Você está na página 1de 33

LAPORAN KASUS

oleh:
Nur Fauziah Arif

Dokter Pendamping:
Dr.Hj.Sopi Sopiawati

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD 45 KUNINGAN
DAFTAR ISI
1

DAFTAR GAMBAR
KATA PENGANTAR
I.

Pendahuluan .................................................................................. 1

II.

Anatomi dan Fisiologi .................................................................. 3

III.

Definisi.......................................................................................... 6
Etiologi ........................................................................................ 6
Faktor Risiko................................................................................ 6
Patofisiologi.................................................................................. 8
Klasifikasi..................................................................................... 9
Manifestasi Klinik........................................................................ 11

IV.

Komplikasi...................................................................................

12

Diagnosis......................................................................................

13

Penatalaksanaan............................................................................

17

Kesimpulan.................................................................................... 22
Daftar Pustaka................................................................................ 23

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkah dan rahmatnya
penulis bisa menyelesaikan laporan kasus ini dengan sebaik-baiknya. Laporan kasus ini
berjudul Cholelithiasis.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dokter pendamping
dr. Sopi Sopiawati yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam
menyelesaikan refrat ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman yang
telah berperan dalam penyelesaian laporan kasus ini.
Penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Dan
mohon maaf bila terdapat kesalahan dalam penulisan.

Kuningan, juni 2015


Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang


penting di negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan
perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih
terbatas. Batu empedu

adalah timbunan kristal di dalam kandung

empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam


kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran
empedu disebut koledokolitiasis.1
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% sedangkan angka kejadian di Indonesia
tidak berbeda jauh dengan negara lain di Asia Tenggara (syamsuhidayat). Peningkatan
insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok resiko tinggi yang disebut 5 Fs : female,
fertile, fat, fair dan forty. Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika, yaitu pada 10
sampai 20% penduduk dewasa. Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada lakilaki dengan perbandingan 4 : 1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung
empedu, di Italia 20 % wanita dan 14 % laki-laki dan sementara di Indonesia, hasil penelitian
terhadap pasien kolelitiasis yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Margono
Soekarjo Purwokerto didapatkan jumlah penderita wanita 1,8 kali lebih banyak dari pada
laki-laki. 2,3,4,5
Dua per tiga dari batu empedu adalah asimptomatis dimana pasien
tidak mempunyai keluhan dan yang berkembang menjadi nyeri kolik
tahunan hanya 1-4%. Sementara pasien dengan gejala simtomatik batu
empedu mengalami komplikasi 12% dan 50% mengalami nyeri kolik pada
4

episode selanjutnya.2 Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami


gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu
empedu menimbulkan masalah serangan nyeri kolik yang spesifik maka
resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat. 1
Pada sekitar 80% dari kasus, kolesterol merupakan komponen
terbesar dari batu empedu. Biasanya batu - batu ini juga mengandung
kalsium karbonat, fosfat atau bilirubinat, tetapi jarang batu- batu ini murni
dari satu komponen saja.4
Batu empedu merupakan penyakit yang sering ditemukan dinegara maju dan jarang
ditemukan di negara-negara berkembang. Dengan membaiknya keadaan sosial ekonomi,
perubahan menu makanan ala barat serta perbaikan sarana diagnosis khususnya
ultrasonografi, prevalensi penyakit batu empedu dinegara-negara berkembang cenderung
meningkat. Penyakit ini perlu diwaspadai karena insidensi batu empedu di Asia Tenggara
khususnya di Indonesia cukup tinggi, serta kecenderungan penyakit ini untuk terjadi pada
pasien berusia lanjut, yang biasanya memiliki penyakit penyerta yang lain yang dapat
memperburuk kondisi dan mempersulit terapi. 5 Penting bagi dokter umum untuk mengetahui
penyakit ini, agar dapat menegakkan diagnosis secara tepat, melakukan penanganan pertama,
memberikan penjelasan yang baik kepada pasien, dan merujuk secara tepat.

