Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
SKRIPSI
Diajukan Untuk memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Strata I Dalam Ilmu syariah
Oleh :
Rini Asmawati
(2100036)
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2004
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 (Empat) eks
Hal
: Naskah Skripsi
An. Sdr. Rini Asmawati
Assalamualaikum Wr. Wb
Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini saya
: Rini Asmawati
NIM
: 2100036
Judul
Dengan ini saya mohon kiranya skripsi Saudara tersebut dapat segera
dimunaqasahkan
Demikian harap menjadikan maklum
Wassalamualaikum Wr. Wb
Semarang, September 2004
Pembimbing
ii
DEPARTEMEN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
FAKULTAS SYARIAH SEMARANG
Jln. Raya Ngaliyan Boja Km. 02 Semarang Tlp / Fax. (024) 601291
PENGESAHAN
Skripsi saudara
: Rini Asmaawati
NIM
: 2100036
Judul
Walisongo
Semarang,
dan
dinyatakan
lulus
dengan
predikat
Cumloude/Baik/Cukup,pada tanggal :
Dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana Strata I tahun
akademik 2003/2004
Semarang, September 2004
Sekretaris
Ketua Sidang/Dekan
()
(..)
Penguji
Penguji
()
Pembimbing
(..)
(..)
iii
ABSTRAKSI PENELITIAN
Rini Asmawati (NIM : 2100036). Analisis Pendapat Ibnu Hazm Tentang Wajibnya
Wasait Wajibah Kepada Kerabat Non Muslim. Skripsi. Semarang : Program Strata I
Jurusa Ahwal Al- Syahsiyah Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang, 2004.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1). Untuk mengetahui
bagaimana pendapat Ibnu Hazm tentang
mengetahui mengapa kerabat non muslim yang seharusnya tidak menerima warisan
tetapi menurut Ibnu Hazm dikatakan wajib di berikan warisan melalui wasiat
wajibah. 30. 3). Untuk mengetahui mana yang lebih benar dan adil bagi kerabat non
muslim dalam mendapatkan haknya dalam mewarisi melalui wasiat wajibah .
Penelitian ini menggunakan metode Riset kepustakaan ( Library Research)
dengan tehnik Deskriptif Analisis atau (Content Analisis) yakni data yang dianalisis
menurut isinya. Selain itu penulis juga menggunakan Metode Holistika adalah untuk
mengetahui hakekat pemikiran Ibnu Hazm ditinjau dari seluruh kenyataan yang
melingkupinya. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan
pendekatan Deduktif dan pendekatan Induktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Ibnu Hazm adalah seorang ulama dari golongan Dhahiri. Nama lengkapnya adalah
Ibnu Ahmad Ibnu Said Ibnu Hazm Ibnu Ghalib Ibnu Shalih ibnu Sufyan Ibnu Yazid.
Ibnu Hazm Lahir di Akhir Ramadhan di Andalusia (sekarang Spanyol dan Portugal)
Pada tahun 384 H. Namun dia lebih terkenal dengan sebutan Ibnu Hazm. Ibnu hazm
sangat terkenal dengan pemikirannya yang tekstual dalam dalil Al-Quran dan Hadits.
Pada prinsipnya metode istinbath yang dipakai Ibnu Hazm dalammenentukan suatu
hukum menggunakan 4 (empat) dasar dalil pokok : Al-Quran, As-Sunnah, Ijma dan
Dalil.
iv
DEKLARASI
Semarang,
September 2004
Deklarator
Rini Asmawati
KATA PENGANTAR
Puji syukur pada Ilahi Rabby yang senantiasa memberikan rahmat, taufik,
serta hidayah-Nya kepada hambanya, khususnya penulis. Hanya karena-Nyalah
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ANALISIS PENADAPAT
IBNU HAZM TENTANG WAJIBNYA WASIAT WAJIBAH KEPADA
KERABAT NON MUSLIM
Shalawat dan Salam semoga senantiasa tercurahkan pangkuan beliau Nabi
Agung Nabi Muhammad SAW, yang telah membukakan jalan kebenaran bagi
manusia, juga kepada keluarga, para sahabat dan para pengikutnya.
Berkenaan dengan selesainya skripsi ini, berkat bantuan dan dukungan
berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesarbesarnya, utama kepada yang terhormat :
1. Bapak. Prof. Dr. H. Abdul Djamil, M.A. selaku Rektor IAIN Walisongo
Semarang
2. Bapak. Dr. H. Muhibbin, M. Ag selaku Dekan Fakultas Syariah IAIN
Walisongo Semarang
3. Bapak. Drs. H. Selamet Hambali Selaku Pembimbing yang dengan sabar
membimbing dalam penyusunan skripsi.
4. Bapak. Dr. H. Abu Hapsin M.Ag., selaku Dosen Wali yang telah
mengarahkan dan membimbing penulis selama studi.
5. Bapak K.H. Zainal Asyikin beserta keluarga, selaku pengasuh yang senantiasa
membimbing dan memberikan doa kepada penulis
6. Bapak KH. Abdul Kholiq beserta keluarga, selaku pengasuh yang senantiasa
membimbing dan memberikan doa kepada penulis
7. Penghargaan yang tiada tara penulis sampaikan kepada Ayahanda tercinta
Bapak H. Sarjono dan Ibu Hj. Aimatun Nikmah, serta kakaku Afina dan adikadikku tercinta yang senantiasa memberikan doa restu dan motivasi moral
maupun material yang tulus selama berlangsungnya studi hingga selesai studi.
vi
MOTTO
! " #$ %
:
'(
&
)&
* + ,- . /0 1% !2
3 4- 5 67 8
+ 2,
9-
@=>?<42 ;
vii
PERSEMBAHAN
!" #
$
&! &!
.
#
'
See
#
"
+
!) *
" +, +
"
"
&
(
(
!
viii
&
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..
ii
HALAMAN PENGESAHAN .
iii
HALAMAN DEKLARASI
iv
HALAMAN ABSTRAKSI .
vi
HALAMAN MOTTO .
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ..
viii
ix
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..
B. Rumusan Masalah .
11
11
D. Telaah Pustaka
12
E.
Metode Penulisan 13
F.
19
24
29
31
E.
36
ix
41
50
60
73
89
B. Saran-saran
91
C. Penutup .. 92
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
MOTTO
! " #$ %
:
'(
&
)&
* + ,- . /0 1% !2
3 4- 5 67 8
+ 2,
9-
@=>?<42 ;
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Islam
pernah
berubah-ubah. 1
Abuddin Nata, Metodologi Study Islam., Jakarta: Raja Grafindo, 2001, hlm. 80.
Depag Republik Indonesia, Al-Quran Dan Terjemahnya, Semarang : PT Kumudasmoro
Grafindo, 1994, hlm. 1112.
3
Ibid., hlm. 63.
2
adanya
wasiat wajibah kepada non muslim. Yaitu hak untuk dapat mewarisi.Adalah s
memberikan hak kepada kerabat non muslim berupa pemberian harta yang
pada dasarnya kerabat non muslim tidak mendapatkannya karena terhalang
dalam hal perbedaan agama.
Juhaya S. Praja, Hukum Islam Di Indonesia, Bandung : Remaja Rosda Karya, 1991, hlm. 75.
+
Telah
@ Q> ;OP 2
Tidak mewarisi seorang muslim terhadap orang non muslim demikian juga
tidak mewarisi orang non muslim terhadap orang muslim.
255.
Wahbah Zuhaily, Al-Fiq Al- Islami Wa Adillatuh, Juz VIII, Beirut : Dar Al-Fikr, 1989, hlm.
Imam Abi Al-Husain Muslim, Shahih Muslim, Juz II, tt. Dar Al-Fikr, t.th, hlm. 56.
Akan tetapi
sejalan
dengan
non
muslim
ketinggian
nilai-nilai
ajaran
Islam,
sehingga
dapat
462.
Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000, hlm.
>( @/ >(F@ 79
T JBG , 0U
;O( A V;< W Q 8;O(
>^ _ 0L 7#Q 79 ]X @2 YP < ?$Z[ ( \ >1 X >( @
8937 F3>( G 7d<F Ae f gQ @ \ c
bX @JO 6 JG ` ;a
>j F J#;< W Q> 7;i F@ >V;<>h b @
> gQ@0L7
>#d<F @ 0d<FAe f gQ \ T DX
f >h bX F@ >R?;VL7
JG3 >!F ( 89:l 0L F gQ \ c eG=>' >R#Q 0L7 k@ G I >P (
+++++++++++ FnmF 37 TP
Diwajibkan atas setiap muslim untuk berwasiat bagi kerabatnya yang
tidak mewarisi disebabkan adanya perbudakan , adanya kekufuran (non
muslim), karena terhijab atau karena tidak mendapat warisan (karena
bukan ahli waris), maka hendaknya ia berwasiat untuk mereka serelanya,
dalam hal ini tidak ada batasan tertentu. Apabila ia tidak berwasiat (bagi
mereka), maka tidak boleh tidak ahli waris atau wali yang mengurus wasiat
untuk memberikan wasiat tersebut kepada mereka (kerabat) menurut
kepatutan. Andaikan kedua orang tua atau salah satunya tidak beragama
Islam (non muslim) atau menjadi budak, atau salah satu dari keduanya.
