Você está na página 1de 52

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker (tumor ganas) merupakan penyakit penyebab kematian kedua yang
memberikan kontribusi 13% kematian dari 22% kematian akibat penyakit tidak
menular utama di dunia. Dampak penyakit tidak menular khususnya penyakit kanker
terhadap ketahanan sumber daya manusia sangat besar karena selain merupakan
penyebab kematian dan kesakitan juga menurunkan produktivitas. Angka kesakitan
dan kematian tersebut sebagian besar terjadi pada penduduk dengan sosial ekonomi
menengah ke bawah (Oemiati, 2011).
Di Indonesia, penyakit kanker merupakan urutan ke 8 dari pola penyakit
nasional. Pada tahun 2008 di rumah sakit seluruh Indonesia, penyakit kanker
menyebabkan 4.332 pasien mati dengan Case Fatality Rate (CFR) 4,70%. Setiap
tahunnya 100 kasus baru terjadi diantara 100.000 penduduk. Meningkatnya pengguna
rokok (57 juta orang), konsumsi alkohol, kegemukan atau obesitas dan kurangnya
aktifitas fisik/olahraga juga berperan dalam peningkatan angka kejadian kanker di
Indonesia (Oemiati, 2011).
Tumor dari seluruh tubuh manusia menurut penelitian Oemiati et al tahun
2011, tumor pada mata, otak, dan Sistem Saraf Pusat (SSP) mempunyai odds ratio
(OR) sedang, yaitu (4,6) dengan 95%C I sebesar 3,8-5,5. Sedangkan tumor ovarium
dan tumor saluran pernapasan mempunyai OR terbesar dan terendah, yaitu (19,3)
dengan 95%C I sebesar 17,8-20,9 dan (0,6) dengan 95%C I sebesar (0,4-0,9)
(Oemiati, 2011).
Tumor mata merupakan penyakit dengan multifactor yang terbentuk dalam
jangka waktu lama dan mengalami kemajuan melalui stadium berbeda-beda. Faktor
nutrisi merupakan satu aspek yang sangat penting, komplek, dan sangat dikaitkan
dengan proses patologis tumor. Secara umum, total asupan berbagai lemak (tipe yang
berbeda-beda dari berbagai lemak) bisa dihubungkan dengan peningkatan insiden
tumor mata. Infeksi virus seperti pada Papilloma dan neoplasia intraepitel pada
konjungtiva juga merupakan penyebab utama. Selain itu radiasi sinar UV juga
menyebabkan terjadinya tumor pada bagian tertentu di mata (Kanski, 2009).
1

Tiga jenis tumor mata yang sering terjadi pada anak-anak adalah kista
dermoid, hemangioma, dan rabdomiosarkoma. Sedangkan 3 jenis tumor mata yang
sering terjadi pada dewasa adalah tumor limfoid, hemangioma kavernosa, dan
meningioma. Apabila diagnosis dini dapat ditegakkan, maka angka kejadian dan
mortalitas pada kasus tumor mata dapat diturunkan (Oemiati, 2011).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi fisiologi mata?
2. Bagaimana anatomi dari orbita mata ?
3. Apa pengertian dari neoplasma mata/tumor orbita?
4. Apa etiologi dari neoplasma mata/tumor orbita?
5. Apa saja klasifikasi neoplasma mata/tumor orbita?
6. Bagaimana patofisiologi terjadinya neoplasma mata/tumor orbita?
7. Apa manifestasi klinis dari neoplasma mata/tumor orbita?
8. Apa komplikasi dari neoplasma mata/tumor orbita?
9. Apa pemeriksaan untuk diagnosis neoplasma mata/tumor orbita?
10. Bagaimana penatalaksanaan neoplasma mata/tumor orbita?
11. Bagaimana konsep pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,
implementasi, dan evaluasi dari asuhan keperawatan pada neoplasma mata/tumor
orbita?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi mata.
2. Untuk mengetahui anatomi dari orbita mata
3. Untuk mengetahui pengertian dari neoplasma mata/tumor orbita.
4. Untuk mengetahui etiologi dari neoplasma mata/tumor orbita.
5. Untuk mengetahui klasifikasi neoplasma mata/tumor orbita.
6. Untuk mengetahui patofisiologi terjadinya neoplasma mata/tumor orbita.
7. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari neoplasma mata/tumor orbita.
8. Untuk mengetahui komplikasi dari neoplasma mata/tumor orbita.
9. Untuk mengetahui pemeriksaan untuk diagnosis neoplasma mata/tumor orbita.
10. Untuk mengetahui penatalaksanaan neoplasma mata/tumor orbita.
11. Untuk mengetahui dan mampu mengaplikasikan konsep pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi, dan evaluasi dari asuhan
keperawatan pada neoplasma mata/tumor orbita.

BAB II
PEMBAHASAN

I. ANATOMI FISIOLOGI MATA


Regio orbita adalah sepasang rongga di tulang yang berisi bola mata, otot,
saraf, pembuluh darah, dan sebagian besar apparatus lakrimalis. Lubang orbita
dilindungi oleh dua lipatan tipis yang dapat bergerak, yaitu kelopak mata (palpebra)
(Ilyas, 2012 dan Snell, 2006).
Palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata serta mengeluarkan sekresi
kelenjar yang membentuk film air mata di depan kornea. Pada palpebra terdapat
bagian-bagian: kelenjar sebasea, kelenjar Moll, kelenjar Zeis pada pangkal rambut,
dan kelenjar Meibom pada tarsus. Otot seperti: Muskulus orbikularis okuli untuk
menutup bola mata yang dipersarafi Nervus Fasial. M. levator palpebra yang
dipersarafi N. III yang berfungsi untuk membuka mata. Pembuluh darah yang
mempedarahinya adalah arteri palpebra. Persarafan sensorik kelopak mata atas
didapatkan dari ramus frontal N. V, sedang kelopak mata bawah oleh cabang ke II
saraf ke V (Ilyas, 2012 dan Snell, 2006).

Apparatus lakrimalis terdiri dari glandula lakrimalis, laku, pungta, kanalikuli,


sakus lakrimalis, dan duktus lakrimalis. Persarafan sekretomotorik parasimpatis
berasal dari nukleus lakrimalis. Glandula lakrimalis akan menghasilkan air mata dan
mengalir ke lakus lakrimal dan masuk ke kanalikuli melalui pungta. Kanalikuli
berjalan ke medial dan bermuara ke sakus lakrimalis dan dan terus berlanjut ke duktus
lakrimalis (Ilyas, 2012 dan Snell, 2006).
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian
belakang. Bermacam-macam obat dapat diserap melalui konjungtiva. Konjungtiva
mempunyai kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat
membasahi bola mata terutama kornea. Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu:
konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva bulbi yang menutupi sklera, dan
konjungtiva forniks (Ilyas, 2012 dan Snell, 2006).
Bola mata berbentuk bulat dengan diameter anteroposterior 24 mm. Bola mata
dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu: sklera, jaringan uvea (yang terdiri dari iris,
badan siliar, dan koroid yang diperdarahi oleh arteri siliaris anterior dan posterior,
sedangkan persarafannya dari ganglion siliar dan retina). Pada iris didapatkan pupil
yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam mata. Badan
siliar menghasilkan cairan bilik mata (akuos humor) yang dikeluarkan melalui
trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas kornea dan sklera. Badan kaca
mengisi rongga di dalam bola mata dan bersifat gelatin yang hanya menempel papil
saraf optik, makula, dan pars plana. Lensa terletak di belakang pupil yang dipegang di
daerah ekuatornya pada badan siliar melalui Zonula Zinn. Terdapat 6 otot penggerak
bola mata, yaitu : oblik inferior, rektus inferior, rektus medius, dan rektus superior
yang dipersarafi N. III, kemudian oblik superior dan rektus lateral yang dipersarafi N.
IV dan N. VI (Ilyas, 2012 dan Snell, 2006).
Sklera terdiri atas jaringan fibrosa padat dan berwarna putih. Di posterior,
sklera ditembus oleh N. II dan menyatu dengan selubung dura saraf ini. Lamina
kribosa adalah daerah sklera yang ditembus oleh serabut-serabut N. II. Merupakan
area yang relativ lemah dan dapat menonjol ke dalam bola mata oleh peningkatan
tekanan cairan serebrospinal di dalam tonjolan subaraknoid yang terdapat di sekeliling
N. II. Bila tekanan intraokular meningkat, lamina kribosa akan menonjol keluar dan
menyebabkan diskus menjadi cekung (Ilyas, 2012 dan Snell, 2006).

Kornea (latin cornum= seperti tanduk) adalah selaput bening mata yag dapat
memantulkan cahaya yang masuk ke mata. Terdiri atas 5 lapisan: epitel, membran
bowman, stroma, membran desemen, dan endotel. Kornea dipersarafi oleh saraf siliar
longus cabang N. V dan saraf nasosiliar. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh
kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk ke kornea (Ilyas,
2012 dan Snell, 2006).
Lensa mata di dalam bola mata terletak di belakang iris yang terdiri dari zat
tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat
terjadinya akomodasi. Secara patologik, lensa dapat kaku pada orang dewasa yang
akan mengakibatkan presbiopia, keruh atau yang disebut katarak, dan tidak berada di
tempatnya (subluksasi dan dislokasi) (Ilyas, 2012 dan Snell, 2006).
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor
yang menerima rangsangan cahaya. Retina terdiri atas lapisan: fotoreseptor (terdiri
atas sel batang dan sel kerucut), membran limitan eksterna, lapis nukleus luar, lapis
pleksiform luar, lapis nukleus dalam, lapis pleksiform dalam, lapis sel ganglion, lapis
serabut saraf, dan membran limitan interna (Ilyas, 2012 dan Snell, 2006).
II. ANATOMI ORBITA
Orbita berbentuk suatu rongga yang secara skematis digambarkan sebagai
piramida yang berkonvergensi ke arah belakang. Puncaknya adalah foramen optikum,
dan dasarnya menghadap ke depan luar dan terbuka disebut aditus orbitae. Sedangkan
dinding-dindingnya meliputi dinding medial, dinding lateral, dinding atas (atap
orbita), dan dinding bawah (dasar orbita). Orbita terletak di kanan dan kiri basis nasi
(pangkal hidung) (Rahmadani dan Ovy, 2012).
Tulang-tulang yang membentuk orbita berjumlah 7 buah, yaitu tulang frontal,
tulang zigoma, tulang sphenoid, tulang maksila, tulang etmoid, tulang nasal, dan
tulang lakrima.Antara dinding lateral (dinding temporal) dengan atap orbita terdapat
fissura orbitalis superior. Antara dinding lateral dengan dasar orbita terdapat fissura
orbitalis inferior. Antara dinding medial dengan atap orbita terdapat foramen
ethmoidalis anterius dan posterius. Antara dinding medial dengan dasar orbita terdapat
fossa sacci lacrimalis (Rahmadani dan Ovy, 2012).

