Você está na página 1de 10

Rahman ARA., dkk.

Hubungan Antara Adekuasi Hemodialisis

HUBUNGAN ANTARA ADEKUASI HEMODIALISIS DAN


KUALITAS HIDUP PASIEN DI RSUD ULIN BANJARMASIN
TINJAUAN TERHADAP PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG
MENJALANI HEMODIALISIS RUTIN
Aditya Rizky Arief Rahman 1, Muhammad Rudiansyah 2, Triawanti 3
1

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lambung


Mangkurat Banjarmasin
2
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat Banjarmasin
3
Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

ABSTRACT: Hemodialysis is one of the treatment method of chronic kidney


disease. Patients with renal disease will lead to many other health problems, such as
hypertension, anemia, osteoporosis and psychological disorders, that will cause a decline
in the quality of life of patients. Hemodialysis therapy requires an adequate therapeutic
dose. Adequacy of hemodialysis until now still have a question whether can improve the
quality of life for the patient or not. The purpose of the research is to find out if there is
any relation between adequacy of hemodilysis and the quality of life of the patient or not.
This research use cross sectional method and invove patients with chronic kidney disease
undergoing hemodialysis treatment that have categorized according to the inclusion
criteria. The subjects were examined with a formula hemodialysis adequacy Kt / V, and a
quality of life by questionnaire SF-36, and analyzed with the chi-square method.The All
of the data was analyzed by Kolmogrov-Smirnov Test and it was found that p= 0,147
(p<= 0,050), that means there is no correlation between hemodialysis adequacy and
quality of life among patients of Ulin General Hospital Banjarmasin.
Keywords : Chronic Kidney Disease (CKD), hemodialysis adequacy, quality of life
ABSTRAK: Hemodialisis merupakan salah satu tindakan pengobatan gagal ginjal.
Pada pasien gagal ginjal akan menimbulkan banyak masalah kesehatan lain, seperti
hipertensi, anemia, osteoporosis dan gangguan psikologis, yang nantinya berakibat pada
penurunan kualitas hidup pasien. Terapi hemodialisis membutuhkan dosis terapi yang
adekuat. Adekuasi hemodialisis sampai sekrang masih menjadi pertanyaan apakah dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien atau tidak. Tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui apakah terdapat hubungan antara adekuasi hemodialisis dan kualitas hidup
pasien di RSUD Ulin Banjarmasin. Penelitian menggunakan metode cross sectional
dengan subjek penelitian yaitu pasien gagal ginjal kronik sebanyak 44 orang yang telah
menjalani hemodialisis sesuai dengan kriteria inklusi. Subjek diperiksa adekuasi
hemodialisisnya dengan rumus Kt/V, dan kualitas hidup dengan kuesioner SF-36, dan
dianalisa dengan metode chi-square. Hasil dari penelitian ini didapatkan perhitungan
statistik dengan uji Kolmogrov-Smirnov nilai p=0,147 (p<= 0,050), yang berarti tidak
terdapat hubungan antara adekuasi hemodialisis dan kualitas hidup pasien RSUD Ulin
Banjarmasin.
Kata kunci: Penyakit Ginjal Kronik (PGK), adekuasi hemodialisis, kualitas hidup

151

Berkala Kedokteran Vol.9 No.2 Sep 2013:151-160

PENDAHULUAN
Hemodialisis (HD) adalah
suatu bentuk tindakan pertolongan
dengan menggunakan alat yaitu
dializer yang bertujuan untuk
menyaring
dan membuang sisa
produk metabolisme toksik yang
seharusnya dibuang oleh ginjal.
Hemodialisis
merupakan terapi
utama selain transplantasi ginjal pada
orang- orang dengan penyakit ginjal
kronik (PGK). Selain itu juga akan
terjadi penurunan fungsi ginjal dalam
proses eritropoesis yang dapat
menyebabkan anemia, terjadinya
hipertensi dan edema yang berakibat
pada penurunan kualitas hidup
pasien baik dari segi fisik, mental,
dan sosial. Kasus PGK di Indonesia
tiap tahunnya cukup tinggi, mencapai
200250/1 juta penduduk. Di RSUD
Ulin, prevalensi penderita PGK
mencapai 192 pasien pada bulan
Desember 2011. Hal ini menjadi
suatu perhatian khusus, karena
dengan tingginya prevalensi kejadian
PGK akan dapat menurunkan banyak
sekali kualitas hidup masyarakat
Indonesia (1,2,3,4).
World Health Organitation
(WHO) menjelaskan bahwa sehat
tidak hanya terbebas dari penyakit
dan
kelemahan,
tetapi
juga
terdapatnya kesejahteraan fisik,
mental dan sosial. Halhal tersebut
merupakan hal yang menjadi
masalah pada pasien dengan PGK
karena pada penyakit tersebut terjadi
penurunan kualitas hidup yang
meliputi
aspekaspek
tersebut.
Untuk
mengetahui
penurunan
kualitas hidup akibat PGK dapat
digunakan kuesioner SF-36 yang
secara luas telah digunakan untuk
evaluasi dan validasi kualitas hidup
pasien dengan PGK, serta untuk
mengevaluasi
apakah
terjadi

