Você está na página 1de 30

Analisis Masalah dan Learning Issue

Skenario B Blok 17

Nama : Monica Trifitriana


Nim : 04011381320042
Kelas : B
Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya

I. AnalisisMasalah
1. Ny. W, 42 tahun, dibawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri perut kanan atas yang
hebat, disertai demam dan menggigil.
a. Bagaimana mekanisme dari nyeri perut kanan atas, demam, dan menggigil pada
kasus?

Nyeri perut kanan atas


Pada kasus, Ny. W menderita batu saluran empedu dan kolesistitis kontraksi
kantong empedu meningkat menyebabkan regangan lumen ditambah lagi
dengan adanya proses inflamasi (terjadi usaha dari otot polos dinding vesica
biliaris untuk mengeluarkan batu tersebut) mensensitiasi serabut saraf yang
menpersarafi otot polos dinding vesica biliaris yaitu plexus coeliacus dan nervus
splanchnicus major Itulah yang menyebabkan nyeri perut kanan atas atau atau
daerah epigastrium (dermatome T7,8,9).

Demam dan Menggigil


Akibat terdapatnya batu pada saluran empedu aliran cairan empedu menjadi
terhambat penumpukan cairan empedu pada kandung dan saluran empedu
menimbulkan refluks kolangiovena Meningkatnya tekanan intrabilier >1960
Pa/20 cmH2O( kisaran normal 686-1373 Pa atau 7-14 cmH2O), dapat memaksa
bakteri dari saluran empedu masuk ke dalam sirkulasi sistemik akan
meningkatkan translokasi bakteri ke dalam sistem porta dan mengganggu ekskresi
bilier Infeksi dari bakteri ini akan menyebabkan reaksi peradangan pada
saluran empedu atau kandung empedu yang akan menimbulkan lepasnya
interleukin-1 ke dalam sirkulasi sistemik Interleukin-1 akan menginduksi
pembentukkan prostaglandin E2 dari asam arakidonat Prostaglandin E2 akan
bekerja di hipotalamus dengan meningkatkan setpoint suhu termostat suhu tubuh
di hipotalamus Akibatnya, tubuh akan menduga bahwa suhu tubuh normal
lebih rendah dari biasanya, sehingga tubuh akan berusaha meningkatkan suhu
tubuh menjadi sesuai dengan termostat tubuh saat itu, salah satunya dengan cara
menggigil Dengan demikian suhu tubuh pasien akan lebih tinggi dari normal
dan pasien juga akan menggigil.

2. Sejak 2 bulan yang lalu, Ny. W mengeluh nyeri di perut kanan atas yang menjalar sampai
ke bahu sebelah kanan dan disertai mual. Nyeri hilang timbul dan bertambah hebat bila
makan makanan berlemak. Biasanya Ny. W minum obat penghilang nyeri.
a. Bagaimana mekanisme penjalaran dari nyeri pada kasus?
Nyeri pada perut kanan atas dikarenakan implikasi pada saraf yang mempersarafi
vesica felea yaitu, plexus coeliacus dan nervus splanchnicus major. Plexus coeliacus
mempunyai hubungan
dengan
n.suprascapularis
sehingga nyeri pada
plexus ini bisa juga
dirasakan oleh
n.suprascapularis yang
mempersarafi otot pada
belikat kanan(bahu
sebelah
kanan).Sebenarnya,
nyeri yang terjadi pada
penderita ikterus
obstruktif merupakan
nyeri yang menyebar
atau (reffered pain).
Ikterus obstruktif
menyebabkan nyeri
yang akan diterima oleh saraf aferen mengikuti saraf simpatis. Nyeri ini akan berjalan
melalui plexus coeliacus dan nervus splanchnicus major menuju ke medula spinalis.
Peradangan dapat menyebabkan plexus coeliacus terjepit, maka nyeri ini bisa
menyebar dan mengenai peritoneum parietal dinding anterior abdomen atau
diafragma bagian perifer. Hal ini akan menyebabkan:
1. Nyeri somatik dirasakan di kuadran kanan atas dan berjalan ke punggung bawah
angulus inferior scapula.
2. Radang yang mengenai peritoneum parietal bagian sentral yang dipersarafi oleh
nervus phrenicus (C3, C4, C5), akan menyebabkan nyeri di daerah bahu sebab
kulit di daerah bahu mendapat persarafan dari nervisupraclavicularis (C3, C4).

3. Pemeriksaanlaboratorium:
Darah rutin: Hb: 12,4 g/dl, Ht 36 vol%, Leukosit: 15.400/mm3, trombosit: 329.00/mm3,
LED: 77 mm/jam
Liver Function Test (LFT): bil. Total: 20,49 mg/dl, bil. Direk: 19,94 mg/dl, bil. Indirek:
0,55 mg/dl, SGOT: 29 /L, SGPT: 37 /L, fosfatase alkali: 864 /L
Amilase: 40 unit/L dan lipase: 50 unit/L
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan laboratorium?
Jawab:
Ny. M
Darah Rutin
Hb
12,4 g%
Ht
36%
Leukosit
16.800/mm3

Nilai Normal

Keterangan

12-16 g%
38-48 %
5.000-11.000/ mm3

Normal
Rendah
Tinggi, adanya
infeksi dan

Trombosit

329.000/

150.000-350.000

mm3

mm3

inflamasi
Normal

LED

77 mm/jam

Wintrobe: 0-15

Meningkat

mm/jam
Westergren:020mm/jam
Liver Function Test
Bil Total
0,1-1,2 mg/dL
Bil Direct
0,1-0,3 mg/dL

20,49 mg/dL
19,94 mg/dL

Meningkat
Meningkat sirosis, obstruksi
biliaris, hepatitis infeksius,
karsinoma pankreas, obat
(kontrasepsi oral, sulfonamid,
rifamfisin, aspirin, morfin,