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI KANDUNG EMPEDU

Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah alpukat yang terletak tepat
dibawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke
saluran empedu yang kecil di dalam hati. Saluran empedu yang kecil-kecil tersebut bersatu
membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai
duktus hepatikus kanan dan kiri, yang akan bersatu membentuk duktus hepatikus komunis.
Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus.
6

Pada banyak orang, duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk
ampula Vateri sebelum bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua saluran dan
ampla dikelilingi oleh serabut otot sirkular, dikenal sebagai sfingter Oddi.3

Gambar 1. Anatomi kandung empedu 5


Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya antara 600-1200
ml/hari. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu. Diluar waktu makan,
empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di sini mengalami
pemekatan sekitar 50 %. Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu
dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang
kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 8090%. 4
Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :

Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, karena
asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu membantu
mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil
dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu
membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan
melalui membran mukosa intestinal.

Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan
yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran
hemoglobin dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.

Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu.
Pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh hormon kolesistokinin, hal ini terjadi ketika
makanan berlemak masuk ke duodenum sekitar 30 menit setelah makan, hormon kemudian
masuk kedalam darah, menyebabkan kontraksi ritmik dinding kandung empedu, tetapi
efektifitas pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan dari sfingter oddi yang
menjaga pintu keluar duktus biliaris komunis kedalam duodenum sehingga memungkinkan
masuknya empedu yang kental dalam duodenum. Garam-garam empedu dalam cairan
empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan
absorbsi lemak. Selain kolesistokinin, kandung empedu juga dirangsang kuat oleh serat-serat
saraf yang menyekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus dan enterik. Kandung empedu
mengosongkan simpanan empedu pekatnya ke dalam duodenum terutama sebagai respon
terhadap perangsangan kolesistokinin. Saat lemak tidak terdapat dalam makanan,
pengosongan kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak yang
adekuat dalam makanan, normalnya kandung empedu kosong secara menyeluruh dalam
waktu sekitar 1 jam.6

Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan
empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. Garam empedu adalah
steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya
dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal
kalau diperlukan.3

BAB III
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN BATU EMPEDU
3.1. Definisi
Batu

Empedu

gallstones, biliary

disebut

calculus.

juga

Sinonimnya

Istilah kolelitiasis

adalah

kolelitiasis,

dimaksudkan untuk

pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu

merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material


mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.5

3.2. Etiologi
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam
chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin. 2
Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang paling penting
adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis
empedu dan infeksi kandung empedu.3 Sementara itu, komponen utama dari batu empedu
adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh
karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar
empedu.6

3.3. Faktor Risiko


Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk
terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain : (6,7,8,9)

Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki). Ini


dikarenanakan

oleh

hormon

estrogen

berpengaruh

terhadap

peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan,


yang meningkatkan kadar estrogen juga meningkatkan resiko
terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon

10

(estrogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu


dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.

Usia lebih dari 40 tahun .

Kegemukan

(obesitas).

Ini

dikarenakan

kegemukan

dapat

mengakibatkan kadar kolesterol dalam kandung empedu meningkat,


dan juga dapat mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung
empedu.

Faktor keturunan

Aktivitas

fisik.

Kurangnya

aktivitas

fisik

berhubungan

dengan

peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkn disebabkan


oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

Hiperlipidemia

Diet tinggi lemak dan rendah serat

Pengosongan lambung yang memanjang

Nutrisi intravena jangka lama

Dismotilitas kandung empedu

Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)

11

Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati,


pankreatitis dan kanker kandung empedu) dan

penyakit ileus

(kekurangan garam empedu)

Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit


putih, baru orang Afrika)

3.4. Patofisiologi

Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang
supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena
bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam
pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol
terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol
turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang
mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang
mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu
dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau
terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.10
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan
kolesterol.

Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan

membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang
lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris
yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan. 10
12

Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang dibentuk
pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu masih belum diketahui sepenuhnya;
akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi terpenting adalah gangguan metabolisme yang
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, stasis empedu dan infeksi kandung
empedu.
Perubahan komposisi empedu kemungkinkan merupakan faktor terpenting dalam
pembentukan batu empedu. Sejumlah penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita batu
empedu kolesterol menyekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang
berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang belum dimengerti
sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu.
Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif,
perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung
empedu, atau spasme sfingter Oddi, atau keduanya dapat menyebabkan stasis. Faktor
hormonal (terutama selama kehamilan) dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan
kandung empedu dan menyebabkan tingginya insidensi dalam kelompok ini.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu.
Mukus meningkatkan viskositas empedu, dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai
pusat presipitasi. Akan tetapi, infeksi mungkin lebih sering timbul sebagai akibat dari
terbentuknya batu empedu, dibandingkan sebagai penyebab terbentuknya batu empedu.
3.5. Klasifikasi

Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di


golongkankan atas 3 (tiga) golongan:1,11

Batu kolesterol

13

Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung >
50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama :
o Supersaturasi kolesterol
o Hipomotilitas kandung empedu
o Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.
Khusus mengenai nukleasi cepat, sekarang telah terbukti bahwa empedu pasien
dengan kolelitias mempunyai zat yang mempercepat waktu nukleasi kolesterol
(promotor) sedangkan empedu orang normal mengandung zat yang menghalangi
terjadinya nukleasi.

Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung
<20% kolesterol. Jenisnya antara lain:
o Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung
kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.

Batu pigmen cokelat terbentuk

akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan
oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit.
Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim Bglukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas
dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat
yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat
14

antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya batu


pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.
o Batu pigmen hitam.
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan
kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi. 1 Batu pigmen hitam adalah tipe
batu yang banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis
hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin.
Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam
terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.1,11

Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50%
kolesterol.

Gambar 2. Klasifikasi batu dalam kandung empedu12


3.6. Manifestasi Klinis
Penderita batu empedu sering mempunyai gejala-gejala kolestitis akut atau kronik.
Bentuk akut ditandai dengan nyeri hebat mendadak pada abdomen bagian atas, terutama
15

ditengah epigastrium. Lalu nyeri menjalar ke punggung dan bahu kanan (Murphy sign).
Pasien dapat berkeringat banyak dan berguling ke kanan-kiri saat tidur. Nausea dan muntah
sering terjadi. Nyeri dapat berlangsung selama berjam-jam atau dapat kembali terulang. 3
Gejala-gejala kolesistitis kronik mirip dengan fase akut, tetapi beratnya nyeri dan
tanda-tanda fisik kurang nyata. Seringkali terdapat riwayat dispepsia, intoleransi lemak,
nyeri ulu hati atau flatulen yang berlangsung lama. Setelah terbentuk, batu empedu dapat
berdiam dengan tenang dalam kandung empedu dan tidak menimbulkan masalah, atau dapat
menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang paling sering adalah infeksi kandung empedu
(kolesistitis) dan obstruksi pada duktus sistikus atau duktus koledokus. Obstruksi ini dapat
bersifat sementara, intermitten dan permanent. Kadang-kadang batu dapat menembus dinding
kandung empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering menimbulkan peritonitis, atau
menyebakan ruptur dinding kandung empedu. 3
3.7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis : 3

Asimtomatik

Obstruksi duktus sistikus

Kolik bilier

Kolesistitis akut

Perikolesistitis

Peradangan pankreas (pankreatitis)-angga

16

Perforasi

Kolesistitis kronis

Hidrop kandung empedu

Empiema kandung empedu

Fistel kolesistoenterik

Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan batu
empedu muncul lagi) angga

Ileus batu empedu (gallstone ileus)

Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan menghasilkan


kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong
dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila
batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila
terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu
dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk
suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya
kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding
(dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun
dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.3
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi
dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap
17

asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus
koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan
pankretitis.3
Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel
kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pad bagian tersempit
saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi.3
3.8. Diagnosis
Anamnesis

Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan


yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan
berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,
kuadran kanan atas atau perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang
mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam
kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tibatiba.3
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu,
disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri
berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap
dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.3

Pemeriksaan Fisik

o Batu kandung empedu

18

Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti


kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu,
empiema kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan
dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy
positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena
kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien
berhenti menarik nafas.3
o Batu saluran empedu
Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang
teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang
dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah
berat, akan timbul ikterus klinis.3
1. Pemeriksaan Penunjang
o Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi
leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan
bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum
yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase
alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap
setiap kali terjadi serangan akut.3
o Pemeriksaan Radiologis

19

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena
hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung
empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat
dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar
atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran
kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.3

Gambar 3. Foto rongent pada kolelitiasis 11


o Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun
ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal
karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu
yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang
oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu
kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa. 1
20