152

perbaikan kualitas hidup pada pasien


PGK yang menjalani hemodialisis.
Penelitian di Brazil telah dilakukan
untuk mengetahui kualitas hidup
dengan menggunakan kuesioner SF36, hasil kuesioner tersebut dapat
memprediksi dengan baik kualitas
hidup pasien yang menjalani HD
rutin yang berdasar pada aspek
kesehatan fisik dan mental (5,6,7).
Keberhasilan HD berhubungan
dengan 2 hal, memdainya (adekuat)
tindakan HD, serta rutinitasa HD
yang dilakukan. Untuk mengetahui
apakah HD sudah adekuat atau tidak,
dapat dilakukan pemeriksaan secara
periodik setiap bulan sekali dengan
beberapa instrumentasi penilaian.
Secara laboratorik, HD dikatakan
adekuat jika terdapat kadar ureum
darah
yang
menurun
(Urea
Reduction Ratio) dan rasio antara
jumlah darah yang dihemodialisis
per waktunya dengan fraksi HD yang
terbentuk (Kt/V) lebih dari sama
dengan 1,2. Rutinitas HD dikatakan
adekuat bila Kt/V 1,8 dengan
frekuensi HD 2 kali perminggu (
8,9).
Berdasarkan penjelasan di atas
maka perlu dilakukan penelitian
untuk mengetahui apakah terdapat
hubungan antara kualitas hidup dan
adekuasi HD yang dijalani pasien
PGK di RSUD Ulin Banjarmasin.
Penelitian
ini
penting
untuk
dilakukan di RSUD Ulin karena
sebagai pusat HD di Kalimantan
Selatan, belum pernah dilakukan
penelitian
tentang
hubungan
adekuasi HD dan kualitas hidup,
sehingga diharapkan penelitian ini
dapat memberikan informasi tentang
adekuat atau tidaknya HD yang
dilakukan di RSUD Ulin dan
hubungannya dengan kualitas hidup
pasien yang menjalani HD rutin.

Rahman ARA., dkk. Hubungan Antara Adekuasi Hemodialisis

METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian
observasional
analitik
dengan
pendekatan cross sectional. Populasi
dari penelitian ini adalah pasien PGK
yang menjalani HD rutin di RSUD
Ulin. Sampel penelitian diambil
secara purposive sampling dengan
kriteria inklusi sebagai berikut:
pasien yang telah didiagnosa PGK
yang rutin menjalani HD 2 kali
seminggu minimal tiga bulan dan
telah menyatakan bersedia untuk
mengisi kuesioner yang terlebih
dahulu dilakukan informed consent.
Kriteria ekslusi sampel yaitu semua
hal yang tidak tercakup pada kriteria
inklusi, pasien berada dalam status
rawat inap, pasien dengan gangguan
kesadaran, dan pasien yang tidak
dapat berbahasa indonesia.
Instrumen penelitian pada
penelitian ini berupa kuesioner SF36 (kualitas hidup) yang sudah teruji
validasi dan realibilitasnya pada
penelitian sebelumnya.
Variabel
bebas
dalam
penelitian
adalah
adekuasi
hemodialisis. Variabel terikat dalam
penelitian ini adalah kualitas hidup
pasien. Variabel pengganggu adalah:
latar
belakang
pasien
yang
heterogen. Variabel pengganggu ini
dapat
dikontrol
dengan
cara
anamnesis yang menyeluruh kepada
pasien untuk menggali faktor
detrminan
yang
mungkin
mempengaruhi hasil penelitian.
Prosedur penelitian ini adalah:
pengumpulan bahan dan literatur
penelitian, pembuatan surat perizinan
penelitian yang diserahkan kepada
Kepala Instalasi Hemodialisis RSUD
Ulin
Banjarmasin,
survei
pendahuluan
di
RSUD
Ulin
Banjarmasin
untuk
mengetahui
jumlah sampel yang dapat diambil