Apabila ia tidak berwasiat, maka harus diberikan harta (kepada orang tua)
tidak boleh tidak. Setelah itu ia boleh berwasiat sekehendaknya. Apabila
berwasiat bagi tiga orang kerabat di atas, hal itu telah memadai 9
8
9
Dari uraian Ibnu Hazm diatas tampak jelas bahwa kedua orang tua dan
kerabat yang tidak mewarisi, salah satunya disebabkan tidak beragama Islam
(non muslim) wajib diberi wasiat. Yang dimaksud kerabat menurut Ibnu
Hazm adalah semua keturunan yang memiliki hubungan nasab dengan ayah
dan ibu sampai terus ke bawah.
Kewajiban berwasiat bagi setiap muslim, sebagaimana diungkapkan
Ibnu Hazm, didasarkan kepada dalil Al-Quran surat Al-Baqarah ayat : 180
#G!rX
7; 8"#L 7 q#D p % o 7P
b jb c
#;< ` B
10
Vol
13
14
Al-Fakhrurrazi, Tafsir Al-Kabir, Juz V, Beirut : Dar Kutubil Ilmiyah, t.th, hlm. 51.
kewajiban hukum yang definitif bagi orang Islam untuk membuat wasiat
yang akan di distribusikan kepada kerabat dekat yang bukan menjadi ahli
waris. Lebih jauh lagi, Ibnu Hazm berpendapat, jika orang yang meninggal
gagal untuk memenuhi kewajiban ini ketika ia masih hidup, maka pengadilan
harus membuatkan wasiat atas namanya. 18
Kewajiban wasiat sebagaimana disampaikan Ibnu Hazm, beliau
berpedoman kepada dhahir dari nash Al-Quran dan Hadits. Sebagaimana
ditegaskan :
15
hlm. 177
16
Al-Qurtuby, Tafsir Jamili Ahkam Al-Quran, Juz I, Beirut: Dar Kutubil Ilmiyah, 1993,
Hasby Ash-Shidieqhy, Fiqh Mawaris, Semarang : PT Pustaka Rizki Putra, 1997, hlm.301
Ibnu Ismail Al-Kahlani, op. cit, hlm. 103.
18
Retno Lukito, Pergumulan Antara Hukum Islam Dan Hukum Adat Di Indonesia, Jakarta:
INIS, 1998, hlm. 86.
17
10
Pokok Permasalahan
Sehingga rumusan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah
sebagai berikut :
1.
19
Ibnu Hazm, Ihkam Fi Ushul Al-Ahkam, Beirut : Dar Kutub Al-Ilmiyah, tp.tt, hlm. 312.
11
2.
C.
D.
Telaah Pustaka
Kitab yang membahas tentang Ushul Fiqh Ibnu Hazm adalah
Al-Muhalla.
12
Hazm beristidlal atau berpendapat sehingga dari situ dapat diketahui metode
yang ia pakai termasuk di dalamnya masalah wasiat wajibah.
Selain karya Ibnu hazm sendiri, terdapat pula buku Ensiklopedi
Hukum Islam yang membicarakan Ibnu Hazm dan pemikirannya juga
dilengkapi dengan biografinya dimana dari sanalah penulis banyak
mengambil masukan mengenai biografi Ibnu Hazm.
Al-Ihkam Fi Ushul Al-Ahkam, karya Ibnu Hazm serta madzhab
dzahiri yang menerangkan masalah ushul fiqh Ibnu Hazm dan metode Ibnu
Hazm dalam menentukan suatu hukum seperti halnya wasiat wajibah.
Ilmu Waris, karya Fatchur Rahman dalam bab wasiat wajibah
menerangkan tentang siapa saja yang berhak menerima wasiat wajibah.
Fiqh Sunnah Juz III, karya Sayid Sabiq menerangkan bahwa wasiat
wajibah itu pemberian seseorang
piutang ataupun manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat sesudah
orang yang berwasiat meninggal dunia.20
Menurut Ibnu Hazm wasiat wajibah adalah wajib bagi seseorang yang
meninggalkan harta dan wajib berwasiat kepada kerabat yang terhalang
mewarisi salah satunya disebabkan perbedaan agama.
20
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Juz III, Ar-Risalah, Beirut, Cet. I, 2002, hlm. 353.
13
E.
21
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004, hlm. 36.
14
metode-metode
sebagai berikut :
a. Metode Diskriptif
Menganalisa data merupakan suatu langkah yang sangat
kritis dalam penelitian. Dalam hal ini penelitian harus memastikan
pola analisa mana yang akan digunakan apakah analisis statistik
ataukah non statistik.
22
Ibid., 91
15
Untuk menganalisa
data
yang
sering
dianalisis
menurut
isinya.24
pendapat
Ibnu
Hazm
ini
memerlukan
inventarisasi dari berbagai data yang ada, baik dari data pokok
maupun pendukung, sehingga nantinya memberikan kesimpulan
yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiyah.
Maka dalam hal ini penulis memakai metode induksi yang
merupakan proses pengorganisasian fakta-fakta atau hasil
23
24
16
25
26
17
antara sub-sub yang satu dan yang lainnya saling berkaitan sehingga menjadi
kesatuan yang utuh. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut :
Bab I, Merupakan gambaran umum tentang penulisan skripsi terdiri
dari Pendahuluan, dalam bab ini penulis menerangkan
latar
belakang
18
bagaimana analisis istimbath hukum Ibnu Hazm, serta analisis Pendapat Ibnu
Hazm tentang wajibnya wasiat wajibah kepada kerabat non muslim.
Bab V, merupakan bab yang terakhir dalam penulisan skripsi ini dan
pada bab ini dikemukakan beberapa kesimpulan pembahasan, juga beberapa
saran yang perlu sehubungan dengan kesimpulan tersebut.
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG WASIAT WAJIBAH
!" #
(
$ % &#'
Pemberian seseorang kepada orang lain baik berupa benda, utang, atau
manfaat agar si penerima memiliki pemberian itu setelah si pewasiat meninggal
dunia .
Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris, Jakarta : Raja Grafindo, 2002, hlm. 183.
Abdul Ghofur, Fiqih Wanita, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2001, hlm. 491.
3
Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah,, Juz III, Beirut : Muassasah, 2002, hlm. 317.
2
20
yang
hak
bermadzhab
memiliki
Hanafiyah
sesuatu
secara
mentarifkan
sukarela
wasiat
ialah
(Tabarru)
yang
yang
bermadzhab
Syafiiyah
dan
Hanabilah
mentarifkannya dengan tarif yang hampir sama dengan tarif di atas. Sedang
kitab Undang-Undang Wasiat Mesir Nomor 71 Tahun 1946,5 mentarifkannya
secara umum yang dapat mencakup seluruh bentuk-bentuk dan macam-macam
wasiat, yakni : mengalihkan hak memiliki harta peninggalan, yang ditangguhkan
kepada kematian seseorang.
4
5
Abd Al-Rahim Al-Kisyka, Al-Miras Al- Muqaran, Baghdad, tp.1969. hlm. 103.
Ibid,
21
22
Menurut Ibnu Hazm wasiat wajibah adalah wasiat yang ditetapkan oleh
penguasa (dilaksanakan oleh hakim) untuk orang-orang tertentu yang tidak
diberi wasiat oleh orang yang meninggal dunia, sementara si mayit
meninggalkan harta, baginya berlaku kewajiban wasiat.10
b.
wasiat
yang
Menurut Dr. Ahmad Rofiq, MA, wasiat wajibah adalah tindakan yang
dilakukan penguasa atau hakim sebagai aparat negara untuk memaksa , atau
memberi putusan wajib wasiat bagi orang yang
10
353.
11
12
23
adalah
hlm. 1930.
14
Dahlan Abdul Aziz , Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997,
Cik Hasan Bisri, et. al., Kompilasi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta :
Logos Wacana Ilmu, 1999, hlm. 93.
15
Ahmad Rofiq, op. cit., hlm. 463.
24
orang-orang tertentu yang tidak diberi wasiat oleh orang yang meninggal dunia,
sementara si mayit meninggalkan harta, baginya berlaku kewajiban wasiat.
Dengan demikian wasiat wajibah merupakan wasiat yang pelaksanaannya
tidak dipengaruhi atau tidak tergantung kepada kemauan atau kehendak yang
meninggal dunia. Wasiat wajibah ini tetap harus dilaksanakan baik diucapkan
atau tidak diucapkan. Baik dikehendaki atau tidak dikehendaki oleh yang
meninggal dunia. Sehingga pelaksanaan wasiat wajibah tersebut diucapkan atau
dikehendaki, tetapi pelaksanaannya didasarkan kepada alasan hukum yang
membenarkan bahwa wasiat tersebut harus dilaksanakannya.