Gambar 4. FotoUSG pada kolelitiasis 11


o Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena
relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga
dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan
ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan
hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.
Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung
empedu.3
3.9. Penatalaksanaan
Penanangan profilaktik untuk batu empedu asimtomatik tidak dianjurkan. Nyeri yang
hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan
berlemak. 3 Sebagian besar pasien dengan batu asimtomatik tidak akan mengalami keluhan
21

dan jumlah, besar dan komposisi batu tidak berhubungan dengan timbulnya keluhan selama
pemantauan. Kalaupun nanti timbul keluhan umumnya ringan sehingga penanganan dapat
elektif.
Hanya sebagian kecil yang akan mengalami simtom akut (kolesistitis akut, kolangitis,
pankreatis dan karsinoma kandung empedu). Apabila telah terjadi kolesistitis akut, diberikan
pengobatan umum termasuk istirahat total, pemberian nutrisi parenteral, diet ringan, obat
penghilang rasa nyeri seperti petidin dan antispasmodik. Pemberian antibiotik pada fase awal
sangat penting untuk mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis dan septisemia. Golongan
ampisilin, sefalosporin dan metronidazol cukup memadai untuk mematikan kuman-kuman
yang umum terdapat pada kolesistitis akut seperti E. Coli, Strep. Faecalis dan Klabsiella. 1
Untuk batu kandung empedu simtomatik, maka dianjurkan untuk menjalani
pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak
menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan
makanan. 3
Pilihan penatalaksanaan antara lain : 10

Kolesistektomi terbuka

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan


kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah
cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan
untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi
adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. 10

Kolesistektomi laparaskopi

22

Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang


ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di
Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi
normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung
dan paru.2 Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan
kecil di dinding perut. 10
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai
melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu
duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur
konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang
dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan
kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini,
berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris yang mungkin
dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi. 10

Gambar 5. Kolesistektomi laparaskopi 8


23

Disolusi medis

Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah
angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya
memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif
acak dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya
batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu
tejadi pada 50% pasien.10 Kurang dari 10% batu empedu dilakukan cara ini an sukses. 2
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi criteria terapi non operatif diantaranya
batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu
baik dan duktus sistik paten. 2

Disolusi kontak

Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten (MetilTer-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan
per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien
tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang
tinggi (50% dalam 5 tahun). 10

Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada
saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah
benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. 10

24

Gambar 6. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) 8

Kolesistotomi

Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping


tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk
pasien yang sakitnya kritis.10

Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)


Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung
dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu
melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka
agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus
halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4
dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga
prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif
dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung
empedunya telah diangkat.12
25

Gambar 7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) 12

BAB IV
KESIMPULAN
kolelitiasis adalah pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu
merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang
terbentuk di dalam kandung empedu.
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikanberdasarkan
bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu campuran. Lebih dari
90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu
campuran (batu yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis
pigmen, yang mana mengandung <20 kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan
batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang
tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu.
Penatalaksanaan pada batu empedu terbagi menjadi dua yaitu, penanganan
asimtomatik dan simtomatik. Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan
pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau
26

mengurangi makanan berlemak. Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri
berulang meskipun telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani
pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak
menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan
pembatasan makanan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Lesmana L. Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Jakarta : Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. 380-384.
2.

I J Beckingham. 2001. ABC Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary System Gallstone
Disease. Dalam: British Medical Journal Vol 13, Januari 2001: 322(7278): 9194. Avaliable
from : http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1119388[diakses pada tanggal
28 oktober 2010].

3. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2005. 570-579.

4. Webmaster. 2002. Genetics of gallstone disease. Dalam: JPGM. Available from


http://www.jpgmonline.com/article.asp?issn=00223859;year=2002;volume=48;issue=2;spage=149;epage=52;aulast=Mittal [diakses pada
tanggal 28 oktober 2010].
5. Dorlan WA Newman. Kamus Kedokteran Dorlan. Edisi 29.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.2002. Maryan Lee F, Chiang W. Cholelithiasis. Avaliable from :
http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic97.htm.[diakses pada tanggal 29 oktober
2010].
6. Maryan Lee F, Chiang W. Cholelithiasis. Avaliable from :
http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic97.htm.[diakses pada tanggal 29 oktober
2010].
7. Clinic Staff. Gallstones. Avaliable from : http://www.6clinic.com/health/digestivesystem/DG99999.htm. [diakses pada tanggal 28 oktober 2010].
27

