Você está na página 1de 35

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengaruh yang tidak menguntungkan dari proses imun menjadi dasar dari
banyak penyakit pada manusia dan dapat mengganggu setiap sistem organ yang
penting. Selain itu perubahan karakteristik pada reaktan imun yang memberikan
kunci diagnostic yang penting menyertai banyak keadaan sebagai akibat atau peristiw
yang parallel. Sekarang sudah jelas, bahwa respon antibody normal dan respon yang
diperantarai sel menyangkut serankaian langkah yang masing-masing dimodulasi
oleh kelompok-kelompok sel tertentu. Gangguan pada proses ini dapat menyebabkan
reaksi imun yang tidak semestinya. Lebih jarang, penyakit terjadi bila mekanisme
hipersensitivitas tipe cepat dan lambat yang normal bersifat melindungi, terganggu
atau gagal berkembang secara normal. Berbagai keadaan imunologik dapat dipandang
sebagai keseimbangan antara pengaruh patogenik dari dua kelompok factor, benda
asing yang berpotensi membahayakan dan respon pertahanan tubuh, yang dapat
mwenyebabkan kerusakan jaringan atau gangguan jaringan atau gangguan fungsi.
Imunitas pelindung dan penyakit alergi bersama-sama memiliki respon
jaringan terhadap zat yang dikenal sebagai benda asing. Mekanisme imun
memberikan pertahanan yang esensial melawan invasi organisme yang menimbulkan
cedera dan timbulnya tumor ganas, fungsi yang sudah menjamin mereka bertahan
selama evolusi vertebrata. Namun, proses-proses yang sama ini dapat ditimbulkan
oleh agen-agen ekstrinsik yang relative tidak membahayakan, dan kadang dapat
memusatkan reaksi pada komponen jaringan hospes. Dalam keadaan ini, maka hasil
bersih dari keterbukaan dan respon hospes yang spesifik tidak menguntungkan.
Gambaran keadaan penyakit yang timbul dikenal sebagai penyakit imunologik.
Keadaan ini berbeda beda jenis berkisar dari gangguan ringan, kulit, atau gangguan
membrane mukosa yang kronik sampai keadaan katotropik yang mematikan dalam
beberapa deetik. Selanjutnya, karena penyakit imunologik ditentukan oleh reaktivitas

hospes maupun oleh jenis dan kekuatan antigenic, maka perbedaan tempat prevalensi
adalah menyolok. Namun, secara keseluruhan, gangguan ini sangat sering dijumpai
dan nampak pada kehidupan dan produktivitas manusia nyata diseluruh dunia.
Karena urgennya masalah imunitas dan gangguannya dalam kehidupan
manusia inilah sehingga kita perlu mengetahuinya lbih lanjut. Ini merupakan salah
satu latar belakang pembuatan makalah ini. Untuk lebih jelasnya akan kami bahas
pada bab selanjutnya.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menambah
wawasan dan pengetahuan kita mengenai system imunitas dan berbagai gangguan
system imun dalam tubuh manusia.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang
melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan
membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh
biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus
sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan
mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti
biasa.
Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur pathogen,
misalnya bakteri, virus, fungus, protozoa dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi
pada manusia. Infeksi yang terjadi pada orang normal umumnya singkat dan jarang
meninggalkan kerusakan permanent. Hal ini disebabkan adanya system imun yang
memberikan respon dan melindungi tubuh terhadap unsur-unsur pathogen tersebut.
Respon imun sangat bergantung pada kemampuan system imun untuk mengenali
molekul asing yang terdapat pada pathogen potensial dan kemudian membangkitkan
reaksi yang tepat untuk menyingkirkan sumber yang bersangkutan. Proses
pengenalan antigen dilakukan oleh unsure utama system imun yaitu limfosit yang
kemudian diikuti oleh fase efektor yang melibatkan berbagai jenis sel. Pengenalan
antigen sangat penting dalam fungsi system imun normal, karena limfosit harus
mengenal semua antigen pada pathogen potensial dan pada saat yang sama ia harus
mengabaikan molekul-molekul jaringan tubuh sendiri. Untuk mengatasi hal itu,
limfosit pada seorang individu melakukan diversivikasi selama perkembangannya
demikian rupa sehingga populasi limfosit secara keseluruhan mampu mengenal
molekul asing dan membedakannya dari molekul jaringan atau sel tubuh sendiri.
Kemampuan diversifikasi dimiliki oleh komponen system imun yang terdapat
dalam jaringan limforetikular yang letaknya tersebar diseluruh tubuh, misalnya dalam

sumsum tulang, kelenjar limfa, thymus, sistem saluran nafas, saluran cerna dan organ
lain. Sel-sel yang terdapat dalam jaringan ini berasal dari sel induk dalam sumsum
tulang yang berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel, kemudian beredar dalam tubuh
melalui darah, getah bening serta jaringan limfoid, dan dapat menunjukkan respon
terhadap suatu rangsangan sesuai dengan sifat dan fungsinya masing-masing.
Rangsangan terhadap imun tersebut terjadi apabila kedalam tubuh masuk suatu zat
yang oleh sel atau jaringan tadi dianggap asing. System imun dapat membedakan zat
asing dari zat yag berasal dari tubuh sendiri. Pada beberapa keadaan patologik,
system imun tidak dapat membedakan self dari non-self sehingga sel-sel dalam
system imun membentuk zat anti terhadap jaringan tubuhnya sendiri.
B. Lapisan pelindung pada imunitas
Sistem kekebalan tubuh melindungi organisme dari infekso dengan lapisan
pelindung kekhususan yang meningkat. Pelindung fisikal mencegah patogen seperti
bakteri dan virus memasuki tubuh. Jika patogen melewati pelindung tersebut, sistem
imun bawaan menyediakan perlindungan dengan segera, tetapi respon tidak-spesifik.
Namun, jika patogen berhasil melewati respon bawaan, vertebrata memasuki
perlindungan lapisan ketiga, yaitu sistem imun adaptif yang diaktivasi oleh respon
bawaan. Disini, sistem imun mengadaptasi respon tersebut selama infeksi untuk
menambah penyadaran patogen tersebut. Respon ini lalu ditahan setelah patogen
dihabiskan pada bentuk memori imunologikal dan menyebabkan sistem imun adaptif
untuk memasang lebih cepat dan serangan yang lebih kuat setiap patogen tersebut
ditemukan.

Komponen imunitas
Sistem imun bawaan
Respon tidak spesifik
Eksposur menyebabkan respon

Sistem imun adaptif


Respon spesifik patogen dan antigen
Perlambatan waktu antara eksposur dan respon

maksimal segara
Komponen imunitas selular dan

maksimal
Komponen imunitas selular dan respon imun

respon imun humoral

humoral
Eksposur menyebabkan adanya memori

Tidak ada memori imunologikal

imunologikal

Ditemukan hampir pada semua

Hanya ditemukan pada Gnathostomata


bentuk kehidupan
Baik imunitas bawaan dan adaptif bergantung pada kemampuan sistem imun
untuk memusnahkan baik molekul sendiri dan non-sendiri. Pada imunologi, molekul
sendiri adalah komponen tubuh organisme yang dapat dimusnahkan dari bahan asing
oleh sistem imun. Sebaliknya, molekul non-sendiri adalah yang dianggap sebagai
molekul asing. Satu kelas dari molekul non-sendiri disebut antigen (kependean dari
generator antibodi) dan dianggap sebagai bahan yang menempel pada reseptor imun
spesifik dan mendapatkan respon imun.