Bil Indirect

0,1-1 mg/dL

0,55 mg/dL

tiazid, prokainamid)
Normal (meningkat pada
kondisi peningkatan kerusakan

SGOT

8-38 U/L
8-33 U/L pada

29 u/L

besar terdapat pada otot jantung

suhu 37 C
(Satuan SI)
45 115 U/L

SGPT

SDM)
Normal enzim yg sebagian
dan hati

37 U/L

Normal enzim yg sebagian


besar terdapat pada otot jantung

Fosfatase

43-136U/L

864 u/L

Alkali

dan hati
Meningkat ALP terutama
ditemukan di tulang dan hati,
juga usus, ginjal, dan plasenta.
Meningkat pada kerusakan hati
yang berat (kanker hati, masalah
hepatoseluler)
isoenzim ALP1 Hati, ALP2
tulang

Amylase: 40

Amilase: <120

Normal

Lipase:
unit/L 50 unit/L

Lipase:
unit/L < 190

Normal

unit/L

Mekanisme abnormal:
Leukosit dan LED meningkat
Pertumbuhan bakteri akibat kolestasis kolesistitis dan atau kolangitis

leukosit meningkat untuk melawan infeksi dan LED meningkat


Bilirubin total dan bilirubin direk meningkat :
Adanya obstruksi pada ductus choledokus bilirubin terkonjugasi tidak dapat
masuk ke duodenum memumpuk di hati regurgitasi cairan cairan empedu
ke sistemik, dalam hal ini termasuk bilirubin terkonjugasi peningkatan

bilirubin konjugasi dan bilirubin total di dalam plasma


Fosfatase alkali meningkat :
fosfatase alkali dibuat oleh sel hati dan disekresikan bersama cairan empedu. Jika
terjadi obstruksi total pada ductus choledokus cairan empedu beserta fosfatase
alkali tidak dapat di sekresikan kedalam duodenum regusgitasi ke sistemik
peningkatan fosfatase alkali

4. Apa diagnosis kerja?


Diagnosis

Koledokolitiasis,

Pankreatitis

Klinik

Kolangitis,

Akut

Koledokolitiasis Ca Caput
Pankreas

Kolesistitis
Sklera Ikterik

(+)

(-)

(+)

(+)

Nyeri perut

(+), kanan atas

(+), biasa di

(+)

(+) di epigastrium,

epigastrium

jika obstruksi
parsial nyeri
samar di abdomen
kanan atas,
obstruksi total
nyeri seperti
ikterus obstruktif

Demam

(+)

(+)

(+)

(+)

Nyeri Alih

(+) di bawah

(+) di

(+)

(+) di punggung

scapula kanan

punggung

kanan

kanan
Kulit kuning

(+)

(-)

(+)

(+)

Murphys Sign

(+)

(-)

(+)

(-)

BAK teh tua

(+)

(-)

(+)

(-)

BAB dempul

(+)

(-)

(+)

(-)

Leukositosis

(+)

(+)

(-)

(+)

LED

(-)

Bilirubin

Total dan direk Sedikit

Total dan direk

Total dan direk

meningkat

SGOT/SGPT

Normal/

(-)

Normal/

Normal

Amilase &

Normal

Normal

Nyeri kolik

(+)

(-)

(+)

(-)

Gatal-Gatal

(+)

(-)

(+)

(-)

Lipase

Hipersaturasi kolesterol

4F

5. Bagaimana patofisiologi
pada kasus?
Fatty
Forty
Female
Fertile

Terbentuk batu dalam kantung empedu

Ductus cysticus tersumbat

kolelitiasis

kolengitis

Gerakan peristaltic untuk mengeluarkan batu

Sensitasi saraf aferen plexus coeliacus setinggi T 7, Batu


8, 9 berpindah ke ductus cysticus

total
Nyerih alih yang dirasakan pada kuadran kanan atas. Dermatom yangObstruksi
dipersarafi
oleh T 7,choledokolitiasis
89

Tidak ke
terbentuk
Regurgitasi cairan empedu dan fosfatase alkalin
sistemiksterkobilinCairan empedu statis

Feses seperti dempul Infeksi dan inflamasi


Badan dan skelera kuning dan Peningkatan
Garam empedu
fosfatase
mensentitasi
alkalin ujung saraf tipe C

Demam Leukositosis dan LED mening

Gatal-gatal

Iritasi
peritoneum
parietal
subdiagfragmaticus
dipersar
Nyeri alih ke bahu karena kulit
bahu
di persarafi
oleh n.
supraclaviculares y
(C3,
4)
Difiltrasi oleh Ginjal
BAK Kuning

6. Bagaimana pencegahan penyakit pada kasus?


a. Ursodeoxycholic acid
Pengobatan ursodeoxycholicacid dapat mencegah pembentukan batu empedu.Hal ini telah
di lakukan pada pasien yang kehilangan berat badan secara cepat karena pola makan
rendah kalori atau karena pembedahan bariatrik yang berkaitan dengan risiko tinggi
pembentukan batu empedu kolesterol baru (20-30% dalam 4 bulan). Kemudian dilakukan
pemberian dosis 600 mg ursodeoxycholic acid perhari selama 16 minggu dan berhasil
mengurangi insiden batu empedu tersebut sebesar 80%. Anjuran perubahan pola makan
berupa pengurangan konsumsi lemak sangat diperlukan.Hal ini bertujuan untuk
mengurangi serangan kolik bilier.Namun, ini tidak dapat mengakibatkan pengurangan batu
empedu.
b. Pola Makan dan Olah Raga
Sedikit bukti yang menunjukkan bahwa komposisi makanan dapat mempengaruhi riwayat
penyakit batu empedu pada manusia. Pasien obesitas yang mengikuti program penurunan
berat badan cepat atau melakukan pembedahan bariatric berisiko menderita batu
empedu.Pencegahan

jangka

pendek

dengan Ursodeoxycholic

acid perlu

dipertimbangkan.Olah raga teratur mungkin mengurangi kejadian kolesistektomi.