B. Pengertian Non Muslim
Sebelum penulis memaparkan pendapat Ibnu Hazm tentang wajibnya
wasiat wajibah kepada kerabat non muslim, terlebih dahulu penulis jelaskan
mengenai, bagaimana kriteria kerabat non muslim menurut Ibnu Hazm yang
nantinya wajib diberi wasiat wajibah ?. Dengan mengetahui tentang siapa saja
kerabat non muslim yang wajib diberi wasiat wajibah akan mempermudah
kepada para pembaca untuk memahaminya. Selain itu untuk menghindari
terjadinya suatu kesalahfahaman dalam menentukan kerabat non muslim yang
wajib diberi wasiat wajibah.
25
Apabila non muslim dilihat dalam jenis kafir, menurut ulama fikih
membaginya kepada : Kafir Harbi, Kafir Kitabi, Kafir Muahid, Kafir Mustamin,
Kafir Zimmi dan Kafir Riddah.16
Yang dimaksud kerabat non muslim menurut Ibnu Hazm yaitu para
kerabat yang berbeda agama
kerabat yang tidak dapat mewarisi, karena terhijab atau salah satunya disebabkan
tidak beragama Islam (non muslim) sehingga wajib diberi wasiat.
Yang
dimaksud kerabat menurut Ibnu Hazm adalah semua keturunan yang memiliki
hubungan nasab dengan ayah dan ibu sampai terus ke bawah. Mereka berada
pada garis keturunan yang sama dengan orang yang meninggal dunia, dalam garis
ibu atau ayah atau bahkan dalam garis ayah dan ibu secara bersamaan.17 Disini
yang dimaksudkan non muslim yang wajib diberi wasiat wajibah adalah non
muslim dari golongan Ahl Dzimmah.
Menurut Syariah non muslim juga dikatakan sebagai Ahl Dzimmah,
adalah orang-orang selain Islam yang tinggal di Darul Islam dan mematuhi
seluruh hukum dan perundang-undangan yang berlaku di Darul Islam. Dan
mereka (non muslim) juga bebas melaksanakan berbagai aktivitas duniawi dan
keagamaan selama tidak mengganggu kemaslahatan umum yang ada di Darul
Islam. Sebagai jaminan keamanan bagi diri mereka diwajibkan membayar pajak,
16
17
26
yang jumlahnya ditentukan oleh pemerintah Darul Islam. Ahl Dzimmah ini juga
disebut dengan Kafir Dzimmi.18 Mereka dikatakan Dzimmi karena berada di
bawah perlindungan orang-orang Islam.
Bahwa tidak ada perbedaan pendapat tentang sahnya wasiat antara sesama
muslim, karena wasiat merupakan tali silaturrahmi, dan diberikan kepada kerabat
dekat atau bukan kerabat, atau bahkan berlainan negara. Di mana silaturrahmi
tersebut mempunyai kekuatan yang sangat kuat.
Begitu sebaliknya tidak adanya suatu perbedaan tentang wasiat orang
Islam kepada selain Islam (non muslim) yang dimaksud adalah dari golongan Ahl
Dzimmah atau Yahudi dan Nasrani (non muslim yang tinggal di Darul Islam dan
mematuhi seluruh perundang-undangan yang berlaku di Darul Islam tersebut.19
Menurut Shahibul Bakhru Zakhar sudah menjadi kesepakatan ijma
bahwa wasiat kepada Ahl Dzimmah hukumnya sah. Yang disandarkan pada
firman Allah yang berbunyi :
)*+,-./0 1/ +23 +,-.+45/6+7 4+,*1 /2+3% /8 +,-.94 /:*-;9*< 12+/=> /21?@ 4,-AB91*C
O
Artinya : Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan
tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah
18
19
27
dari
kalangan
Syafiiyah,
Hanafiyah,
Hanabilah
telah
membolehkan berwasiat untuk mereka yang tidak beragama Islam (non muslim)
dengan syarat yang diberi wasiat tidak memerangi umat Islam, jika tidak
demikian maka wasiatnya batal, tidak sah. Adapun dalil membolehkan berwasiat
untuk mereka yang tidak beragama Islam (non muslim) adalah dikiaskan kepada
hibah dan shadaqah.21. Sedangkan kepada kafir Harbi menurut Abu Hanifah dan
Abu Yusuf tidak sah diberi wasiat karena Kafir Harbi berbeda dengan Kafir
Dzimmi.
Menurut Abd Al-Rahim dalam bukunya Al-Miras Al-Muqaran bahwa
Ahl Dzimmih merupakan golongan dari Yahudi dan Nasrani.22 Pendapat
Muhammad Abduh dan Rasyid Rida terhadap golongan Yahudi dan Nasrani
dapat di berlakukan dengan hukum Ahl Al-Kitab, khususnya dalah hal makanan
20
28
syariah orang Islam harus berbuat adil kepada mereka (non muslim) dengan
23
24
29
2.
3.
R #5
&6 S
LT 2
6 P # &6
6Q
H
KMU
30
12+/&6)]GQ)1 /2+1%/ 1)/ *\/ 1) [6+1Z 1Y161:)/H4$ +*)4,-.1%1W*161X 1W *VH/ +,-A+*1 1E /M-.
O
25
31
Dasar hukum wasiat wajibah dalam hadist Nabi yang dapat dijadikan
sebagai dasar hukum wasiat wajibah diantaranya adalah :
@
@ a d0 a ] a ]6N 2& 2 b8 !2
c 6U
eM R # 8
f g , h6 cW
,d 2
0
R j =
k $ 6 6N 2&H a ] i & MA %
CH
mn
KS l% CH Va ], @ a d0
Aku menerima dari jalur Malik dari Nafi dari Umar berkata :
Rosulullah Saw bersabda : Hak seorang muslim yang mempunyai sesuatu
yang hendak diwasiatkan , sesudah bermalam selama dua malam tiada
lain wasiatnya itu ditulis pada awal kebijakannya. Ibnu Umar berkata
tidak berlalu bagiku satu malampun sejak aku mendengarkan hadist itu
kecuali wasiat selalu berada disisku.
Bermalam disini untuk perkiraan bukan sebagian batasan mutlak.
3. Salah satu yang dijadikan dasar hukum wasiat wajibah selain dari Al-Quran
dan Hadits adalah Kitab Undang-undang Hukum Wasiat Mesir N0: 71 Tahun
1946.
D. Rukun Dan Syarat Wasiat Wajibah
1. Rukun Dan Syarat Wasiat Wajibah
Wasiat wajibah merupakan wasiat yang pelaksanaannya melalui
pembebanan oleh hakim,sehingga wasiat wajibah tersebut tidak menggunakan
28
Malik bin Anas, Al-Muwattha, Beirut : Dar Al-Fikr, t.th, hlm. 500.
32
b.
c.
d.
wasiat seperti wasiat-wasiat lainnya, akan tetapi wasiat wajibah ini harus
memenuhi dua syarat :
Pertama yang wajib menerima wasiat, bukan ahli waris, apabila dia
berhak menerima harta pusaka walaupun sedikit, tidaklah wajib dibuat wasiat
untuknya.
Maka jikalau seseorang meninggal dengan meninggalkan ibu, dua
anak perempuan, dua anak lelaki, dua anak lelaki kandung, maka tidak ada
wasiat untuk anak-anak dari anak lelaki karena mereka menerima 1/6
(seperenam) harta. Andaikata tidak ada dua anak lelai dari anak lelaki tidak
33
29
30
34
@
@ a d0 . a ] @ ko0 p ] q 2&% d 2
2 q w&%]uHR ;8iq v%MgHb5 2 ir
sW t u ,d
a ]yz {{&|%T:8 i &HCHu x6C ia V ! l6: b5
#. #. { } { } a ] } C } a ;8y6D~ & R ;8} C }
(m
K
AM , 0=: 2 Z
Mx0 0=: H !H
Artinya : Bahwasanya Saad Bin Abi Waqqash pulang, kemudian
berkatalah ia kepada Rasulullah saw., Ya Rasulullah, sakitku
telah demikian parah-sebagaimana engkau lihat-sedang aku
memiliki harta, dan tidak ada yang bakal mewarisiku selain
seorang anak perempuan saja. Bolehkah aku bersedekah dengan
dua pertiga hartaku ? Maka berkatalah Rasulullah Saw, kepadanya
Jangan . Maka Saad beliau Bagaimana jika separuhnya ?
Rasulullah Saw berkata, Jangan . Kemudian Rasulullah Saw
berkata pula, Sepertiga, dan sepertiga itu banyak, sesungguhnya
apabila engkau meninggalkan ahli warismu sebagai orang-orang
kaya adalah lebih baik daripada meninggalkan mereka sebagai
orang-orang miskin yang meminta-minta .