C. Perisai permukaan
Kulit adalah contoh perisai mekanikal yang merupakan pertahanan awal
terhadap infeksi. Namun, karena organisme tidak dapat sepenuhnya ditahan terhadap
lingkungan mereka, sistem lainnya melindungi tubuh seperti paru-paru, usus, dan
sistem genitourinari. Pada paru-paru, batuk dan bersin secara mekanis mengeluarkan
patogen dan iritan lainnya dari sistem pernapasan. Pengeluaran air mata dan urin juga
secara mekanis mengeluarkan patogen, sementara ingus dikeluarkan oleh saluran
pernapasan dan sistem pencernaan untuk menangkap mikroorganisme. Perisai kimia
juga melindungi terhadap infeksi. Kulit dan sistem pernapasan mengeluarkan peptida
antimikroba seperti -defensin. Enzim seperti lisozim dan fosfolipase A2 pada air

liur, air mata dan air susu ibu juga antiseptik. Sekresi Vagina merupakan perisai kimia
selama menarche, ketika mereka menjadi agak bersifat asam, sementara semen
memiliki pertahanan dan zinc untuk membunuh patogen. Pada perut, asam lambung
dan protase menyediakan pertahanan kimia yang kuat melawan patogen yang tertelan
ketika dimakan.
Dalam saluran pencernaan dan sistem genitourinari, flora komensal
merupakan perisai biologi dengan bersaing dengan patogen untuk makanan dan
tempat, dan pada beberapa kasus, dengan mengubah kondisi lingkungan mereka,
seperti pH atau besi yang ada.Hal ini mengurangi kemungkinan bahwa patogen akan
menyebabkan penyakit. Namun, sejak kebanyakan antibiotik mengincar bakteri dan
tidak menyerang fungi, antibiotik oral dapat menyebabkan "pertumbuhan lebih" fungi
dan dapat menyebabkan kondisi seperti kandiasis vagina. Terdapat bukti baik bahwa
perkenalan kembali flora probiotik, seperti budaya asli laktobasillus yang ada pada
yogurt, menolong mengembalikan keseimbangan kesehatan populasi mikrobial pada
infeksi usus anak-anak dan mendorong data pendahuluan pada penelitian
Gastroenteritis bakterial, radang usus, infeksi saluran urin dan infeksi setelah operasi.

D. Imunitas Bawaan
Mikroorganisme yang berhasil memasuki organisme akan bertemu dengan sel
dan mekanisme sistem imun bawaan. Respon bawaan biasanya dijalankan ketika
mikroba diidentifikasi oleh reseptor pengenalan susunan, yang mengenali komponen
yang diawetkan antara grup mikroorganisme.Pertahanan imun bawaan tidak spesifik,
berarti bahwa respon sistem tersebut pada patogen berada pada cara yang umum.
Sistem ini tidak berbuat lama-penghabisan imunitas terhadap patogen. Sistem imun
bawaan adalah sistem dominan pertahanan seseorang pada kebanyakan organisme.

Pelindung humoral dan kimia

a.Peradangan
Peradangan adalah salah satu dari respon pertama sistem imun terhadap
infeksi. Gejala peradangan adalah kemerahan dan bengkak yang diakibatkan oleh
peningkatan aliran darah ke jaringan. Peradangan diproduksi oleh eikosanoid dan
sitokin, yang dikeluarkan oleh sel yang terinfeksi atau terluka. Eikosanoid termasuk
prostaglandin yang memproduksi demam dan pembesaran pembuluh darah berkaitan
dengan peradangan, dan leukotrin yang menarik sel darah putih (leukosit). Sitokin
umum termasuk interleukin yang bertanggung jawab untuk komunikasi antar sel
darah putih; Chemokin yang mengangkat chemotaksis; dan interferon yang memiliki
pengaruh anti virus, seperti menjatuhkan protein sintesis pada sel manusia. Faktar
pertumbuhan dan faktor sitotoksik juga dapat dirilis. Sitotokin tersebut dan kimia
lainnya merekrut sel imun ke tempat infeksi dan menyembuhkan jaringan yang
mengalami kerusakan yang diikuti dengan pemindahan patogen.
b. Sistem komplemen
Sistem komplemen adalah kaskade biokimia yang menyerang permukaan sel
asing. Sistem komplemen memiliki lebih dari 20 protein yang berbeda dan dinamai
karena kemampuannya untuk "melengkapi" pembunuhan patogen oleh antibodi.
Komplemen adalah komponen humoral utama dari respon imun bawaan. Banyak
spesies memiliki sistem komplemen, pada manusia, respon ini diaktivasi dengan
melilit komplemen ke antibodi yang dipasang pada mikroba tersebut atau protein
komplemen yang dililit pada karbohidrat di permukaan mikroba. Pengenalan sinyal
menjalankan respon membunuh dengan cepat. Kecepatan respon adalah hasil dari
pengerasan yang muncul mengikuti aktivas proteolisis dari molekul kompleman,
yang juga termasuk protease. Setelah protein komplemen melilit pada mikroba,
mereka mengaktifkan aktivitas proteasenya, yang mengaktivasi protease komplemen
lainnya. Hal ini menyebabkan produksi kaskade katalisis yang memperbesar sinyal
oleh arus balik positif yang dikontrol. Hasil kaskade adalah produksi peptid yang
menarik sel imun, meningkatkan vascular permeability, dan opsonin permukaan

patogen, menandai kehancurannya. Pemasukan komplemen ini juga dapat membunuh


sel secara langsung dengan menyerang membran plasma mereka
E. Perisai selular sistem imun bawaan
Darah manusia terdiri dari sel darah merah, dan juga sel darah putih termasuk
limfosit, monosit, neutrofil dan banyak platelet kecil lainnya.Leukosit (sel darah
putih) bergerak sebagai organisme selular bebas dan merupakan "lengan" kedua
sistem imun bawaan. Leukosit bawaan termasuk fagosit (makrofag, neutrofil, dan sel
dendritik), sel mast, eosinofil, basofil dan sel pembunuh alami. Sel tersebut
mengidentifikasikan dan membunuh patogen dengan menyerang patogen yang lebih
besar melalui kontak atau dengan menelan dan lalu membunuh mikroorganisme. Sel
bawaan juga merupakan mediator penting pada kativasi sistem imun adaptif.
Fagositosis adalah fitur imunitas bawaan penting yang dilakukan oleh sel
yang disebut fagosit. Fagosit menelan, atau memakan patogen atau partikel. Fagosit
biasanya berpatroli mencari patogen, tetapi dapat dipanggil ke lokasi spesifik oleh
sitokin. Ketika patogen ditelan oleh fagosit, patogen terperangkap di vesikel
intraselular yang disebut fagosom, yang sesudah itu menyatu dengan vesikel lainnya
yang disebut lisosom untuk membentuk fagolisosom. Patogen dibunuh oleh aktivitas
enzim pencernaan atau respiratory burst yang mengeluarkan radikal bebas ke
fagolisosom. Fagositosis berevolusi sebagai sebuah titik pertengahan penerima
nutrisi, tetapi peran ini diperluas di fagosit untuk memasukan menelan patogen
sebagai mekanisme pertahanan. Fagositosis mungkin mewakili bentuk tertua
pertahanan, karena fagosit telah diidentifikasikan ada pada vertebrata dan
invertebrata.
Neutrofil dan makrofag adalah fagosit yang berkeliling di tubuh untuk
mengejar dan menyerang patogen. Neutrofil dapat ditemukan di sistem
kardiovaskular dan merupakan tipe fagosit yang paling berlebih, normalnya
sebanyak 50% sampai 60% jumlah peredaran leukosit. Selama fase akut radang,

