Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
TINJAUAN PUSTAKA
otot ekstensor
otot abduktor
otot triceps surae
otot fleksor
Klasifikasi Fraktur
a. Komplit - tidak komplit
- Fraktur komplit : garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
- Fraktur tidak komplit : garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang seperti:
1. Hairline fracture (patah retak rambut)
2. Buckle fracture atau torus fracture (terjadi lipatan dari satu korteks
dengan kompresi tulang spongiosa dibawahnya).
3. Greenstick fracture (mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang anak)
fraktur kompresi
fraktur avulsi
1. Grade I : luka biasanya kecil, luka tusuk yang bersih pada tempat
tulang menonjol keluar. Terdapat sedikit kerusakan pada jaringan
lunak, tanpa penghancuran dan fraktur tidak kominutif.
2. Grade II : luka > 1 cm, tetapi tidak ada penutup kulit. Tidak
banyak terdapat kerusakan jaringan lunak, dan tidak lebih dari
kehancuran atau kominusi fraktur tingkat sedang.
3. Grade III : terdapat kerusakan yang luas pada kulit, jaringan lunak
dan struktur neurovaskuler, disertai banyak kontaminasi luka.
III A: tulang yang mengalami fraktur mungkin dapat ditutupi
secara memadai oleh jaringan lunak.
III B: terdapat pelepasan periosteum dan fraktur kominutif
yang berat.
III C : terdapat cedera arteri yang perlu diperbaiki, tidak peduli
berapa banyak kerusakan jaringan lunak yang lain.
Klasifikasi fraktur menurut Muller dkk,1990
Angka pertama menunjukkan tulang :
1=humerus
2=radius ulna
3=femur
4=tibia fibula
Angka kedua menunjukkan segmen
1=proksimal
2=diafisial
3=distal
4=maleolar
Suatu huruf menunjukkan jenis fraktur
Diafisis A=sederhana
B=berbentuk baji
C=kompleks
Proksimal dan distal A=ekstra artikular
B=artikular sebagian
C=artikular lengkap
Nomor selanjutnya menunjukkan morfologi fraktur secara rinci.
-OA system
Femur Tengah (Diafise)
(32-A) fraktur simple
(32-B) fraktur wedge
(32-C) fraktur kompleks
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologis
Dilakukan foto rontgen sinar X minimal harus 2 proyeksi yaitu AP dan lateral.
Pemeriksaan radiologis pada fraktur femur selain proyeksi AP dan lateral, proyeksi
panggul dan lutut ipsilateral, termasuk AP pelvis juga harus didapatkan. Fraktur
intertrochanter dan femoral neck ipsilateral telah dilaporkan pada 10% pasien dengan
fraktur femur.
Untuk fraktur-fraktur dengan tanda-tanda klasik, diagnosis dapat dibuat secara klinis
sedangkan pemeriksaan radiologis tetap diperlukan untuk melengkapi deskripsi
fraktur dan dasar untuk tindakan selanjutnya.
Untuk fraktur-fraktur yang tidak memberikan tanda-tanda klasik memang
diagnosanya harus dibantu pemeriksaan radiologis baik rontgen biasa ataupun
pemeriksaan canggih seperti MRI, contohnya untuk fraktur tulang belakang dengan
komplikasi neurologis.
II. 5 Diagnosis
Menegakkan diagnosis fraktur dapat secara klinis meliputi anamnesis lengkap dan
melakukan pemeriksaan fisik yang baik, namun sangat penting untuk
dikonfirmasikan dengan melakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen
untuk membantu mengarahkan dan menilai secara objektif keadaan yang sebenarnya.
1. Anamnesa : ada trauma
Bila tidak ada riwayat trauma berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci
jenisnya, besar-ringannya trauma, arah trauma dan posisi penderita atau ekstremitas
yang bersangkutan (mekanisme trauma).
Dari anamnesa saja dapat diduga :
- Kemungkinan politrauma.
- Kemungkinan fraktur multipel.
- Kemungkinan fraktur-fraktur tertentu, misalnya : fraktur colles, fraktur
supracondylair humerus, fraktur collum femur.
- Pada anamnesa ada nyeri tetapi tidak jelas pada fraktur inkomplit
- Ada gangguan fungsi, misalnya : fraktur femur, penderita tidak dapat berjalan.