Gambar 2.1. anatomi rongga orbita


Aditus orbitae berbentuk persegi empat dengan sudut-sudutnya membulat.
Sisi-sisinya dibedakan menjadi margo supraorbitalis, margo infraorbitalis, margo
marginalis, dan margo lateralis.Volume orbita dewasa kira-kira 30 cc dan bola mata
hanya menempati sekitar 1/5 bagian ruangannya. Lemak dan otot menempati bagian
terbesarnya (Rahmadani dan Ovy, 2012).
Di dalam orbita, selain bola mata, juga terdapat otot-otot ekstraokuler, syaraf,
pembuluh darah, jaringan ikat, dan jaringan lemak, yang kesemuanya ini berguna
untuk menyokong fungsi mata. Orbita merupakan pelindung bola mata terhadap
pengaruh dari dalam dan belakang, sedangkan dari depan bola mata dilindungi oleh
palpebra. Di sekitar orbita terdapat rongga-rongga di dalam tulang-tulang tengkorak
dan wajah, yang disebut sinus paranasalis (Rahmadani dan Ovy, 2012).
Orbita berhubungan dengan sinus frontalis di atas, sinus maksilaris di bawah,
dan sinus ethmoidalis dan sphenoidalis di medial. Dasar orbita yang tipis mudah rusak
oleh trauma langsung terhadap bola mata, berakibat timbulnya fraktur blow out
dengan herniasi isi orbita ke dalam antrum maksilaris. Infeksi dalam sinus
sphenoidalis dan ethmoidalis dapat mengikis dinding medialnya yang setipis kertas
(lamina papyracea) dan mengenai isi orbita. Defek pada atapnya (misal,
neurofibromatosis) dapat berakibat terlihatnya pulsasi pada bola mata yang berasal
dari otak (Rahmadani dan Ovy, 2012).
III. KONSEP DASAR TEORI NEOPLASMA MATA/TUMOR ORBITA
A. PENGERTIAN
Neoplasma secara harfiah berarti pertumbuhan baru. Suatu neoplasma,
sesuai definisi Willis, adalah massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya
6

berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal serta


terus demikian walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah
berhenti. Hal mendasar tentang asal neoplasma adalah hilangnya responsivitas
terhadap faktor pengendali pertumbuhan yang normal (Kumar, 2007).
Dalam penggunaan istilah kedokteran yang umum, neoplasma sering
disebut sebagai tumor, dan ilmu tentang tumor disebut dengan onkologi (dari
oncos, tumor, dan logos, ilmu). Suatu tumor dikatakan jinak (benigna) apabila
gambaran mikroskopik dan makroskopiknya dianggap relatif tidak berdosa,
yang mengisyaratkan bahwa tumor tersebut akan tetap terlokalisasi, tidak dapat
menyebar ke tempat lain, dan pada umumnya dapat dikeluarkan dengan tindakan
bedah lokal; pasien umumnya selamat. Sedangkan tumor ganas (maligna) secara
kolektif disebut kanker, yang berasal dari kata Latin untuk kepitingtumor
melekat erat ke semua permukaan yang dipijaknya, seperti seekor kepiting.
Ganas, apabila diterapkan pada neoplasma, menunjukkan

bahwa lesi dapat

menyerbu dan merusak struktur di dekatnya dan menyebar ke tempat jauh


(metastasis) serta menyebabkan kematian (Kumar, 2007).
Tumor pada mata disebut juga tumor orbita. Tumor orbita adalah tumor
yang menyerang rongga orbita (tempat bola mata) sehingga merusak jaringan
lunak mata, seperti otot mata, saraf mata dan kelenjar air mata.
Tumor mata disebut juga sebagai tumor orbita adalah tumor yang
menyerang rongga orbita (tempat bola mata) sehingga merusak jaringan lunak
mata, seperti otot mata, saraf mata, dan kelenjar air mata. Tumor Orbita jarang
ditemukan dan dapat berasal dari dinding orbita, isi orbita, sinus dan
sekelilingnya (Rahmadani dan Ovy, 2012)

B. ETILOGI
Factor genetic
Sinar ultraviolet
Infeksi virus papiloma
Kelainan metabolism
Mutasi gen
Penyakit vaskuler
Inflamasi intraokuler
Trauma
C. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan posisinya tumor mata/orbita dikelompokkan sebagai berikut:
7

1. Tumor eksternal yaitu tumor yang tumbuh di bagian luar mata


seperti:
Tumor palpebra, yaitu tumor yang tumbuh pada kelopak mata
1) Kalazion

Kalazion

merupakan

peradangan

granulomatosa

kelenjar Meibom yang tersumbat. Pada kalazion terjadi


penyumbatan kelenjar Meibom dengan infeksi ringan yang
mengakibatkan

peradangan

kronis

kelenjar

tersebut.

Kalazion akan memberikan gejala adanya benjolan pada


kelopak, tidak hiperemi, tidak ada nyeri tekan, dan adanya
pseudoptosis (Ilyas, 2012).
Kelenjar preaurikuler tidak membesar. Kadang- kadang
mengakibatkan

perubahan

bentuk

bola mata

akibat

tekanannya sehingga terjadi kelainan refraksi pada mata


tersebut (Ilyas, 2012).
Pengobatan pada kalazion dengan melakukan kompres
hangat, antibiotik setempat dan sistemik. Untuk mengurangi
gejala dilakukan eksklokleasi isi abses dari dalamnya atau
dilakukan ekstirpasi kalazion tersebut. Insisi dilakukan
sama seperti pada hordeolum interna. Bila tidak membaik
bisa berkomplikasi menjadi granuloma (Ilyas, 2012).
2) Karsinoma sel basal

Gambar : Karsinoma Sel Basal pada palpebral inferior


orbita sinistra
Karsinoma sel basal adalah tumor ganas yg terjadi pada
palpebra. Sembilan puluh persen kasus tumor palpebra
adalah karsinoma sel basal. Daerah palpebra yang sering
terjadi adalah palpebra inferior (70%), diikuti kantus
medial, palpebra superior, dan kantus lateral. Tumor ini bisa
kambuh kembali pada tempat semula tumbuhnya, tidak
bermetastasis ke kelenjar limfe dan organ yang jauh.
Terlihat adanya nodul dengan ulserasi di tengahnya serta
telangiektasis. Pengobatan dengan eksisi (American Joint
Committee on Cancer, TT).
3) Karsinoma sel skuamos
Karsinoma sel skuamos adalah tumor ganas yang terjadi
pada palpebra. Jarang terjadi, tetapi lebih agresif dari
karsinoma sel basal karena dapat bermetastasis ke kelenjar
limfe dan organ yang jauh. Biasanya terjadi pada daerah
yang terpajan sinar matahari dan lesi yang pernah terjadi
sebelumya. Gejalanya adalah adanya lesi dan masa yang
bewarna merah dan terbelah-belah. Ada beberapa staging
dari karsinoma sel skuamos menurut Americant Joint
Committee on Cancer (AJCC):
T: menjelaskan ukuran tumor primer dan N: menjelaskan ada atau tidak penyebaran
penyebarannya

ke kelenjar limfe

TX: tumor primer tidak bisa dinilai

NX: Kelenjar limfe regional tidak bisa

T0: tidak ada bukti adanya tumor primer

dinilai

Tis: karsinoma insitu

N0(c): tidak ada penyebaran ke kelenjar

T1: tumor berukuran < 5 mm, belum limfe regional berdasarkan pemeriksaan
menyebar ke bagian tarsal

radiologi

T2a: tumor berukuran 5-10 mm, sudah N0(p): tidak ada penyebaran ke kelenjar
menyebar ke bagian tarsal dan margo limfe regional berdasarkan pemeriksaan
palpebra

biopsi

T2b: tumor berukuran 10-20 mm, sudah N1: sudah menyebar ke kelenjar limfe
9

menyebar ke seluruh palpebra

regional

T3a: tumor berukuran > 20 mm, sudah M:


menyebar ke bagian bola mata
T3b:

tumor

sudah

menjelaskan

ada

atau

tidaknya

penyebaran ke organ yang lain

bisa

dilakukan M0: tidak ada penyebaran ke organ yang

enukleasi atau reseksi tulang

lain

T4: tumor sudah menyebar ke ekstra-orbita M1: ada penyebaran ke organ yang lain

Pengobatannya adalah dengan eksisi, jika tumor tidak


bisa

diangkat

maka

dilakukan

radioterapi.

Apabila

memungkinkan dilakukan tindakan pengangkatan tumor


dan rekonstruksi jaringan jika tumor sudah menyebar ke
bagian bola mata dan sinus (American Joint Committee on
Cancer, TT).
4) Hemangioma
Hemangioma adalah tumor jinak yang terjadi pada
palpebra karena pigmen yang berlebihan. Biasanya dapat
didiagnosis pada saat berumur 6 bulan, mengenai satu sisi
mata, lesi bewarna merah berada di palpebra superior.
Biasanya dengan proptosis pada 38% kasus, ada masa yang
rata. Komplikasi yang sering terjadi adalah gangguan visus,
ambliopia, anisometropia, dan strabismus. Pengobatannya
adalah dengan pemberian kortikosteroi salep, topikal, infus
sub tenon,

sistemik, injeksi interferon,terapi laser,

embolisasi selektif pada arteri, dan pembedahan (Oculist,


TT).
Secara histologik hemangioma dibedakan berdasarkan
besarnya pembuluh darah yang terlibat menjadi 3 jenis
yaitu: (Hamzah, 2005)
1. Hemangioma kapiler
Hemangioma kapiler pada anak (nevus vaskulosus,
strawberry nevus)
a.
granuloma piogenik
10

b.

cherry spot (ruby spot), angioma

senilis
2. Hemangioma kavernosum
a. hemangioma kavernosum (matang)
b. hemangioma keratotik
c. hemartoma vaskuler
3. Teleangiektasis
a. nevus flameus
b. angiokeratoma
c. spider angioma
Dari segi praktisnya, para ahli memakai sistem pembagian
sebagai berikut: (Hamzah, 2005)
1.
2.
3.

Hemangioma kapiler
Hemangioma kavernosum
Hemangioma campuran

Gambar 2.4 Hemangioma Kapiler (Mulliken, 1997).

Gambar : Hemangioma karvenosum


Tumor konjungtiva, yaitu tumor yang tumbuh pada lapisan
konjungtiva yang melapisi mata bagian depan
11

1) Nevus

Nevus adalah tumor jinak pada konjungtiva yang


disebabkan oleh pewarnaan yang berlebihan dari melanosit.
Biasanya terjadi pada saat lahir dan berkembang selama 2
dekade setelah kelahiran. Pada ras kaukasia, kasusnya
meningkat. Nevus hampir tidak mempunyai gejala.
Gejalanya adalah gangguan pada pertumbuhan pembuluh
darah, silau, gangguan penglihatan, dan bisa menyebabkan
ablasio retina. Nevus bisa menjadi bentuk ganas, sehingga
pemeriksaan rutin sangat diperlukan untuk mencegahnya.
Pada nevus tidak perlu dilakukan operasi, tetapi jika ada
alasan kosmetik maka boleh dilakukan tindakan eksisi
(Kanski, 2009).
2) Papilloma

Papilloma di konjungtiva terjadi karena infeksi Human


Papilloma Virus (HPV). Bisa terjadi pada semua umur,
biasanya terjadi pada orang yang berumur dibawah 20
tahun. Papilloma bisa bersifat jinak dan bersifat ganas.
Papiloma berdasarkan klinisnya bisa dibagi menjadi 2, yaitu
bentuk pedunkel dan bentuk sesil. Gejalanya bisa terjadi
pada satu atau dua mata, pada bentuk pedunkel biasanya
bilateral,

bisa

dengan

atau

tanpa

gangguan

visus.

Penatalaksanaan tergantung besar lesi, jika lesi kecil bisa


12

sembuh spontan, jika lesinya besar bisa dieksisi. Apabila


penyakitnya kambuh lagi, maka diberikan alpha-interferon
atau simetidin oral (Eyewiki org, TT).
3) Dermolipoma

Dermolipoma adalah tumor yang terjadi pada saat lahir,


lesinya

bisa

meluas

perkembangannya.

atau

Gejalanya

tidak

tergantung

asimptomatik,

bila

menimbulkan gejala dapat berupa kantus yang bewarna


merah jambu, lembut, dan dapat digerakkan, dan ada masa
di

subkonjungtiva.

Terjadi

pada

satu

sisi

mata

Pengobatannya adalah observasi dan tindakan operasi untuk


tujuan kosmetik (Kanski, 2009).
4) Granuloma piogenik

Granuloma

piogenik

adalah

tumor

jinak

pada

konjungtiva yang terjadi pada hemangioma yang tidak aktif.


Tidak ada pus, tidak ada giant sel. Bisa terjadi karena
trauma minor, kalazion yang parah, post operasi jaringan
granulasi. Adanya pedunkel yang bewarna merah, dan lesi
yang halus. Pengobatannya adalah kortikosteroid topikal
dan eksisi (Kanski, 2009).
5) Primary Acquired Melanosis (PAM)

13

Primary Acquired Melanosis (PAM) adalah peningkatan


pigmen kecoklatan pada konjungtiva dengan penimbunan
melanosit pada epitel. Penyebabnya tidak diketahui. Bisa
terjadi pada semua umur, pada PAM dengan atipia terjadi
pada orang yang berusia diatas 45 tahun. Gejalanya adalah
konjungtiva bewarna coklat, lesi datar yang ireguler di
konjungtiva.