terutama sebagai akibat dari infeksi bakteri, neutrofil bermigrasi ke tempat radang
pada proses yang disebut chemotaksis, dan biasanya sel pertama yang tiba pada saat
infeksi. Makrofag adalah sel serba guna yang terletak pada jaringan dan
memproduksi susunan luas bahan kimia termasuk enzim, protein komplemen, dan
faktor pengaturan seperti interleukin. Makrofag juga beraksi sebagai pemakan,
membersihkan tubuh dari sel mati dan debris lainnya, dan sebagai sel penghadir
antigen yang mengaktivasi sistem imun adaptif.
Sel dendritik adalah fagosit pada jaringan yang berhubungan dengan
lingkungan luar; oleh karena itu, mereka terutama berada di kulit, hidung, paruparu, perut, dan usus. Mereka dinamai untuk kemiripan mereka dengan dendrit,
memiliki proyeksi mirip dengan dendrit, tetapi sel dendritik tidak terhubung dengan
sistem saraf. Sel dendritik merupakan hubungan antara sistem imun adaptif dan
bawaan, dengan kehadiran antigen pada sel T, salah satu kunci tipe sel sistem imun
adaptif.
Sel Mast terletak di jaringan konektif dan membran mukosa dan mengatur respon
peradangan. Mereka berhubungan dengan alergi dan anafilaksis. Basofil dan
eosinofil berhubungan dengan neutrofil. Mereka mengsekresikan perantara bahan
kimia yang ikut serta melindungi tubuh terhadap parasit dan memainkan peran pada
reaksi alergi, seperti asma. Sel pembunuh alami adalah leukosit yang menyerang
dan menghancurkan sel tumor, atau sel yang telah terinfeksi oleh virus.

F. Imunitas adaptif
Imunitas adaptif berevolusi pada vertebrata awal dan membuat adanya respon
imun yang lebih kuat dan juga memori imunologikal, yang tiap patogen diingat oleh
tanda antigen. Respon imun adaptif spesifik-antigen dan membutuhkan pengenalan
antigen "bukan sendiri" spesifik selama proses disebut presentasi antigen. Spesifisitas
antigen menyebabkan generasi respon yang disesuaikan pada patogen atau sel yang
terinfeksi patogen. Kemampuan tersebut ditegakan di tubuh oleh "sel memori".

Patogen akan menginfeksi tubuh lebih dari sekali, sehingga sel memori tersebut
digunakan untuk segera memusnahkannya.membran plasma mereka
Limfosit
Sel sistem imun adaptif adalah tipe spesial leukosit yang disebut limfosit. Sel
B dan sel T adalah tipe utama limfosit dan berasal dari sel batang hematopoietik pada
sumsum tulang. Sel B ikut serta pada imunitas humoral, sedangkan sel T ikut serta
pada respon imun selular.

Hubungan sel T dengan Major histocompatibility complex kelas I atau Major histocompatibility
complex kelas II, dan antigen (merah)

Baik sel B dan sel T membawa molekul reseptor yang mengenali target
spesifil. Sel T mengenali target bukan diri sendiri, seperti patogen, hanya setelah
antigen (fragmen kecil patogen) telah diproses dan disampaikan pada kombinasi
dengan reseptor "sendiri" yang disebut molekul major histocompatibility complex
(MHC). Terdapat dua subtipe utama sel T: sel T pembunuh dan sel T pembantu. Sel T
pemnbunuh hanya mengenali antigen dirangkaikan pada molekul kelas I MHC,
sementara sel T pembantu hanya mengenali antigen dirangkaikan pada molekul kelas
II MHC. Dua mekanisme penyampaian antigen tersebut memunculkan peran berbeda
dua tipe sel T. Yang ketiga, subtipe minor adalah sel T yang mengenali antigen
yang tidak melekat pada reseptor MHC.
Reseptor antigel sel B adalah molekul antibodi pada permukaan sel B dan
mengenali semua patogen tanpa perlu adanya proses antigen. Tiap keturunan sel B

10

memiliki antibodi yang berbeda, sehingga kumpulan resptor antigen sel B yang
lengkap melambangkan semua antibodi yang dapat diproduksi oleh tubuh.
a. Limfosit T
1) Sel T pembunuh
Sel T pembunuh secara langsung menyerang sel lainnya yang membawa
antigen asing atau abnormal di permukaan mereka.
Sel T pembunuh adalah sub-grup dari sel T yang membunuh sel yang
terinfeksi dengan virus (dan patogen lainnya), atau merusak dan mematikan
patogen. Seperti sel B, tiap tipe sel T mengenali antigen yang berbeda. Sel T
pembunuh diaktivasi ketika reseptor sel T mereka melekat pada antigen spesifik
pada kompleks dengan reseptor kelas I MHC dari sel lainnya. Pengenalan MHC
ini:kompleks antigen dibantu oleh co-reseptor pada sel T yang disebut CD8. Sel T
lalu berkeliling pada tubuh untuk mencari sel yang reseptor I MHC mengangkat
antigen. Ketika sel T yang aktif menghubungi sel lainnya, sitotoksin dikeluarkan
yang membentuk pori pada membran plasma sel, membiarkan ion, air dan toksin
masuk. Hal ini menyebabkan sel mengalami apoptosis. Sel T pembunuh penting
untuk mencegah replikasi virus. Aktivasi sel T dikontrol dan membutuhkan sinyal
aktivasi antigen/MHC yang sangat kuat, atau penambahan aktivasi sinyak yang
disediakan oleh sel T pembantu.
2) Sel T pembantu
Sel T pembantu mengatur baik respon imun bawaan dan adaptif dan
membantu menentukan tipe respon imun mana yang tubuh akan buat pada
patogen khusus. Sel tersebut tidak memiliki aktivitas sitotoksik dan tidak
membunuh sel yang terinfeksi atau membersihkan patogen secara langsung,
namun mereka mengontrol respon imun dengan mengarahkan sel lain untuk
melakukan tugas tersebut.

11

Sel T pembantu mengekspresikan reseptor sel T yang mengenali antigen


melilit pada molekul MHC kelas II. MHC:antigen kompleks juga dikenali oleh
reseptor sel pembantu CD4 yang merekrut molekul didalam sel T yang
bertanggung jawab untuk aktivasi sel T. Sel T pembantu memiliki hubungan lebih
lemah dengan MHC:antigen kompleks daripada pengamatan sel T pembunuh,
berarti banyak reseptor (sekitar 200-300) pada sel T pembantu yang harus dililit
pada MHC:antigen untuk mengaktifkan sel pembantu, sementara sel T pembunuh
dapat diaktifkan dengan pertempuran molekul MHC:antigen. Kativasi sel T
pembantu juga membutuhkan durasi pertempuran lebih lama dengan sel yang
memiliki antigen. Aktivasi sel T pembantu yang beristirahat menyebabkan
dikeluarkanya sitokin yang memperluas aktivitas banyak tipe sel. Sinyak sitokin
yang diproduksi oleh sel T pembantu memperbesar fungsi mikrobisidal makrofag
dan aktivitas sel T pembunuh. Aktivasi sel T pembantu menyebabkan molekul
diekspresikan pada permukaan sel T, seperti CD154), yang menyediakan sinyal
stimulasi ekstra yang dibutuhkan untuk mengaktifkan sel B yang memproduksi
antibodi.
3) Sel T
Sel T memiliki reseptor sel T alternatif yang opposed berlawanan
dengan sel T CD4+ dan CD8+ () dan berbagi karakteristik dengan sel T
pembantu, sel T sitotoksik dan sel NK. Kondisi yang memproduksi respon dari sel
T tidak sepenuhnya dimengerti. Seperti sel T 'diluar kebiasaan' menghasilkan
reseptor sel T konstan, seperti CD1d yang dibatasi sel T pembunuh alami, sel T
mengangkang perbatasan antara imunitas adaptif dan bawaan. Sel T adalah
komponen dari imunitas adaptif karena mereka menyusun kembali gen reseptor
sel T untuk memproduksi perbedaan reseptor dan dapat mengembangkan memori
fenotipe. Berbagai subset adalah bagian dari sistem imun bawaan, karena reseptor
sel T atau reseptor NK yang dilarang dapat digunakan sebagai reseptor
pengenalan latar belakang, contohnya, jumlah besar respon sel T V9/V2 dalam

12

waktu jam untuk molekul umum yang diproduksi oleh mikroba, dan melarang sel
T V1+ T pada epithelium akan merespon untuk menekal sel epithelial.