Risiko pembentukan batu empedu dapat dikurangi dengan menjalani gaya hidup sehat,
terutama untuk menjaga berat badan dengan meningkatkan aktifitas fisik. Menerapkan pola
makan yang tidak mengandung banyak lemak jenuh dan tingkatkan asupan serat
tampaknya juga membantu mengurangi risiko batu empedu. Sedangkan faktor risiko utama
lain seperti usia dan berjenis kelamin wanita jelas tidak dapat diubah.
TIPS BAGI PENDERITA BATU EMPEDU:
1. Batasi makanan berlemak dan memperbanyak makanan berserat, karena serat dapat
mencegah pembentukan batu empedu lebih lanjut.
2. Bila kelebihan berat badan maka turunkan berat badan secara bertahap sangat penting
untuk mencegah dan meminimalkan keluhan batu empedu.

3. Tidak makan sebelum tidur. Makanan kecil sebelum tidur dapat menaikkan garam
empedu dalam kandung empedu.
4. Membiasakan minum kopi dan makan kacang-kacangan. Selain berbagai manfaat
lainnya, ada beberapa bukti bahwa kopi bisa mengurangi risiko mengembangkan batu
empedu, setidaknya pada orang berusia 40 hingga 75 tahun. Dalam sebuah studi
pengamatan yang melacak sekitar 46.000 dokter laki-laki selama 10 tahun, mereka yang
minum dua sampai tiga cangkir kopi berkafein setiap hari mengurangi risiko
pengembangan batu empedu sampai 40%. Dalam studi lain, konsumsi kacang tanah atau
kacang-kacangan lainnya juga berhubungan dengan risiko yang lebih rendah untuk
kolesistektomi. (American Journal of Clinical Nutrition vol 80, no. 1, hal 76-81)
5. Tambahan suplemen untuk mencerna lemak sangat membantu seperti lecithin dan
vitamin B kompleks
6. Tercukupinya vitamin C dapat mencegah pembentukan maupun memperburuk kasus
batu empedu

II.

Learning Issue

Ikterus obstruktif
A. Ikterus Obstruktif
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran
mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat
konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan
cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah. Kata ikterus
(jaundice) berasal dari kata Perancis yaitu jaune yang berarti kuning. Ikterus sebaiknya
diperiksa di bawah cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera mata. Ikterus dapat
dibagi dalam dua kelompok yaitu ikterus hemolitik dan ikterus obstruktif.
Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (yang sering terjadi
bila sebuah batu empedu atau kanker menutupi duktus koledokus) atau kerusakan sel hati
(yang terjadi pada hepatitis), kecepatan pembentukan bilirubin adalah normal, tapi
bilirubin yang dibentuk tidak dapat lewat dari darah ke dalam usus.
Ikterus obstruktif atau bisa juga disebut kolestasis dibagi menjadi 2 yaitu
kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyebab paling sering kolestatik intrahepatik
adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alkohol dan penyakit hepatitis
autoimun sedangkan penyebab paling sering pada kolestasis ekstrahepatik adalah batu
duktus koledokus dan kanker pankreas.
B. Epidemiologi
Ikterus obstruktif dapat ditemukan pada semua kelompok umur, tetapi bayi baru
lahir dan anak-anak lebih rentan mengalami ikterus obstruktif karena struktur hepar yang
masih immatur. Bayi-bayi yang lahir prematur, BBLR, dan riwayat sepsis, serta riwayat
mendapat nutrisi parenteral dalam waktu lama meningkatkan resiko terjadinya ikterus
obstruktif. Adapun angka kejadian ikterus obstruksi kausa Atresia Bilier (AB) di USA
sekitar 1 : 15.000 kelahiran, dan dominasi oleh pasien berjenis kelamin wanita. Didunia
angka kejadian atresia bilier tertinggi di Asia, dengan perbandingan bayi-bayi di negara
Cina lebih banyak dibandingkan Bayi di Negara Jepang.
Dari segi gender, Atresia bilier lebih sering ditemukan pada anak perempuan. Dan
dari segi usia, lebih sering ditemukan pada bayi-bayi baru lahir dengan rentang usia

kurang dari 8 minggu. Insiden tinggi juga ditemukan pada pasien dengan ras kulit hitam
yang dapat mencapai 2 kali lipatinsiden bayi ras kulit putih.
Di Kings College Hospital England antara tahun 1970-1990, atresia bilier 377
(34,7%), Hepatitis Neonatal 331 (30,5%), @-1 antitripsin defisiensi 189 (17,4%),
hepatitis lain 94 (8,7%), sindroma Alagille 61 (5,6%), kista duktus koledokus 34 (3,1%).
Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antarra tahun 1999-2004
penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis. Neonatasl hepatitis
68 (70,8%), atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus koledukus 5 (5,2%), kista hati 1 (1,04%)
dan sindroma inspissated-bie 1 (1,04%).
C. Etiologi
Aliran empedu dapat terganggu pada tingkat mana saja dari mulai sel hati (kanalikulus),
sampai ampula vateri, sehingga ikterus obstruktif berdasarkan lokasi obstruksinya
dibedakan atas ikterus obstruktif intrahepatik dan ekstrahepatik.
- Penyebab Ikterus Obstruktif Intrahepatik :
1.
Virus Hepatitis, peradangan intrahepatik mengganggu transport bilirubin terkonyugasi
dan menyebabkan ikterus. Hepatitis A merupakan penyakit self-limited dan
dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang timbul secara akut. Hepatitis B dan C
akut sering tidak menimbulkan pada tahap awal (akut),tetapi bisa berjalan kronik dan
menahun dan mengakibatkan gejala hepatitis menahun atau bahkan sudah menjadi
2.

sirosis hati.
Alkohol, bisa mempengaruhi gangguan pengambilan empedu dan sekresinya,dan
mengakibatkan

kolestasis.