Hadits tersebut diatas sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
Wasiat Mesir N0 : 71 Tahun 1946, dalam pasal 76,77,78 yang menentukan
biaya penerimaan wasiat wajibah tidak boleh melebihi 1/3 (sepertiga) harta
warisan .33
31
Idris Ramulyo, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dengan Hukum
Perdata (BW), Jakarta : Sinar grafika, 2000, Cet. II. Hlm. 138.
32
Ahmad Ibnu Ali Ibnu Hajar, Fatkh Al-Bari, Juz III, tp : Dar Al-fikr, t.th, hlm. 164
33
Ahmad Rofiq, Pembaharuan Hukum Islam Di Indonesia, Yogyakarta, Gama Media Offset,
2001, hlm. 116.
35
b.
c.
34
36
2)
Wasiat menjadi batal apabila orang yang ditunjuk untuk menerima wasiat
itu:
a. Tidak mengetahui adanya wasiat tersebut sampai ia meninggal dunia
sebelum meninggalnya pewasiat ;
b. Mengetahui adanya wasiat tersebut tapi ia menolak untuk
menerimanya ;
c. Mengetahui wasiat itu tetapi tidak pernah menyatakan menerima atau
menolak sampai meninggal sebelum meninggalnya pewasiat.
3)
Departemen Agama R.I., Instruksi Presiden R.I Nomor I Tahun 1991Kompilasi Hukum
Islam, Jakarta : 2000, hlm. 90.
36
Ahmad Rofiq, op. cit., hlm. 459.
37
12+/&6)]GQ)1 /2+1%/ 1)/ *\/ 1) [6+1Z 1Y161: )/H4$ +*)4,-.1%1W*161X 1W *VH/ +,-A+*1 1E /M-.
O K `6;#J K 12+/;\M-)1 1 _;1W /^ +46+*)/&
Artinya : Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan
(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak,
berwasiat untuk ibu, bapak, dan karib kerabat, secara maruf. Ini
adalah kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa . (Al-Baqarah :
180)37
Sebagaimana telah di uraikan di atas, bahwa dasar kewajiban wasiat
tersebut, menurut kebanyakan ulama telah dihapus oleh ayat-ayat kewarisan yang
dimaksud salah satunya tersebut dalam surat An-Nisa ayat 7, yang berbunyi :
/ 1%/ 1)1Y161: \N3 4E +/T 1!/13/ 1 *94&16]9GQ)1 / 1%/ 1) 1Y161: \N3 4E +/T 1!/a 1536/
O
37
38
Artinya : Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu
bapak dan kerabatnya, bagi orang wanita hak bagian (pula) dari harta
peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak
menurut bahagian yang telah ditetapkan .38
Dalam menafsirkan ayat yang dijadikan dasar pokok disyariatkannya
wasiat sebagaimana tersebut di atas, kebanyakan ahli tafsir menyatakan bahwa
yang dimaksud dengan firman Allah yang berbunyi (,A
E M.) adalah ( 68
menunjukkan bahwa
wasiat tersebut adalah tidak wajib. Hal ini beralasan seandainya hukum wasiat itu
wajib, maka perintah wasiat tersebut tentu ditujukan dengan kata-kata untuk
semua muslim, dan bukan dengan kata-kata untuk semua orang yang bertaqwa.
Oleh karena itu dalam ayat tersebut Allah hanya menyebutkan dengan kata-kata
untuk semua orang yang bertaqwa saja, maka hal yang demikian ini
menunjukkan bahwa hukum wasiat tersebut tidak wajib.40
Sementara itu Imam Ibnu Kastir dalam kitab tafsirnya mengatakan bahwa
ayat 180 surat Al-Baqarah tersebut mengandung maksud adanya perintah
membuat wasiat kepada orang tua dan para kerabat. Hal ini hukumnya wajib
38
39
195-196.
41
Ismail Ibnu Kastir, Tafsir Al-Quran Al-Azim, Beirut : Al-Maktab Al-Ilmiyah, 1994, hlm.
42
43
40
44
Wahbah Zuhaily, Al-fiqh Islami Wa Adiillatuh,, Beirut : Dar Al-Fikr, 1989, hlm., 12-13.
Amrullah Ahmad, et.al, Dimensi hukum Islam Di Indonesia Dalam Sistem Hukum Nasional
Mengenang 65 th Prof. Dr. Bustanul Arifin, S.H, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hlm. Xiii.
45
BAB III
PENDAPAT IBNU HAZM TENTANG WAJIBNYA WASIAT WAJIBAH
KEPADA KERABAT NON MUSLIM
A. Biografi Ibnu Hazm
1.
orang
memperhatikannya,
menghormatinya
dan
semakin
mengagungkannya.
Nama lengkap Ibnu Hazm adalah Ali Ibnu Ahmad Ibnu Said Ibnu
Hazm Ibnu Ghalib Ibnu Shalih Ibnu Sufyan Ibnu Yazid. Ibnu Hazm lahir di
akhir Ramadan (384 H/ 7 November 994 M Manta Lisma, 28 Syakban 456
H/15 Agustus 1064 M) di Andalusia (sekarang Spanyol dan Portugal) pada
tahun 384 H.1 Tetapi beliau lebih terkenal dengan nama Ibnu Hazm. Ulama
besar dari Spanyol, ahli fikih dan ushul fikih, ahli Hadits dan ahli di bidang
ilmu kalam (Teologi Islam). Beliau adalah pengembang mazhab Adz-
Ibnu Hazm Al-Andalusi, Al-Muhalla Bi al-Atsar, Juz I, Beierut : Dar Kutub Al-Ilmiyah,
t.th, hlm. 5.
42
Dzahiri.2 Ibnu Hazm juga berasal dari keluarga bangsawan arab yang
berkedudukan sebagai menteri Kerajaan Arab Islam Kakeknya bernama
Yazid adalah bangsawan Persia, Maula Yazid Ibnu Abi Sufyan, saudara
muawiyyah yang diangkat oleh Abu Bakar menjadi panglima tentara yang
dikerahkan untuk mengalahkan negeri Syam. Dengan demikian Ibnu Hazm
seorang yang berkebangsaan Persia yang di masukkan ke dalam golongan
Quraisy dengan jalan mengadakan sumpah setia dengan Yazid Ibnu Abi
Sufyan itu, karenanyalah Ibnu Hazm telah memeluk Islam sejak dari
kakeknya yang tertingi yaitu Yazid.3
2.
Pertumbuhannya
Ibnu Hazm datang dari keluarga terhormat dan berkecukupan,
ia dibesarkan dalam keluarga kaya. Namun demikian ia memusatkan
perhatiannya mencari ilmu, bukan mencari harta dan kemegahan. Ia
menghafal Al-Quran dari purinya, diajarkan oleh inang pengasuhnya yang
merawatnya. Ayahnya memberi perhatian yang penuh kepada pendidikannya
dan memperhatikan bakat dan arah kehidupannya. Oleh karena gerakgeriknya di dalam istana diawasi dengan ketat oleh inang pengasuhnya,
maka terpeliharalah dia dari sifat-sifat anak muda, ia mempelajari ilmu-ilmu
yang dipelajari oleh pemuda-pemuda bangsawan dan penguasa, yaitu
2
608 .
Dahlan Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997, hlm.
43
di Cordova.
44
Muhammad Abu Zahrah, Tarikh Al-Mazhahib Al-Islamiyah, Juz I, Beirut : Dar Kutubil
Ilmiyah, 1989, hlm. 555.
8
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, loc.cit,.
45
Sehingga pada akhirnya ia muncul sebagai seorang ulama yang amat kritis
baik terhadap ulama pada masanya, maupun terhadap yang sebelumnya.9
3.
pemerintahan Khalifah
10
46
Al-Mutamid (1027 M 1031 M). Pada masa kedua khalifah ini Ibnu Hazm
menduduki jabatan menteri.11 Di dunia politik, berbagai percaturan politik
tidak asing lagi baginya, dalam gerakan politiknya Ibnu Hazm memihak dan
mendukung dinasti Bani Umayyah.
Kekuasaan Abdurrahman ini tidak berlangsung lama karena dia dapat
di bunuh secara gelap, lalu penolong-penolongnya dan penyokongpenyokongnya di tindak dan di usir. Ibnu Hazm tertawan dan mendekam
dalam tawanan beberapa lama. Setelah dibebaskan pada tahun 409 H.
Sesudah 6 tahun meninggalkan kota itu, dia kembali ke Cordova untuk
menyaksikan kehancuran kota itu. Meskipun
Keilmuannya
Selaku anak seorang wazir, pada masa kecilnya ia diasuh dan di didik
oleh para inang pengasuhnya. Setelah beranjak besar dan menghafal AlQuran ia diasuh dan di didik oleh Abu Husain Al-Fasi, seorang yang
terkenal saleh, zahid dan tidak beristri. Al-Fasi inilah yang petama sekali
membentuk dan mengarahkan Ibnu Hazm, sehingga hasil didikan Al-Fasi
sangat terkesan pada dirinya. Al-Fasi membawa Ibnu Hazm ke majlis
11
12
47
pengajian Abu Al-Qosim Abdur Rahman Al-Azdi (w. 410) untuk belajar
bahasa arab dan Hadits.