Sebuah antibodi terbuat dari dua rantai berat dan dua rantai ringan. Variasi unik daerah membuat
antibodi mengenali antigen yang cocok.

b. Antibodi dan limfosit B


Sel B mengidentifikasi patogen ketika antibodi pada permukaan melekat pada
antigen asing. Antigen/antibodi kompleks ini diambil oleh sel B dan diprosesi oleh
proteolisis ke peptid. Sel B lalu menampilkan peptid antigenik pada permukaan
molekul MHC kelas II. Kombinasi MHC dan antigen menarik sel T pembantu yang
cocok, yang melepas limfokin dan mengaktivkan sel B. Sel B yang aktif lalu mulai
membagi keturunannya (sel plasma) mengeluarkan jutaan kopi limfa yang mengenali
antigen itu. Antibodi tersebut diedarkan pada plasma darah dan limfa, melilit pada
patogen menunjukan antigen dan menandai mereka untuk dihancurkan oleh aktivasi
komplemen atau untuk penghancuran oleh fagosit. Antibodi juga dapat menetralisir
tantangan secara langsung dengan melilit toksin bakteri atau dengan mengganggu
dengan reseptor yang digunakan virus dan bakteri untuk menginfeksi sel.

13

G. Memori imunologikal
Ketika sel B dan sel T diaktivasi dan mulai untuk bereplikasi, beberapa dari
keturunan mereka akan menjadi memori sel yang hidup lama. Selama hidup binatang,
memori sel tersebut akan mengingat tiap patogen spesifik yang ditemui dan dapat
melakukan respon kuat jika patogen terdeteksi kembali. Hal ini adaptif karena
muncul selama kehidupan individu sebagai adaptasi infeksi dengan patogen tersebut
dan mempersiapkan imunitas untuk tantangan di masa depan. Memori imunologikal
dapat berbentuk memori jangka pendek pasif atau memori jangka panjang aktif.
Memori pasif
Imunitas pasif biasanya berjangka pendek, hilang antara beberapa hari sampai
beberapa bulan. Bayi yang baru lahir tidak memiliki eksposur pada mikroba dan
rentan terhadap infeksi. Beberapa lapisan perlindungan pasif disediakan oleh ibu.
Selama kehamilan, tipe antibodi yang disebut IgG, dikirim dari ibu ke bayi secara
langsung menyebrangi plasenta, sehingga bayi manusia memiliki antibodi tinggi
bahkan saat lahir, dengan spesifisitas jangkauan antigen yang sama dengan ibunya.
Air susu ibu juga mengandung antibodi yang dikirim ke sistem pencernaan bayi dan
melindungi bayi terhadap infeksi bakteri sampai bayi dapat mengsintesiskan
antibodinya sendiri. Imunitas pasif ini disebabkan oleh fetus yang tidak membuat
memori sel atau antibodi apapun, tetapi hanya meminjam. Pada ilmu kedokteran,
imunitas pasif protektif juga dapat dikirim dari satu individu ke individu lainnya
melalui serum kaya-antibodi.Lama waktu respon imun dimulai dengan penemuan
patogen dan menyebabkan formasi memori imunologikal aktif.
Memori aktif dan imunisasi
Memori aktif jangka panjang dapat diikuti dengan infeksi oleh aktivasi sel B
dan T. Imunitas aktif dapat juga muncul buatan, yaitu melalui vaksinasi. Prinsip
dibelakang vaksinasi (juga disebut imunisasi) adalah ntuk memperkenalkan antigen
dari patogen untuk menstimulasikan sistem imun dan mengembangkan imunitas

14

spesifik melawan patogen tanpa menyebabkan penyakit yang berhubungan dengan


organisme tersebut. Hal ini menyebabkan induksi respon imun dengan sengaja
berhasil karena mengeksploitasi spesifisitas alami sistem imun. Dengan penyakit
infeksi tetap menjadi salah satu penyebab kematian pada populasi manusia, vaksinasi
muncul sebagai manipulasi sistem imun manusia yang paling efektif.
Kebanyakan vaksin virus berasal dari selubung virus, sementara banyak
vaksin bakteri berasal dari komponen aselular dari mikroorganisme, termasuk
komponen toksin yang tidak melukai. Sejak banyak antigen berasal dari vaksin
aselular tidak dengan kuat menyebabkan respon adaptif, kebanyakan vaksin bakter
disediakan dengan penambahan ajuvan yang mengaktifkan sel yang memiliki antigen
pada sistem imun bawaan dan memaksimalkan imunogensitas.
H. Gangguan pada imunitas
Sistem imun adalah struktur efektif yang menggabungkan spesifisitas dan
adaptasi. Kegagalan pertahanan dapat muncul, dan jatuh pada tiga kategori: defisiensi
imun, autoimunitas, dan hipersensitivitas. Terbentuknya system imun penting untuk
melindungi organisme tubuh terhadap invasi dari luar. Karenanya setiap defisiensi
pada salah satu komponen dari system imun ini dapat mengganggu system aktivitas
seluruh system pertahanan tubuh. Perubahan patologis dari fungsi imunologis pada
awalnya dikelompokkan sebagai:
1. Reaksi hipersensitivitas dimana stimuli imunogenik kecil menimbulkan respon
imun besar
2. Penyakit autoimun dimana kemampuan untuk membedakan diri seendiri dan
bukan diri sendiri
3. Sindrom imunodefisiensi dimana kemampuan untuk memberikan respon imun
efesien dirusak atau tidak ada.