Pengobatannya

adalah

tergantung

besar

lesinya, jika lesi kecil dilakukan eksisi, jika lesinya besar


dilakukan sitototerapi atau mitomisin topikal (Forsionusa
org, 2006).
6) Melanoma

Melanoma

adalah

kelainan

konjungtiva

sebagai

kelanjutan dari PAM dan nevus. Gejalanya adalah adanya


nodul bewarna hitam dan warna abu-abu, biasanya pada
limbus. Tumor yang tidak mempunyai pigmen melanin,
warna nodulnya merah jambu dan halus. Pengobatannya
adalah eksisi dan krioterapi (Forsionusa org, 2006).
7) Neoplasia intraepitel pada konjungtiva
Neoplasia intraepitel pada konjungtiva adalah tumor
ganas pada konjungtiva yang terjadi karena infeksi HPV
tipe 16, sinar UV, AIDS, dan xeroderma. Kasus terbanyak
terjadi pada pasien AIDS. Gejalanya adalah inflamasi
ringan, abnormal vaskularisasi, mata silau, masa yang
bewarna merah jambu . Pengobatannya adalah eksisi,
krioterapi atau kemoterapi topikal (Virasch, 2006).
14

8) Karsinoma sel skuamos

Karsinoma sel skuamos pada konjungtiva adalah tumor


ganas pada konjungtiva yang terjadi karena radisai sinar
UV, infeksi virus, dan faktor genetik. Biasanya gejalanya
lebih agresif pada

pasien HIV dan

pasien dengan

xeroderma. Gejalanya adalah lesi yang luas di dekat limbus,


bisa terjadi leukoplakia, jarang meluas ke sklera, warna
gelap pada daerah pigmentasi, invasi lokal dan bisa
bermetastase. Pengobatannya adalah eksisi lokal, krioterapi,
pada penyebaran yang luas bisa dilakukan terapi radiasi
(Virasch, 2006).
9) Kaposi sarkoma
Kaposi sarkoma adalah tumor ganas yang terjadi pada
konjungtiva (endotel pembuluh darah), bisa mengenai kulit,
membran

mukosa,

dan

organ

dalam

bola

mata.

Penyebabnya adalah infeksi HHV-8 dan AIDS. Gejalanya


adalah lesi besar yang bewarna merah, edem palpebra dan
edem konjungtiva, dan adanya nodul. Pengobatannya
adalah radioterapi atau eksisi (Virasch, 2006).
d. Tumor intraokuler yaitu tumor yang tumbuh di dalam bola mata.
1) Iris nevus

15

Iris nevus adalah tumor jinak berupa pigmen kecoklatan


yang melewati iris, bisa berupa daerah yang datar atau daerah
yang menonjol. Nevus yang terbentuk bisa satu atau banyak,
dan bisa menjadi nevus yang menyebar yang disebut CoganReese syndrome. Nevus bisa merusak margin pupil dan
merusak permukaan iris. Ada 6 hal yang membedakan iris
nevus dengan iris melanoma (Eye cancer org, TT):
(1) Ukurannya kurang dari 3 mm diameter iris
(2) Tebal, ukurannya kurang dari 1 mm diameter iris
(3) Tidak ada vaskularisasi permukaan
(4) Tidak ada katarak
(5) Tidak ada glaukoma sekunder
(6) Tidak berkembang menjadi ganas
Pada iris nevus tidak ada pengobatan, hanya dilakukan
observasi visus.
2) Iris melanoma

Iris melanoma adalah tumor jinak yang mengenai iris dan


mempunyai prosentase 5% dari melanoma uvea.

Rata-rata

terjadi pada usia 50-an dan pada orang kaukasia. Kejadiannya


tidak dipengaruhi oleh sinar UV dan faktor lingkungan. Iris
melanoma diawali dari penyakit nevus, adanya pigmen coklat
kehitaman di iris, bentuknya bervariasi dan tajam. Ukurannya
lebih dari 3 mm diameter iris, ada vaskularisasi permukaan,
bisa dengan penyakit penyerta, seperti katarak dan glaukoma.
Pengobatannya adalah iridektomi untuk tumor yang kecil,
iridosilektomi, radioterapi untuk tumor yang difus, jika tidak
cukup dengan radioterapi maka bisa dilakukan enukleasi (Eye
cancer org, TT).

16

3) Iris metastasis

Iris metastasis adalah gangguan pada iris karena metastasis


tumor dari tempat lain. Iris metastasis bisa bewarna merah
jambu, kekuningan, masa yang tumbuh dengan cepat dan bisa
dengan uveitis berupa hifema. Bentuk yang kecil dan banyak,
jarang dijumpai. Tidak ada pengobatan pada iris metastasis
(Kanski, 2009).
4) Iris xantogranuloma

Iris xantogranuloma adalah tumor jinak pada iris yang


jarang dijumpai. Penyebabnya tidak diketahui, melibatkan
proliferasi histiosit non-langerhans. Adanya lesi bewarna
kekuningan yang difus, bisa dengan hifema, uveitis anterior,
dan glaukoma. Pengobatannya dengan steroid topikal (Kanski,
2009).
e. Tumor retrobulber yaitu tumor yang tumbuh di belakang bola
mata.
1) Retinoblastoma

Retinoblastoma adalah tumor ganas pada retina yang


sering terjadi pada anak-anak.

Kasus retinoblastoma

meningkat dalam 60 tahun terakhir. Ada 1 kasus dari 15.000


17

kelahiran bayi. Dua ratus lima puluh sampai 350 kasus baru
setiap tahun terjadi di Amerika Serikat, dimana 90% kasus
terjadi pada anak dibawah 5 tahun. Retinoblastoma terjadi pada
sel multipoten, mutasi dari kromosom 13 yang berkembang
menjadi bagian dalam dan luar retina. Pada kasus baru,
retinoblastoma dapat didiagnosis pada saat anak berumur
dibawah 5 tahun. Pada anak dengan retinoblastoma bilateral
biasanya dapat didiagnosa rata-rata pada umur 13 sampai 15
bulan, sedangkan pada anak dengan retinoblastoma unilateral
biasanya dapat didiagnosa rata-rata pada umur 24 bulan. Tidak
ada predileksi jenis kelamin dan ras. Enam puluh persen kasus
terjadi pada bilateral, 40% kasus terjadi unilateral (Aventura
M, TT).
Tanda dan gejalanya adalah leukoria (reflek putih pada
pupil atu disebut reflek mata kucing) adalah tanda yang sering
terlihat pada retinoblastoma, yaitu 56,1% dari seluruh kasus
yang ada. Kemudian gejala yang lain adalah strabismus yang
terjadi karena gangguan visus, nistagmus (pergerakan bola
mata yang abnormal), heterekromia (perubahan warna iris),
dan proptosis (penonjolan bola mata) sering terjadi pada negara
tidak berkembang. Retinoblastoma juga bisa menyebabkan
perubahan sekunder pada mata, seperti glaukoma, ablasio
retina, dan inflamasi pada mata (pseudouveitis dan selulitis)
Aventura M, TT).
Pemeriksaan darah rutin, urinalisis, elektrolit, dan tes
fungsi

hati

(SGOT/SGPT)

sangat

berguna

untuk

menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Tes DNA (darah)


pada pasien dan orang tuanya untuk melihat faktor genetik.
Penilaian enzim pada akuos humor (Lactate Dehidrogenase
(LDH)), pada retinoblastoma enzim ini meningkat dan rasio
antara produksi akuos humor dan LDH adalah lebih besar dari
1. Computed Tomografi (CT-Scan) kepala dan mata bisa
dilakukan untuk melihat anatomi SSP dan nervus optikus serta
menilai kalsifikasi. Selain itu, Ultra Sonografi (USG) juga bisa
18

digunakan untuk menilai kalsifikasi. Pada pemeriksaan


imaging yang lain, MRI bisa digunakan untuk menilai derajat
retinoblastoma tetapi tidak spesifik seperti CT- Scan karena
kurang peka dalam mendeteksi kalsium. Foto rontgen bisa
dilakukan pada daerah yang tidak mempunyai fasilitas imaging
lain. Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan adalah pemeriksaan
imunohistopatologi untuk melihat sumber sel yang mengalami
ganguan dan pemeriksaan biopsi serta aspirasi tulang belakang
sebagai diagnosis awal untuk melihat sejauh mana penyebaran
tumor (Aventura M, TT).
Pengobatan pada

retinoblastoma

adalah

untuk

mengontrol tumor dan memperoleh penglihatan yang bisa


terlihat oleh penderita. Tindakan yang bisa dilakukan adalah
enukleasi (pengangkatan bola mata), radioterapi, potokoagulasi
(laser

treatment),

krioterapi

(freezing

treatment),

dan

kemoterapi (Aventura M, TT).


Prognosis pada penderita yang retinoblastoma unilateral
adalah bagus pada mata yang tidak terkena, sedangkan pada
penderita yang bilateral prognosisnya tergantung lokasi yang
terkena dan keefektivan pengobatan (Aventura M, TT).
2. Berdasarkan sifatnya tumor mata/orbita dikelompokkan sebagai berikut:
a. Tumor primer, biasanya tumor jinak pada orbita dengan gejalagejala seperti gangguan pergerakkan bola mata, gangguan
penglihatan, gangguan lapang pandangan, pembendungan darah
dalam orbita, adanya perubahan fundus mata.
Contoh: Hemangioma, Meningioma, Kista dermoid, Neurofibroma,
Sarkoma, Glioma saraf optik.
b. Tumor sekunder, adalah tumor yang berasal dari tempat-tempat
yang berhubungan dengan rongga orbita dan terjadi perluasan
tumor ke dalam rongga orbita misalnya dari sinus, rongga otak atau
kelopak mata.
Contoh: Basalioma Carsinoma
c. Tumor metastasis, Tumor tumor metastase mencapai orbita
melalui penyebaran hematogen, karena orbita tidak memiliki
saluran limfe. Metastase biasanya berasal dari payudara pada
19

wanita dan paru pada pria. Pada anak anak tumor metastase paling
sering terjadi adalah neuroblastoma, yang sering berkaitan dengan
pendarahan periokular spontan, sewaktu tumor yang tumbuh cepat
mengalami nekrois.
D. PATOFISIOLOGI
Tumor orbita dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk faktor
genetik yang diyakini ikut berpengaruh terhadap tumbuhnya tumor. Sebagian
besar tumor orbita pada anak-anak bersifat jinak dan karena perkembangan
abnormal. Tumor ganas pada anak-anak jarang, tetapi bila ada akan menyebabkan
pertumbuhan tumor yang cepat dan prognosisnya jelek.
Tumor Orbita meningkatkan volume intraokular dan mempengaruhi
massa. Meskipun massa secara histologis jinak, itu dapat mengganggu pada
struktur orbital atau yang berdekatan dengan mata. Dan bisa juga dianggap ganas
apabila mengenai struktur anatomis. Ketajaman visual atau kompromi lapangan,
diplopia, gangguan motilitas luar mata, atau kelainan pupil dapat terjadi dari
invasi atau kompresi isi intraorbital sekunder untuk tumor padat atau perdarahan.
Tidak berfungsinya katup mata atau disfungsi kelenjar lakrimal dapat
menyebabkan keratopati eksposur, keratitis, dan penipisan kornea.
Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan metastasis dengan invasi
tumor melalui nervus optikus ke otak, melalui sklera ke jaringan orbita dan sinus
paranasal, dan metastasis jauh ke sumsum tulang melalui pembuluh darah. Pada
fundus terlihat bercak kuning mengkilat, dapat menonjol ke dalam badan kaca. Di
permukaan terdapat neovaskularisasi dan pendarahan. Warna iris tidak normal.
E. MANIFESTASI KLINIS
Nyeri orbital
Jelas pada tumor ganas yang tumbuh cepat, namun juga merupakan

gambaran khas 'pseudotumor' jinak dan fistula karotid-kavernosa.


