang tepat dalam kurikulum SMA. Intinya
bukan membentuk mata pelajaran Astronomi mengingat mata pelajaran yang ada sudah banyak sehingga penambahan
Astronomi hanya akan memberatkan siswa, tetapi bagaimana pola pikir Astronomi dapat tersalurkan kepada siswa.
Selain itu, penempatan ilmu Astronomi dalam ilmu Geografi dinilai kurang tepat, kecuali bila Geografi dimasukkan ke
dalam IPA karena untuk dapat masuk ke prodi Astronomi ITB harus melalui jalur IPA. Jika Astronomi masuk dalam
Geografi dan Geografi dikelompokkan dalam IPS, maka justru siswa yang ingin masuk ke prodi Astronomi tidak
mendapat bekal IPA yang memadai di level SMA. Dr. Chatief Kunjaya berujar bahwa daripada menjadi tugu yang hanya
menjadi batu sandungan (memberatkan siswa), atau menjadi bebek yang salah kandang (masuk dalam IPS), lebih baik
menjadi kopi yang mengharumkan air (dengan memberikan contoh pola pikir astronomi di bidang-bidang ilmu yang
relevan).
Senada dengan Dr. Chatief Kunjaya, Dr. Wasis, selaku perwakilan BSNP, juga berpendapat bahwa upaya yang
paling diperlukan saat ini dalam mengembangkan Astronomi di lingkungan sekolah adalah bagaimana menghidupkan
'roh' Astronomi di tempat-tempat yang tepat. Muatan materi Astronomi juga perlu dikaji supaya jangan sampai
Astronomi hanya menjadi 'hantu' yang menakut-nakuti siswa dan guru, tetapi dapat menjadi roh dalam aspek-aspek
sains. Kurikulum mengharapkan siswa mengenal dan berinteraksi dengan alam, namun yang terjadi adalah penyampaian
materi Astronomi lebih berfokus pada hafalan data-data. Output seminar ini diharapakan dapat menjadi masukan untuk
diskusi-diskusi di BSNP, termasuk mengenai penempatan materi Astronomi di dalam mata pelajaran Geografi.
Mutoha Arkanuddin dari Jogja Astro Club juga berpendapat bahwa pengembangan ilmu Astronomi di lingkungan
sekolah akan lebih efektif bila melalui pembentukan club astronomi di lingkungan sekolah daripada memaksakan
74
K. Vierdayanti, S. Permani
menjadi mata pelajaran tersendiri. Sebagai contoh, saat ini di Jogja sudah terbentuk tiga club astronomi amatir.
Semantara itu, penempatan astronomi dalam mata pelajaran geografi telah menimbulkan kebingungan di lingkungan
sekolah perihal apakah siswa dari IPA atau IPS yang akan dikirim untuk mengikuti olimpiade astronomi nasional.
Keberadaan materi Astronomi di dalam kurikulum SMA mengundang banyak opini yang berbeda dari para peserta
seminar. Di satu sisi ada yang merasa perlunya Astronomi menjadi mata pelajaran tersendiri mengingat pentingnya peran
kebijakan di Indonesia. Tanpa adanya kebijakan khusus, Astronomi akan terus dipandang tidak bermanfaat. Akibatnya
pembekalan ilmu Astronomi untuk guru-guru juga dipandang tidak perlu dan ketika seorang guru merasa kurang
kompeten mengajar suatu materi, materi tersebut akan cenderung dilewati atau dibebankan kepada siswa untuk mencari
tahu sendiri. Hal ini pada akhirnya akan menghambat perkembangan Astronomi di Indonesia. Ditambah lagi
pembentukan club astronomi juga tidak mudah, antara lain karena terbentur dana. Muncul juga saran untuk mengundang
kepala sekolah dalam pertemuan-pertemuan seperti ini karena mereka adalah penentu kebijakan di sekolah-sekolah.
Mengingat minat siswa yang cukup besar terhadap ilmu Astronomi (Prahesti Husnindriani, Astronomi ITB) dan
kebutuhan akan tenaga pendidik/pembina ilmu astronomi (Perwakilan SMAN 2 Bandung) juga merupakan salah satu isu
penting dalam seminar ini, Dr. Andi Suhandi berkomitmen untuk terus mengembangkan bidang astronomi di jurusan
pendidikan Fisika FPMIPA UPI yang kelak diharapkan dapat membantu menyiapkan guru-guru dengan materi
astronomi.