15

Dari sudut pandang etiologis, sindrom imunodefisiensi di klaifikasikan :


1) Imunodefisiensi primer
Diakibatkan dari kegagalan bagian esensial dari system imun untuk berkembang,
sehingga merusak respons humoral/selular
2) Imunodefisiensi sekunder
Dsebabkan hilangnya system imun yang sebelumnya efektif karena penyakit,
stress, proses penuaan, infeksi sistemik, kanker, malnutrisi, penyakit ginjal, terapi
radiasi dan obat imunosupresif.
Sedangkan

dari

sudut

pandang

patogenesis,

imunodefisiensi

dapat

diklasifikasikan menurut komponen respons imun yang terlibat, diantaranya sel B


atau imunitas selular antibody, imunitas selular sel T, imunitas yang dimediasi oleh
kerja sel fagosit dan imunitas yang dihubungkan dengan aktivasi komplemen.
Defisiensi imun
Defisiensi imun muncul ketika satu atau lebih komponen sistem imun tidak
aktif. Kemampuan sistem imun untuk merespon patogen berkurang pada baik
golongan muda dan golongan tua, dengan respon imun mulai untuk berkurang pada
usia sekitar 50 tahun karena immunosenescence. Di negara-negara berkembang,
obesitas, penggunaan alkohol dan narkoba adalah akibat paling umum dari fungsi
imun yang buruk. Namun, kekurangan nutrisi adalah akibat paling umum yang
menyebabkan defisiensi imun di negara berkembang. Diet kekurangan cukup protein
berhubungan dengan gangguan imunitas selular, aktivitas komplemen, fungsi fagosit,
konsentrasi antibodi IgA dan produksi sitokin. Defisiensi nutrisi seperti zinc,
selenium, zat besi, tembaga, vitamin A, C, E, dan B6, dan asam folik (vitamin B9)
juga mengurangi respon imun.
Defisiensi imun juga dapat didapat. Chronic granulomatous disease, penyakit
yang menyebabkan kemampuan fagosit untuk menghancurkan fagosit berkurang,

16

adalah contoh dari defisiensi imun dapatan. AIDS dan beberapa tipe kanker
menyebabkan defisiensi imun dapatan.
Autoimunitas
Respon imun terlalu aktif menyebabkan disfungsi imun yang disebut
autoimunitas. Sistem imun gagal untuk memusnahkan dengan tepat antara diri sendiri
dan bukan diri sendiri, dan menyerang bagian dari tubuh. Dibawah keadaan sekitar
yang normal, banyak sel T dan antibodi bereaksi dengan peptid sendiri. Satu fungsi
sel (terletak di thymus dan sumsum tulang) adalah untuk memunculkan limfosit muda
dengan antigen sendiri yang diproduksi pada tubuh dan untuk membunuh sel tersebut
yang dianggap antigen sendiri, mencegah autoimunitas.
Hipersensitivitas
Hipersensitivitas adalah respon imun yang merusak jaringan tubuh sendiri.
Mereka terbagi menjadi empat kelas (tipe I IV) berdasarkan mekanisme yang ikut
serta dan lama waktu reaksi hipersensitif. Tipe I hipersensitivitas sebagai reaksi
segera atau anafilaksis sering berhubungan dengan alergi. Gejala dapat bervariasi dari
ketidaknyamanan sampai kematian. Hipersensitivitas tipe I ditengahi oleh IgE yang
dikeluarkan dari sel mast dan basofil. Hipersensitivitas tipe II muncul ketika antibodi
melilit pada antigen sel pasien, menandai mereka untuk penghancuran. Hal ini juga
disebut hipersensitivitas sitotoksik, dan ditengahi oleh antibodi IgG dan IgM.
Kompleks imun (kesatuan antigen, protein komplemen dan antibodi IgG dan IgM)
ada pada berbagai jaringan yang menjalankan reaksi hipersensitivitas tipe III.
Hipersensitivitas tipe IV (juga diketahui sebagai selular) biasanya membutuhkan
waktu antara dua dan tiga hari untuk berkembang. Reaksi tipe IV ikut serta dalam
berbagai autoimun dan penyakit infeksi, tetapi juga dalam ikut serta dalam contact
dermatitis. Reaksi tersebut ditengahi oleh sel T, monosit dan makrofag.

17

a. Gangguan alergi biasa ( Anafilaksis dan penyakit Atopik )


1) Anafilaksis
Anafilaksis mengacu pada reaksi akut yang biasanya dihubungkan dengan
tipe reaksi kulit berupa bentol dan merah serta vasodilatasi yang dapat
mencetuskan syok sirkulasi. Reaksi sistemis akut sering mengakibatkan kematian,
pertama kali ditemukan pada beberapa spesies sewaktu percobaan imunisasi
dengan toksin-toksin asing. Anafilaksis mencerminkan hasil yang paradoksal.
reaksisistemik akut umumnya timbul setelah penyuntikan antigen yang poten
pada orang yang sangat peka. Walaupun jarang, reaksi ini dapat terjadi setelah
menelan agen tersebut. Dahulu, antiserum yang diperoleh dari spesies lain paling
sering bertanggung jawab atas reaksi ini. Raksi sistemik akut umunya mulai
timbul beberapa menit setelah pemaparan allergen. Pada kepekan yang ekstrim,
penyuntikan alergen dapat segera menyebabkan kematian.
2) Penyakit Atopik
Atopi adalah reaksi hipersensitivitas paling umum, reaksi ini umumnya
disebut alergi, terjadi pada organ yang terpajan pada antigen lingkungan.
Karenanya, saluran pernapasan, kulit, dan system gastrointestinal secara khusus
terkena. Banyak tipe antigen atau alergen dapat menimbulkan status
hipersensitivitas pada individu rentan. Yang paling umum adalah alergen
lingkungan seperti serbuk sari, rontokan rambut atau bulu, makanan, gigitan
serangga, dan agen pembersih rumah. Kerentanan terhadap alergi ditentukan oleh
factor genetic dan factor lain yang memungkinkan pemajanan pada alergen.
Sensitisasi anafilaktik pada manusia umunya memerlukan penyuntikan allergen
yang kuat, meskipun parasit tertentu dapat juga menimbulkan respon IgE yang
menyolok.adanya

IgE alergen spesifik yang terikat pada jaringan dapat

dibuktikan dengan mudah melalui suatu tes kulit, akan terlihat

timbulnya

kemerahan lokal disertai lepuh, sebagian orang yang mudah disentilisasi terhadap

18

respon tipe 1 seperti ini bila mukosanya terpapar oleh IgE, juga menunjukkan
adanya suatu atau lebih penyakit yang berkaitan dengan alergi, seperti rinitas
elergika,asma alergika, dan dermatitis atopik. Alergi makanan dapat juga
mempengaruhi organ seperti kulit dan bronkus.
b. Asma Bronkial
Asma adalah keadaan klinik yang ditandai oleh masa penyempitan bronkus
yang reversible,dipisahkan oleh masa dimana ventilasi relative mendekati normal.
Keadaan ini pada orang yang menderita asma mudah ditimbulkan oleh berbagai
rangsang. Hal ini menandakan suatu keadaan hiperaktivitas bronkus yang khas.
Perubahan jaringan pada asma tanpa komplikasi terbatas pada bronkus dan terdiri dari
spasme otot polos, edema paru-paru, infiltrasi sel-sel radang dan hipersekresi mucus
yang kental.mobilisasi sekret pada lumen dihambat oleh penyempitan dari saluran
pernapasan dan pengelupasan sel epitel bersilia, yang dalam keadaan normal
membantu membersihkan mukus. Pada asma,terdapat ketidakmampuan mendasar
dalam mencapai angka aliran udara normal selama pernapasan terutama pada
ekspirasi.banyak saluran udara yang menyempit tidak dapat dialiri dan dikosongkan
dengan cepat, terjadi aerasi paru-paru yang tidak seimbang dan hilangnya ruang
penyesuaian normal antara ventilasi dan aliran darah paru-paru. Turbulensi arus udara
dan getaran ke bronkus mengakibatkan suara mengi yang terdengar jelas pada
serangan asma, penderita asma yang gelisah biasanya bernapas lebih cepat dari
normal dan menghindarkan kegiatan yang tidak perlu. Selain itu dada mengambil
posisi inspirasi maksimal yang mula mula secara volunter dan membantu melebarkan
jalan udara. Gambaran ini menetap disebabkan oleh pengosongan alveoli yang tidak
lengkap, mengakibatkan hiperinfilasitoraks yang progresif.
c. Dermatitis Atopik dan Urtikaria
1) Dermatitis
Dermatitis atopik adalah gangguan kulit kronik yang sering ditemukan pada