Proptosis
Pergeseran bola mata kedepan adalah gambaran yang sering dijumpai,
berjalan bertahap dan tak nyeri dalam beberapa bulan atau tahun (tumor jinak)

atau cepat (lesi ganas).


Arah bola mata tidak lurus kedepan
Turunnya penglihatan sampai buta
Penglihatan terganggu akibat terkenanya saraf optik atau retina, atau tak
langsung akibat kerusakan vaskuler.
Penglihatan ganda
20

Mata merah
Pembengkakan kelopak atau terlihatnya massa tumor.
Mungkin jelas pada pseudotumor, eksoftalmos endokrin atau fistula karotid

kavernosa.
Palpasi
Bisa menunjukkan massa yang menyebabkan distorsi kelopak atau bola mata,

terutama dengan tumor kelenjar lakrimal atau dengan mukosel.


Pulsasi
Menunjukkan lesi vaskuler; fistula karotidkavernosa atau malformasi

arteriovenosa, dengarkan adanya bruit.


Gerak mata
Sering terbatas oleh sebab mekanis, namun bila nyata, mungkin akibat
oftalmoplegia endokrin atau dari lesi saraf III, IV, dan VI pada fisura orbital
(misalnya sindroma Tolosa Hunt) atau sinus kavernosus.

F. KOMPLIKASI
1. Glaukoma, adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal atau
lebih tinggi dari pada normal yang mengakibatkan kerusakan saraf penglihatan
dan kebutaan.
2. Keratitis ulseratif, yang lebih dikenal sebagai ulserasi kornea yaitu terdapatnya destruksi
(kerusakan) pada bagian epitel kornea. Keratitis merupakan kelainan akibat
terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea
menjadi keruh.
G. DIAGNOSIS
Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan diagnosa antara lain
(Ilyas, 2012):
1. Pemeriksaan Primer
Plain film radiography digunakan dalam mengevaluasi pasien-pasien
dengan kelainan orbita. Begitu juga Computed Tomography (CT) bermanfaat
untuk memepelajari anatonomi dan penilaian dari tulang. Magnetic
Resonance Imaging (MRI) sangar efektif dalam menilai perubahan jaringan
lunak, khususnya lesi-lesi yang mempengaruhi nervus optikus atau struktur
intrakranial. Ultrasonography (USG) dapat sangat membantu dalam
beberapa kasus.
2. Pemeriksaan Sekunder
Pemeriksaan ini dilakukan atas indikasi yang spesifik meliputi venography
dan arteriography. Tujuan pemeriksaan ini untuk melihat besar tumor yang
mengakibatkan bergesernya pembuluh darah disekitar tumor, adanye
pembuluh darah dalam tumor.
21

3. Pemeriksaan Patologi
Diagnosa pasti dari kebanyakan lesi-lesi orbita tidak dapat dibuat tanpa
pemeriksaan histopatologi dimana dapat berupa fine needle aspiration
biopsy(FNAB, Incisional biopsy, excisional biopsy.
Pemeriksaan radiologik : untuk melihat ukuran rongga orbita, terjadinya
kerusakan tulang, terdapat perkapuran pada tumor dan kelainan foramen
optik.
4. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium Penetapan jenis tumor sangat penting dan ini
dicari dengan berbagai jalan dan sedapat mungkin menghindar pembedahan.
Pada mata, pembedaan sering merupakan suatu tindakan eksploratif. Hal ini
disebabkan sukarnya atau belum didapatnya diagnosa jenis tumor. Untuk
menghindari

pembedahan

eksploratif

ini

dilakukan

pemeriksaan

laboratorium seperti tumor mareker, immunologi. Pemeriksaan laboratorium


juga dilakuakan dalam rangka menyeleksi abnormalitas fungsi tiroid dan
penyakit penyakit lainnya.
H. PENATALAKSANAAN
Terapi medis disesuaikan dengan diagnosis yang diperoleh dengan biopsi atau
eksisi. Situasi tertentu tidak memerlukan biopsi atau eksisi untuk memulai
perawatan. Kondisi seperti selulitis orbita sering diperlukan secara medis dengan
berbagai atimikro agen. Intervensi badah diperlukan jika tidak ada respon terhadap
pengobatan atau memburuk klinis terbukti pada pemeriksaan. Pseudotumor
biasanya ditangani secara medis dengan steroid sistemik. Hemangioma kapiler
juga dapat diobati dengan non surgical, seperti suntikan steroid. Pengobatan yang
diberikan pada tumor tidaklah sama, tergantung dari jenis tumor dan stadium saat
tumor ditemukan.
Terdapat lima surgical space dalam cavum orbita yaitu :
1. Subperiorbital surgical space (subperiosteral)%, antara tulang dan
periorbita.
2. Extraconal surgical space (peripheral), terletak antara periorbita dan muscle
cone.
3. Intraconal surgical space (central), terletak didalam musclle cone.
4. Episcleral seruang intrakranial surgical space (sub teon) teletak antara
kapsul tenon dan bola mata.
5. Subarachnoid surgical space, terletak antara nervur optus dan nerve sheath.

22

Insisi untuk mencapai surgical space tersebut melalui orbitotomi anterior dan
orbitotomi lateral. Lesi orbita dapat meliputi lebih dari satu ruang sehingga
membutuhkan

kombinasi

dari

beberapa

pendekatan.

Ekssentrasi

dapat

dipertimbangkan di dalam penanganan tumor yang meluas dari sinus, wajah,


palpebra, konjungtiva atau runag intrakranial.
Apabila terjadi eksisi atau pembedahan, akan dilakukan perawatan di rumah
sakit, yaitu :
1. Tirah baring dan aktivitas dibatasi agar pasien tidak mengalami komplikasi
pada bagian tubuh lain. tirah baring dilaksanakan kurang lebih 5 hari setelah
operasi atau tergantung pada kebutuhan klien.
2. Bila kedua mata dibalut, perlu bantuan orang lain dalam memenuhi
kebutuhannya untuk mencegah cidera.
3. Jika terdapat gelombang udara di dalam mata, posisi yang dianjurkan harus
dipertahannkan sehingga gas mampu memberikan tamponade yang efektif
pada robekan retina.
4. Pasien tidak boleh terbaring telungkup.
5. Dilatasi pupil harus dipertahankan untuk mempermudah pemeriksaan paska
operasi (atropin).
IV. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN NEOPLASMA MATA/TUMOR ORBITA
A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan.
Oleh karena letaknya yang tertutup rapat, maka sulit menemukan tumor orbita
pada stadium dini. Gejala yang paling sering ditujukan oleh tumor dibelakang bola
mata adalah terdorongnya mata keluar sehingga tampak menonjol (proptosis).
Proptosis tidak selalu disebabkan oleh adanya tumor mata, tetapi dapat disebabkan
oleh penyakit lain, misalnya proses inflamasi atau kelainan pembuluh darah.
Proptosis dapat mengindikasikan lokasi massa. Axial displacement disebabkan
oleh lesi-lesi retrobulbar seperti hemagioma, glioma, menigioma, metastase,
arterivena malformasi dan lesi lainnya di dalam muscle cone. Non axial
displacement disebabkan oleh lesi lesi yang terletak di luar muscle cone.
Superior displacement disebabkan oleh tumor sinus maxillaris yang mendesak
lantai orbita dan mendorong bola mata keatas. Inferomedial displacement dapat
dihasilkan dari kista dermoid dan tumor tumor kelenjar lakrimal. Nyeri juga
23

dapat dikeluhkan oleh penderita yang merupakan gejala dari invasi karsinoma
nasofagerial atau lesi lesi matastatik.
Untuk pemeriksaan klinis secara lengkap diperlukan tahap tahap
pemeriksaan sebagai berikut :
1. Tahap Pemeriksaan Medis
Tahap pemeriksaan dibagi 3 yaitu :
1) Riwayat penyakit
Riwayat penyakit dalam membantu menduga penyebab
proptosis. Hal ini penting karena proptosis dapat disebabkan oleh ateri
vena malformasi, penyakit infeksi, tiroid dan tumor.
Untuk dapat membedakan ke empat penyakit penyakit yang
disebutkan diatas dapat dibuat anamnesis :
1. Arteri vena malformasi : adanya riwayat trauma dan
penambahan

proptosis

bila

penderita

dalam

posisi

membungkuk.
2. Penyakit infeksi : proptosis terjadinya secara tiba-tiba, adanya
tanda-tanda infeksi lainnya seperti panas badan yang
meningkat dan adanya riwayat penyakit sinusitis atau abses
gigi.
3. Penyakit tiroid : adanya tanda-tanda penyakit tiroid seperti
tremor, gelisah yang berlebihan, berkeringat banyak dan
adanya penglihatan ganda.
Bila dari pernyataan pernyataan ini tidak dapat dijawab,
maka riwayat penyakit bisa diarahkan ke penyakit tumor dan
dapat dilanjutkan dengan pencarian perkiraan jenis tumor.
4. Tumor Retrobulbar
Lama terjadinya proptosis, karena umumnya proptosis
dapat terjadi lebih pada tumor jinak, sedangkan tumor
ganas proptosi terjadi lebih cepat.
Umur penderita saat terjadinya tumor, karena umur
dapat menentukan jenis tumor yaitu tumor anak anak
dan tumor dewasa.
Tajam penglihatan penderita yang menurun bersamaan
dengan terjadinya proptosis, dapat diduga tumor terletak
di daerah apeks, atau saraf optik, sedangkan bila tidak
bersamaan dengan terjadinya proptosis kemungkinan
letak tumor diluar daerah ini.
24

Adanya tanda tanda klinis lain tumor ganas seperti rasa


sakit, atau berat badan menurun.
Riwayat penyakit keganasan di organ lain, karena
kemungkinan tumor diorbita merupakan metastasis.
2) Pemeriksaan mata
Pemeriksaan mata secara teliti sangant diperlukan antara lain :
a. Penilaian penglihatan (visus)
b. Penilaian struktur palpebra
c. Pengamatan terhadap perubahan orbita seperti proptosis,
palpasi massa atau pulsasi.
d. Penilaian pergerakan dan posisi bola mata.
e. Penilaian permukaan bola mata dan konjungtiva, tekanan
bola matan dan kondisi bagian bola mata khususnya nervus
optikus.
3) Pemeriksaan orbita
Pengukuran proptosis : untuk mengetahui adanya derajat
proptosis dengan memperbadingkan ukuran kedua mata. Nilai
penonjolan mata normal antara 12 20 mm dan beda
penonjolan kedua mata tidak melebihi 2 mm. Bila penonjolan
bola mata lebih dari 20 mm atau beda kedua mata lebih dari 3
mm ini merupakan keadaan patologi. Pengukuran dapat

dilakukan dengan Hertel eksoftalmometer.


Posisi proptosis : diperlukan karena letak dari tumor akan
sesuai dengan macam jaringan yang berada di orbita. Ada dua
arah proptosis yang harus diperhatikan yaitu sentrik dan
eksentrik. Proptosis sentrik disebabkan oleh tumor yang berada
di konus. Kemungkinan jenis tumornya adalah glioma,
maningioma atau hemangioma. Proptesis ekstresik harus dilihat
dari arah terdorongnya bola mata untuk menduga kira kira
jenis tumornya, misalnya : arah inferemedial disebabkan oleh
tumor yang berasal dari kelenjar lakrimal atau kista dermoid.
Arah inferetemporal disebabkan oleh tumor dermoid, mukokel
sinus etmoid atau sinus frontal atau meningkokel. Arah superior

disebabkan oleh tumor berasal dari antrum maksila.


Proptosis bilateral atau uniteral : bisa membantu dalam
memperkirakan jenis tumor.