sebagai subyek penelitian, pemilihan


subyek
penelitian
berdasarkan
kriteria inklusi setelah menyetujui
prosedur penelitian yang terdapat
pada informed consent, pencatatan
data diri masing-masing pasien yang
menjadi subyek penelitian, meminta
pasien yang masuk dalam kriteria
inklusi untuk mengisi kuesioner SF36, tabulasi data dan melakukan
analisis data yang sesuai.
Analisis data menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov dengan tingkat
kepercayaan 95% (=0,05).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Penelitian
mengenai
hubungan adekuasi hemodialisis dan
kualitas hidup ini mengikutsertakan
44 sampel yang telah sesuai dengan
kriteria inklusi penelitian. Dari ke 44
sampel tersebut didapatkan data
adekuasi dan kualitas hidup yang
beraneka ragam. Data tentang
adekuasi hemodialisis sampel dapat
diliat pada tabel 1.
Tabel 1. Distribusi Status Adekuasi
Hemodialisis Sampel Pasien
PGK di RSUD Ulin
No
1
2

Status Adekuasi
(Kt/V > 1,8)
Adekuat
Inadekuat
Total

Jumlah

10
34
44

22,72 %
77,28 %
100 %

Minimnya jumlah sampel yang


adekuat pada penelitian disebabkan
oleh standar adekuasi terkait
frekuensi hemodialisis dalam 1
minggu menurut PERNEFRI, yaitu
Kt/V 1,8 (10). Pada penelitian,
hanya sedikit sampel yang memiliki
status adekuasi yang adekuat,
sedangkan sisanya tidak adekuat.

153

Berkala Kedokteran Vol.9 No.2 Sep 2013:151-160

Penilaian untuk kualitas hidup


sampel
dilakukan
dengan
menggunakan kuesioner SF-36.
Kuesioner ini membagi kualitas
hidup menjadi 2 dimensi, yaitu
dimensi kualitas kesehatan fisik
(Physical Component Summary) dan
dimensi kualitas kesehatan mental
(Mental Component Summary).
Penilaian kualitas hidup total
didasarkan pada rata-rata kedua
komponen tersebut (11). Data
kualitas kesehatan fisik dan mental
dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Distribusi Kualitas
Kesehatan Fisik dan Mental
Sampel Pasien PGK di
RSUD Ulin
Kualitas
kesehatan

Fisik / PCS
(%)

Mental /
MCS (%)

Rendah (<40)

19 (43,2 %)

9 (20,5 %)

Sedang (40-60)

21 (47,8%)

25 (56,8 %)

Baik (>60)

4 (9%)

10 (22,7 %)

Total

44 (100 %)

44 (100%)

Tabel diatas menunjukkan


bahwa kualitas kesehatan fisik dan
mental sampel pada penelitian ini
didominasi oleh kualitas hidup
sedang. Satu hal yang perlu digaris
bawahi bahwa nilai kualitas mental
cenderung lebih baik dari kualitas
fisik sampel. Hal ini tercermin dari
sedikitnya jumlah sampel yang
memiliki kualitas mental rendah
dibanding dengan kualitas fisik
rendah, demikian pula sebaliknya,
terdapat jumlah sampel yang lebih
besar pada kualitas mental baik
daripada kualitas fisik baik.
Pada proses analisis data,
didapatkan hasil perpotongan data
adekuasi hemodialisis dan kualitas
hidup sampel. Pada kualitas hidup
sampel, dilakukan perhitungan rata154

rata antara kualitas kesehatan mental


dan fisik tiap pasien sehingga
didapatkan data sesuai tabel 3.
Tabel 3. Distribusi Jumlah Sampel
Pasien PGK Berdasarkan
Skor Rata - Rata Kualitas
Hidup
Skor kualitas
hidup
Rendah
Sedang
Baik
Total

Frekuensi

(%)

13
24
7
44

29%
55%
16%
100%

Berdasarkan penelitian yang


telah dilakukan baik pada adekuasi
hemodialisis dan kualitas hidup
sampel, dapat dilakukan pembuatan
grafik silang antara kedua variabel
yang berguna untuk mengetahui
distribusi persilangan data dari kedua
variabel tersebut, seperti yang
disajikan pada gambar berikut.