19

penderita rhinitis alergika dan asma maupun diantara para anggota keluarga
mereka. Pada penyakit in sering terdapat kadar IgE serum total yang tinggi.dan
reaksi tes kulit majemuk positif yang timbulnya cepat. Pada lesi kulit dermatitis
atopik terlihat adanya edema dan infiltrasi sel mononuclear dan eosinofil serta
penimbunan cairan dalam kulit ( membentuk vesikel yang secara klinis dapat
terlihat dengan jelas.pecahnya banyak vesikel ini mengakibatkan terjadinya
banyak krusta dan kulit menjadi bersisik. Perubahan ini dan pruritus berat yang
mendahului dan menyertai erupsi terjadi karena kulit sangat kering. Pada keadaan
ini juga terjadi hambatan pengeluaran keringat dan retensi keringat sering
mnimbulkan gatal-gatal berat yang disebabkan oleh panas. Dermatitis atopik
paling sering timbul pada tahun pertama sebagai akibat garukan dengan daerahdaerah yang merah, meninggi, gatal, bersisik, biasanya terdapat pada pipi, kulit
kepala dan daerah popok.
2) Urtikaria
Urtikaria adalah lesi kulit yang banyak dikenal yang pada sat tertentu mungkin
menyerang paling sedikit 25% populasi. Terdapat banyak bentuk klinis urtikaria
yang menggambarkan bahwa akhirnya akan dikenali berbagai determinan.
Urtikaria pada kulit yang disebabkan oleh reaksi kulit yang diperantarai igE dapat
menyerupai bidur yang disebabkan oleh urtikaria, sehingga jika tidak berhati-hati
maka semua akan dianggap sama dengan alergi. Secara mikroskopis sebagian
besar lesi urtikaria hanya edema, dilatasi pembuluh darah yang variable dan
kadang terdiri dari netrofil serta eosinofil. Lesi urtikaria yang jela meninggi,
pruritik, dan tidak nyeri paling sering terdapat pada ekstremitas proksimal,
bengkak itu sendiri jarang berlangsung lebih dari 36 jam, mungkin juga terdapat
angiodema yang berupa pembengkakan jaringan subkutan dan submukosa yang
tidak sakit dan sedikit gatal.

20

d. Penyakit yang disebabkan oleh otoimun dan kompleks imun


1) Penyakit otoimun yang spesifik pada organ tertentu
Gangguan otoimun yang bergantung pada antibody manusia, paling sering
menyerang unsure darah, terutama trombosit. Semakin kuat bukti yang
mengaitkan penyakit, purpura trombositopenik idiopatik yang memiliki molekul
IgG reaktif dalam sirkulsi dengan trombosit hospes.
2) Penyakit otoimun yang umum
Sindrom goodpasture adakah suatu gangguan yang jarang terjadi. Pada penyakit
ini antibody yang ditimbulkan oleh otoimunitas manusia merupakan penyebab
utama terjadinya kerusakan pada organ dalam. Kebanyakan kasus sindrom
goopasture tidak memiliki penyebab yang jelas, walaupun demikian penyakit ini
menyertai gangguan kimiawi dan virus pada paru-paru. Seringkali dijumpai
adanya antibody yang beredar dalam darah yang reaktif terhadap glomerulus dan
glikoprotein pada dasar membrane alveolar.
3) Penyakit serum dan keadaan lain yang ditimbulkan oleh kompleks imun yang
bersirkulasi
Penyakit serum dianggap sebagai prototif penyakit yang mula-mula ditemukan
setelah pemberian antiserum dalam jumlah besar untuk mencegah difteria, tetanus
dsb.untuk menimbulkan penyakit serum diperlukan pemberian bahan antigenic
yang akan tetap berada dalam sirkulasi sampai terjadi respon antibody spesifik.
Kadang pengurangan kadar antigen dalam darah berlangsung cepat oleh
mekanisme fagositosis makrofag-monosit dan mekanisme lain. Suatu sindrom
dengan gejala demam, arthritis, urtikaria dan kadar komplemen serum rendah
yang terlihat pada awal perjalanan hepatitis B berhubungan dengan kompl4eks
antigen permukaan virus yang bersirkulasi dan antibody hospes.

21

4) Dermatitis kontak
Hipersensitivitas tipe lambat yang diperantarai limfosit yang telah tersentilasi
secara khusus, merupakan sumber pertahanan utama untuk melawan serangan
jamur, virus, dan bakteri yang sudah menyesuaikan diri dengan pertumbuhan di
dalam sel serta pencegahan terhadap sel-sel ganas. Dermatitis kontak eksematosa
alergika ( AECD ) menimbulkan prurituu, kemerahan, kulit menebal yang sering
menunjukkan vesikel yang relative rapuh. Edema pada daerah yang terserang
mula-mula tampak nyata dan jika wajah , genitalia, atau ekstremitas distal yang
terlibat dapat menyerupai angiodema.
e. Reaksi merugikan obat dan substansi Lain
1) Reaksi Non-imunologik
Banyak respon merugikan merupakan akibat yang tidak dikehendaki yang
berhubungan dengan obat atau keracunan yang nyata, yang timbul dari dosis yang
digunakan atau kecepatan pemberiannya.reaksi yang mirip peristiwa imunologis
terlihat pada obat-obat yang menyebabkan pelepasan histamine langsung dari sel
mast manusia. Agen agen seperti ini adalah alkaloid morfin, tiamin, polimiksin
dan d-tubokurarin, semuanya memilioi sifat ini dan menimbulkan pembengkakan
pada tempat penyuntikan dan kemerahan setelah di suntik.
2) Reaksi imunologik
Reaksi tipe 1, yang jelas diperantarai oleh antibody IgE, terjadi pada agen yang
diberikan secara sistemik seperti ACTH insulin. Agen ini bekerja sebagai antigen
lengkap bersama dengan agen bermolekul kecil yang dapat mengikat protein yang
stabil. Reaksi merugikan terhadap penisilin merupakan contoh mekanisme yang
terakhir dimana obat atau metabolitnya bekerja sebagai hapten. Pada manusia
metabolisme penisilin dapat berlangsung melalui beberapa jalan penting,
beberapa diantaranya bersifat alergenik.

22

3) Reaksi imunologik dari mekanisme yang tidak pasti


Demam adalah ciri dari banyak reaksi obat dan kadang merupakan satu-satunya
manifestasi yang merugikan. Karena baik granulosit maupun monosit melepaskan
zat-zat yang secara tidak langsung meningkatkan suhu tubuh, demam yang
disebabkan obat sudah diketahui khususnya penisilin, sulfonamide, iodida,
streptomisin, fenitoin, dan obat-obat lainnya.