25

Palpasi : pada atumor yang teraba sebaiknya dinilai


konsistensinya kistik atau solid, pergerakan dari dasar, adanya
rasa sakit pada penekanan dan halus dan benjolannya
permukaan tumor. Dapat memperkirakan terdapatnya massa
pada anterior orbita, khususnya pembesaran kelenjar lakrimal.
Peningkatan tahanan retrobulbar merupakan abnormalitas yang
spesifik. Dapat oleh karena tumor retrobulbar merupakan

abnormalitas yang difus seperti pada Thyroid


Assosiated Orbytopathy (TAO). Sebaiknya dilakukan palpasi

kelenjar limfatik regional.


Auskultasi : auskultasi dengan stetoskop terhadap bola mata
atau tulang mastoid untuk mendeteksi adanya bruit pada kasus
kasus fistula kavernosa carotid.

Pengkajian Keperawatan
a. Pengkajian Identitas Klien
b. Pengkajian Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan sekarang
c. Pemeriksaan Penunjang
Pengkajian 11 Fungsional Gordon
1. Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Tanyakan persepsi klien terhadap penyakitnya
Tanyakan tentang penggunaan obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid,
klorokuin , klorpromazin, ergotamine, pilokarpin)
Tanyakan tentang penggunaan alcohol, dan tembakau
2. Pola nutrisi metabolik
Tanyakan kebiasaan makanan yang dikonsumsi klien, apakah klien
sebelumnya jarang mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin A,
dan vitamin E
3. Pola eliminasi
Tanyakan bagaimana pola BAB dan karakteristiknya
Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin
Adakah masalah dalam proses miksi, adakah penggunaan alat bantu untuk
miksi
4. Pola aktivitas latihan
26

Perubahan

aktivitas

biasanya/hobi

sehubungan

dengan

gangguan

penglihatan
5. Pola istirahat - tidur
Tanyakan apakah terjadi masalah istirahat/tidur yang berhubungan dengan

gangguan penglihatan (seperti: pusing)


Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah merasa segar atau

tidak?
6. Pola kognitif - persepsi
Apakah klien mengalami kesulitan saat membaca
Apakah menggunakan alat bantu melihat
Bagaimana visus
Apakah ada keluhan pusing dan bagaimana gambarannya
7. Pola persepsi dan sensori
Bagaimana klien menggambarkan dirinya
Apakah sering merasa marah, cemas, takut, depresi, karena terjadi
perubahan dalam penglihatan.
8. Pola peran dan hubunagn
apa pekerjaan klien
Tanyakan tentang system pendukung dalam kehidupan klien seperti:

pasangan, teman.
Tanyakan apakah ada masalah keluarga berkenaan dengan perawatan

penyakit klien
9. Pola seksualitas - reproduksi
Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan penyakitnya
Tanyakan apakah klien mengalami kesulitan/perubahan dalam pemunuhan
kebutuhan seks
10. Pola koping dan toleransi stres
apakah ada perubahan besar dalam kehidupan dalam beberapa tahun
terakhir
apa yang dilakukan klien dalam menghadapi masalah dan apakah tindakan
tersebut efektif untuk mengatasi masalah tersebut atau tidak
Apakah ada orang lain tempat berbagi dan apakah orang tersebut ada
sampai sekarang
Apakah ada penggunaan obat untuk penghilang stress
11. Pola keyakinan-nilai
Tanyakan apakah ada pengaruh agama dalam kehidupan
Tanyakan apakah ada pantangan keagamaan
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan tumor orbita antara lain:

27

1. Gangguan persepsi sensori (visual) berhubungan dengan perubahan


penerimaan, transmisi, atau integritasi sensori.
2. Nyeri akut yang berhubungan dengan factor-faktor fisik, biologis, atau
kimia
3. Risiko infeksi yang berhubungan dengan faktor eksternal
4. Risiko cedera yang berhubungan dengan defisit sensori atau motorik
5. Ketidakefektivan koping individu yang berhubungan dengan krisis
situasional
6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan.
7. Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasional
8. Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan kurang pajanan.

C. INTERVENSI (Taylor, 2010 berdasarkan Taksonomi II NANDA)


1) GANGGUAN PERSEPSI SENSORI (VISUAL) berhubungan dengan
perubahan penerimaan, transmisi, atau integritasi sensori.
a. Definisi
Perubahan karakteristik stimulus visual.
b. Batasan karakteristik
Perubahan konseptualisasi
Marah
Ansietas
Apati atau pasif
Perubahan pola perilaku
Perubahan kemampuan mengatasi masalah
Perubahan respons terhadap stimulasi visual
Bukti klinis gangguan (penurunan) kemampuan penglihatan
Depresi
Disorientasi terhadap waktu, tempat, dan orang
Distraksibilitas
Gelisah
Distorsi penglihatan
c. Hasil yang diharapkan
Pasien mendiskusikan dampak kehilangan penglihatan terhadap
gaya hidup. (1)
Pasien mengungkapkan

perasaan

aman,

nyaman,

dan

terlindungi. (2, 3, 4, 5, 6, 9, 10, 11, 12)


Pasien mempertahankan orientasi terhadap orang, tempat, dan
waktu. (7, 8, 9, 10)
Pasien menunjukkan perhatian terhadap lingkungan eksternal.
(7, 8)
Pasien mendapatkan kembali fungsi penglihatannya. (13, 14)
28

Pasien

mengompensasi

kehilangan

penglihatan

dengan

menggunakan peralatan adaptif. (7, 15)


Pasien merencanakan untuk menggunakan sumber-sumber yang
tepat. (16)
*Catatan: Nomor setiap hasil akhir sesuai dengan nomor intervensi.
d. Intervensi dan rasional
1. Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang
kehilangan penglihatan, seperti dampaknya terhadap gaya hidup.
Sampaikan keinginan untuk mendengarkan, tetapi jangan memaksa
pasien untuk berbicara. Dengan memberikan kesempatan pasien
untuk mengatakan ketakutannnya, pasien dapat melakukan koping
terhadap kehilangan penglihatan.
2. Sediakan lingkungan yang aman dengan menyingkirkan furnitur
yang berlebihan di ruangan pasien. Orientasikan pasien pada
ruangan. Tunjukkan kepada pasien cara menggunakan lampu
panggilan. Dengan mengorientasikan pasien pada keadaan sekitar
dapat mengurangi risiko keamanan.
3. Bila pasien buta pada saat masuk rumah sakit, berikan kesempatan
kepada pasien untuk secara langsung menata ruangannya; temani
pasien berjalan ke kamar mandi dan area penting lainnya sampai ia
terbiasa dengan lingkungan. Bila pasien mempunyai anjing
pemandu, atur kebutuhan makan, aktivitas fisik, dan eliminasi bagi
anjingnya. Dengan memperhatikan tingkat kemandirian pasien
pada tingkat optimal akan tumbuh rasa kontrol pasien.
4. Lakukan modifikasi lingkungan untuk memaksimalkan penglihatan
yang dimiliki pasien. Contoh pada pasien hemianopsia, tempatkan
pasien di ruangan untuk memaksimalkan medan penglihatan, dekati
ia dari sudut penglihatan terbaiknya, ingatkan ia untuk mengamati
lingkungan untuk mendapatkan isyarat visual, dan letakkan benda
dalam lapang pandangnya. Memodifikasi lingkungan dapat
membantu pasien memenuhi kebutuhan perawatan diri.
5. Bila pasien mengalami diplopia, tutup satu mata untuk memperbaiki
penglihatan ganda.
6. Selalu perkenalkan diri Anda atau beritahu keberadaan Anda saat
memasuki ruangan pasien; beritahu pasien saat Anda meninggalkan
29

ruangannya untuk membantu orientasi realitas dan menunjukkan


respek.
7. Berikan stimulasi sensori dengan memberikan stimulus taktil,
auditorius, dan gustatorius untuk membantu mengompensasi
kehilangan penglihatan. Dapatkan buku dengan tulisan besar-besar,
rekaman bacaan buku, audiotape, atau radio, sesuai keinginan
pasien. Stimulasi sensori nonvisual dapat membantu pasien
menyesuaikan kehilangan penglihatan.
8. Berikan orientasi realitas bila pasien mengalami kebingungan atau
disorientasi agar interaksi pasien-staf menjadi lebih efisien.
9. Berikan penjelasan secara jelas dan singkat tentang prosedur dan
lainnya kepada pasien. Hindari informasi yang berlebihan. Saat
berbicara dengan pasien, eja kata dengan jelas, perlahan, dan dalam
suara

biasa.

Pasien

yang

memiliki

pengetahuan

dapat

berpartisipasi lebih baik dalam penanganan.


10. Anjurkan anggota keluarga dan teman-teman pasien untuk
mengunjungi pasien dan membawa benda yang familier yang dapat
ditinggal bersama pasien. Adanya benda yang familier dapat
membantu pasien dalam orientasi realitas.
11. Yakinkan bahwa personel perawatan mengetahui pasien mengalami
kehilangan penglihatan. Catat informasi pada sampul lembar
catatan pasien atau ditempatkan di ruang pasien. Asuhan
keperawatan dapat ditinggalkan bila anggota staf mengetahui
pasien mengalami kehilangan penglihatan.
12. Segera berespon terhadap lampu panggilan pasien secepat mungkin.
Pertahankan kontinuitas dengan menugaskan anggota staf yang
sama untuk merawat pasien, bila memungkinkan. Tindakan ini
membantu mengurangi ketakutan pasien.
13. Bila pasien telah menjalani pembedahan mata, berikan perawatan
yang tepat, sesuai indikasi. Ketahui dan batasi aktivitas yang dapat
meningkatkan tekanan intraokuler, seperti berjongkok, bersujud,
mengambil atau menaruh pispot, batuk, atau muntah. Usaha
menghindari aktivitas pasca operasi yang meningkatkan tekanan
intraokuler dapat membantu mengurangi komplikasi.

30

14. Berikan dan pantau keefektifan obat yang diprogramkan. Laporkan


semua efek merugikan. Pengobatan dapat membantu menurunkan
nyeri dan mengontrol proses penyakit.
15. Berikan pendidikan kesehatan kepada pasien tentang metode
alternatif untuk melakukan koping terhadap kehilangan penglihatan;
perawatan peralatan adaptif seperti kaca mata, kaca pembesar, lensa
kontak, dan mata tiruan; dan pemberian obat tetes mata dan
informasi obat tetes mata, meliputi nama, dosis, efek terapeutik, dan
efek merugikan. Pasien yang memiliki pengetahuan dapat
melakukan koping terhadap kehilangan penglihatan secara lebih
baik.
16. Rujuk pasien ke sumber komunitas yang sesuai untuk membantu
pasien dan anggota keluarga atau pasangan beradaptasi terhadap
kehilangan penglihatancontoh, agen komunitas atau kelompok
pendukung. Dukungan pasca pemulangan dapat membantu pasien
dan anggota keluarga atau pasangan untuk melakukan koping
secara lebih baik terhadap kehilangan penglihatan pasien.
2) NYERI AKUT yang berhubungan dengan factor-faktor fisik, biologis,
atau kimia
a. Definisi
Sensasi tidak nyaman subjektif yang dihasilkan dari interaksi saraf
sensori multipel yang dibangkitkan oleh stimuli fisik,kimia, biologis
atau psikologis.
b. Batasan karakteristik

Perubahan tonus otot (dari lemah sampi keras)


Respons otonomik tidak terlihat pada nyeri kronis stabil
(diaphoresis, perubahan tekanan, dan denyut nadi, pupil terdilatasi,

dan peningkatan atau penurunan kecepatan pernapasan)


Perilaku pedistraksi, seperti merintih, manangis, dan mencari orang

atau aktivitas lain.


Topeng wajah nyeri, yang ditandai dengan mata kurang bersinar,

terlihat kusut, gerakan sulit atau tidak karuan, atau mengernyit.


Perilaku berhati-hati atau melindungi, seperti menyokong satu

bagian tubuh.
Focus menyempit, meliputi perubahan persepsi terhadap waktu,
menarik diri dari kontak sosial, dan gangguan proses piker.
31

Pasien melaporkan nyeri (verbal atau dengan perilaku)


Berfokus pada diri sendiri.

c. Hasil yang diharapkan

Pasien menjelaskan kadar dan karakteristik nyeri.(1,2,3,4,5)


Pasien menilai nyeri dengan menggunakan skala 1 sampai 10.(3,4)
Pasien menjelaskan factor-faktor yang mengintensifkan nyeri.(1)
Pasien mencoba metode nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri.

