Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Disusun Oleh:
Bunga Rosi Yanti
1305000000
In Gesbie Marino
00000001074
Kevin Laurent
1305003607
Shelviana Kristalia
00000000953
Sanjaya
1305000506
KATA PENGANTAR
Kelompok Penulis
iii
I. PENDAHULUAN
Lahirnya sebuah pemikiran filosofis dalam sejarah filsafat, tentunya tidaklah begitu
saja adanya. Ia merupakan serangkaian rentetan pemikiran yang saling berkait antara
filosof satu dengan yang lainnya. Begitu halnya dengan filsafat Cartesian, ia lahir sebagai
respon atas skeptisme yang digagas oleh Montaigne. Pada mulanya Montaigne
maragukan kemampuan indera dalam sebagai alat untuk memperoleh pengetahuan, ia
menunjukkan betapa indera menyesatkan. Ia menyontohkan bagaimana indera
membohongi kita. Ketika kita berada di atas sebuah gedung bertingkat kemudian kita
melihat benda-benda dari kejahuan maka nampak kecil, padahal sejatinya benda-benda
yang dilihatnya besar. Dan ketika mata yang memiliki penyakit kuning akan melihat
segala yang ada disekitarnya nampak kuning. Melihat menjamurnya skeptisme pada kala
itu, dengan metode meragunya, Desacartes mencoba mencari sebuah epistemologi baru
untuk meruntuhkan bangunan skeptisme. Berbeda dengan para kaum skeptis, Descartes
menggunakan metode meragu untuk memperoleh sebuah kepastian. Metode meragu
descartes menghasilkan res-cogitan (thinking being) dan res-extansa (objek dalam bentuk
materi), yang nantinya melahirkan dualisme-cartesian. Namun usaha yang dilakukan
Descartes dalam merobohkan skeptisme masihlah meninggalkan celah kritik bagi filosof
selepasnya. Para filosof penerusnya melakukan tambal sulam atas filsafat Cartesianisme.
Di antaranya terdapat para pengkritik dualisme-cartesian ialah Hobbes, Locke dan
Leibniz, dll.
Dalam makalah ini, mencoba memaparkan dualisme-cartesian dari berbagai cara pandang
filosof (Hobbes, Locke, Leibniz) dan sudut pandang dari kelompok yang mempercayai
Tuhan itu tidak ada. Langkah pertama, memaparkan apa itu dualisme-cartesian.
Kemudian, bagaimana para filosof yang tadi disebut melihat dualisme-cartesian, meliputi
argumentasi-argumentasi kenapaa mereka melakukan penolakan ataupun penerimaan
kepada dualisme-cartesian.
11
penalaran yang telah dibentuknya sebelumnya, kecuali diri yang melakukan berpikir dan
Tuhan. Dengan meragukan semuanya, maka sampailah ia pada thesis cogito ergo sum. Ia
beranggapan bahwasanya bangunan filsafatnya ini sangatlah kokoh, bahkan kaum skeptis
pun, menurutnya, tidak akan mampu merobohkan bangunan filsafatnya. Dari sini pula lah,
Descartes melakukan pembuktian keberadaan Tuhan sebagai yang maha sempurna dan yang
memberi daya bagi jiwa.
The second of Descartes arguments for the existence of God points out that the idea
of a most perfect being is of a being containing every perfection and thus being entirely
real. The idea of the most perfect being therefore contain the idea existence (Collinson &
Plant, 2006).
Pendapat Descartes yang kedua mengenai eksistensi Allah mengacu pada eksistensi dan
esensi dari perfect being itu sendiri. Ia beranggapan bahwa ide dari yang paling sempurna
adalah makhluk yang mengandung kesempurnaan itu sendiri. Melalui gagasan itu, akhirnya
Descartes berpendapat bahwa oleh karena Tuhan itu sempurna, maka Ia tidak akan membawa
seseorang ke dalam kesalahan, dan melalui kemampuan manusia kemudian dinyatakan
menjadi pengetahuan. Di dalam bukunya The Last Meditation pada akhirnya ia berpendapat
bahwa apa yang ia percayai sekarang dari benda-benda fisik (metafisik) adalah sesuatu yang
benar yang bukan tipuan atau kesesatan, karena itu berasal dari Tuhan yang adalah perfect
being yang tidak mungkin menipu.