Neutrofil (kuning) dan bakteri antraks (jingga) dilihat dengan mikroskop elektron

23

Klasifikasi keadaan hipersensitivitas


Tipe

Penyebab

Sel/Anti
bodi
terkait

Tipe 1

Protein asing IgE

Hipersensitivitas
imediat(anafilaks
is, atopi)

(antigen)

Mekanisme imun

Contoh
penyakit

IgE melekat pada


permukaan sel mast
dan antigen spesifik
memicu pembebasan
granul intrasel dan sel
mast

Demam
jerami,
alergi,
urtikaria,
syok
anafilaktik

Tipe
II Protein asing IgG/IgM Antibody
bereaksi
Hipersensitivitas
dengan
antigen,
(antigen)
sitotoksik
menggiatkan
komplemem,
berakibat sitolosis

Tipe III
Penyakit
Kompleks
imun

Tipe IV
Seluler/
tertunda

Protein
asing(antige
n)
Antigen
Endogen

Protein, sel,
atau jaringan
asing

Transfusi,
hemolisis,
karena obat,
eritroblastos
is
fetalis,
anemia
hemolitik,
purpura
vaskuler

IgG,IgM Kompleks
Ag-Ab Arthritis
,
mengendap
dalam rheumatoid,
jaringan,
lupus
IgA
menggiatkan
eritematosus
komplemen,
sistemik,
menimbulkan reaksi penyakit
radang
serum

Limfosit Sel T aktif bereaksi


T
dengan antigen
spesifik untuk
menginduksi proses
peradangan melalui
kerja sel langsung

Dermatitis
kontak,
reaksi
penolakan
pencangkok
an

24

I. Pertahanan dan mekanisme lainnya


Imunitas muncul pada bentuk kehidupan yang paling sederhana, dengan
bakteri menggunakan mekanisme pertahanan unik yang disebut sistem modifikasi
restriksi untuk melindungi diri mereka dari patogen virus yang disebut bakteriofag.
Reseptor pengenalan susunan adalah protein yang digunakan oleh hampir
semua organisme untuk mengidentifikasi molekul yang berhubungan dengan
patrogen mikrobial. Peptid antimikrobial yang disebut defensin adalah komponen
evolusioner sistem imun bawaan yang ditemukan pada semua jenis binatang dan
tumbuhan, dan menampilkan bentuk utama imunitas sistemik invertebrata. Sistem
komplemen dan sel fagositik juga dimanfaatkan oleh hampir semua bentuk kehidupan
invertebrata. Ribonuklease dan jalan gangguan RNA digunakan pada semua eukariot,
dan diketahui memainkan peran pada respon imun terhadap virus dan material
genetika asing lainnya.
Imunologi tumor
Makrofag telah mengidentifikasikan sel kanker. Ketika melampaui batas
menyatukan dengan sel kanker, makrofag (sel putih yang lebih kecil) akan
menyuntkan toksin yang akan membunuh sel tumor. Imunoterapi untuk perawatan
kanker merupakan salah satu hal yang diteliti oleh penelitian medis.
Peran penting imunitas lainnya adalah untuk menemukan dan menghancurkan
tumor. Sel tumor menunjukan antigen yang tidak ditemukan pada sel normal. Untuk
sistem imun, antigen tersebut muncul sebagai antigen asing dan kehadiran mereka
menyebabkan sel imun menyerang sel tumor. Antigen yang ditunjukan oleh tumor
memiliki beberapa sumber; beberapa berasal dari virus onkogenik seperti
papillomavirus, yang menyebabkan kanker leher rahim, sementara lainnya adalah
protein organisme sendiri yang muncul pada tingkat rendah pada sel normal tetapi
mencapai tingkat tinggi pada sel tumor. Salah satu contoh adalah enzim yang disebut
tirosinase yang ketika ditunjukan pada tingkat tinggi, merubah beberapa sel kulit

25

(seperti melanosit) menjadi tumor yang disebut melanoma. Kemungkinan sumber


ketiga antigen tumor adalah protein yang secara normal penting untuk mengatur
pertumbuhan dan proses bertahan hidup sel, yang umumnya bermutasi menjadi
kanker membujuk molekul sehingga sel termodifikasi sehingga meningkatkan
keganasan sel tumor. Sel yang termodifikasi sehingga meningkatkan keganasan sel
tumor disebut onkogen.
Respon utama sistem imun terhadap tumor adalah untuk menghancurkan sel
abnormal menggunakan sel T pembunuh, terkadang dengan bantuan sel T pembantu.
Antigen tumor ada pada molekul MHC kelas I pada cara yang mirip dengan antigen
virus. Hal ini menyebabkan sel T pembunuh mengenali sel tumor sebagai sel
abnormal. Sel NK juga membunuh sel tumor dengan cara yang mirip, terutama jika
sel tumor memiliki molekul MHC kelas I lebih sedikit pada permukaan mereka
daripada keadaan normal; hal ini merupakan fenomena umum dengan tumor.
Terkadang antibodi dihasilkan melawan sel tumor yang menyebabkan kehancuran
mereka oleh sistem komplemen.
Beberapa tumor menghindari sistem imun dan terus berkembang sampai
menjadi kanker. Sel tumor sering memiliki jumlah molekul MHC kelas I yang
berkurang pada permukaan mereka, sehingga dapat menghindari deteksi oleh sel T
pembunuh. Beberapa sel tumor juga mengeluarkan produk yang mencegah respon
imun; contohnya dengan mengsekresikan sitokin TGF-, yang menekan aktivitas
makrofag dan limfosit. Toleransi imunologikal dapat berkembang terhadap antigen
tumor, sehingga sistem imun tidak lagi menyerang sel tumor.
Makrofag dapat meningkatkan perkembangan tumor

ketika sel tumor

mengirim sitokin yang menarik makrofag yang menyebabkan dihasilkannya sitokin


dan faktor pertumbuhan yang memelihara perkembangan tumor. Kombinasi hipoksia
pada tumor dan sitokin diproduksi oleh makrofag menyebabkan sel tumor
mengurangi produksi protein yang menghalangi metastasis dan selanjutnya
membantu penyebaran sel kanker.

26

Regulasi fisiologis
Hormon dapat mengatur sensitivitas sistem imun. Contohnya, hormon seks
wanita diketahui menstimulasi baik respon imun adaptif dan respon imun bawaan.
Beberapa penyakit autoimun seperti lupus erythematosus menyerang wanita secara
istimewa, dan serangan mereka sering bertepatan dengan pubertas. Androgen seperti
testosteron nampak menekan sistem imun. Hormon lainnya muncul untuk mengatur
sistem imun, dan yang paling penting adalah prolaktin, hormon pertumbuhan dan
vitamin D. Diduga bahwa kemunduran progresif pada tingkat hormon dengan umur
bertanggung jawab untuk melemahnya respon imun pada individual yang menua.
Conversely, some hormones are regulated by the immune system, notably thyroid
hormone activity.Sistem imun bertambah dengan tidur dan beristirahat, dan diganggu
oleh kondisi stress.
Diet dapat mempengaruhi sistem imun, contohnya buah segar, sayur dan
makanan yang kaya akan asam lemak dapat membantu perkembangan sistem imun
yang sehat. Demikian dengan perkembangan prenatal dapat menyebabkan gangguan
panjang imunitas. Pada pengobatan tradisional, beberapa obat-obatan tradisional
dipercaya dapat menstimulasi imunitas, seperti ekinasea, likuoris, ginseng, astragalus,
saga, garlik, sangitan, jamur shiitake dan lingzhi, dan hyssop, dan juga madu.
Penelitian telah menunjukan bahwa obat-obatan tradisional dapat menstimulasi
sistem imun, walaupun cara aksi mereka kompleks dan sulit untuk dikarakterisasikan
Manipulasi pada kedokteran
Respon imun dapat dimanipulasi untuk menekan respon yang disebabkan dari
autoimunitas, alergi dan penolakan transplantasi, dan untuk menstimulasi respon
protektif terhadap patogen yang sebagian besar menghindari sistem imun. Obat
imunosupresif digunakan untuk mengontrol kekacauan autoimun atau radang ketika
terlalu banyak kerusakan jaringan yang muncul, dan untuk mencegah penolakan
transplantasi setelah transplantasi organ.