20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

adekuat

inadekuat

kualitas
hidup baik

Gambar

kualitas
hidup
sedang

kualitas
hidup
rendah

Distribusi Silang Antara


Kualitas
Hidup
dan
Adekuasi Hemodialisis
Pasien PGK di RSUD
Ulin

Berdasarkan data diatas,


dilakukan pengujian KolmogorovSmrnov, dan didapatkan hasil
(p=0,147 > p<=0,050) sehingga
dapat disimpulkan tidak terdapat

Rahman ARA., dkk. Hubungan Antara Adekuasi Hemodialisis

hubungan
antara
adekuasi
hemodialisis dan kualitas hidup (12).
Adekuasi hemodialisis setiap
sampel memiliki nilai yang berbedabeda. Hal ini dapat dikategorikan
menjadi 2 kelompok, yaitu adekuat
dan inadekuat. Berdasarkan rumus
adekuasi HD Daugridas terdapat 4
faktor yang mendasari perbedaan
nilai adekuasi. Faktor tersebut
meliputi durasi HD , rasio BUN pre
dan post dialisis, volume ultrafiltrasi
darah ke mesin dialyzer tiap
menitnya, dan berat badan setelah
HD.
Semakin lama HD dilakukan
maka semakin tinggi adekuasi HD
(7). Hal ini terjadi karena semakin
lama HD dilakukan, maka semakin
banyak volume darah dan cairan
yang dapat difiltrasi oleh mesin HD
guna menyaring fraksi ureum darah.
Hal ini berakibat bila semakin lama
HD dilakukan maka semakin banyak
fraksi ureum yang dapat terfiltrasi
dari darah sehingga nilai adekuasi
HD (Kt/V) semakin tinggi.
Jumlah BUN yang rendah
sebelum HD, maka akan semakin
rendah pula nilai Kt/V, dan
sebaliknya. Rasio BUN yang tinggi
juga dapat
menurunkan nilai
adekuasi hemodialisis. Hal ini dapat
terjadi karena setiap protein yang
kita makan akan didegradasi oleh
sistem enzimatik hepar dan diubah
menjadi bentuk urea yang bersifat
toksik dan harus diekskresikan lewat
urin. Semakin banyak protein yang
dimakan, maka rasio BUN akan
semakin
besar,
hal
ini
mengakibatkan jumlah ureum yang
harus difiltrasi juga semakin banyak
dan dengan kemampuan klirensi
ureum yang terbatas maka akan
menyebabkan jumlah ureum sisa
yang tidak terfiltrasi juga tinggi,
akibatnya ialah adekuasi HD pun

tidak
adekuat.
NKF
DOQI
merekomendasikan diet protein yang
aman pada penderita PGK sebanyak
0,6-0,8 g/ KgBB (13). Tingginya
jumlah BUN dalam darah ini akan
sangat
menurunkan
kualitas
kemampuan fisik (PCS) seseorang,
hal ini bersifat toksik terhadap
eritrosit
sehingga
dapat
menyebabkan kerusakan eritosit.
Jumlah ureum yang tinggi juga dapat
berdampak
pada
perubahan
konformitas faktor von wilenbrand
pada mekanisme sumbat trombosit
sehingga dapat bermanisfestasi pada
terjadinya koagulopati. Selain itu,
sifat ureum yang hiperosmotik juga
dapat menahan air dalam tubuh
sehingga
dapat
menyebabkan
terjadinya efusi pleura. Semua efek
dari inadekuasi HD ini akan
bermanifestasi
pada
penurunan
fungsi fisik (PCS) seseorang.
Berbeda dengan sampel yang
memiliki adekuasi
HD
yang
mencapai standar adekuasi, jumlah
BUN yang bersifat toksik dapat
dieksresi
optimal,
sehingga
cenderung akan meningkatkan nilai
kualitas fisik (PCS) sampel (14,15).
Volume ultrafiltrasi akan
berdampak pada klirensi ureum
dalam darah. Semakin tinggi volume
ultrafiltrasi, maka semakin tinggi
pula jumlah darah yang difiltrasi, dan
akan semakin tinggi pula fraksi
ureum yang difiltrasi. Berat badan
akan berpengaruh pada volume
cairan tubuh 60 % massa tubuh
tersusun atas cairan dan ini
merupakan media distribusi dari
ureum dalam tubuh. Semakin tinggi
berat seseorang maka semakin
banyak volume darah yang harus
difiltrasi karena semakin luas pula
area distribusi urea dalam tubuh,
sehingga tingginya berat badan