Terdapat dua versi argumen ontologis yang didebatkan, yaitu
1. Argumen Langsung
Pada arguman langsung kesimpulan langsung diberikan setelah premis tanpa ada
asumsi tambahan. Versi ini dikenal dengan versi Cartesian yang diperkenalkan oleh
Descartes. Ide dasar dari Cartesian ini sangat sederhana. Jika sesuatu itu Tuhan, Ianya
mesti sempurna. Kesempurnaan itu meliputi maha kuasa, maha tahu dan secara moral
sempurna. Jika keberadaan merupakan salah satu bukti dari kesempurnaan maka Tuhan
pasti memiliki unsur keberadaan. Karena itu Tuhan pasti ada.
2. Argumen Tidak Langsung
Argumen tak langsung, atau lebih pas disebut argumen reductio ad absurdum. Pada
versi ini kesimpulan diambil setelah menunjukkan bahwa argumen yang menolak
kesimpulan ini salah. Versi ini dikenal dengan versi Anselmian yang diperkenalkan oleh
St. Anselman.St. Anselman berpendapat bahwa sesuatu itu Tuhan jika dan hanya jika Ia
adalah sesuatu yang paling dapat dipercaya. Tuhan adalah sesuatu yang tidak ada yang
lebih besar darinya.
Kaum Ateis setuju dengan pernyataan bahwa Tuhan itu pastilah lebih besar dari apapun.
Namun, mereka berpendapat bahwa Tuhan itu hanya ada dalam pikiran, tidak dalam
kenyataan. Karena itu Tuhan itu tidak ada.
C. Rasionalisme
Jika kita ingin mengerti pemikiran Descartes mengenai Tuhan, maka kita harus mengerti
terlebih dahulu pola pemikiran yang dianutnya. Dan dalam melakukan pemikiran nya selama
ini, Descartes menggunakan paham rasionalis.
Kata rasionalisme secara berasal dari kata rasio yang memiliki arti masuk akal, akal budi.
Rasional memiliki beberapa pengertian, yaitu:
1. Secara umum, rasional menunjukkan modus atau cara pengetahuan diskursif,
konseptual yang khas manusiawi.
2. Secara khusus, raisonal memiliki makna konklusif, logis, metodik. Ilmu pengetahuan
rasional merupakan ilmuyang bersifat deduktif atau reduktif.
3. Rasional juga menunjukkan sesuatu yang mempunyai atau mengandung rasio atau
dicirikan oleh rasio, dapat dipahami, cocok dengan rasio, dapat dimengerti/ditangkap.
Bentukan kata lain dari kata rasio adalah rasionalisasi yg memiliki dua makna umum, yaitu:
1. Makna positif, yaitu membuat rasional (masuk akal) atau membuat sesuatu dengan
akal budi atau menjadi masuk akal.
2. Arti negatif, yaitu pembenaran berdasarkan motif-motif tersembunyi.
Adapun rasionalisme adalah prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam
menjelaskan sesuatu. Secara umum kata rasionalisme menunjuk pada pendekatan filosofis
yang menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan. Rasionalisme
menjadi aliran baru dalam filsafat sejak Descartes mengemukakan hasil filosofinya dengan
menggunakan pikiran dan rasionya untuk menguji kebenaran pengetahuan. Dasar-dasar dari
aliran ini dilandaskan pada pemikiran filsafat Descartes yang kemudian dikenal sebagai
Rasionalisme Kontinental.
mungkin
atau
sejumlah
yang
diperlukan,
untuk
memudahkan
penyelesaiannya.
c. Berpikir secara runtut dengan mulai dari objek-objek yang paling sederhana dan
paling mudah dikenali, lalu meningkat sedikit demi sedikit sampai ke masalah yang
paling rumit, dan bahkan dengan menata dalam urutan objek-objek yang secara alami
tidak beraturan.
d. Membuat perincian yang selengkap mungkin dan pemeriksaan yang demikian
menyeluruh sampai saya yakin bahwa tidak ada yang terlupakan.The ontological
argument is an argument in that it does not rely on experience to prove its point that
God exists.
D. Dualisme Cartesian
Descartes memandang manusia sebagai makhluk dualitas. Manusia terdiri dari dua
substansi yaitu jiwa dan tubuh. Jiwa adalah pemikiran dan tubuh adalah keluasan.