27

Obat anti radang sering digunakan untuk mengontrol pengaruh peradangan.


Glukokortikoid adalah obat anti radang yang paling kuat, namun, obat tersebut
memiliki banyak efek samping (seperti obesitas pusat, hiperglikemia, osteoporosis)
dan penggunaan obat tersebut harus dikontrol dengan baik. Oleh sebab itu, dosis obat
anti radang yang lebih sedikit sering digunakan pada hubungan dengan sitotoksik atau
obat imunosupresif seperti metotreksat atau azatioprin. Obat sitotoksik mencegah
respon imun dengan membunuh sel yang terbagi seperti sel T yang sudah diaktivasi.
Namun, pembunuhan sel dilakukan sembarangan dan organ lain serta tipe sel
terpengaruh, yang dapat menyebabkan efek samping berupa toksin. Obat
imunosupresif seperti siklosporin mencegah sel T dari merespon sinyal dengan
menghalangi jalur transduksi sinyal.
Obat yang lebih besar (>500 Da) dapat menyebabkan netralisir respon imun,
terutama jika obat digunakan berulang-ulang atau pada dosis yang lebih besar.
Batasan efektifitas obat berdasarkan dari peptid dan protein yang lebih besar (yang
lebih besar daripada 6000 Da). Pada beberapa kasus, obat tersebut tidak imunogenik,
tetapi dapat dilakukan dengan campuran imunogenik, seperti pada kasus taksol.
Metode komputerisasi telah dikembangkan untuk memprediksi imunogenisitas peptid
dan protein yang berguna untuk menentukan antibodi pengobatan, menaksir
kejahatan mutasi pada partikel virus, dan validasi perawatan obat berdasarkan peptid.
Teknik awal menyandarkan pada observasi bahwa hidrofil asam amino dilambangkan
pada daerah epitop daripada hidrofob asam amino; namun, banyak perkembangan
terkini bersandar pada teknik pembelajaran mesin menggunakan basis data epitop
yang diketahui ada, biasanya pada protein yang sudah diteliti dengan baik sebagai
kumpulan percobaan.[98] Basis data yang dapat diakses di depan umum telah
didirikan untuk mengkatalogkan epitop dari patogen yang diketahui dapat dikenali
oleh sel B. Penelitian berdasarkan bioinformatika terhadal imunogenisitas merujuk
pada sebutan imunoinformatika.

28

Manipulasi oleh patogen


Keberhasilan patogen bergantung pada kemampuannya untuk menghindar
dari respon imun. Patogen telah mengembangkan beberapa metode yang
menyebabkan mereka dapat menginfeksi sementara patogen menghindari kehancuran
akibat sistem imun. Bakteri sering menembus perisai fisik dengan mengeluarkan
enzim yang mendalami isi perisai, contohnya dengan menggunakan sistem tipe II
sekresi. Sebagai kemungkinan, patogen dapat menggunakan sistem tipe III sekresi.
Mereka dapat memasukan tuba palsu pada sel, yang menyediakan saluran langsung
untuk protein agar dapat bergerak dari patogen ke pemilik tubuh; protein yang
dikirim melalui tuba sering digunakan untuk mematikan pertahanan.
Strategi menghindari digunakan oleh beberapa patogen untuk mengelakan
sistem imun bawaan adalah replikasi intraselular (juga disebut patogenesis
intraselular). Disini, patogen mengeluarkan mayoritas lingkaran hidupnya kedalam
sel yang dilindungi dari kontak langsung dengan sel imun, antibodi dan komplemen.
Beberapa contoh patogen intraselular termasuk virus, racun makanan, bakteri
Salmonella dan parasit eukariot yang menyebabkan malaria (Plasmodium falciparum)
dan leismaniasis (Leishmania spp.). Bakteri lain, seperti Mycobacterium tuberculosis,
hidup didalam kapsul protektif yang mencegah lisis oleh komplemen. Banyak
patogen mengeluarkan senyawa yang mengurangi respon imun atau mengarahkan
respon imun ke arah yang salah. Beberapa bakteri membentuk biofilm untuk
melindungi diri mereka dari sel dan protein sistem imun. Biofilm ada pada banyak
infeksi yang berhasil, seperti Pseudomonas aeruginosa kronik dan Burkholderia
cenocepacia karakteristik infeksi sistik fibrosis. Bakteri lain menghasilkan protein
permukaan yang melilit pada antibodi, mengubah mereka menjadi tidak efektif;
contoh termasuk Streptococcus (protein G), Staphylococcus aureus (protein A), dan
Peptostreptococcus magnus (protein L).
Mekanisme yang digunakan oleh virus untuk menghindari sistem imun
adaptif lebih menyulitkan. Kemunculan paling sederhana dengan cepat merubah

29

epitop yang tidak esensial (asam amino dan gula) pada permukaan penyerang,
sementara membiarkan epitop esensial disembunyikan. HIV tetap memutasikan
protein pada sampul virus yang esensial untuk masuk pada sel target. Perubahan
tersebut pada antigen dapat menjelaskan kegagalan vaksin yang diarahkan pada
protein tersebut. Antigen tersembunyi dengan molekul pemilik tubuh adalah strategi
umum lainnya untuk menghindari deteksi oleh sistem imun. Pada HIV, sampul yang
menutupi virus dibentuk dari membran paling luar sel; virus tersembunyi membuat
sistem imun kesulitan untuk mengidentifikasikan mereka sebagai benda asing.

30

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelumnya maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang
melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan
membunuh patogen serta sel tumor.
Kemampuan diversifikasi dimiliki oleh komponen system imun yang terdapat
dalam jaringan limforetikular yang letaknya tersebar diseluruh tubuh, misalnya
dalam sumsum tulang, kelenjar limfa, thymus, sistem saluran nafas, saluran cerna
dan organ lain.
Rangsangan terhadap imun tersebut terjadi apabila kedalam tubuh masuk suatu
zat yang oleh sel atau jaringan tadi dianggap asing.
Sel B dan sel T adalah tipe utama limfosit dan berasal dari sel batang
hematopoietik pada sumsum tulang. Sel B ikut serta pada imunitas humoral,
sedangkan sel T ikut serta pada respon imun selular.
Gangguan pada imunitas terdiri atas defisiensi imun, autoimunitas, dan
hipersensitivitas
Hipersensitivitas adalah respon imun yang merusak jaringan tubuh sendiri.
Mereka terbagi menjadi empat kelas (tipe I IV)
Dari 4 tipe hiversensitivitas, menyebabkan gangguan-gangguan diantaranya,
alergi biasa ( Anafilaksis dan penyakit Atopik ), penyakit yang disebabkan oleh
otoimun dan kompleks imun, reaksi merugikan obat dan substansi lain, dermatitis
atopik dan urtikaria serta asma bronchial

31

B. Saran
Karena keterbatasan pengetahuan serta referensi kami, maka kami
menyarankan kepada para pembaca tidak hanya menjadikan makalah ini sebagai
panduan tapi sebaiknya dilengkapi dari berbagai sumber lain.

32

DAFTAR PUSTAKA
Gangguan Imunitas/http://id.wikipedia.org/wiki/17/09/2008
Imunitas/http://id.wikipedia.org/wiki/17/09/2008
Kresno, Boedina. 2001. Imunologi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Price, Silvia dan Larraine M. Wilson. 2004. Patofisiologi.Jakarta : EGC
Tamboyang, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

33

34

Você também pode gostar