155

Berkala Kedokteran Vol.9 No.2 Sep 2013:151-160

seseorang akan semakin menurunkan


adekuasi HD (14,15).
Kualitas hidup seseorang
terbagi menjadi 2 komponen
penilaian yaitu kualitas kesehatan
mental
(Mental
Component
Summary) dan kualitas kesehatan
fisik (Physic Component Summary).
Perhitungan skor kualitas hidup
menggunakan nilai rata- rata dari
tiap komponen PCS dan MCS untuk
mengetahui skor akhir dari kualitas
hidup (11). Pada penelitian ini ,
terdapat banyak sampel yang
memiliki nilai PCS rendah, tetapi
memiliki nilai MCS tinggi, dan nilai
MCS yang tinggi ini akan menutupi
nilai PCS sampel. Sebanyak 72%
sampel memiliki nilai MCS yang
lebih baik dibanding dengan nilai
PCS. Hal ini tercermin dari
sedikitnya jumlah sampel yang
memiliki kualitas mental rendah
dibanding dengan kualitas fisik
rendah, demikian pula sebaliknya.
Ada beberapa faktor yang
berpengaruh pada tiap komponen
penilaian kualitas hidup pasien PGK
yang menyebabkan tidak terbuktinya
hipotesis penelitian ini. Faktor
tersebut terdiri dari faktor internal
dan eksternal. Pada faktor mental
sendiri, terdapat dua faktor yang
berpengaruh pada nilai kualitas
hidup. Pada penelitian nilai MCS
pasien dengan PGK
di selatan
Brazil, didapatkan dua faktor yang
berpengaruh pada nilai MCS pasien.
Faktor tersebut meliputi faktor
adaptasi dan isu sosial ekonomi
pasien (7).
Ketika seseorang terdiagnosis
PGK, umumnya nilai MCS pasien
akan turun dan masuk dapat masuk
pada level mild depression. Setelah
satu bulan, nilai MCS pasien dengan
hemodialisis pada umumnya akan
mengalami peningkatan seiring

156

adanya proses adaptasi (16,17). Hal


ini dapat disebabkan oleh faktor
psikologis pasien yang mulai dapat
menerima kenyataan akan penyakit
tersebut, dan adanya pikiran positif
dari pasien itu sendiri juga
berkontribusi pada proses adaptasi
tersebut. Setelah pasien mencapai
tahap adaptasi yang berkisar satu
bulan, nilai MCS pasien akan
cendrung meningkat. Tingginya nilai
MCS akibat faktor adaptasi ini dapat
berkontribusi pada peningkatan
kualitas hidup pasien meskipun
pasien tersebut memiliki dosis
adekuasi yang inadekuat. Pada
penelitian yang dilakukan di RSUD
Ulin, semua sampel telah menjalani
HD dengan onset lebih dari 3 bulan,
sehingga secara teori semua sampel
telah beradaptasi dan memiliki nilai
MCS yang tinggi.
Faktor berikut adalah isu
sosial ekonomi pasien. Adanya
dorongan
keluarga,
lingkungan
masyarakat dan perbaikan taraf
ekonomi akan meningkatkan nilai
MCS seseorang, demikian pula
sebaliknya. Nilai MCS ini dapat
dipengaruhi oleh faktor sosial
ekonomi, seperti status pekerjaan,
pernikahan, dukungan keluarga, dan
aspek sosial ekonomi lain (18,19,20).
Dukungan dari keluarga dan
lingkungan sekitar untuk sembuh
menimbulkan suatu keoptimisan
pada diri seseorang, untuk sembuh
dari suatu penyakit dan memiliki
kehidupan yang lebih baik, sehingga
akan didapatkan nilai kesehatan
mental (MCS) yang cenderung lebih
baik
walaupun
fungsi
fisik
probandus tersebut menurun. Hal ini
akan berakibat pada penilaian
dengan kuesioner SF- 36 yang
menilai kualitas hidup secara
holistik, cenderung didapatkan nilai
kualitas hidup yang lebih baik