Berkaitan dengan peningkatan kualitas pendidik di lingkungan sekolah, Dr. Biemo Soemardi, selaku wakil dari
Dikti bidang beasiswa berpendapat bahwa masih terdapat masalah yang berkaitan dengan birokrasi karena pendidikan
dasar dan menengah memiliki direktorat yang berbeda dengan pendidikan tinggi. Tentu saja untuk meningkatkan
kualitas pendidikan tidak bisa hanya dilakukan di pucuknya saja, tetapi harus dari dasarnya. Upaya yang dilakukan Dikti
hingga saat ini adalah dengan penyediaan beasiswa bagi pendidik dan tenaga pendidikan di lingkup perguruan tinggi
saja, antara lain dengan beasiswa unggulan. Untuk meningkatkan kualitas pendidik di lingkungan sekolah, kita perlu
meyakinkan badan pengembangan SDM untuk pengadaan beasiswa di level menengah ke bawah. Sedangkan untuk
mobilitas mahasiswa, kemungkinan besar masih dapat difasilitasi melalui program-program Dikti.
Awalludin, SPd., Msi., dari Graha Teknologi Sriwijaya Palembang memaparkan peluang pengembangan Astronomi
melalui pusat-pusat sains di Indonesia. Pusat sains dapat menjadi raga yang tepat untuk dimasuki roh Astronomi karena
tidak dibebani dengan kurikulum dan sebagainya. Yang paling utama adalah bagaimana mengemas materi Astronomi
yang dapat membumi sehingga meningkatkan minat pengunjung terhadap ilmu Astronomi. Sebagai contoh di Graha
Teknologi Sriwijaya, jumlah pengunjung semakin meningkat setelah mendapatkan teropong You Are Galileo dari
Jepang. Modul atau rambu-rambu pengenalan astronomi dangat diperlukan selain penambahan alat peraga yang
menarik. Dalam han ini ITB dapat berperan menghimpun pusat-pusat sains di Indonesia.
Berkaitan dengan modul, buku-buku Astronomi berbahasa Indonesia masih sangat kurang di Indonesia sehingga
menyulitkan masyarakat umum untuk memperoleh informasi astronomi. Namun sudah ada upaya untuk
mengembangkan buku astronomi berbahasa Indonesia yang dikembangkan oleh salah satu mahasiswa S2 Astronomi saat
ini. Mahasiswa S2 di bawah bimbingan Dr. Premana W. Premadi ini mencoba membuat kompilasi bahan bantu ajar
untuk Astronomi berupa gambar-gambar dan aktivitas kelas yang akan membantu memudahkan guru dalam mengajar
dan siswa dalam memahami. Dr. Premana juga mengemukakan bahwa ada pula mahasiswa yang sedang berupaya
menyiapkan materi dalam bentuk animasi di situs internet. Hal yang sangat penting adalah menumbuhkan rasa ingin
tahu anak-anak dan tidak hanya menghafal. Anak-anak perlu diajak untuk menemukan kaidah melalui pengamatan.
Anak-anak sering berhenti bertanya setelah mulai bersekolah yang merupakan indikasi hilangnya rasa ingin tahu anakanak karena terlalu banyak dihantam materi.
Dalam diskusi 60 menit ini, antusiasme peserta dalam menyampaikan gagasan dan pendapat sangat besar yang
menunjukkan kepedulian terhadap perkembangan astronomi di Indonesia. Dari hasil diskusi dapat disimpulkan bahwa
masih banyak problematika baik horizontal (antar perguruan tinggi) maupun vertikal (dengan sekolah dan Dikti) yang
harus dipecahkan bersama-sama. Pembentukan jaringan merupakan salah satu upaya awal yang harus segera
diwujudkan.
CONCLUDING REMARKS
DHANI HERDIWIJAYA 1,2
1
Bermula dari motto Dr. Kevin Govender, Astronomy for Better World ditambahkan and Better Life. Dunia
yang dapat diubah oleh astronomi adalah bidang-bidang Science and Research, Technology and Skill, Culture and
Society (ditambahkan Religion). Ketiga aspek tersebut mempengaruhi bagaimana kita beriklan dan bicara
kepada masing-masing masyarakat, yaitu masyarakat ilmiah, masyarakat melek teknologi dan masyarakat
berbudaya dalam strata lokal sampai internasional. Bagaimana dengan kondisi dan suasana di Indonesia?
Lulusan tahap Sarjana sejak 60 tahun yang lalu sejumlah 288 mahasiswa. Dengan demikian setiap lulusan
mengemban tugas beriklan dan bicara kepada kurang lebih 1.000.000 orang. Suatu nisbah liliput. Apakah
jumlah lulusan itu sudah mencapai critical mass dari bola salju? Apakah energi bola salju sudah cukup untuk
menggelinding?