Sebenarnya, tubuh tidak lain dari suatu mesin yang dijalankan oleh jiwa. Karena setiap
substansi yang satu sama sekali terpisah dari substansi yang lain, sudah nyata bahwa
Descartes menganut suatu dualisme tentang manusia. Itulah sebabnya, Descartes
mempunyai banyak kesulitan untuk mengartikan pengaruh tubuh atas jiwa dan
sebaliknya, pengaruh jiwa atas tubuh. Satu kali ia mengatakan bahwa kontak antara tubuh
dan jiwa berlangsung dalam grandula pinealis (sebuah kelenjar kecil yang letaknya di
bawah otak kecil). Akan tetapi, akhirnya pemecahn ini tidak memadai bagi Descartes
sendiri.
Bagaimana cara jiwa dalam menggerakkan tubuh? .Dengan cara yang sama, otak
menyebarkan jiwa yang sehat itu ke dalam otot-otot agar anggota badan melakukan
berbagai gerakan, sesuai dengan tampilannya berbagai obejek pada indera,
dan sejalan dengan cita-rasa yang berada di dalamnya, sehingga anggota badan kita
dapat bergerak tanpa dikendalikan kehendak. Manusia tak ubahnya seperti robot yang
digerakkan oleh jiwa sebagai motoriknya. Jika jiwanya tidak ada, maka ia akan mati.
Kesimpulannya, Rene Descartes mengemukakan ide tentang soul-body, melahirkan
Cartesian dualism yang sangat populer dan digunakan oleh para filsuf lainnya juga :
Soul (dinyatakan dalam mind): sebuah entitas yang berbeda dan terpisah dari body, lebih
mudah dipahami oleh manusia karena ada proses self-reflection/self-awareness yang
diasumsikan inherent pada manusia.
Body : entitas fisik pada manusia yang tunduk pada prinsip mekanisme fisiologis, sama
seperti yang terjadi pada hewan. Namun pada manusia, aktivitas fisik tunduk pada
perintah mind
Karena itu adanya kejahatan diatas dunia bukanlah karena Tuhan tidak ada.
Argumen yang menyatakan bahwa kejahatan terjadi karena tidak ada Tuhan adalah
argumen yang benar, karena itu harus ditolak.Kritik terhadap argumen kejahatan
sebagai bukti ketiadaan Tuhan Argumen lain dalam menolak keberadaan Tuhan
adalah dengan menunjukkan bahwa adanya kejahatan di alam semesta adalah bukti
dari tidak adanya Tuhan. Bagaimana mungkin Tuhan yang katanya maha esa, maha
kuasa, maha tahu dan secara moral sempurna mau berdampingan dengan kejahatan.
3. Kritik dari Hobbes
Hobbes mengembangkan suatu model dunia yang murni materialis dan
mekanistisdunia yang semata-mata merupakan materi yang sedang bergerak.
Yang menarik dari materialisme Hobbes, bahwa gerak hanya dapat kita temukan
dalam bentuk materi. Dan pengertian materi menurut Hobbes ialah segala sesuatu
yang dapat diukur, dan yang dapat diukur adalah segala sesuatu yang dapat kita lihat.
Lebih ekstrimnya, menurut Hobbes, jika pun Tuhan ada maka Ia dalam bentuk materi.
Dari serangkaian pandangan Hobbes mengenai materi, yang penulis dapati
mengenai materialisme hobbes; bahwa materi ialah segala sesuatu yang dapat kita
inderai dan melakukan gerak. Bagaimana dengan jiwa yang ada dalam pembahasan
dualisme-cartesian? Menurut Hobbes, jiwa adalah materi karena ia berada di dalam
badan.
Selain persamaan di antara kedua tokoh yang penulis sampaikan di atas, terdapat pula
titik seteru yang sangat menonjol di antara keduanya. Descartes berpendapat bahwa
manusia terdiri atas jiwa dan tubuh yang saling terpisah, sedangkan Hobbes
berpendapat bahwa tidak ada dualitas antara jiwa dengan tubuh, menurutnya, jiwa dan
tubuh adalah sebuah satu-kesatuan.