Rahman ARA., dkk. Hubungan Antara Adekuasi Hemodialisis

walaupun adekuasi HD tidak


mencapai nilai standar. Demikian
pula sebaliknya, pada sampel yang
memiliki kualitas kesehatan mental
dan fungsi emosional yang rendah ,
maka akan berpengaruh pada nilai
kualitas hidup sehingga cendrung
rendah, walaupun adekuasi HD
sampel tersebut cendrung tinggi
(18,20,21,22,23).
Nilai PCS dipengaruhi oleh
banyak faktor, meliputi umur,
penyakit penyerta lain dan adekuasi
HD. Seiring dengan bertambah umur
seseorang, maka faktor degenaratif
dapat menurunkan PCS juga semakin
meningkat. Faktor degeneratif mulai
menurunkan nilai PCS secara
signifikan setelah dekade ke-5.
Berdasarkan sebaran sampel
penelitian,
mayoritas
pasien
memiliki umur kurang dari 50 tahun,
yaitu sebanyak 28 orang (63,7%).
Sedangkan pasien yang berumur
lebih dari atau sama dengan 50 tahun
hanya 16 orang (36,3%). Hal ini
berarti faktor degeneratif umur
belum tampak nyata. Tetapi nilai
PCS pasien yang rendah ini dapat
diakibatkan oleh faktor lainya yaitu
adekuasi
HD
dan
penyakit
komorbiditas lainya.
Adanya penyakit penyerta
lain baik yang menjadi kausa primer
dari PGK maupun penyakit lainya
juga dapat berpengaruh pada nilai
PCS. Untuk mendapatkan nilai PCS
murni karena PGK maka diperlukan
sampel yang mengalami PGK karena
kausa primer, tetapi kendala untuk
mendapatkan sampel seperti hal
tersebut sulit, karena mayoritas
sampel mengalami PGK sebagai
penyakit sekunder dari penyakit
primernya, seperti diabetes dan
hipertensi,
dimana
penyakitpenyakit tersebut memiliki efek
sistemik yang juga berpengaruh pada

PCS, seperti diabetik neuropati,


diabetik retinopati, ulkus diabetik,
penyakit arteri perifier, penyakit
jantung, dan stroke, yang juga dapat
menurunkan kualitas hidup pasien
dari segi fisik (PCS). Berikut
ditampilkan tabel
epidemiologi
penyebab PGK pasien hemodialisis
RSUD Ulin.
Tabel 4. Tabel Epidemiologi
penyebab PGK pada pasien
HD di RSUD Ulin
Etiologi
Intoksikasi
obat-obatan
Hipertensi
Diabetes

Jenis kausa
Primer

Jumlah (%)
4 (9,1 %)

Sekunder
Sekunder

38 ( 86,3%)
2 (4,6 %)

Durasi dan frekuensi HD


akan juga berkontribusi pada
adekuasi HD dimana faktor tersebut
akan berpengaruh secara langsung
pada nilai PCS . Hal ini berkaitan
dengan clearence ureum dalam
tubuh. Tingginya jumlah ureum
tubuh dapat berimplikasi pada
penurunan fungsi fisik tubuh seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya.
Hal ini juga merupakan faktor yng
dapat menurunkan nilai kualitas
hidup pasien dari segi fisik. (7,21)
Pada
penelitian
ini,
didapatkan nilai MCS total sampel
cendrung sama dengan populasi
normal. Hal ini sejalan dengan
penelitian Hopman et al (21), tentang
kualitas hidup pasien dengan
osteoarthritis, gagal ginjal, penyakit
jantung
koroner,
perlukaan
ekstremitas, dan multipel sklerosis,
dimana didapatkan nilai PCS yang
cenderung rendah dan nilai MCS
yang cenderung tinggi. Hal ini
dikarenakan setiap penurunan fungsi
kualitas fisik seseorang tidak selalu
akan menurunkan nilai kualitas
mental seseorang. Tingginya nilai