Ilmu Fikih dipelajarinya pada Abdullah bin Yahya Ibn Ahmad Ibn
Dahlan, Mufti Cordova dan Ibn Fardli wafat terbunuh oleh tentara barbar
pada tahun 403 H, seorang ahli dalam bidang Hadits, Rijal (biogarfi perawi
Hadits), Adab (peradaban) dan Sejarah.13
Dalam bidang tafsir dipelajarinya kitab tafsir Baqi Ibnu Makhlad,
teman Ahmad bin Hambal, Kitab ini oleh Ibnu Hambal di nilai tak ada
taranya. Ibn Hazm mempelajari juga kitab tafsir Al-Ahkam Al-Quran,
tulisan Umayyah Al-Huzaz bermazhab Syafii dan kitab Al-Qadli Abu AlHakam Ibn Said yang sangat keras membela mazhab Daud Dzahiri.14
Menurut Ibnu Hazm ada tiga macam hukum yang secara tegas di
terapkan oleh agama dan terdapat di dalam Al-Quran, Hadits dan Ijma
Sahabat, yaitu wajib, haram, dan mubah. Bagi Ibnu Hazm tidak ada tempat
bagi rayu (akal) untuk terlibat secara langsung di dalam menetapkan
hukum. Oleh karena itu, ia hanya mengakui empat macam dalil hukum yang
dijadikan sumber dan sandaran untuk menetapkan hukum, yaitu Al-Quran,
Hadits, Ijma Sahabat, dan Dzahir (lahir) nash yang mempunyai satu arti
saja.15
13
48
Pada mulanya Ibn Hazm mempelajari fikih Maliki, karena gurugurunya bermazhab dengan mazhab itu. Selain itu mazhab Maliki adalah
mazhab resmi di Andalusia. Ibnu Hazm pernah mengatakan bahwa dua
mazhab yang berkembang melalui tangan kekuasaan penguasa adalah
mazhab Hanafi di Timur dan mazhab Maliki di Barat.16
Ibnu Hazm menemukan kritikan-kritikan yang dilakukan oleh AsySyafii terhadap Maliki. Karena itu ia pun mempelajari mazhab Syafii
dengan sungguh-sungguh, walaupun mazhab ini tidak populer di Andalusia.
Ketika guru-gurunya dan penganut mazhab Maliki bertanya kepadanya, ia
menjawab : Uhibbu Malikan Walakin Mahabbati lil Haqqi Akbaru Min
Mahabbati li Malikin = Aku mencintai malik, akan tetapi cintaku kepada
kebenaran lebih besar daripada cintaku kepada malik. Ibnu Hazm pun
beralih dari mazhab Maliki ke mazhab Syafii. Ibnu Hazm mengagumi
Syafii karena ia teguh berpegang kepada nash dan qiyas yang di qiyaskan
kepada nash. Namun pada akhirnya ia tertarik pada mazhab Dzahiri yang
dikembangkan oleh Daud al-Asbahani. Mazhab Dzahiri berprinsip hanya
berpegang pada nash semata, kalau tidak ada nash baru di pakai Istihsan.17
Mazhab inilah yang dipeganginya sampai ke akhir masa hayatnya.
16
17
49
5.
50
sebuah buku
sastra Arab ;
k. Risalah Fi Fadail Ahl Al-Andalus, catatan-catatan Ibnu Hazm tentang
Spanyol, ditulis khusus untuk sahabatnya, Abu Bakar Muhammad Bin
Ishaq.18
B. Metode Istinbath Hukum Ibnu Hazm Tentang Wajibnya Wasiat Wajibah
Kepada Kerabat Non Muslim
Sebelum penulis memaparkan tentang istinbath hukum Ibnu Hazm yang
berkaitan dengan wajibnya wasiat wajibah kepada kerabat non muslim terlebih
dahulu akan penulis kemukakan berbagai metode istinbath hukum Ibnu Hazm
secara global. Ibnu Hazm terkenal sebagai salah satu tokoh mazhab Adz-Dzahiri
dan paling banyak mempelajari mazhab-mazhab lain sehingga terkenal dengan
tokoh radikal yang kontroversial.
18
51
memahami nash Al-Quran maupun Hadits, yaitu minhaj Adz-Dzahiri yang jauh
berbeda dengan minhaj yang ditempuh oleh kebanyakan ahli Ushuliyyin.
Ibnu Hazm adalah seorang tokoh fiqh yang menghidupkan Fiqh Dzahiri
atau menghidupkan ilmu Al-Quran. Kecakapan dapat menampung hukum
dengan segala kejadiannya. Beliau beralasan dengan mengungkapkan firman
Allah Swt dalam Surat Al-Maidah ayat : 3
!"
#
- , ()*%+&'$%!"
Artinya : Hari ini Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
kucukupkan kepadamu nikmatku dan telah kuridhai Islam itu jadi
agama bagimu.19
Dengan turunnya ayat ini Ibnu Hazm berpendapat bahwa agama Islam
telah sempurna dan sesuatu yang sempurna itu tidak ada sumbernya untuk
ditambahi. Sebagaimana tersebut diatas bahwa minhaj Ibnu Hazm adalah Dzahiri
hal ini bisa dilihat melalui pendapatnya tentang wasiat, beliau berpendapat bahwa
19
52
wasiat itu wajib dilakukan oleh orang yang meninggal dunia dan ia meninggalkan
harta yang banyak untuk berwasiat. Kemudian wasiat itu diperuntukkan kepada
para kerabatnya yang terhalang mendapat harta pusaka orang yang meninggal.
Ibnu Hazm dalam beristinbath juga mempergunakan akal, dan hal ini
kebanyakan orang yang telah menyangka bahwa Ibnu Hazm dalam beristinbath
tidak berpegang pada akal sama sekali, padahal sesungguhnya Ibnu Hazm
mempergunakan akal sebagai salah satu sendi dalam mempelajari dan mencari
Problem Solving dalam keislaman, dengan dalil aqli dia berpegang kepada akal
dan menetapkan keesaan Allah, kebenaran Nabi dan kemukjizatan dalam AlQuran adalah perintah Allah.20
Sebagaimana ulama-ulama lain Ibnu Hazm dalam beristinbath selalu
mendasarkan
pada
dua
sumber
Al-Quran
dan
Al-Hadits.
Dalam
Ibnu Hazm, Ihkam Fi Ushul Al- Ahkam, Beirut : Dar Kutubil Ilmiyah, tp. tt., hlm. 66.
53
1. Al-Quran
Ibnu Hazm berkata :
21
22
54
2. As-Sunnah
Ibnu Hazm menetapkan Al-Quran sebagai sumber dari segala sumber,
dan beliau memandang As-Sunnah masuk ke dalam nash-nash yang turut
membina syariat walaupun hujjahnya diambil dari Al-Quran. Dalam hal ini
Ibnu Hazm berkata :
23
Ibnu Hazm, Ihkam Fi Ushul Al- Ahkam, op. cit. hlm. 95.
55
|F
] / 5!N{%.! %! z y% :%hUT ` y% F ) 5/
'zD H! 1 @ %
%h5!N{%#
1 =|D H } G
24
bahwa
56
sumber-sumber hukum syara disisi Ibnu Hazm hanya tiga yaitu : Nushush
yang terdiri dari Al-Quran dan As-Sunnah, Ijma dan hukum yang dibina atas
nash dan ijma dinamakan Dalil.25
Sependapat dengan sebagian ulama Syafiiyah bahwa seluruh Ahlu
Dhahir mengatakan bahwa menjadi hujjah di antara bagian sunnah hanyalah
ucapan, perbuatan-perbuatan Nabi yang dibarengi dengan ucapan, atau ada
qarinah yang menunjuk kepada wajib, atau perbuatan itu merupakan
pelaksanaan dari perintah.
Ada suatu pendapat dalam kalangan Syafiiyah, Malikiyah dan
Hanafiyah, yaitu segala perbuatan Nabi ditawaqqufkan kedudukannya,
beberapa ulama dari golongan Hanafiyah dan Malikiyah menetapkan bahwa
perbuatan-perbuatan Nabi menunjuk kepada wajib bahkan lebih kuat dari
perintah.26
3. Ijma
Metode istinbath hukum ketiga yang dipakai Ibnu Hazm adalah Ijma.
Dalam menanggapi Ijma Ibnu Hazm berkata; Kami telah sepakat dan
kebanyakan orang yang menyalahi kami, bahwasanya ijmadari segenap
25
26
57
ulama Islam adalah hujjah dan suatu kebenaran yang meyakinkan dalam
agama Allah .27
Ijma yang ditetapkan Ibnu Hazm ialah ijma yang mutawatir, yang
bersambung sanadnya kepada Rasul, terhadap suatu urusan yang dapat
diketahui dengan mudah bahwa dia itu agama Allah yang bersendikan nash.
Karenanya segala ijma yang tidak bersandarkan nash, bukanlah ijma.