Kadang-kadang fungsi masih dapat bertahan pada fraktur inkomplit dan fraktur
impacted ( impaksi tulang kortikal ke dalam tulang spongiosa).
2. Pemeriksaan umum
Dicari kemungkinan kompikasi umum, misalnya : shock pada fraktur multipel,
fraktur pelvis atau fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka terinfeksi.
3. Pemeriksaan status lokalis
Tanda-tanda fraktur yang klasik adalah untuk tulang panjang. Fraktur tulang-tulang
kecil misalnya: naviculare manus, fraktur avulsi, fraktur intraartikuler, fraktur
epifisis. Fraktur tulang-tulang yang dalam misalnya odontoid-cervical, cervical, dan
acetabulum mempunyai tanda-tanda tersendiri.
II. 6 Penatalaksanaan
Secara umum prinsip pengobatan fraktur ada 4:
1. Recognition, diagnosis dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis,
pemeriksan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan:
# Lokalisasi fraktur
# Bentuk fraktur
# Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
# Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan
Ini dilakukan pada fraktur yang akan terdislokasi kembali di dalam gips. Cara ini
dilakukan pada fraktur dengan otot yang kuat. Traksi dapat untuk reposisi secara
perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau dipasang gips setelah tidak sakit lagi. Pada
anak-anak dipakai traksi kulit (traksi Hamilton Russel/traksi Bryant). Traksi kulit
terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg, untuk anak-anak waktu dan beban
tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai traksi definitif, bilamana tidak maka
diteruskan dengan immobilisasi gips. Untuk orang dewasa traksi definitif harus traksi
skeletal berupa balanced traction.
Terapi operatif
Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis.
1. Reposisi tertutup fiksasi externa
Setelah reposisi berdasarkan control radiologis intraoperatif maka dipasang fiksasi
externa. Untuk fiksasi fragmen patahan tulang, digunakan pin baja yang ditusukkan
pada fragmen tulang, kemudian pin baja tadi disatukan secara kokoh dengan
batangan logam di luar kulit.
2. reposisi tertutup dengan control radiologis diikuti fiksasi interna.
Fragmen direposisi secara non operatif dengan meja traksi. Setelah tereposisi
dilakukan pemasangan pen secara operatif.
Indikasi ORIF:
a) fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi.
b) Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
c) Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan.
d) Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan
operasi, misalnya fraktur femur.
2. Excisional arthroplasty
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi.
3. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis
dilakukan pada fraktur kolum femur.
b. Terapi pada fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera.
Tindakan harus sudah dimulai dari fase pra rumah sakit:
- pembidaian
- menghentikan perdarahan dengan perban tekan
- menghentikan perdarahan dengan perban klem.
Tiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh karena 40% dari
fraktur terbuka merupakan polytrauma. Tindakan life-saving harus selalu di
dahulukan dalam kerangka kerja terpadu.
Tindakan terhadap fraktur terbuka:
1. Nilai derajat luka, kemudian tutup luka dengan kassa steril serta pembidaian
anggota gerak, kemudian anggota gerak ditinggikan.
2. Kirim ke radiologi untuk menilai jenis dan kedudukan fraktur serta tindakan
reposisi terbuka, usahakan agar dapat dikerjakan dalam waktu kurang dari 6 jam
(golden period 4 jam)
3. penderita diberi toksoid, ATS atau tetanus human globulin.
Tindakan reposisi terbuka:
1. Pemasangan torniquet di kamar operasi dalam pembiusan yang baik.
2. Ambil swab untuk pemeriksaan mikroorganisme dan kultur/ sensitifity test.
3. Dalam keadaan narkose, seluruh ekstremitas dicuci selama 5-10 menit dan
dicukur.
4. Luka diirigasi dengan cairan Naci steril atau air matang 5-10 liter. Luka derajat 3
harus disemprot hingga bebas dari kontaminasi.
5. Tutup luka dengan doek steril
6. Ahli bedah cuci tangan dan seterusnya
7. Desinfeksi anggota gerak
8. Drapping
9. Debridement luka (semua kotoran dan jaringan nekrosis kecuali neirovascular vital
termasuk fragmen tulang lepas dan kecil) dan diikuti reposisi terbuka, kalau perlu
perpanjang luka dan membuat incisi baru untuk reposisi tebuka dengan baik.