157

Berkala Kedokteran Vol.9 No.2 Sep 2013:151-160

kualitas kesehatan mental seseorang


walaupun ia memiliki nilai kualitas
fungsi fisik yang rendah dapat
disebabkan oleh kualitas fungsi
emosional dan kesehatan mental
yang baik (18,21,22). Temuan ini
didasarkan pada keoptimisan dan
keyakinan sampel untuk sembuh atau
memiliki kualitas hidup yang lebih
baik dari sebelumnya, terbukti dari
nilai MCS pada kuesioner SF 36
yang tinggi yaitu pada aspek
pertanyaan tentang keterbatasan
peran sosial akibat gangguan
emosional, fungsi sosial serta fungsi
emosional pasien, walaupun sampel
tersebut memiliki morbiditas yang
tinggi, yang ditandai dengan
rendahnya nilai PCS (24). Dari
semua penjelasan diatas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa faktor
yang mempengaruhi kualitas hidup
tidak hanya HD, tetapi juga terdapat
faktor lainya, yang terdiri dari umur,
penyakit komorbiditas, isu sosial
ekonomi pasien dan adaptasi. Semua
faktor tersebut turut menentukan
kualitas hidup seseorang.

kualitas kesehatan mental sedang


56,8 %, kualitas kesehatan mental
baik 22,7 %; tidak terdapat hubungan
bermakna
antara
adekuasi
hemodialisis dan kualitas hidup pada
pasien yang menjalani hemodialisis
rutin di RSUD Ulin Banjarmasin.
Saran dari penelitin ini:
(1)Diperlukan dosis hemodialisis
yang adekuat bagi pasien PGK yang
menjalani HD baik dengan cara
menambah durasi proses, perbaikan
diet pasien, maupun meningkatkan
jumlah frekuensi HD per minggu;
(2)Diperlukan perbaikan kualitas
hidup pada pasien PGK yang
menjalani hemodialisis di RSUD
Ulin baik oleh pihak hemodialisis
RSUD Ulin maupun oleh pasien itu
sendiri;
dan
(3)Diperlukan
penelitian lebih lanjut mengenai
faktor yang berpengaruh baik pada
kualitas hidup maupun adekuasi
pasien PGK.

DAFTAR PUSTAKA
1.

PENUTUP
Berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan, dapat diambil
beberapa simpulan, yaitu: proporsi
nilai adekuasi HD sampel terdiri dari
nilai adekuasi (adekuat) mencapai
22,72 % dan pasien yang memiliki
nilai
adekuasi
hemodialisis
(inadekuat) mencapai 77,28 %.; nilai
kualitas kesehatan fisik (PCS) pasien
memiliki proporsi nilai yang terdiri
atas kualitas fisik rendah 43,3%,
kualitas fisik sedang 47,8%, kualitas
fisik baik 9 %; nilai kualitas
kesehatan mental (MCS) pasien
memiliki proporsi nilai yang terdiri
atas kualitas mental rendah 20,5 %,

158

2.

3.

4.

National Institute for Health and


Clinical excellence. Treatment
methods for kidney failure
hemodialysis. US Department of
Health and Human Service,
2008.
National Institute for Health and
Clinical
excellence.
Early
management and identification
of chronic kidney disease.
London: NICE Guidline, 2008.
Price
SA,
Wilson
LM.
Patofisiologi
konsep
klinis
proses proses penyakit jilid 2.
Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2005.
Feroze U, Noori N. Quality-oflife
and
mortality
in
hemodialysis patients: roles of
race and nutritional status.