Karena menurut Ibnu Hazm sanad dari ijma hanyalah nash. Dalam
hal ini beliau berkata :
27
28
58
qiyas. Qiyas dasarnya mengeluarkan illat dari nash dan memberikan hukum
nash kepada segala yang padanya terdapat illat itu, sedangkan dalil langsung
di ambil dari nash.29
Ulama Dzahiri secara teoritik berpendapat bahwa setiap hukum yang
ditetapkan berdasarkan qiyas adalah batil. Namun secara praktis mereka
terpaksa menggunakan Qiyas, yang dinamakan al-Dalil namun hal ini di tolak
oleh Ibnu Hazm, ia berkata ; Orang-orang yang tidak mengetahui,
menyangka, bahwa pendirian kami memegang dalil, keluar (menyimpang)
dari nash dan ijma. Dan itu ada lagi orang yang menyangka bahwa dalil dan
qiyas itu satu, maka kesalahan mereka dalam sangkaan itu, adalah sesuatu
kesalahan yang amat buruk .30
5. Istishab
Ibnu Hazm menggunakan Istishab sebagai salah satu metode istinbath
hukum. Ibnu Hazm mentarifkan Istishab sebagai berikut : Hukum asal yang
selain ada dengan nash kekal hingga ada dalil yang mengubahnya .
Ibnu Hazm mempergunakan dasar Istishab dalam segala bidang,
bukan sebagai golongan Hanafiyah atau Malikiyah yang memakai Istishab
dalam bidang menolak tuduhan, bukan dalam bidang menetapkan hak.
Mereka mengatakan bahwa Istishab digunakan untuk menetapkan hak-hak
yang telah ada, selama belum ada dalil yang menghilangkan hak, tetapi tidak
29
Ibid., 349-350.
Ibnu Hazm, Ihkam Fi Ushul Al- Ahkam, op. cit hlm. 98.
30
59
31
60
adalah mubah tetapi karena nash-nash itu memubahkan segala yang tidak
dilarang.32
C. Pendapat Ibnu Hazm Tentang Wajibnya Wasiat Wajibah Kepada Kerabat
Non Muslim
1.
bertindak
untuk
memberikan
sebagian
harta
peninggalan
61
M3 ZL )EZ aW
35
^ %B%. :)! 1 q %/ ] ^ 3@ % 3 5/
.UT ` F ?
62
' 5!)
-
x! 1 |F {DL ) 1 }
%E! 5!N{ F U vH Z
%h
,(3Ev&
36
37
Ibnu Hazm, Ihkam Fi Ushul Al- Ahkam, Juz III, op. cit., hlm. 292.
Depag Republik Indonesia, op. cit., hlm. 46
63
Ibid,
Yusuf Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Ja karta : Al-Kautsar, 2002, hlm. 337.
64
dengan para kerabat. Oleh karena itu, mengartikan para kerabat dengan
selain orang-orang tersebut di atas adalah tidak mempunyai dasar yang
kuat.40
Jadi dapat disimpulkan bahwa yang berhak menerima wasiat wajibah
menurut Ibnu Hazm adalah orang-orang yang jika ditelusuri lewat garis
keturunannya, berada dalam garis yang sama dengan si pewasiat baik lewat
garis bapak atau ibu atau bahkan keduanya.
2.
'5!) 8 =U E =3 ?@ 2 / A ? O%.E^ c^
Telah
sepakat para ulama (fuqaha) bahwa ada tiga hal yang dapat
dan
perbedaan agama. 41
40
Eko Budiono, Wasiat Wajibah Menurut Berbagai Referensi Hukum Islam Dan
Aplikasinya Di Indonesia , Dalam Mimbar Hukum Nomor : 63 Tahun 2004, Jakarta : Al-Hikmah,
hlm.105.
41
Wahbah Zuhaily, Al-Fiqh al- Islamy wa Adillatuh, Juz VIII, beirut : Dar al-Fiqr, 1989,
hlm. 255.
65
hanya sebatas ahli waris non muslim, baik sejak awal tidak
beragama Islam (kafir) atau keluar dari agama Islam (murtad), tidak dapat
mewarisi pewaris muslim.
42
pada Hadits Nabi Saw. Yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari
Usamah Ibnu Zaid yang ungkapannya sebagai berikut :
G F ? ; D )! 5B A/% 5
-G c^/&z H/3Z% 1
Tidak mewarisi seorang muslim terhadap orang non muslim demikian juga
tidak mewarisi orang non muslim terhadap orang muslim.
Sedangkan menurut Muazd Ibnu Jabal Muawiyah, masruk (Generasi
Sahabat Dan Ibnu Musayab generasi tabiin) serta kalangan Syiah
Imamiyah ahli waris muslim dapat mewarisi pewaris non muslim, dengan
alasan Islam itu tinggi dan tidak dapat diungguli ketinggiannya.Bahwa
agama Islam itu tinggi, ketinggian agama Islam membawa juga ketinggian
martabat umat Islam. Sebagai bukti ketinggian umat Islam ialah mereka di
benarkan mewarisi keluarganya yang tidak beragama Islam, tetapi tidak
42
43
Ibid., 256
Imam Abi Al-Husain Muslim, Shahih Muslim, Juz II, tt. Dar Al-Fikr, t.th, hlm. 56.
66
67
%d = ?d U ^! DZ e N# 3< 5 ! DL %l )W1 = % . ; !
GB %h 5/ A S ?; DZ e ~ ) BO%7 % Z ?; ! = )B1 : %+ 5/
'''''''''''(`T 5! #N+
Diwajibkan atas setiap muslim untuk berwasiat bagi kerabatnya yang
tidak mewarisi disebabkan adanya perbudakan , adanya kekufuran (non
muslim), karena terhijab atau karena tidak mendapat warisan (karena
bukan ahli waris), maka hendaknya ia berwasiat untuk mereka serelanya,
dalam hal ini tidak ada batasan tertentu. Apabila ia tidak berwasiat (bagi
mereka), maka tidak boleh tidak ahli waris atau wali yang mengurus wasiat
untuk memberikan wasiat tersebut kepada mereka (kerabat) menurut
kepatutan. Andaikan kedua orang tua atau salah satunya tidak beragama
Islam (non muslim) atau menjadi budak, atau salah satu dari keduanya.
Apabila ia tidak berwasiat, maka harus diberikan harta (kepada orang tua)
tidak boleh tidak. Setelah itu ia boleh berwasiat sekehendaknya. Apabila
berwasiat bagi tiga orang kerabat di atas, hal itu telah memadai 46
Dari uraian diatas, Ibnu Hazm di atas tampak jelas bahwa kedua
orang tua dan kerabat yang tidak mewarisi, salah satunya disebabkan tidak
beragama Islam (non muslim), wajib diberi wasiat. Apabila seorang muslim
sewaktu hidupnya tidak bewasiat, maka ahli waris atau wali yang mengurus
wasiat harus melaksanakan wasiat tersebut. Dengan demikian kewajiban
berwasiat tidak hanya bersifat diyani tetapi juga dapat dipaksakan apabila ia
lalai melaksanakannya karena sudah menyangkut kepentingan orang lain
(masyarakat).47
Sedangkan menurut Ibnu Hazm
berlaku (muhkam) yang dikhususkan bagi orang tua dan kerabat yang tidak
46
Ibnu Hazm, Almuhalla, Juz IX, Beirut : Dar Al-Fikr, hlm. 314.
Dede Ibin, Wasiat Wajibah Bagi Ahli Waris Non Muslim , Dalam Suara Uldilag Vol
II, No: 4 tahun 2004, Jakarta : Al-Hikmah, hlm. 72.
47
68
G F ? ; F : :%h:%h3 5B 5 2Z % 5 e %/ c!3] 5/ %!
=AB / () A; 1L g
v! G^ ; ! 6 7 G H/ 3/ cW%/,
M) 1L e ~:%h ; F :
N/ A a R 3/%/3 5BL ,:%h
'9 ;
Aku menerima dari jalur malik dari nafi dari Umar berkata : Rosulullah
SAW bersabda : Hak seorang muslim yang mempunyai sesuatu yang hendak
diwasiatkan , sesudah bermalam selama dua malam tiada lain wasiatnya itu
ditulis pada awal kebijakannya. Ibnu Umar berkata tidak berlalu bagiku
satu malampun sejak aku mendengarkan Hadits itu kecuali wasiat selalu
berada disisku.49
Sekalipun antara jumhur ulama dan Ibnu Hazm ada perbedaan
pendapat dalam menetapkan hukum berwasiat, tetapi ulama dari kalangan
Syafiiyah, Hanafiyah, Hanabilah telah membolehkan berwasiat untuk
mereka yang tidak beragama Islam (non muslim) dengan syarat yang diberi
wasiat tidak memerangi umat Islam, jika tidak demikian maka wasiatnya
batal, tidak sah.
48
49
349.
Malik bin Anas, Al-Muwattha, Beirut : Dar Al-Fikr, t.th, hlm. 500.