8. Novita, L. 2008. Batu Empedu. Refrat tidak diterbitkan. Pekanbaru; Fakultas Kedokteran
Universitas Riau.
9. Price, Sylvia Anderston. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 1. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1994. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu
Bedah (Principles of Surgery). Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. 459-464.
10. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery). Edisi 6.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. 459-464.
11. Yekeler E, Akyol Y. Cholelithiasis. Dalam : New England Journal of Medicine. Avaliable from :
http://content.nejm.org/cgi/content/full/351/22/2318#F1. [diakses pada tanggal 1 november
2010]
12. Heuman D, Mihas A. Cholelithiasis. Avaliable from :
http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic863.htm. [diakses pada tanggal 2
november 2010].

28

LAPORAN KASUS
I. KETERANGAN UMUM
Nama

: Tn.J

Usia

: 65 th

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Awirarangan

Status

: Menikah

Pekerjaan

: Petani

Suku

: Sunda

Agama

: Islam

Pendidikan Terakhir: SMA


Masuk rumah sakit :19-06-2015

II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri perut bagian kanan atas
Anamnesis
Sejak 4 hari yang lalu, pasien mengeluh nyeri perut kanan atas seperti menusuknusuk yang dirasakan menjalar ke punggung. Nyeri pada awalnya hilang timbul dan
kemudian dirasakan terus-menerus. Keluhan disertai mual namun tidak muntah. Riwayat
muntah berwarna hitam (-) . Demam dijumpai pada os sejak 4 hari ini dan demam bersifat
naik turun, dan turun dengan obat penurun panas. Mengigil dijumpai.
29

Riwayat BAK seperti warna teh tidak ada. Riwayat BAK seperti air cucian
daging tidak dijumpai. Riwayat BAK keruh dan BAK keluar batu tidak dijumpai . Riwayat
BAB seperti dempul tidak ada. Riwayat minum alkohol (-)
Riwayat kuning di seluruh badan tidak ditemukan. riwayat transfusi darah
sebelumnya tidak dijumpai. Riwayat keluarga mempunyai keluhan yang sama disangkal.
Karena keluhanya pasien lalu berobat ke RSUD 45

III. PEMERIKSAAN FISIK


KU

: Compos mentis

TD

: 120/80 mmHg R

: 24x/m

: 84x/m

:38c

Kepala:
Mata

-Konjungtiva tidak anemis


-Sklera ikterik

Leher :
KGB tidak teraba membesar
JVP tidak meningkat
Thorax :
Bentuk dan gerak simetris
Cor: Bunyi jantung normal reguler
Pulmo: VF kiri=kanan, Sonor

Abdomen :
Datar lembut
Hepar dan lien tidak teraba membesar
Bising usus (+) normal
Nyeri tekan abdomen regio epigastrica dextra
murphy sign (+)
Ekstremitas :
30

Akral hangat
Capillary refill time < 2 detik
Sianosis (-), edema (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium ()
Hb

: 14,1 g/dL

Ht

: 40, 5%

Leukosit

:31.000/mm3

Trombosit

:131.000/mm3

sGOT

: 127 IU/L

sGPT

: 127 IU/L

Ureum

: 41mg/dL

Kreatinin

: 1,18 mg/dL

GDS

: 97 mg/dL

Na

: 132 mEq/L

: 3.7 mEq/L

USG
-

Kesan cholelithiasis multiple, tidak tampak tanda-tanda Cholesistitis akut

USG hepar : Tak membesar, parenkim homogen, tepi tajam, permukaan rata, kapsul tak
menebal, tak tampak nodul, vena porta dan vena hepatika tidak melebar, duktus biliaris
intrahepatal sinistra melebar

Biliariektasi sinistra ec?

31

32

V. DIAGNOSIS KERJA :
Cholelithiasis
VI. PENATALAKSANAAN
Ivfd Assering 8jam/kolf
Inj ceftriaxone 2x1gr iv (ST)
Inj Ranitidin 2x1 amp iv
Sucralfat syr 3x1 C
Sistenol 3x1 tab
Curcuma 2x1 tab
Proliva 2x1 tab
VI. PROGNOSIS
Quo ad vitam

: ad bonam

Quo ad functionam

: dubia ad bonam

33

Você também pode gostar