(7,9,10)
Pasien mengungkapkan perasaan nyaman berkurangnya nyeri.

(1,2,3,4,5,6,7,8,9,10)
Pasien menjelaskan intervensi yang tepat untuk mengurangi nyeri.
(9.10)

*Catatan: Nomor setiap hasil akhir sesuai dengan nomor intervensi.


d. Intervensi dan rasional
1. Kaji jenis dan tingkat nyeri pasien
Tentukan apakah nyerinya kronis atau akut. Selain itu, kaji factor
yang

dapat

menguranginatau

memperberat;

lokasi,durasi,intensitas dan karakteristik nyeri;dan tanda-tanda


dan gejala psikologis. Pengkajian berkelanjutan membantu
meyakinkan bahwa penanganan dapat memenuhi kebutuhan
pasien dalam mengurangi nyeri. Dokumentasikan responspasien
terhadap pertanyaan anda dengan bahasanya sendiri untuk
menghindari interpetasi subjektif.
2. Yakinkan bahwa komunikasi verbal dan nonverbal anda dengan
pasien adalah positif dan mendukung. Pasien yang mengalami
nyeri sensitive untuk menjadi terhakimi. Pesan negative (baik
verbal maupun nonverbal) akan mengganggu komunikasi
terbuka.
3. Minta pasien untuk menggunakan sebuah skala 1-10 untuk
menjelaskan tingkat nyerinya ( dengan nilai 10 untuk
menandakan tingkat nyeri paling berat) untuk memfasilitasi
pengkajian yang akurat tentang tingkat nyeri pasien.
4. Berikan
obat
yang
dianjurkan
untuk
mengurangi
nyeri,bergantung pada gambaran nyeri pasien. Pantau adanya
reaksi yang tidak diinginkan terhadap obat. Sekitar 30-40 menit

32

setelah pemberian obat, minta pasien untuk menilai kembali


nyerinya dengan skala 1-10 untuk menentukan keefektifan obat.
5. Atur periode istirahat tanpa terganggu. Tindakan ini
meningakatkan kesehatan,kesejahteraan, dan peningkatan tingkat
energy,yang penting untuk pengrangan nyeri.
6. Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang nyaman, dan
gunakan bantal untuk membebat atau menyokong daerah yang
sakit, bila diperlukan, untuk menurunkan ketegangan atau
spasme otot dan untuk mendistribusikan kembali tekanan pada
bagian tubuh.
7. Pada saat tingkat

nyeri

pasien

tidak

terlalu

kentara,

implementasikan teknik mengendalikan nyeri alternative. Teknik


nonfarmakologis pengurangan nyeri pasien berada pada tingkat
yang dapat ditoleransi.
a. Gunakan teknik panas dan dingin sesuai anjuran
(sebutkan) untuk meminimalkan atau mengurangi nyeri
b. Lakukan tindakan kenyamanan untuk meningkatkan
relaksasi. Tindakan tersebut

mengurangi ketegangan

atau spasme otot, mendistribusikan kembali tekanan


pada bagian tubuh,dan membantu pasien memfokuskan
pada subjek pengurangan nyeri.
c. Rencanakan aktivitas distraksi bersama pasien seperti
membaca, membuat kerajinan,menonton televise, atau
melakukan

kunjungan

untuk

membantunya

memfokuskan pada masalah yang tidak berhubungan


dengan nyeri.
d. Berikan informasi kepada pasien untuk membantu
meningkatkan toleransi terhadap nyeri-contoh, alasan
nyeri dan lamanya nyeri berakhir. Tindakan ini dapat
mendidik pasien dan mendorongnya untuk mencoba
tindakn pengurangan nyeri alternative.
8. Lanjutkan untuk memberikan obat yang dianjurkan sesuai
indikasi untuk meyakinkan pengurangan nyeri yang adekuat.
9. Anjurkan pasien untukmenggunakan aktivitas pengalihan atau
rekreasional dan tindakan pengurangan nyeri noninvasive untuk
meningkatkan kualitas hidupnya.
33

10. Ciptakan suatu rencana penatalaksanaan nyeri untuk pasien.


Jelaskan rencana kepadanya dan berikan salinan tertulis untuk
memberikan penguatan dan meningkatkan ketaatan terhadap
rencana.
3) RISIKO INFEKSI yang berhubungan dengan faktor eksternal
a. Definisi
Adanya bahaya internal atau eksternal yang mengancam kesejahteraan
fisik.
b. Faktor risiko
Masuk ke rumah sakit
Usia (risiko tinggi pada usia di atas 65 tahun)
Kemoterapi
Hemodialisis
Dirawat di rumah sakit lebih dari 1 bulan
Imobilitas
Kateter urine menetap
Prosedur pemantauan invasif
Kateter IV
Obesitas
Terapi antibiotik profilaksis
Penanganan respirasi ( slang endotrakeal atau trakeostomi,
humidifier atau nebulizer, ventilator )
Terapi steroid
Prosedur beda
c. Hasil yang diharapkan
Suhu tetap dalam rentang normal. (1,2)
Hitung SDP dan hitung diferensial SDP tetap dalam rentang

normal. (3)
Tidak ada patogen yang terlibat dalam kultur. (4)
Pasien memperthankan kepribadian dan higiene perorangan

yang baik. (5,6,8)


Sekresi pernapasan bersih dan tidak berbau. (9,12,13,15)
Urine tetap berwarna kuning jernih, tidak berbau, tidak ada

endapan. (9)
Pasien tidak memperlihatkan adanya bukti diare (7)
Luka dan insisi terlihat bersih, merah muda, dan bebas dari

drainase purulen. (9)


Tempat masuk IV tidak memperlihatkan tanda-tanda inflamasi.

(9,10,11)
Pasien tidak memperlihatkan adanya bukti gangguan kulit. (14)
34

Pasien minum cairan ... ml dan mengonsumsi protein setiap

hari. (16,17)
Pasien menyatakan faktor risiko infeksi. (19)
Pasien mengidentifikasi tanda-tanda dan gejala infeksi. (19)
Pasien tetap terbebas dari infeksi. (1 sampai 19)

*Catatan: Nomor setiap hasil akhir sesuai dengan nomor intervensi.


d. Intervensi dan rasional
1. Minimalkan risiko infeksi pasien dengan :
a. Mencuci tangan sebelum dan setelah memberikan
perawatan. Mencuci tangan adalah satu-satunya cara
terbaik untuk mencegah penularan patogen.
b. Menggunakan sarung tangan untuk mempertahankan
asepsis pada saat memberikan perawatan langsung.
Sarung tangan dapat melindungi tangan pada saat
memegang luka yang dibalut atau melakukan berbagai
tindakan.
2. Pantau suhu minimal setiap 4 jam dan catat pada kertas grafik.
Laporkan evaluasi segera. Suhu yang terus meningkat setelah
pembedahan dapat merupakan tanda awitan komplikasi
pulmonal, infeksi luka atau dehisens, infeksi saluran kemih atau
tromboflebitis.
3. Pantau hitung SDP, sesuai program. Laporkan peningkatan atau
penurunannya. Peningkatan SDP total mengindikasikan infeksi.
Penurunan SDP yang jelas dapat mengindikasikan penurunan
produksi SDP akibat debilitas ekstrem atau kekurangan vitamin
dan asam amino yang berat. Semua kerusakan sumsung tulang
dapat menekan pembentukan SDP.
4. Lakukan kultur urine, sekresi pernapasan, drainase luka, atau
darah sesuai dengan kebijakan rumah sakit dan program dari
dokter. Tindakan ini dapat mengidentifikasi patogen dan
menjadi pedoman terapi antibiotik.
5. Bantu pasien mencuci tangan sebelum dan sesudah makan dan
setelah dari kamar mandi, menggunakan pispot atau urinal.
Mencuci tangan mencegah penyebaran patogen terhadap objek
dan makana lain.
6. Bantu pasien bila memungkinkan untuk meyakinkan bahwa
area perianal bersih setelah eliminasi. Membersihkan area
35

perianal dengan menyeka dari area yang sedikit kontiminasinya


(meatus urinarius) ke area yang terbanyak kontaminasinya
(anus) membantu mencegah infeksi genitourinaria.
7. Ajarkan kepada pasien untuk melaporkan insiden feses cair atau
diare. Informasikan kepada dokter segera. Feses cair atau diare
dapat mengindikasikan perlunya menghentikan atau mengganti
terapi

antibiotik.

Tanda-tanda

tersebut

daat

juga

mengindikasikan perlunya uji Clostridium difficile.


8. Lakukan higeine mulut pasien setiap 4 jam untuk mencegah
kolonisasi bakteri dan menurunkan risiko infeksi yang
diturunkan. Penyakit dan malnutrisi dapat menurunkan
kelembapan membran mukosa mulut dan bibir.
9. Gunakan teknik aseptik yang ketat pada saat mengisap saluran
napas bagian bawah, memasukkan kateter urine menetap,
memasukkan kateter urine menetap, memasukkan kateter IV,
dan

memberikan

perawatan

luka

untuk

menghindari

penyebaran patogen.
10. Ganti slang IV dan berikan perawatan daerah pemasukan setiap
24 sampai 48 jam atau sesuai kebijakan yang diterapkan di
rumah sakit untuk membantu mencegah patogen masuk ke
dalam tubuh.
11. Putar tempat masuk IV setiap 48 sampai 72 jam atau sesuai
kebijakan yang diterapkan di rumah sakit untuk mengurangi
kemungkinan infeksi pada tempat masuk individual.
12. Minta pasien batuk dan napas dalam setiap 4 jam setelah
pembedahan untuk membantu menghilangkan sekresi dan
mencegah komplikasi paru.
13. Berikan tisu dan kantong sampah untuk pengeluaran sputum.
Pembuangan yang baik dapat mendorong pengeluaran;
pembuangan yang sehat meurunkan penyebaran infeksi.
14. Bantu pasien miring setiap 2 jam. Berikan perawatan kulit,
khususnya di atas penonjolan tulang, untuk membantu
mencegah statis vena dan kerusakan kulit.
15. Gunakan air steril untuk humidifikasi atau nebulisasi oksigen.
Tindakan ini mencegah kekeringan dan iritasi mukosa saluran

36

pernapasan, gangguan pergerakan silia, dan penebalan sekresi


dalam saluran pernapasan
16. Anjurkan asupan cairan 3 sampai 4 liter setiap hari, bila tidak
dikontraindikasikan, untuk membantu menipiskan sekresi
mukosa.
17. Yakinkan asupan nutrisi yang adekuat. Tawarkan suplemen
tinggi protein bila tidak dikontraindikasikan. Tindakan ini
membantu menstabilkan berat badan, meningkatkan tonus dan
massa otot, dan embantu penyembuhan luka.
18. Tempatkan pasien di ruang isolasi bila dianggap imun pasien
lemah. Pantau aliran dan jumlah pengunjung. Tindakan tersebut
melindungi pasien dari patogen di lingkungan.
19. Beri pendidikan kepada pasien mengenai :
a. Teknik mencuci tangan yang baik
b. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko infeksi
c. Tanda-tanda dan gejala infeksi
Tindakan tersebut memungkinkan pasien untuk berpartisipasi
dalam perawatan dan membantu pasien memodifikasi gaya
hidup untuk mempertahankan tingkat kesehatan yang optimum.
4) RISIKO CEDERA yang berhubungan dengan defisit sensori atau
motorik
a. Definisi
Menonjolnya risiko bahaya fisik yang disebabkan oleh deficit sensori
atau motorik
b. Faktor risiko

Cedera kepala

Kontraktur

Gangguan perkembangan

Riwayat kecelakaan (jatuh,luka bakar,terpotong,memar,tergores)

Gangguan mobilitas (imobilisasi,pembatasan gerak,nyeri dengan


gerak,vertigo)