Pemakaian

alkohol

secara

terus

menerus

bisa

menimbulkan perlemakan (steatosis), hepatitis, dan sirosis dengan berbagai tingkat


ikterus. Hepatitis karena alkohol biasanya memberi gejala ikterus sering timbul akut
dan dengan keluhan dan gejala yang lebih berat. Jika ada nekrosis sel hati ditandai
3.

4.

dengan peningkatan transaminase yang tinggi.


Infeksi bakteri Entamoeba histolitica, terjadi reaksi radang dan akhirnya terjadi
nekrosis jaringan hepar.
Adanya tumor hati maupun tumor yang telah menyebar ke hati dari bagian tubuh lain.

Penyebab Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik :


1. Atresia bilier, ditandai dengan penghapusan atau diskontinuitas dari sistem bilier
ekstrahepatik, sehingga obstruksi aliran empedu. Atresia bilier merupakan penyebab
kolestasis ekstrahepatik tersering pada bayi baru lahir. Gangguan tersebut merupakan

ikterus obstruktif yang paling sering dilakukan pembedahan yang ditemukan selama
periode baru lahir. Jika tidak dikoreksi melalui pembedahan, akan bermanifestasi
menjadi sirosis bilier sekunder. Pasien dengan atresia bilier dapat dibagi lagi menjadi
2 kelompok yang berbeda: mereka dengan atresia bilier terisolasi (bentuk postnatal),
yang menyumbang 65-90% kasus, dan pasien dengan asosiasi Situs inversus atau
polysplenia / asplenia dengan atau tanpa kelainan kongenital lain (janin / embrio
bentuk), yang terdiri dari 10-35% kasus.
2. Kolelitiasis, Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan
dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) yang
memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis jarang pada anakanak, lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada
wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu : obesitas, usia lanjut, diet tinggi
lemak dan genetik.
3. Kolesistitis, adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya merupakan
akibat dari adanya batu empedu didalam duktus sistikus, yang secara tiba-tiba
menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa.
4. Kista duktus kholedokus, koledukus adalah dilatasi kongenital pada duktus empedu
yang dapat menyebabkan obstruksi bilier progresif dan sirosis bilier. Kista silinder
dan bulat dari duktus ekstrahepatik adalah jenis yang paling sering. Sekitar 75%
kasus munculselama masa anak-anak.
5. Tumor Pankreas, Sekitar 95% tumor yang bersifat kanker (malignant ) pada pankreas
adalah adenocarcinoma. Adenocarcinoma biasanya berasal dari sel kelenjar yang
melapisi saluran pankreas. Kebanyakan adenocarcinoma terjadi di dalam kepala
pankreas, bagian yang paling dekat bagian pertama usus kecil (duodenum)

D. Patofisiologi
Gangguan ekskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor fungsional
maupun obstruktif terutama menyebabkan terjadinya hiperbilirubinemia terkonjugasi.
Bilirubin terkonjugasi larut dalam air sehingga dapat dieksresi dalam urin dan
menimbulkan bilirubinuria serta urin yang gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen
urin sering menurun sehingga feses terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin

terkonjugasi dapat disertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti


peningkatan kadar fosfatase alkali, AST, kolesterol dan garam empedu dalam serum.
Kadar garam empedu yang meningkat dalam darah menimbulkan gatal-gatal pada
ikterus.
Ikterus

akibat

hiperbilirubinemia

terkonjugasi

biasanya

lebih

kuning

dibandingkan akibat hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Perubahan warna berkisar dari


orange-kuning muda atau tua sampai kuning-hijau muda atau tua bila terjadi obstruksi
total saluran empedu. Perubahan ini merupakan bukti adanya icterus kolestatik, yang
merupakan nama lain icterus obstruktif. Kolestasis dapat bersifat intrahepatik ( mengenai
sel hati, kanalikuli, atau kolangiola) atau ekstrahepatik ( mengenai saluran empedu diluar
hati). Pada kedua keadaan ini terdapat gangguan biokimia yang serupa.
Penyebab tersering kolestasis intrahepatic adalah penyakit hepatoseluler dengan
kerusakan sel parenkim hati akibat hepatitis virus atau berbagai jenis sirosis. Pada
penyakit ini, pembengkakan dan disorganisasi sel hati dapat menekan dan menghambat
kanalikuli atau kolangiola. Penyakit hepatoseluler biasanya mengganggu semua fase
metabolism bilirubin-ambilan, konjugasi, dan ekskresi-tetapi eksresi biasanya paling
terganggu, sehingga yang paling menonjol adalah hiperbilirubinemia terkonjugasi.
Penyebab kolestasis intra hepatic yang lebih jarang adalah pemakaian obat-obat tertentu,
dan gangguan herediter Dubin Jhonson serta sindrom Rotor ( jarang terjadi). Pada
keadaan ini, terjadi gangguan transfer bilirubin melalui membran hepatosit yang
menyebabkan terjadinya retensi bilirubin dalam sel. Obat yang sering mencetuskan
gangguan ini adalah halotan ( anastetik) kontrasepsi oral, estrogen, steroid anabolic,
isoniazid, dan chlorpromazine.
Penyebab tersering kolestatis ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu,
biasanya pada ujung bawah duktus koledokus; karsinoma kaput pancreas menyebabkan
tekanan pada duktus koledokus dari luar; demikian juga dengan karsinoma ampula vateri.
Penyebab yang lebih jarang adalah striktur pasca peradangan atau setelah operasi, dan
pembesaran kelenjar limfe pada porta hepatis. Lesi intra hepatic seperti hepatoma
kadang-kadang dapat menyumbat duktu hepatikus kanan atau kiri.
E. Manifestasi Klinik
a. Ikterus obstruktif intrahepatik
Terdapat tiga fase :