10. Fiksasi:
a. fiksasi interna untuk fraktur yang sudah dipertahankan reposisinya (unstable
fracture) minimal dengan Kischner wire
b. Intra medular nailing atau plate screw sesuai dengan indikasinya seperti pada
operasi elektif, terutama yang dapat dilakukan dalam masa golden period untuk
fraktur terbuka grade 1-2
c. Tes stabilitas pada tiap tindakan. Apabila fiksasi interna tidak memadai (karena
sifatnya hanya adaptasi) buat fiksasi luar (dengan gips spalk atau sirkular)
d. Setiap luka yang tidak bisa dijahit, karena akan menimbulkan ketegangan, biarkan
terbuka dan luka ditutup dengan dressing biasa atau dibuat sayatan kontra lateral.
Untuk grade 3 kalau perlu:
Pasang fikasasi externa dengan fixator externa (pin/screw dengan K nail/wire dan
acrylic cement). Usahakan agar alignment dan panjang anggota gerak sebaikbaiknya. Apabila hanya dipasang gips, pasanglah gips sirkuler dan kemudian gips
dibelah langsung (split) setelah selesai operasi.
a.
Buat x-ray setelah tindakan
II. 7 Prognosis
Prognosis dari fraktur tibia fibula untuk kehidupan adalah bonam. Pada sisi fungsi
dari kaki yang cedera, kebanyakan pasien kembali ke performa semula, namun hal
ini sangat tergantung dari gambaran frakturnya, macam terapi yang dipilih, dan
bagaimana respon tubuh terhadap pengobatan.
Komplikasi infeksi yang menyebabkan osteomielitis biasanya merupakan akibat dari
fraktur terbuka meskipun tidak jarang terjadi setelah reposisi terbuka.
II. 8 Penyembuhan Fraktur
Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis. Tidak seperti jaringan
lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut. Proses
penyembuhan pada fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan
apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi konsolidasi. Faktor
mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting
dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang juga merupakan suatu faktor yang
sangat esensial dalam penyembuhan fraktur. Proses penyembuhan fraktur berbeda
pada tulang kortikal pada tulang panjang serta tulang kanselosa pada metafisis tulang
panjang atau tulang-tulang pendek, sehingga kedua jenis penyembuhan fraktur ini
harus dibedakan.
1. Penyembuhan fraktur pada tulang kortikal
Proses penyembuhan pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu:
a. Fase Hematoma
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang
melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur
dan akan membentuk hematoma di antara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar
diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan
akibat tekanan hematoma sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan
lunak.
Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan
kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler
tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.
b. Radang dan proliferasi seluler
Dalam delapan jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi sel
di bawah periosteum dan di dalam saluran medulla yang tertembus. Ujung fragmen
dikelilingi oleh jaringan sel, yang menghubungkan tempat fraktur. Hematoma yang
3. Non union
Disebut nonunion apabila fraktur tidak menyembuh antara 6-8 bulan dan tidak
didapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis
dapat terjadi tanpa infeksi tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi disebut
infected pseudoartrosis. Beberapa jenis nonunion terjadi menurut keadaan ujungujung fragmen tulang yaitu :
hipertrofik ujung-ujung tulang bersifat sklerotik dan lebih besar dari normal yang
disebut gambaran elephants foot, garis fraktur tampak dengan jelas, ruangan antar
tulang diisi dengan tulang rawan dan jaringan ikat fibrosa, pada jenis ini
vaskularisasi baik sehingga biasanya hanya diperlukan fiksasi yang rigid tanpa
pemasangan bone graft.
Atrofik/oligotrofik tidak ada tanda-tanda aktivitas seluler pada ujung fraktur,
ujung tulang lebih kecil dan bulat serta osteoporotik dan avaskuler, pada jenis ini
disamping dilakukan fiksasi rigid juga diperlukan pemasangan bone graft.
Etiologi
Vaskularisasi yang kurang pada ujung-ujung fragmen, reduksi yang tidak adekuat,
imobilisasi yang tidak adekut sehingga terjadi pada kedua fragmen, waktu
imobilisasi yang tidak cukup, infeksi, distraksi pada kedua ujung karena adanya
traksi yang berlebihan, interposisi jaringan lunak di antara kedua fragmen, terdapat
jarak yang cukup besar antara kedua fragmen, destruksi tulang misalnya oleh karena
tumor atau osteomielitis (fraktur patologis), disolusi hematoma fraktur oleh jaringan
sinovia (fraktur intrakapsuler), kerusakan periosteum yang hebat sewaktu terjadi
fraktur atau operasi, fiksasi interna yang tidak sempurna, delayed union yang tidak
diobati, pengobatan yang salah atau sama sekali tidak dilakukan pengobatan, terdapat
benda asing diantara kedua fraktur misalnya pemasangan screw diantara kedua
fragmen.