Ibnu Hazm, Al-Muhalla Bi Al-Astar, Juz VIII, Beirut : Dar Kutubil Ilmiyah, .tt, hlm.
69
kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berlaku adil . Demikian juga
Hadits Nabi Saw.Yang diriwayatkan oleh Bukhari, bahwa Ibnu Umar
bahwasanya Rasulullah Saw, telah memberikan izin kepada Umar r.a untuk
memberikan sebuah baju kepada saudaranya yang musyrik.50
Senada dengan pendapat diatas, Subhi Mahmasani mengemukakan
bahwa kesamaan agama bukan syarat sahnya wasiat. Oleh karenanya boleh
saja seorang suami yang muslim berwasiat kepada istrinya yang beragama
Masehi (Ahl Kitab) sebanyak 1/3 harat warisan.
Wasiat wajibah kepada kerabat non muslim dapat dikatakan bentuk
baru dari pembaharuan hukum Islam di Indonesia. Meskipun wasiat wajibah
kepada kerabat non muslim hanya sebagai mazhab minoritas (Dzahiri)
dalam pemikiran hukum Islam, namun patut kita hargai sebagai suatu ijtihad
dalam upaya mengaktualkan nilai-nilai hukum kewarisan Islam di tengahtengah masyarakat Indonesia yang pluralistik dalam banyak hal, baik
50
70
sosial, budaya, hukum, maupun agama, agar hukum Islam tidak kehilangan
jati dirinya sebagai Rahmatal Lilalamin.
Apabila berdasarkan sistem hukum yang berlaku bagi warga negara
non muslim, bukanlah sikap adil dan manusiawi apabila ahli waris non
muslim diberi hak wasiat wajibah dari pewarisnya yang muslim (apabila ia
tidak berwasiat) agar tidak terjadi kegoncangan social diantara mereka yang
berbeda agama, karena prinsip keadilan bahkan asas kemanusiaan yang
universal
bahwa
manusia
seluruhnya
sama
dipandang
dari
sisi
adanya
wasiat
wajibah
ini
adalah
dengan
jalan
. Madja El-Muhtaj, Social Engineering Dan Maslahat , Dalam Mimbar Hukum Nomor ;
52 tahun 2001, Jakarta : al-Hikmah, hlm. 79.
71
Hukum Islam,yaitu ;
a.
b.
c.
dengan
72
Kompilasi Hukum Islam. Akan tetapi, jika dilihat dari segi kenyataan
yang hidup di tengah masyarakat Indonesia, maka konsep dan ketetapan
yang dikemukakannya lebih mungkin diterapkan di Indonesia,
walaupun ada sekelompok ulama yang menolak dengan alasan,
ketentuan tersebut tidak mempunyai dalil syari.52
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa
di Indonesia wasiat
wajibah tidak hanya diterapkan kepada anak angkat dan orang tua angkat
saja. Sebagaimana yang telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam, tetapi
juga diterapkan sebagiamana konsep Ibnu Hazm, di mana yang berhak
menerima wasiat wajibah adalah para kerabat yang tidak menerima warisan
yang disebabkan antara lain karena berbeda agama. Meskipun demikian
perlu di ingat bahwa wasiat wajibah dapat diberikan kepada kerabat yang
non muslim, apabila mereka kondisinya yang sangat miskin dalam bidang
ekonomi dibanding dengan kerabat lainnya. Jika ternyata kerabat yang non
muslim hidupnya berkecukupan dibanding kerabat yang muslim,maka dia
tidak mendapatkan wasiat wajibah. Karena bagaimanapun hukum Islam
tetap memposisikan perbedaan agama sebagai penghalang untuk mewarisi.
52
BAB IV
74
dilakukan pada saat seseorang dalam keadaan sakit mendekati ajalnya dan
dikatakan atas harta kekayaan.1
Sementara Ibnu Umar, Ibnu Abbas dan Said berpendapat bahwa wasiat itu
hukumnya bukan wajib, akan tetapi sunnah saja. Hal ini didasarkan pada surat
Al-Baqarah ayat 180 yang telah dimansukhkan dengan ayat kewarisan, sehingga
hukum wasiat yang semula wajib menjadi sunnah karenanya.2
Allah menurunkan syariat Islam pada dasarnya untuk menjadi rahmat bagi
seluruh alam beserta isinya. Karena kedudukannya sebagai rahmat seluruh alam
(sesuai dengan konteks tempat dan zaman), maka ditetapkanlah peraturanperaturan hukum yang bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan masyarakat,
menolak madharat dan kerusakan serta mewujudkan sebuah keadilan.
Bentuk-bentuk reformasi terhadap hukum kewarisan mengenai institusi
wasiat wajibah ini dapat secara jelas dilihat dalam pasal 209 dari Kompilasi
Hukum Islam. Berbeda dengan para ahli hukum Islam pada umumnya, yang
mengindetifikasikan cucu yatim sebagai penerima wasiat wajibah. Para ahli
hukum Islam Indonesia, melalui Kompilasi Hukum Islam telah menggunakan
wasiat wajibah untuk memperbolehkan anak angkat dan orang tua angkat
1
2
Al-Fakhrurrazi, Tafsir Al-Kabir, Juz V, Dar Kutubil Ilmiyah, tt, hlm. 51.
Al-Qutuby, Al-Jami Al-Ahkam Al-Quran, Juz I, Beirut: Dar Al-Fikr, 1993, hlm. 177.
75
Retno Lukito, Pergumulan Antara Hukum Islam dan Adat Di Indonesia, Jakarta: INIS,
1998, hlm. 89.
4
Ibid, hlm. 90.
5
Amrullah Ahmad, et.al, Dimensi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional Mengenang
65 Th Prof. Dr. Bustanul Arifin S.H, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hlm. Xiii.
6
Amir syarifuddin, Pembaharuan Pemikiran Dalam Hukum Islam, Padang: Ankasa Raya,
1993, hlm.157.
76
meskipun halangan perbedaan agama tidak dilakukan secara jelas dalam AlQuran, namun didasarkan hadist Nabi yang sama-sama diterima kebenarannya.
Sedangkan di Indonesia, sekalipun pasal 171 Kompilasi Hukum Islam
tidak menyatakan perbedaan agama sebagai penghalang untuk dapat mewarisi,
namun pasal 171 huruf b dan c Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa
pewaris dan ahli waris harus dalam keadaan beragama Islam maka diantara
keduanya, apabila salah satunya tidak beragama Islam maka diantara keduanya
tidak dapat saling mewarisi. Tetapi karena di Indonesia terdapat pluralitas
hukum, yaitu adanya hukum adat dan hukum perdata Barat (BW) disamping
hukum Islam, yang memungkinkan masyarakat muslim melakukan pilihan
hukum (Hak Opsi) dalam penyelesaian sengketa warisnya sesuai dengan
ketentuan penyelesaian umum angka 2 UU no : 7 tahun 1989 tentang PA, maka
antara orang muslim dan non muslim mungkin saja dapat saling mewarisi.
Karena dalam hukum adat dan hukum Perdata Barat (BW) perbedaan agama
tidak dijadikan sebagai penghalang untuk dapat mewarisi.7
Apabila berdasarkan sistem hukum yang berlaku, bagi warga negara non
muslim dapat mewarisi pewaris non muslim, bukanlah sikap yang adil dan
manusiawi apabila ahli waris non muslim tidak di beri hak wasiat wajibah dari
pewarisnya yang muslim (apabila ia tidak berwasiat) agar tidak terjadi
7
Subekti, K U H Perdata, Jakarta : Pradya Paramita, 2001, hlm. 223 yaitu Pasal 838
KUHPerdata, yang merupakan faktor penghalang untuk dapat mewarisi sebatas pembunuhan,
percobaan pembunuhan dan fitnah.
77
keguncangan sosial antar mereka yang berbeda agama, karena prinsip keadilan,
bahkan asas kemanusiaannya, dan kemaslahatan yang menjadi tujuan hukum
merupakan unsur-unsur konstitusi hukum Islam.8
Sedangkan perbedaan agama (non muslim) sekalipun dalam pandangan
Islam sebagai dosa besar (kafir), tetapi bagi penganut agama lain sebagai suatu
kebenaran sesuai dengan ajaran agama dan keyakinan masing-masing yang patut
dihargai dan dihormati oleh siapapun sebagaimana Islam telah mengajarkan
demikian.