1)Fase pra-ikterik
Periode dimana infektivitas paling besar. Gejala meliputi mual, muntah, diare, konstipasi,
penurunan berat badan, malaise, sakit kepala, demam ringan, sakit sendi, ruam kulit.
2) Fase ikterik-jaundice (temuan paling menonjol).
Urine gelap berkabut (disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin), hepatomegali dengan
nyeri tekan, pembesaran nodus limfa, pruritus (akibat akumulasi garam empedu pada
kulit); gejala fase pra-ikterik berkurang sesuai menonjolnya gejala.
3) Fase pasca ikterik.
Gejala sebelumnya berkurang tetapi kelelahan berlanjut; empat bulan diperlukan untuk
pemulihan komplit.
b. Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik
Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat mengalami dua jenis gejala
yaitu gejala yang disebabkan oleh kandung empedu sendiri dan gejala yang terjadi akibat
obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis
seperti:
1) Gangguan epigrastrium seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar
pada kuadran kanan. Gejala ini dapat terjadi setelah individu mengkonsumsi makanan
yang berlemak atau digoreng.
2) Rasa nyeri dan kolik bilier.
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami
distensi dan akhirnya infeksi. Klien akan menderita panas dan mungkin teraba massa
padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada
abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini
biasanya disertai dengan mual dan muntah dan bertambah hebat dalam waktu beberapa
jam sesudah makan makanan dalam porsi besar.
3) Ikterus
Ikterus dapat dijumpai di antara penderita penyakit kandung empedu dengan persentase
yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran

getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas yaitu getah
empedu yang tidak lagi dibawa ke duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan
empedu ini membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering
disertai dengan gejala gatal-gatal yang mencolok pada kulit
4) Perubahan warna urine dan feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses
yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu dan biasanya pekat
yang disebut clay-colored
5) Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga mengganggu abosorpsi vitamin A,D,E dan K yang larut
lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamn ini jika
obstruksi bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin A dapat menggangu pembekuan darah
yang normal.
F. DIAGNOSIS
a. Ikterus Obstruktif Intrahepatik
1) Tes fungsi hati : Abnormal (4-10 kali dari normal). Catatan : Merupakan batasan nilai
untuk membedakan hepatitis virus dari non virus.
2) AST (SGOT)/ALT(SGPT) : Awalnya meningkat. Dapat meningkat dalam 1-2 minggu
sebelum ikterik kemudian tampak menurun.
3) Darah lengkap : SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM (gangguan
enzim hati) atau mengakibatkan perdarahan.
4) Leukopenia : Trombositopenia mungkin ada (splenomegali).
5) Diferensial darah lengkap : Leukositosis, monositosis, limfosit atipikal, dan sel
plasma.
6) Alkali fosfatase : Agak meningkat (kecuali ada kolestasis berat).

7) Feces : Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati).


8) Albumin serum : Menurun.
9) Gula darah : Hiperglikemia transien/hipoglikemia (gangguan fungsi hati).
10) Anti HAV IgM : Positif pada tipe A.
11) HbsAG : Dapat positif (tipe B) atau negatif (tipe A).
12) Masa protrombin : Mungkin memanjang (disfungsi hati).
13) Bilirubin serum : Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis buruk
mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler).
14) Biopsi hati : Menunjukkan diagnosis dan luasnya nekrosis
15) Skan hati : Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkim.
16) Urinalisa : Peninggian kadar bilirubin; protein/hematuri dapat terjadi.
b.

Ikterus Obstruktif Estrahepatik


1) Foto polos abdomen.
Pada pemeriksaan ini diharapkan dapat melihat batu dikandung empedu atau di duktus
koledokus. Kadang-kadang pemeriksaan ini dipakai untuk skrening, melihat keadaan
secara keseluruhan dalam rongga abdomen.
2) Ultrasonografi (USG).
Ultrasonografi sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang menyebabkan
kholestasis. Pemeriksaan USG sangat mudah melihat pelebaran duktus biliaris
intra/ekstra hepatal sehingga dengan mudah dapat mendiagnosis apakah ada ikterus
obstruksi atau ikterus non obstruksi. Apabila terjadi sumbatan daerah duktus biliaris yang
paling sering adalah bagian distal maka akan terlihat duktus biliaris komunis melebar
dengan cepat yang kemudian diikuti pelebaran bagian proximal.

3) Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP).