Inflamasi sendi

Cedera diberbagai tahap penyembuhan

Penggunaan alat atau perlengkapan adaptif yang salah (kursi


roda,kruk,walker,pengangkat,tongkat)
37

Spatisitas otot

Paralisis

Paresis

Polifarmasi atau overdosis obat

Deficit

sensori

(penurunan

atau

tidak

dapat

melihat,mendengar,persepsi panas)

Deformitas skeletal

Penyalahgunaan obat

Cara berjalan yang tidak mantap

c. Hasil yang diharapkan

Pasien mengidentifikasi factor-faktor yang dapat meningkatkan


kemungkinan cedera. (1,3)

Pasien membantu mengidentifikasi dan menerapkan tindakan


keamanan untukmencegah cedera. (2)

Pasien dan anggota keluarga atau pemberi asuhan mengembangkan


strategi untuk mempertahankan keamanan. (3)

Pasien

mengoptimalkan

aktivitas

hidup

sehari-hari

dengan

keterbatasan sensorimotorik. (2)


*Catatan: Nomor setiap hasil akhir sesuai dengan nomor intervensi.
d. Intervensi dan rasional
1. Observasi factor-faktor yang dapat berkontribusi terhadap cedera
untuk meningkatkan kesadaran pasien,anggota keluarga dan
pemberi asuhan
2. Tingkatkan keamanan lingkungan sesuai keperluan :
a. Orientasikan pasien pada lingkungan.kaji kemampuan pasien
untuk menggunakan bel panggil, penghalang sisi tempat tidur
dan mengendalikan pengaturan posisi. Pertahankan tempat tidur
dengan ketinggian paling rendah dan melakukan pemantuan
pada malam hari. Tindakan tersebut akan membantu pasien
menggunakan koping terhadap sekitar yang tidak familier
b. Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang perlunya
penerangan yang aman. Sarankan pasien untuk memakai
38

kacamata untuk mengurangi silau. Sarankan menggunakan


perabot rumah tangga dengan warna kontras. Tindakan tersebut
akan meningkatkan diskriminasi visual.
c. Tes bantalan penghangat dan air mandi sebelum digunakan kaji
ekstremitas setiap hari adanya cedera untuk membantu pasien
dengan penurunan sensitivitas taktil
d. Untuk pasien yang mengalami tuli, anjurkan penggunaan alat
bantu dengar untuk meminimalkan deficit
e. Ajarkan pasien dengan gaya berjalan yang stabil tentang
penggunaan peralatan adaptif untuk menurunkan potensial
cedera
3. Berikan pendidikan tambahan kepada pasien bila diperlukan. Topic
yang memungkinkan dapat meliputi keamanan dirumah,berkendara
dan

pejalan

kaki.

(polisi,pemadaman

Rujuk

pasien

kebakaran,asosiasi

kesumber
perawatan

ang

tepat

kesehatan

dirumah) untuk mendapatkan informasi lebih lanjut. Pendidikan


kesehatan dapat membantu pasien mengambil langkah untuk
mencegah cedera.
5) KETIDAKEFEKTIVAN KOPING INDIVIDU yang berhubungan
dengan krisis situasional
a. Definisi
Ketidakmampuan menggunakan perilaku adatif dalam berenspon
terhadap situasi hidup tertentu yang sulit seperti penrunan kesehatan,
kehilangan seseorang yang dicintai atau pekerjaan.
b. Batasan Karakteristik
Perubahan pola komunikasi biasa
Keletihan kronis
Kekhawatiran kronis
Bukti atau verifikasi krisis situasional
Minum-minuman keras belebihan
Ketidakmampuan untuk memenuhi peran yang diharapkan,

kebutuhan dasar, atau mengatasi masalah.


Ketidaktepatan penggunaan mekanisme pertahanan
Insomnia
Iritabilitas
Irritable bowel (mudah terangsang untuk buang air besar)
Ketegangan otot
39

Makanan berlebihan atau kehilangan nafsu makan


Pernyataan tentang ketidakmampuan melakukan koping atau
meminta bantuan.
Manipulasi verbal
c. Hasil yang diharapkan
Pasien mengkomunikasikan perasaan situasi saat ini. (1,2,3)
Pasien terlibat dalam perencanaan perawatannya sendiri. (6,7,8)
Pasien merasa dapat mengontrol situasi saat ini secara lebih
baik. (4,5,6,7,8,12)
Pasien menggunakan sisitem pendukung yang tepat, seperti
keluarga dan teman untuk membantu dalm melakukan koping.
(9)
Pasien mengidentifikasi minimal 2 perilaku koping. (10,11)
Pasien mendemonstrasikan kemampuan untuk menggunakan
dua perilaku koping adaptif. (12,13)
d. Intervensi dan rasional
1. Bila memungkinkan, tugaskan perawat primer untuk merawat
pasien guna pertahankan kontinuitas perawat dan meningkatkan
hubungan terapeutik.
2. Jadwalkan waktu luang tanpa gangguan bersama paien. Dorong
pasien untuk mengungkapkan perasaannya dan terima apa yang
dikatakan pasien. Upayakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor
yang

menyebabkan

pasiendalam

atau

melakukan

memperburuk

koping,

seperti

ketidakmampuan
takut

mengalami

penurunan kesehatan atau pekerjaan. Upaya meluangkan waktu


untuk

mendengarkan

pasien

akan

membantu

pasien

mengungkapkan emosi, memahami situasi, dan melalukan koping


secara efektif.
3. Identifikasi dan turunkan stimulus yang tidak perlu dalam
lingkungan untuk menghindari beban sensori dan perepsi yang
berlebihan pada pasien.
4. Mulanya, ijinkan pasien untuk menggantung sebagian pada
perawatan diri yang di berikan. Perkembangan pasien akan
menurun ketingkat selama fase kritis awal.
5. Jelaskan semua terapi dan prosedur dan jawab pertanyaan pasien
untuk

mengatasi

rasa

takut

dan

memnungkinkan

pasien

mendapatkan kembali rasa kontrol.

40

6. Dorong pasien untuk membuat keputusan terhadap perawatannya


untuk meningkatkan harga diri dan mengatasi situasi yang terjadi
saat ini.
7. Berikan kesempatan pada pasien untuk meningkatkan kinerja
perawatan dirinya secara bertahap yang memungkinkan pasien
mengalami kemajuan dalam melakukannya secara mandiri.
8. Hargai pasien atas upayanya mengambil keputusan, dan atas
aktivitas yang dilakukannya untuk menguatkan perilaku koping.
9. Dorong pasien untuk menggunkan sistem pendukung ketika
melakukan koping untuk membentuk kembali keseimbangan
psikologi dan mencegah krisis.
10. Bantu pasien melihat situasi saat ini dan evalusi perilaku koping
yang beragam untuk mendorong pasien memandang krisis secara
realistik.
11. Dorong pasien untuk mencoba perilaku koping baru. Pasien yang
sedang dalam krisis cenderung lebih mudah menerima intervensi
dan menampilkan perilaku koping baru dibandingkan kondisi di
luar krisis.
12. Minta umpan balik dari pasien tentang perilakunya yang dinilai
berhasil untuk mendorong pasien mengevaluasi dampak dari
perilak tersebut.
13. Rujuk pasien untuk melakukan konseling pada psikolog. Bila
berprilaku maladapti pasien berpotensi menjadi krisis berat,
konseling formal dapat membantu mengurangi frustasi perawat,
meningkatkan objektivitas dan mengembangkan pendekatan
kolboratif terhadap perawatan pasien.
6) GANGGUAN CITRA TUBUH berhubungan dengan perubahan
penampilan.
a. Definisi
Konfusi mental individu terhadap penampilan fisiknya.
b. Batasan Karakteristik:

Respons nonverbal terhadap perubahan actual atau dirasakan dalam


struktur dan fungsi.

41

Verbalisasi perasaan dan persepsi yang merefleksikan suatu


perubahan pandangan terhadap tubuh seseorang dalam penampilan,
struktur, atau fungsi.

Objektif, seperti kehilangan bagian tubuh, trauma pada bagian yang


tidak

berfungsi,

tidak

menyentuh

bagian

tubuh

tertentu,

menyembunyikan atau mengekspos berlebihan bagian tubuh


tertentu (disengaja atau tidak disengaja).

Subjektif,

seperti

menolak

meyakinkan

perubahan

actual,

preokupasi dengan perubahan atau kehilangan, personalisasi bagian


atau kehilangan dengan nama, depersonalisasi bagian atau
kehilangan

dengan

tidak

mengakui

kenyataan,

verbalisasi

perubahan gaya hidup.


c. Hasil yang diharapkan

Pasien menerima perubahan citra tubuh. (1,2)

Pasien berpartisipasi dalam berbagai aspek perawatan dan dalam


pengambilan keputusan tentang perawatan. (3,4)

Pasien mengkomunikasikan perasaan terhadap perubahan citra


tubuh. (5, 6, 7, 8, 9)

Pasien membicarakan kepada individu yang pernah mengalami


perubahan citra tubuh yang sama. (10)

Pasien berpasrtisipasi dalam program rehabilitasi dan konseling.


(11)

Pasien menyatakan perasaan positif terhadap dirinya sendiri. (8,


12)

Pasien mengidentifikasi keterbatasan dan menyusun strategi untuk


mengkompensasi kehilangan. (13, 14).

d. Intervensi dan rasional


1. Terima persepsi diri pasien dan berikan jaminan bahwa ia dapat
mengatasi krisis ini.
Rasional: untuk memvalidasi perasaannya
2. Ketika membantu pasien yang sedang melakukan perawatan diri,
kaji pola koping dan tingkat harga dirinya.
42

Rasional: untuk mendapatkan nilai dasar pada pengukuran


kemajuan psikologisnya.
3. Dorong pasien melakukan perawatan diri.
Rasional: untuk meningkatkan rasa kemandirian dan control
4. Kaji kesiapan pasien, kemudian libatkan pasien dalam pengambilan
keputusan tentang perawatan, bila memungkinkan.
Rasional: keterlibatan dapat memberikan rasa kontrol dan
meningkatkan harga diri.
5. Dorong

pasien

untuk

mengungkapkan

kedukaan

tentang

kehilangan.
Rasioal: kedukaan harus mendahului penerimaan
6. Berikan kesempatan kepada pasien untuk menyatakan perasaan
tentang citra tubuhnya dan hospitalisasi.
Rasional: agar klien dapat mengungkapkan keluhannya dan
memperbaiki kesalahpahaman.
7. Bombing dan kuatkan fokus pasien pada aspek aspek positif dari
penampilannya dan upayanya dalam menyesuaikan diri dengan
perubahan citra tubuhnya.
Rasional: untuk mendukung adaptasi dan kemajuan yang
berkelanjutan.
8. Dorong pasien untuk tetap menuliskan perasaan, tujuan, keluhan,
dan kemajuan yang terjadi pada dirinya.
Rasional: catatan tertulis dapat membantu menunjukkan kemajuan
pasien.
9. Diskusikan kemajuan pasien dan tunjukkan bagaimana kondisinya
telah meningkat.
Rasional: untuk meningkatkan sikap positif.
10. Kenalkan pasien pada seseorang yang telah melakukan koping
terhadap situasi yang sama.
Rasional: melalui diskusi ini, pasien dapat mempelajari teknik
teknik baru untuk melakukan koping dan beradaptasi.

43

11. Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam kelompok pendukung,


atau bila perlu, membuat suatu perjanjian dengan profesi kesehatan
mental.
Rasional: untuk membantunya mendapatkan dukungan dan
pemahaman atau konseling tambahan.
12. Dorong pasien untuk menggambarkan perkembangnnya melalui
hospitalisasi.
Rasional:

untuk

meningkatkan

harga

diri

dan

untuk

mendemonstrasikan bagaiman ia telah beradaptasi terhadap


perubahan citra tubuhnya.
13. Ajarkan dan dorong strategi koping yang sehat.
Rasional: untuk membantu pasien mengatasi perilaku yang tidak
produktif.
14. Rujuk pasien pada layanan pendukung seperti The American
Cancer Sosiety Candlelighters Childhood Cancer formulation,
Look Good, Feel Better, Reach to Recovery, and I Can
Cope.
Rasional:

untuk

memberikan

kesempatan

tambahan

guna

meningkatkan citra tubuh.