Gambaran Klinis
Nyeri ringan atau sama sekali tidak ada, gerakan abnormal pada daerah fraktur yang
membentuk sendi palsu yang disebut pseudoartrosis, nyeri tekan sedikit atau sama
sekali tidak ada, pembengkakan bisa ditemukan dan bisa juga tidak terdapat
pembengkakan sama sekali, pada perabaan ditemukan rongga diantara kedua
fragmen.
Radiologis
Terdapat gambaran sklerotik pada ujung-ujung tulang, ujung-ujung tulang berbentuk
bulat dan halus, hilangnya ruangan meduler pada ujung-ujung tulang, salah satu
ujung tulang dapat berbentuk cembung dan sisi lainnya cekung (pseudoartrosis).
Pengobatan
Fiksasi interna rigid dengan atau tanpa bone graft, eksisi fragmen kecil dekat sendi
misalnya kepala radius dan prossesus styloideus ulna, pemasangan protesis misalnya
pada fraktur leher femur, stimulasi elektrik untuk mempercepat osteogenesis.
II. 10 Komplikasi Fraktur Femur
1. Komplikasi Dini
- Syok: dapat terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walaupun fraktur bersifat tertutup.
- Emboli lemak.
- Trauma Pembuluh darah.
- Trauma Saraf.
- Trombo-emboli.
- Infeksi.
2. Komplikasin Lanjut
- Delayed union: fraktur femur pada orang dewasa mengalami union dalam 4 bulan.
- Nonunion: apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik dicurigai adanya
nonunion dan diperlukan fiksasi interna dan bone graft.
- Malunion: bila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen, maka diperlukan
pengamatan terus menerus selama perawatan. Angulasi sering ditemukan. Malunion
juga menyebabkan pemendekan pada tungkai sehingga dieprlukn koreksi berupa
osteotomi.
- Kaku sendi lutut: setelah fraktur femur biasanya terjadi kesulitsn pergerakan pada
sendi lutut. Hal ini disebabkan oleh adanya adhesi periartikuler atau adhesi
intrmuskuler. Hal ini dapat dihindari apabila fisioterapi yang intensif dan sistematis
dilakukan lebih awal.
- Refraktur: terjadi apabila imobilisasi dilakukan sebelum terjadi union yang solid.
BAB III
ANALISIS KASUS
Pada anamnesis didapatkan data bahwa penderita berusia 32 tahun beralamat di
dalam kota datang berobat ke RSMH dengan keluhan sulit dan nyeri menggerakkan
tungkai kanan setelah kecelakaan lalu lintas. Dari anamnesis lebih lanjut diketahui
bahwa 4 jam SMRS, motor yang dikendarai penderita ditabrak mobil dari arah
berlawanan. Penderita terjatuh dengan tungkai kanan terbentur aspal. Penderita
kemudian langsung dibawa ke RSMH. Pada pemeriksaan fisik, status generalis
didapatkan pernafasan, nadi, tekanan darah dan suhu dalam batas normal. Dari hasil
pemeriksaan fisik, pada status lokalis didapatkan pada regio tibia-fibula dextra
tampak adanya deformitas yang menyingkirkan trauma jaringan lunak, NVD baik
dan ROM aktif pasif terbatas, yaitu penderita kesulitan menggerakkan secara aktif
dan pasif sendi lutut. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan
radiologis dengan hasil rontgen tibia fibula dextra AP/Lateral didapatkan adanya
fraktur tibia fibula dextra 1/3 distal wedge displaced tertutup.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan disimpulkan bahwa pasien ini didiagnosa dengan fraktur tibia fibula dextra
1/3 distal wedge displaced tertutup. Penatalaksanaan pada pasien ini direncanakan
terapi konservatif dilanjutkan terapi operatif. Prognosis pasien ini adalah Quo ad
vitam bonam dan quo ad fungtionam bonam.