Tingkat popularitas Astronomi di Indonesia tidaklah bisa dibantah. Terukur dalam porsi kecil dengan jumlah
kunjungan di Observatorium Bosscha lebih dari 60.000 orang per tahun. Perlu lebih dari 10 tahun untuk mencapai
pengunjung ke sejuta. Fenomena alam visual seperti gerhana bulan, gerhana matahari, oposisi Mars, transit
Merkurius, transit Venus, hujan meteor, hilal awal Ramadan dan Syawal, dll. Fenomena alam yang nun jauh, seperti
lubang hitam, supernova, tabrakan galaksi, dll. tidak kalah menarik perhatian masyarakat yang haus informasi yang
tepat dan sederhana. Pandangan masyarakat yang hiperkorek atau nihil informasi juga mudah melahirkan hoax
atau berita bohong. Kabar burung yang mendompleng fenomena alam memerlukan waktu para penggiat astronomi
untuk klarifikasi.
Astronomi yang populer berarti juga banyak pertanyaan menggelitik. Wajarlah siswa dan orang tua mencari
institusi pendidikan formal dan informal untuk mewadahi dan mencoba cari jawabnya. Berdirinya Observatorium
Bosscha 88 tahun yang silam menjadi biji berkah bagi bangsa Indonesia, lalu tumbuh menjadi Jurusan Astronomi 60
tahun lalu. Institusi pendidikan formal memerlukan sumber daya manusia dan infrastruktur pendidikan, seperti
kurikulum, laboratorium, dll. Terasa juga pendidikan informal dengan adanya planetarium, science center, klub
ekstrakurikuler astronomi, jejaring sosial, dll. mengisi ruang-ruang hampa informasi astronomi. Institusi pendidikan
formal, selain menyimpan potensi yang besar, juga berevolusi dari kekurangan yang ada menuju kondisi yang lebih
baik. Minimnya porsi pengetahuan antariksa, astronomi yang dianggap bukan physical science, sehingga salah
tempat pendidikan astronomi dalam geografi (IPS), kurangnya buku-buku Astronomi, kurangnya bekal guru-guru
terhadap ilmu astronomi dasar, dan masih banyak poin minus yang bisa dicari. Seminar ini bertujuan untuk
menggabungkan banyak pihak, dari pengalaman guru di lapangan sampai pembuat kebijakan nasional. Ternyata,
masing-masing perlu untuk saling beriklan dan bicara.
Aspek popularisasi dapat pula ditempuh melalui jalan kompetisi melalui ajang olimpiade berjenjang dari kota,
provinsi, nasional dan internasional. Jalan popularisasi dan kompetisi ibaratnya dua anak yang berbeda. Keduanya
mempunyai sifat berbeda sehingga memerlukan cara penanganan berbeda pula. Ujungnya adalah mengharumkan
orang tuanya, yaitu astronomi itu sendiri.
Dampak munculnya jalan-jalan secara formal, popularisasi dan kompetisi adalah lahirnya enterpreunership
atau lahir jiwa-jiwa kewirausahaan bidang Astronomi. Lahir jasa penjualan alat-alat observasi, perangkat lunak, dll.
Puncak pendidikan astronomi adalah tantangan dalam melakukan riset. Kebutuhan mutlak riset Astronomi
adalah ketersediaan instrumentasi yang kompetitif. Negara Thailand tahun 2012 akan meresmikan teleskop 2.4 m
seharga kurang dari 9 juta dollar. Observatorium baru ini akan merangsang pertumbuhan instrumentasi canggih dan
SDM yang terlatih. Hal ini membuat astronom Indonesia prihatin akan masa depan pendidikan Astronomi das warsa
ke depan. Semoga di usia Observatorium Bosscha ke-100 pada tahun 2023 sudah berdiri observatorium baru di
76
D. Herdiwijaya
Indonesia. Seorang philantrofis, seperti penyandang dana Observatorium Mt. Lokon, Manado, diperlukan untuk
Observatorium Merah Putih dengan kualitas internasional, untuk generasi 100 tahun mendatang.
Di manakah posisi kita sekarang? Nisbah penggiat Astronomi dengan jumlah penduduk Indonesia yang sangat
kecil, maka setiap insan harus berakselerasi dalam beriklan dan bicara. Akhirnya keyakinan Astronomy for
Better World and Better Life harus menjadi kenyataan.
LAMPIRAN
SLIDE PRESENTASI
BOSSCHA OBSERVATORY
Dr. Hakim L. Malasan
77
78
1
79
80
9
10
11
12
13
14
15
16
81
82
17
18
19
20
21
22
23
24
83
84
25
26
27
28
29
30
31
32
85
86
33
35
34
87
88
Penerbit
ISBN
: 9786021810804