Dalam Al-Quran dengan tegas digariskan suatu prinsip yang berbunyi:
Tidak (boleh) ada paksaan di dalam agama. (QS 2 : 256) prinsip tersebut
mengandung makna bahwa manusia sepenuhnya mempunyai kebebasan untuk
menganut suatu keyakinan atau kaidah agama yang disenanginya. Sehingga dapat
dikatakan bahwa Islam sangat menjunjung tinggi kebebasan beragama.9
Pada dasarnya Islam sama sekali tidak membenarkan adanya pemaksaan
terhadap seseorang untuk memeluk Islam. Menurut Ibnu Katsir, ayat tentang
larangan pemaksaan beragama ini sudah meralat (nasakh) ayat tentang perintah
untuk berperang demi agama (QS. Al-Taubah [9]: 36). Dengan penekanan pada
78
b.
c.
warga negara tanpa membedakan suku, budaya dan agama wajib memelihara
ketertiban dan perdamaian tanpa adanya pelaku anarkis dalam segala bentuk dan
manifestasinya, baik fisik, politik maupun hukum. Dalam kondisi demikian Islam
tidak melarang bagi warga negara muslim untuk berbuat baik dan berlaku adil
10
A. Qodri Azizy, Eklektisime Hukum Nasional Kompetisi Antara Hukum Islam Dengan
Hukum Umum, Yogyakarta : Gama Media Offset , 2002, hlm. 34
11
Undang-Undang Dasar R.I Tahun 1945
79
terhadap warga negara non muslim (QS 60 : 80), dan seorang muslim tetap
dipertahankan untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya sekalipun berbeda
agama.
Berbuat baik dan berlaku adil terhadap warga negara non muslim
diantaranya dengan memberikan bagian harta warisan melalui wasiat kepada
mereka seperti hadist dari riwayat Muad Bin Jabal. Bagian harta wasiat wajibah
relatif hanya dibatasi dengan batasan maksimal sepertiga harta.12
Berkenaan dengan pemaparan penulis, dapat dipahami bahwa hukum
dituntut dapat memainkan peran ganda, pertama hukum dapat berfungsi sebagai
alat kontrol sosial terhadap perubahan yang berlangsung dalam kehidupan
manusia. Kedua hukum dapat dijadiakan sebagai alat rekayasa sosial dalam
rangka mewujudkan kemaslahatan umat manusia sebagai suatu sistem hukum
berdasarkan wahyu, hukum Islam memiliki tujuan mewujudkan kemaslahatan
manusia baik di dunia maupun di akhirat.
Berdasarkan hal ini, tugas hukum serta merta adalah menjaga dan
mengendalikan sistem sosial sehingga baik pribadi maupun masyarakat memiliki
fasilitas dan peluang rasa aman serta bebas untuk memenuhi dan mewujudkan
kebutuhan-kebutuhan secara adil dan manusiawi. Sisi lainnya , adalah nilai-nilai
12
Muhammad Ibnu Ismail al-Kahlani, Subulus Salam, Juz III, hlm., 99.
80
asas
99.
13
Ahmad Rofiq, Pembaharuan Hukum Islam, Yogyakarta : Gama Media Offset, 2001, hlm.
14
15
446.
15
81
kewajiban berwasiat seperti dalam surat Al-Baqarah ayat 180 hanya berlaku
pada awal Islam.
Dengan melihat situasi dan kondisi wasiat wajibah menurut penulis wajib
dan berlaku apabila para ahli waris yang ditinggalkan itu telah memiliki harta
yang banyak. Sedangkan para kerabat yang ia tinggalkan hidup dalam
kekurangan maka disinilah fungsi wasiat dapat berlaku. Di sini penulis lebih
cenderung kepada pendapat Ibnu Hazm yang mewajibkan wasiat wajibah kepada
kerabat yang tidak dapat menerima warisan, baik dikarenakan ia menjadi budak
atau berbeda agama atau adanya kerabat lain yang menghalangi atau karena ia
tidak berhak mendapat warisan.
82
wasiat
sebagimana
disampaikan
Ibnu
Hazm,
beliau
!" #!
.'() $% &
83
Baqarah ayat 180 bahwa hukum wasiat adalah wajib bagi orang yang meninggal
dunia dan meninggalkan harta yang banyak bagi pewarisnya, Di mana wasiat
tersebut harus diberikan kepada orang tua dan para kerabatnya yang tidak dapat
mewarisi meskipun kedua orang tuanya berbeda agama (non muslim) dengan
batasan maksiamal sepertiga harta.18
16
Ibnu Hazm, Ihkam Fi Ushul Al- Ahkam, Beirut : Dar-Kutubil Ilmiyah, tp.tt, hlm. 312.
.Ahmad Rofiq, op. cit., hlm., 447.
18
Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, Juz II, Beirut : Dar Al-Marifah, t.th. hlm. 127.
17
84
ED #<C
19
20
Ibid., 124.
Soenarjo, Al-Quran Dan Terjemahnya, Semarang : PT Kumudasmoro, 1994, hlm. 44
85
L K + & J & 6K IE
I 0 . 5! 9 H G
Q L RJ "S T < +! J O P + 3M N G
E 36
I 3 J & 6K T X = R
W
0 ."E I VR. U
[\
BY J
L "H Z
Artinya : Aku menerima dari jalur Malik dari Nafi dari Umar berkata :
Rosulullah Saw bersabda : Hak seorang muslim yang mempunyai
sesuatu yang hendak diwasiatkan , sesudah bermalam selama dua
malam tiada lain wasiatnya itu ditulis pada awal kebijakannya.
Ibnu Umar berkata tidak berlalu bagiku satu malampun sejak aku
mendengarkan hadist itu kecuali wasiat selalu berada disisku.
Dengan melihat ayat serta hadist tersebut diatas dapa disimpulkan bahwa
Rasyid Rida mewajibkan wasiat bagi setiap orang meninggalkan harta. Dalam hal
ini dikhusskan kepada orang-orang yang mewarisi seperti halnya orang tua dan
para kerabat yang berbeda agama (non muslim).22
Sementara itu para ulama penganut Mazhab Syafii menyatakan yang
disebut karib kerabat adalah setiap orang yang berasal dari satu nasab baik
hubungan nasab tersebut dekat maupun jauh, muslim maupun kafir, kaya maupun
miskin, laki-laki maupun perempuan, ahli waris maupun bukan ahli waris,
muhrim maupun bukan muhrim,23
21
Malik bin Anas, Al-Muwattha, Beirut : Dar Al-Fikr, t.th, hlm. 500.
Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, Juz II, Beirut: Dar Marifah, t.th., hlm. 134-142.
23
Abdul Ghofur, Fiqh Wanita, Jakarta : al-Kaustar, 1998, hlm. 497.
22
86
Ahli Waris yang meninggal terlebih dahulu dari pada si pewaris maka
kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali tersebut mereka yang
tersebut dalam pasal 173.
2.
Bagian bagi ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli
waris yang sederajat dengan yang di ganti.
24
Cik hasan Bisri, et.al., Kompilasi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta :
Logos Wacana Ilmu, 1999, hlm. 93.
87
25
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan yang singkat mengenai konsep wasiat wajibah kepada
kerabat non muslim, menurut Ibnu Hazm dapat disimpulkan bahwa:
1.
dan
tidak
mengharapkan
imbalan
(Tabarru)
yang
Menurut Ibnu Hazm wasiat wajibah adalah wasiat yang ditetapkan oleh
penguasa (dilaksanakan oleh hakim) untuk orang-orang tertentu yang tidak
diberi wasiat oleh orang yang meninggal dunia, sementara si mayit
meninggalkan
harta,
baginya
berlaku
kewajiban
wasiat
yang
90
3.
kerabat non muslim yang wajib diberi wasiat wajibah adalah para kerabat
yang berbeda agama dengan pewasiat. Non muslim yang dimaksudkan
adalah Ahl Dhimmah yaitu dari golongan Yahudi dan Nasrani. Dikatakan
Ahla Dzimmah karena mereka mematuhi peraturan perundang-undangan
Islam, serta tidak memerangi orang Islam, selain itu mereka berada di
bawah perlindungan orang Islam. Kerabat tersebut merupakan kerabat yang
tidak dapat mewarisi, karena terhijab atau bukan ahli waris. Semua
keturunan yang memiliki hubungan nasab dengan ayah dan ibu sampai
terus ke bawah. Mereka berada pada garis keturunan yang sama dengan
orang yang meninggal dunia, dalam garis ibu atau ayah atau bahkan dalam
garis ayah dan ibu secara bersamaan. Begitu juga dengan batasan harta
yang diwasiatkan tidak boleh lebih dari sepertiga harta.
4.
haknya mewarisi kerabat yang muslim melalui wasiat wajibah, akan tetapi
menurut penulis juga sepakat dengan para ulama yang tetap memposisikan
91
2.
Oleh karena masalah wasiat itu selalu dikaitkan dengan masalah waris,
maka hendaklah kepada para pejabat terkait, ulama dan mubaligh untuk
memberikan penyuluhan terhadap masyarakat mengenai tata cara berwasiat
yang sesuai dengan ketentuan dan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia,
sebagai salah satu jalan untuk bertaqarub kepada Allah, menyantuni
sesama, mempererat tali persaudaraan dan menghindari perselisihan antara
ahli waris dalam pembagian harta warisan.
3.
Tentang wasiat wajibah kepada kerabat non muslim, merupakan bagian dari
upaya pembaharuan hukum kewarisan Islam di Indonesia agar hukum
92