Tidak jauh berbeda dengan Descartes, dalam mengafirmasi filsafat Aristotelian
tentang pembedaan antara manusia dengan hewan. Hobbes dan Descartes
mempercayai adanya sebuah kinerja mekanistik pada manusia. Dalam hal ini
keduanya sepakat bahwa; manusia tidak ubahnya sebuah robot. Namun menurut
Descartes jiwa sebagai penggerak bagi gerakan tubuhdengan kata lain jiwa sebagai
motorik. Sedangkan Hobbes yang memiliki padangan materialistik, ia berargumentasi
dengan berangkat dari gerak. Di atas tadi sudah penulis sebutkan bahwa dalam
pandangan Hobbes, segala yang melakukan gerak adalah materi, dan yang dapat
disebut materi baginya ialah segala hal yang dapat diukur, dan jiwa berintegrasi
dengan tubuh manusia dan menjadi materi (sehingga, jiwa=tubuh), menurut Hobbes
bukanlah seperti yang dikatakan Descartes, tubuh lah yang melakukan gerak bukan
jiwa. Robot itu (manusia) akan mati jika jiwa telah meninggalkannya. Sedangkan
menurut Hobbes, manusia dikatakan telah mati jika ia sudah tidak melakukan gerak.
4. Kritik dari John Locke
Locke berbicara tentang bagaimana manusia memperoleh ilmu pengetahuan.
Ia setuju dengan pandangan dualisme-cartesian, bahwasannya manusia terdiri dari
jiwa dan tubuh (mind and body). Namun, di dalam ide yang sama dengan Descartes
itu, dia juga agak memiliki pandangan yang lain. Dia menolak ide Descartes bahwa
manusia memperoleh ilmu pengetahuan dari pikirannya (innate ideas) bersifat a
priori.
Menurutnya, pikiran (jiwa) manusia ketika baru lahir tak ubahnya seperti
lembaran kertas (tabula rasa), lalu pengalaman akan menulis di dalamnya, dan apa
yang ditulis oleh pengalaman inilah yang bisa diketahui oleh akaldengan kata lain
manusia memperoleh pengetahuan paling awal berdasarkan pengalaman empiris.
Pendapat ini juga meruntuhkan paradigma cartesian-circleTuhan menjamin
kejernihan ide rasional manusia, dan keberadaan Tuhan dijamin oleh kejernihan
rasional manusia.
Locke juga mengambil ide subjektivisme Descartes, pandangan bahwa apa yang
paling aku ketahui adalah akalku sendiri dan ide yang ada di dalamnya. Jurang
pemisah antara akal pikiran bersama ide yang ada di dalamnya dengan objek
jasmaniah dan manusia dimana ide pikiranku merujuk diluar diriku. Locke setuju
adanya dualisme-cartesian, namun dia melakukan modifikasi bahwasannya manusia
memperoleh pengetahuan berdasarkan pengalaman yang didapat, dan inilah yang
menjadi cikal bakal dari berdirinya mendapat pengetahuan berdasarkan empirisme.
5. Kritik dari Gottfried Wilheim von Leibniz
Mengenai bagaimana manusia mendapatkan ilmu pengetahuan, Leibniz
menawarkan empat tahap bagaimana manusia dalam memperoleh ilmu pengetahuan.
Pertama; pertama kita lahir kita tahu kita ada dan ada orang tua kita. Kedua, ia
menolak metode deduksi Descartes dan setuju dengan metode induksi Locke. Ketiga;
dengan melakukan pembandingan antara esensi suatu benda dengan benda lainnya,
maka kita mendapatkan sebuah pengetahuan. Matahari yang kita lihat tidaklah sebesar
matahari yang sebenarnya. Dan terakhir adalah pengetahuan yang didapat dari
keapaan suatu benda, seperti pengetahuan lingkaran geometri.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.kompasiana.com/nicholausprasetya/eksistensi-tuhan-dan-argumentasiontologis_550b4507a33311226a2e4181
http://achillesmuda.blogspot.com/2010/05/filsafat-ilmu.html
Scruton, Roger, A Short History of Modern Philosophy: From Descartes to Wittgenstein
(Canada: Routledge, 1996)
Hardiman, F. Budi, Pemikiran-Pemikiran yang Membentuk Dunia Modern, Erlangga, 2011.
Descartes, Rene. Risalah tentang Metode. Terj. I. Husein dan R.S Hidayat. Jakarata:
Gramedia Pustaka utama, 1995.
Smith, Linda dan Wiliam Raeper, Ide-Ide: Filsafat dan Agama.Dulu dan Sekarang.
Yokyakarta: Kanisius, 2000.