ERCP merupakan tindakan yang langsung dan invasif untuk mempelajari traktus biliaris
dan sistem duktus pankreatikus. Ditangan yang berpengalaman ERCP mempunyai
keberhasilan yang cukup tinggi dan tingkat keakuratan atau ketepatan kurang lebih 90%.
4) Magnetic Resonance Cholangiopancreaotography (MRCP)
MRCP adalah pemeriksaan duktus biliaris dan duktus pankreatikus dengan memakai
pesawat MRI. Dengan memakai heavily T2W acquisition untuk memaksimalkan signal
dari cairan yang menetap pada duktus biliaris dan duktus pankreatikus.
5) Percutaneus Transhepatik Cholangiography (PTC)
PTC merupakan sarana diagnosis invasif untuk membedakan ikterus obstruktif ekstra
dan intra hepatik serta menentukan lokasi sumbatan dan juga pada kebanyakan kasus
etiologi dari pada obstruksi lainnya. Gambaran saluran empedu yang diperoleh PTC
tidak hanya memberikan informasi mengenai saluran empedu tetapi juga mempermudah
menduga penyebabnya, sehingga dapat menjadi pedoman bagi ahli bedah dalam
perencanaan operasinya.
6) Percutaneus Transhepatic Billiary Drainage (PTBD)
Teknik sama dengan PTC hanya di sini kateter masuk sampai melampaui obstruksi dan
bisa sampai duodenum. Lebih ke arah terapi, karena flow dan cairan empedu masuk ke
dalam side hole dari kateter.
7) CT-Scan
Pemeriksaan CT Scan mengenai tractus biliaris banyak dilakukan untuk melengkapi data
suatu pemeriksaan sonografi yang telah dilakukan sebelumnya. Secara khusus CT Scan
dilakukan guna menegaskan tingkat atau penyebab yang tepat adanya obstruksi/kelainan
pada saluran empedu. Dalam hal ini CT Scan dinilai untuk membedakan antara ikterus
obstruktif, apakah intra atau ekstra hepatik dengan memperhatikan adanya dilatasi dari
duktus biliaris.
8) Pemerisaan Laboratorium.

a) Peningkatan level bilirubin direk (terkonjugasi) (> 0,4 mg/ml), Normal = 0,1-0,3
mg/ml.
b) Peningkatan level bilirubin indirek (tak terkonjugasi) (> 0,8 mg/ml), Normal = 0,2-0,8
mg/ml.
c) Tidak adanya bilirubin dalam urin atau peningkatan bilirubin urin (konsentrasi tinggi
dalam darah).
d) Peningkatan urobilinogen (> 4 mg/24 jam) tergantung pada kemampuan hati untuk
mengabsorbsi urobilinogen dari sistem portal, Normal = 0-4 mg/hari.
e) Menurunnya urobilinogen fekal (< 40 mg/24 jam), Normal = 40-280 mg/hari, karena
tidak mencapai usus.
f) Peningkatan alkalin fosfat dan level kolesterol karena tidak dapat diekskresi ke
kandung empedu secara normal.
g) Pada kasus penyakit hati yang sudah parah, penurunan level kolesterol
mengindikasikan ketidakmampuan hati untuk mensintesisnya.
h) Peningkatan garam empedu yang menyebabkan deposisi di kulit, sehingga
menimbulkan pruritus.
i) Pemanjangan waktu PTT (Prothrombin Time) (> 40 detik) dikarenakan penurunan
absorbsi vitamin K.
G. TATALAKSANA
a. Ikterus Obstruktif Intrahepatik
Tidak terdapat terapi spesifik untuk hepetitis virus akut. Tirah baring selama fase akut
penting dilakukan, dan diet rendah lemak dan tinggi karbohidrat umumnya
merupakan makanan yang paling dapat dimakan oleh penderita. Pemberian makanan
secara intravena mungkin perlu diberikan selama fase akut bila pasien terus menerus
muntah. Aktifitas fisik biasanya perlu dibatasi hingga gejala mereda dan tes fungsi
hati kembali normal.
b. Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik
Operasi pengangkatan kandung empedu melalui pembedahan tradisional dianggap
sebagai cara pendekatan yang baku dalam penatalaksanaan penyakit ini. Namun
demikian, perubahan dramatis telah terjadi dalam penatalaksanaan bedah dan

nonbedah terhadap penatalaksanaan kandung empedu.


1) Penatalaksanaan Nonbedah
a) Penatalaksanaan Pendukung dan Diet
Diet yang diterapkan segera setelah suatu serangan yang akut biasanya dibatasi pada
makanan cair rendah lemak. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat
diaduk ke dalam susu skim. Makanan berikut ini ditambahkan jika pasien dapat
menerimanya: buah yang dimasak, nasi atau ketela, daging tanpa lemak, kentang
yang dilumatkan, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi atau teh.
Penatalaksanaan diet merupakan bentuk terapi utama pada pasien yang hanya
mengalami intoleransi terhadap makanan berlemak dan mengeluhkan gejala
gastrointestinal ringan.
b) Farmakoterapi
Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodiol, chenofalk) telah
digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen yang berukuran kecil dan
terutama tersusun dari kolesterol. Asam ursodeoksikolat dibandingkan dengan asam
kenodeoksikolat jarang menimbulkan efek samping dan dapat diberikan dengan dosis
yang lebih kecil untuk mendapatkan efek yang sama. Mekanisme kerjanya adalah
menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi desaturasi
getah empedu.
c) Pelarutan Batu Empedu
Beberapa metode telah digunakan untuk melarutkan batu empedu dengan
menginfuskan suatu bahan pelarut (Monooktanion atau Metal Tertier Butil Eter
(MTBE) ke dalam kandung empedu. Pelarut tersebut dapat diinfuskan melalui jalur
berikut ini : melalui selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung ke dalam
kandung empedu; melaui selang atau drain yang dimasukan melalui saluran T-tube
untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui
endoskop ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography); atau kateter
bilier transnalas.
d) Pengangkatan Nonbedah
Beberapa metode nonbedah digunakan untuk mengeluarkan batu yang belum
terangkat pada saat cholesistektomy atau yang terjepit dalam duktus koledokus.