Rahman ARA., dkk. Hubungan Antara Adekuasi Hemodialisis

Cinical Journal of Nephrology


(CJON) 6: 1100 1111, 2011.
5. Moreira M, Raquel Blanco G.
Assessment of health-related
quality of life:
The cinderella of peritoneal
dialysis?. International Journal of
Nephrology
(IJON).
doi:10.4061/2011/528685.
6. Larckson J, Xu J. A Comparison
of SF-36 and SF-12 composite
scores
and
subsequent
hospitalization and mortality
risks in long-term dialysis
patients. Clin J Am Soc Nephrol
5: 252260, 2010.
7. Bolhke M,
Nunes DL.
Predictors of quality of life
among patients on dialysis in
southern Brazil. Sao Paulo Med
J. 2008;126(5):252-6.
8. Owen WF Jr, Lew NL, Liu Y, et
al. The urea reduction ratio and
serum albumin concentration as
predictors of mortality in
patients
undergoing
hemodialysis. N Engl J Med
1993; 329: 10011006.
9. Depner
TA.
Hemodialysis
adequacy: Basic essentials and
practical
points
for
the
nephrologist
in
training.
Hemodialysis International (HI)
2005; 9: 241254.
10. Septiwi C. Hubungan Antara
Adekuasi
Hemodialisis
dan
Kualitas
Hidup
Pasien
Hemodialisis
di
Unit
Hemodialisis RS Prof Dr.
Margono
Soekarjo
Purwokerto.Program
Pasca
Sarjana
Fakultas
Ilmu
Keperawatan
Universitas
Indonesia.
11. Rahmadinie, Amalia. Hubungan
Antara
Lama
Menjalani
Hemodialisis dan
Kualitas
Hidup Pada Pasien Penyakit

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

Ginjal Kronik yang Menjalani


Hmodialisis Rutin di Ruang
Hemodialisis
Rumah Sakit
Umum
Daerah
Ulin
Banjarmasin.
Banjarbaru
:
Universitas
Lambung
Mangkurat
Fakultas
Kedokteran.2011.
Dahlan, Sopiyudin. Statistik
untuk
Kedokteran
dan
Kesehatan;Salemba
Medika:
Jakarta.2005.
Murray K. Harper Illustrated
Biochemistry 27 th ed.Jakarta :
EGC,2009.
Skorecki K, Green J, Brenner
BM. Chronic renal failure. In :
Harrisons
Principles of
Internal Medicine. 16th ed. USA
: McGraw-Hill, 2005.
Daugridas
JT.
Second
generation
of
logarithmic
estimates of Singel Pool
Variable Volume Kt/V : an
Analysis of Erorr.J am soc
Neprhol.1993;4 :1205-1213.
Kimmel PL, Peterson RA,
Weihs KL, et al. Psychologic
functioning, quality of life, and
behavioral
compliance
in
patients beginning hemodialysis.
J
Am
Soc
Nephrol.
1996;7(10):2152-9.
Mittal SK, Ahern L, Flaster E,
Maesaka JK, Fishbane S. Selfassessed physical and mental
function
of
haemodialysis
patients.
Nephrol
Dial
Transplant.
2001;16(7):138794.11.
Guundgard J. Decomposition of
sources of income-related health
inequality applied on SF-36
summary scores: a Danish health
survey. Health and Quality of
Life Outcomes 2006, 4:53
doi:10.1186/1477-7525-4-53.

159

Berkala Kedokteran Vol.9 No.2 Sep 2013:151-160

19. Kusek JW. Cross-sectional study


of health-related quality of life
in African Americans with
chronic renal insufficiency: the
African American Study of
Kidney
Disease
and
Hypertension Trial. Am J
Kidney Dis 2002 Mar; 39(3)
:513-24.
20. Maor Y, King M, Olmer L,
Mozes B. A comparison of three
measures: the time trade-off
technique, global health-related
quality of life and the SF-36 in
dialysis patients. J Clin Epidemiol. 2001;54(6):565-70.
21. Hopman WM. Associations
Between Chronic Disease, Age
and Physical
and Mental Health Status.
Chronic Disease in Canada. Vol
29, No 2, 2009.
22. Sanjeev K. Self- Assased
Physical and Mental Fuction of
Hemodyalisis Patients. NephrolDial Transplant (2001) 16:
1387-1394
23. Knight EL. The Association
Between
Mental
Health,
Physical
Function,
and
Hemodialysis Mortality. Kidney
Int. 2003 May;63(5):1843-51.
24. RAND. How to score the RAND
SF-36
questionner
2001;
(online),
(http://www.sf36.org.tools/sf-36.shtml,
diakses 20 November 2012).

160

Você também pode gostar