Sebuah kateter dan alat disertai jaring yang terpasang padanya disisipkan lewat
saluran T-tube atau lewat fistule yang terbentuk pada saat insersi T-tube, jaring
digunakan untuk memegang dan menarik keluar batu yang terjepit dalam duktus
koledokus.
e) Extracorporeal Shock-Wafe Lithotripsy (ESWL)
Prosedur litotripsi atau ESWL ini telah berhasil memecah batu empedu tanpa
pembedahan. Prosedur noninvasif ini menggunakan gelombang kejut berulang
(repeated shock waves) kepada batu empedu di dalam kandung empedu atau duktus
koledokus.
f) Litotripsi Intrakorporeal
Pada litotripsi intrakorporeal, batu yang ada dalam kandung empedu atau duktus
koledokus dapat dipecah dengan menggunakan gelombang ultrasound, laser berpulsa
atau litotripsi hidrolik yang dipasang pada endoskop, dan diarahkan langsung pada
batu. Kemudian fragmen batu atau debris dikeluarkan dengan cara irigasi dan
aspirasi.
2) Penatalaksanaan Bedah
Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan
untuk mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan
penyebab kolik bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif
kalau gejala yang dirasakan klien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu
prosedur darurat bilamana kondisi pasien mengharuskannya.
a) Kolesistektomi
Kolesistektomi merupakan salah satu prosedur yang paling sering dilakukan, di
Amerika lebih dari 600.000 orang menjalani pembedahan ini setiap tahunnya. Dalam
prosedur ini, kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligasi.
b) Minikolesistektomi
Minikolesistektomi merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung empedu
lewat insisi selebar 4 cm.
c) Kolesistektomi Laparoskopik (atau endoskopik)
Prosedur ini dilakukan lewat luka insisi yang kecil atau luka tusukan melalui dinding
abdomen pada umbilikus. Pada prosedur kolesistektomi endoskopik, rongga abdomen

ditiup dengan gas karbon dioksida (pneumoperitoneum) untuk membantu


pemasangan endoskop dan menolong dokter bedah melihat struktur abdomen.
d) Koledokostomi
Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk mengeluarkan
batu.
e) Bedah Kolesistostomi
Kolesistostomi dikerjakan bila kondisi pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan
operasi yang lebih luas atau bila reaksi infalamasi yang akut membuat system bilier
tidak jelas.

Anatomi sistem hepatobilier


Hepar/ Hati
Hepar, saluran empedu dan pankreas berkembang dari cabang usus depan fetus
dalam suatu tempat yang kelak menjadi duodenum; ketiganya terkait erat dengan
fisiologi pencernaan. Hepar, kandung empedu, dan percabangan bilier muncul dari tunas
ventral (divertikulum hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal minggu
keempat kehidupan. Bagian ini terbagi menjadi dua bagian sebagaimana bagian tersebut
tumbuh diantara lapisan mesenterik ventral:
a Bagian kranial lebih besar (pars hepatika) merupakan asal mula hepar dan
b Bagian kaudal yang lebih kecil (pars sistika) meluas membentuk kandung empedu,
tangkainya menjadi duktus sistikus.
Hepar adalah kelenjar terbesar dalam tubuh yang berat rata-ratanya sekitar 1.500
gr atau 2% berat badan orang dewasa normal. Hepar merupakan organ lunak yang lentur
dan tercetak oleh struktur sekitarnya. Hepar memiliki permukaaan superior yang
cembung dan terletak di bawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Hepar
merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi sangat kompleks yang menempati
sebagian besar kuadran kanan atas abdomen. Secara anatomis, organ hepar tereletak di
hipochondrium kanan dan epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri
Hepar memiliki dua lobus utama yaitu lobus kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi
menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat

dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum
falsiformis.
Lobus-Lobus Hepar
Pada lobus hepatis dextra, terdapat fossa sagittalis sinistra, fossa sagittalis
dextra, dan porta hepatis. Fossa sagittalis sinistra hepatis terdiri dari fossa ductus
venosi dan fossa venae umbilicalis. Fossa sagittalis dextra terdiri dari fossa vesicae
fellea dan fossa

venae

cavae.

Porta

hepatis

membentuk

lobus

quadratus

hepatis dan lobus caudatus hepatis.


Lobus Quadratus Hepatis memiliki batas anterior pada margo anterior hepatis,
batas dorsal pada porta hepatis, batas dextra padafossa vesicae fellea, dan batas sinistra
padavenae umbilicalis. Pada lobus quadratus hepatis ini, terdapat cekungan yang
disebutimpressio duodeni lobi quadrati.
Lobus Caudatus Hepatis (Spigeli) memiliki batas ventro-caudal pada porta
hepatis, batas dextra pada fossa venae cavae, dan batas sinistra pada fossa ductus venosi.
Pada lobus caudatus hepatis ini terdapat tonjolan yaituprocessus caudatus dan processus
papillaris.
Lobus Hepatis Sinistra adalah lobus hepar yang berada di sebelah kiri ligamentum
falciforme hepatis. Lobus ini lebih kecil dan pipih jika dibandingkan dengan lobus
hepatis dextra. Letaknya adalah di regio epigastrium dan sedikit pada regio
hyochondrium

sinistra.

Pada

lobus

omentale, dan appendix fibrosa hepatis.

ini,

terdapat impressio

gastrica,tuber

Ligamentum Hepar
Ligamenta hepatis terdiri dari:
1 Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding ant. abd dan terletak
2

di antara umbilicus dan diafragma.


Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig.

falciformis ; merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.


Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :Merupakan bagian
dari omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum
sblh prox ke hepar.Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan
duct.choledocus communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi

anterior dari Foramen Wislow.


Ligamentum Coronaria Anterior kika dan Lig coronaria posterior ki-ka

:Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.


Ligamentum triangularis ki-ka : Merupakan fusi dari ligamentum coronaria
anterior dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.

Vascularisasi Hepar
Sirkulasi portal
Hepatica communis

Vena portae hepatis


Vena hepatica
Arteri:
A.hepatica propia, cabang truncus coleaticus, berakhir bercabang menjadi ramus
dexter & sinistermasuk le porta hepatis
Vena:
Vena portae hepatis-bercabang 2-ramus dexter & sinisteryang masuk ke porta
hepatis
Vena hepatica (3 buah) muncul dari pars posterior hepatis bermuara ke veba
cava inferior.

Sirkulasi darah melalui hepar


A.hepatica propia (30%) darah kaya O2 ke hepar
V. portae hepatis (70%) kaya hasil metabolisme pencernaan yang direabsorbsi
kembali oleh GI tract dari A. hepatica propia & V. portae hepatis melalui
sinusoid hepar ke vena sentralis - vena hepatica dextra & sinistra meninggalkan
vena pars posterior hepar ke vena kava superior

Aliran Limfe
Hepar menghasilkan banyak cairan limfe, sekitar sepertiga sampai setengah
jumlah seluruh cairan limfe tubuh. Pembuluh limfe meninggalkan Hepar dan masuk
ke dalam sejumlah kelenjar limfe yang ada di dalam porta hepatis. Pembuluh aferen
berjalan ke nodi coeliaci. Beberapa pembuluh limfe berjalan dari area nuda melalui
diaphragma ke nodi lymphoidei mediastinales posteriores.
Persarafan
Saraf simpatis dan parasimpatis membentuk plexus coeliacus. Truncus vagalis
anterior mempercabangkan banyak rami hepatici yang berjalan langsung ke hepar.
Innervasi hepar
1 Nn. Splanchnici (simpatis)
2 N. Vagus dexter et sinister (chorda anterior dan chorda posterior), dan
3 N. Phrenicus dexter (viscero-afferent)

Kandung empedu ( Gall Bladder/ Vesica Felea)

Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk pir ysng terletak


tepat di bawah lobus kanan hepar. Kandung empedu dibagi menjadi fundus, corpus
dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir
inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen
setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan
visceral Hepar dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai
duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi
kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum
mengelilingi fundus kandung empedu dengan sempurna menghubungkan corpus
dan collum dengan permukaan visceral Hepar.

Empedu disekresi secara terus menerus oleh hepar masuk ke saluran empedu
yang kecil dalam hepar. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran
lebih besar yan keluar dari permukaan bawah hepar sebagai duktus hepatikus kana
dan kiri, yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus
hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus. Duktus
koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula Vateri sebelum
bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampula dikelilingi
oleh serabut otot sirkular yang dikenal sebagai Sfingter Oddi.
Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu.
Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 40-60 ml empedu. Dalam kandung
empedu, pembulluh limfe dan pembuluh darah mengabsorpsi air dan garam-garam
anorganik, sehingga empedu dalam kandung empedu kira-kira 5x lebih pekat
dibandingkan empedu Hepar. Secara berkala, kandung empedu mengososngkan
isinya ke dalam duodenum melalui kontraksi simultan lapisan ototnya dan relaksasi
sfingter Oddi. Hormon kolesistokinin (CCK) dilepaskan dari sel duodenal akibat

hasil pencernaan dari protein dan lipid, dan hal ini merangsang terjadinya kontraksi
kandung empedu.
Sistem biliaris secara luas dibagi menjadi dua komponen, jalur intra-hepatik
dan ekstra-hepatik. Unit sekresi Hepar (hepatosit dan sel epitel bilier, termasuk
kelenjar peribilier), kanalikuli empedu, duktulus empedu (kanal Hearing), dan
duktus biliaris intrahepatik membentuk saluran intrahepatik dimana duktus biliaris
ekstrahepatik (kanan dan kiri), duktus hepatikus komunis, duktus sistikus, kandung
empedu, dan duktus biliaris komunis merupakan komponen ekstrahepatik
percabangan biliaris.
Duktus biliaris ekstrahepatal terdiri atas duktus hepatikus kiri dan kanan,
common hepatic duct, duktus sistikus, dan common bile duct atau duktus
koledokus.
Pasokan darah ke kandung empedu adalah melalui arteri sistika; yang akan
terbagi menjadi anterior dan posterior, secara khas merupakan cabang dari arteri
hepatika kanan, tetapi asal dari arteri sistika bervariasi. Arteri sistika muncul dari
segitiga Calot (dibentuk oleh duktus sistikus, common hepatic duct dan ujung
hepar). Drainase vena dari kandung empedu bervariasi, biasanya ke dalam cabang
kanan dari vena porta. Aliran limfe masuk secara langsung ke dalam Hepar dan
juga ke nodus-nodus di sepanjang permukaan vena porta.
Persarafannya berasal dari vagus dan cabang simpatik yang melewati celiac
plexus (preganglionik T8-9). Impuls dari liver, kandung empedu, dan bile ducts
melewari aferen simpatetik melalui splanknik nerve dan menyebabkan nyeri kolik.
Saraf muncul dari aksis seliak dan terletak di sepanjang arteri hepatica. Sensasi
nyeri diperantarai oleh serat viseral, simpatis. Rangsangan motoris untuk kontraksi
kandung empedu dibawa melalui cabang vagus dan ganglion seliaka.

Daftar Pustaka
Brunner & suddart, Keperawatan Medical Bedah Vol 2. Jakarta.EGC, 2001
Gunawan.G.Sulistia. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar
FisiologiKedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 1997. 1028-1029.
Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi
IV.Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2007.479 - 481
Lumbantobing S. M, Pemeriksaan fisik dan Mental, Jakarta: Fakultas
kedokteran Univeritas Indonesia, 1998.
Naskah Lengkap New Horizon of Diagnosis and Treatment in Internal
Medicine Temu Ilmiah Penyakit Dalam FK Unsri 2012
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-ProsesPenyakit.
Jakarta: EGC.
Satria, BI. 2013. Batu Empedu. Medan: Universitas Sumatera Utara

Você também pode gostar