7) ANSIETAS yang berhubungan dengan krisis situasional


a. Definisi
Suatu perasaan tidak menentu atau rasa takut disertai respon otonoml
yang pada banyak kasus ,sumbernya tdak spesifikatau tidak diketahui;
suatu perasaan takut atau antisipasi terhadap bahaya;suau sinyal
gangguan yang menandai akan terjadi bahaya dan memungkinkan
individu untuk menghadapi ancaman dari bahaya tersebut.
b. Batasan Karakteristik
Afektif, seperti gugup, khawatir, berfokus pada diri sendiri,

perasaan ketidakadekuatan,rasa takut,cemas


Perilaku,seperti penurunan produktivitas, sangat berhati-hati,
kontak

mata

kurang,kegelisahan,pandangan

mata

sekilas,

44

pergerakan tak relevan (seperti menyeret kaki,pergerakan lengan

atau tangan)
Objektif, seperti gemetar atau tremor pada tangan,insomnia
Psikologis, seperti suara bergetar,peningkatan respirasi dan
nadi,dilatasi pupil, gangguan tidur ,keringat berlebihan ,wajah

kemerahan
Subjektif, seperti gemetar ,khawatir,sangat menyesal
c. Hasil yang diharapakan
Pasien melaporkan perasaan ansietas dan mengidentifikasi

penyebap-penyebabnya.(4)
Pasien mempertahankan pola tidur yang normal.(1,2,3)
Pasien mengambarkan aktivitas yang menurunkan

kecemasan (6)
Pasien ikut terlibat dalam percakapan dan aktivitas bersama

prilaku

keluarga,pemberi asuhan,dan individu pendukung lainya

dan

berpartisipasi dalam pengambilan keputusan tentang perawatan.

(6,7,8,10)
Pasien memperaktikan teknik relaksiasiprogrensif dua kali setiap

hari.(9)
Pasien mengerti penyebab ansietas ,melakukan koping pada situasi
medis saat ini tampa menunjukan tanda tanda ansietas yang berat,
dan menghubungi sumber sumber komunitas yang tepat.
(4,5,7,9,10,11)

*Catatan: Nomor setiap hasil akhir sesuai dengan nomor intervensi.


d. Intervensi dan rasional
1. Kurangi stresor (termasuk membatasi akses individu pada pasien
jika sesua) dan usahakan menuntut pasien seminimal mungkin jika
mungkin untuk menciptakan iklim yang tenang dan terapiutik.
2. Secara saksama,perhatikan kebutuhan fisik pasien .berikan
makanan bergizi dan tingkatkan kualitas tidur disertai langkahlangkah yang memberikan raasa nyaman
kesejatraaan

dan menyakini pasien

untuk menciptakan

bahwa kebutuhanya akan

terpenuhi.
3. Berikan obat sesua yang di resepkan untuk membantu pasien rileks
selama priode ansietas berat.
4. Dengarkan dengan penuh perhatian .kaji pengetahuan pasien
dengan menggunakan situasi yang dialaminya

dan berikan
45

dorangan kepada pasien


munculnya

ansietas

mengidentifikasi

untuk mendiskusikan alasan-alasan

,sehingga

prilaku

dapat

membantu

kecemasan

penyebabnya.
5. Berikan penjelasan yang benar

dan

pasien

menyadarkan

kepada pasien tentang semua

tindakan untuk menghindari terlalu banyaknya informasi .


6. Dororng pasien untuk mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam
aktivitas yang ia rasa menyenangkan untuk membuang rasa kontrol.
7. Bila memungkinkan ,libatkan pasien dan anggota keluarga dalam
mengambil

keputusa

tentang

perawatan

untuk membangun

kepercayaan diri pasien dalam menumbuhkan rasa percaya.


8. Dukung upaya anggota keluarga untuk mengatasi prilaku
kecemasan pasien.berikan kesempatak keluarga untuk melakukan
kunjungan ekstra,bila abermanfaat,untuk menurunkan ansietas
keluarga dan pasien.
9. Ajarkan kepada pasien teknik relaksasi untuk dilakukan sekurangkurangnya

setiap 4 jam ketika terjaga,untuk memperbaiki

keseimbangannfisik dan psikologis.


10. Berikan kesempatan kepada pasien

untuk mendiskusikan

perasaannya dengan orang lain yang memiliki masalah kesehatan


yang

sama

untuk

untuk

menghilangkan

meningkatkan dukungan
11. Rujuk pasien ke sumber-sumber komunitas

keraguan

dan

atau perofesi

kesehaatan mental untuk memberikan pelayanan kesehatan mental


secara berkelanjutan.
8) DEFISIT PENGETAHUAN yang berhubungan dengan kurang
pajanan.
a. Definisi
Ketidakadekuatan

pemahaman

informasi

atau

ketidakmapuan

melakukan keterampilan yang diperlukan untuk melakukan perilaku


berkaitan dengan kesehatan.
b. Batasan Karakteristik
Diagnosis keperawatan ini dapat dibuat berkaitan dengan semua
diagnosa medis
c. Hasil yang diharapkan
- Pasien mengomunikasikan semua keperluan yang diketahui (1)
- Pasien menyatakan atau mendemonstrasikan pemahaman tentang
apa yang telah diajarkan (4)
46

Pasien mendemonstasikan kemampuan untuk melakukan perilaku


baru yang berhubungan dengan kesehatan sesuai yang diajarkan
mereka dan menyebutkan keterampilan khusus dan target yang

ralistis untuk melakukannya (5)


Pasien menyusun tujuan pembelajaran yang realistis (2,3)
Pasien menyatakan maksud untuk melakukan perubahan yang
diperlukan dari profesional kesehatan bila diperlukan (5,6)

*Catatan: Nomor setiap hasil akhir sesuai dengan nomor intervensi.


d. Intervensi dan rasional
1. Tumbuhkan sikap saling percaya dan perhatian untuk meningkatkan
pembelajaran. Konsistensi antara tindakan dan kata-kata yang
dikombinasikan dengan pertumbuhan kesadaran diri pasien,
kemampuan untuk berbagi kesadaran ini dengan orang lain, dan
penerimaan terhadap pengalaman baru dari dasar hubungan
saling percaya.
2. Negosiasi dengan pasien tentang usaha mengembangkan tujuan
pembelajaran. Keterlibatan pasien dalam perencanaan tujuan yang
berarti mendukung kontinuitas.
3. Pilish strategi pengajaran (diskusi, demonstrasi, bermain peran,
meteri visual) yang tepat untuk gaya pembelajaran secara individual
(sebutkan) untuk meningkatkan keefektifan pengajaran.
4. Ajarkan keterampilan yang pasien harus masukkan ke dalam gaya
hidup sehari-hari. Biarkan pasien mendemonstrasikan kembali
setiap keterampilan yang baru untuk membantu mendapatkan rasa
percaya
5. Masukkan keterampilan yang dipelajari pasien ke dalam rutinitas
sehari-hari

selama

hospitalisasi

(sebutkan

keterampilannya).

Tindakan ini memungkinkan pasien mempraktikan keterampilan


baru dan menerima umpan balik.
6. Berikan nama dan nomor telepon sumber-sumber orang atau
organisassi kepada pasien untuk menunjang kontinuitas perawatan
dan tindak lanjut setelah pemulangan.
D. IMPLEMENTASI

47

Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang


telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal.
Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah di susun pada tahap pencanaan.

E. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah
kegiatan yang di sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan
anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang
kesehatan, patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk
menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk
melakukan pengkajian ulang.

BAB III
PENUTUP

48

A.

Kesimpulan
Neoplasma adalah massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya
berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal serta
terus demikian walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah
berhenti. Neoplasma sering disebut sebagai tumor. Tumor pada mata disebut juga
tumor orbita. Tumor orbita adalah tumor yang menyerang rongga orbita (tempat
bola mata) sehingga merusak jaringan lunak mata, seperti otot mata, saraf mata
dan kelenjar air mata.
Etiologi neoplasma mata antara lain : Factor genetic, Sinar ultraviolet,
Infeksi virus papiloma, Kelainan metabolism, Mutasi gen, Penyakit vaskuler,
Inflamasi intraokuler, Trauma.
Berdasarkan posisinya, tumor mata dikelompokkan sebagai berikut:
1. Tumor eksternal, yaitu tumor yang tumbuh di bagian luar mata seperti tumor
palpebra dan tumor konjungtiva
2. Tumor intraokuler, yaitu tumor yang tumbuh di dalam bola mata
3. Tumor retrobulbar, yaitu tumor yang tumbuh di belakang bola mata
Beberapa tanda dan gejala tumor mata yaitu:
1.
2.
3.
4.

Nyeri orbital
Proptosis: pergeseran bola mata kedepan.
Pembengkakan kelopak
Palpasi: bisa menunjukkan massa yang menyebabkan distorsi kelopak atau

bola mata.
5. Gerak mata: sering terbatas oleh sebab mekanis, namun bila nyata, mungkin
akibat oftalmoplegia endokrin atau dari lesi saraf III, IV, dan VI pada fisura
orbital (misalnya sindroma Tolosa Hunt) atau sinus kavernosus
6. Ketajaman penglihatan terganggu langsung akibat terkenanya saraf optik atau
retina, atau tak langsung akibat kerusakan vaskuler.
Cara Pengobatannya:
Tumor jinak: memerlukan eksisi, namun bila kehilangan penglihatan merupakan
hasil yang tak dapat dihindarkan, dipikirkan pendekatan konservatif. Apabila
terjadi eksisi atau pembedahan, akan dilakukan perawatan di rumah sakit, yaitu :
Tirah baring dan aktivitas dibatasi, bila kedua mata dibalut, perlu bantuan orang
lain dalam memenuhi kebutuhannya untuk mencegah cidera; jika terdapat
gelombang udara di dalam mata, posisi yang dianjurkan harus dipertahannkan
sehingga gas mampu memberikan tamponade yang efektif pada robekan retina;

49

Pasien tidak boleh terbaring telungkup; Dilatasi pupil harus dipertahankan untuk
mempermudah pemeriksaan paska operasi (atropin).
Tumor ganas: memerlukan biopsi dan radioterapi. Limfoma juga bereaksi baik
dengan khemoterapi. Terkadang lesi terbatas (misal karsinoma kelenjar lakrimal)
memerlukan reseksi radikal.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan tumor orbita
antara lain:
9. Gangguan persepsi sensori (visual) berhubungan dengan perubahan
penerimaan, transmisi, atau integritasi sensori.
10. Nyeri akut yang berhubungan dengan factor-faktor fisik, biologis, atau
kimia
11. Risiko infeksi yang berhubungan dengan faktor eksternal
12. Risiko cedera yang berhubungan dengan defisit sensori atau motorik
13. Ketidakefektivan koping individu yang berhubungan dengan krisis
situasional
14. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan.
15. Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasional
16. Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan kurang pajanan.
B.
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penyusun mengambil saran dalam rangka
meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan. Adapun saran-saran adalah sebagai
berikut:
1. Pasien
Apabila sudah mengetahui dan memahami gejala dari penyakit neoplasma mata
hendaknya segera membawa pasien kerumah sakit agar dapat dilakukan tindakan
keperawatan.
2. Perawat
Bagi seorang perawat sebaiknya harus memahami dan mengerti baik secara
teoritis maupun praktek tentang penyakit neoplasma mata agar dapat melakukan
tindakan keperawatan.
3. Rumah Sakit
Bagi rumah sakit hendaknya melengkapi fasilitas rumah sakit sehingga pada
penderita neoplasma mata mendapatkan ruangan dan fasilitas medis yang
seharusnya ada sehingga dapat melakukan tindakan keperawatan untuk
mengurangi dari gejala dan komplikasi penyakit neoplasma mata.
4. Mahasiswa

50

Untuk mahasiswa sebaiknya memperdalam ilmu dalam perawatan pasien


neoplasma mata agar dapat membantu klien untuk mencapai kesembuhan dan
pengobatan dan agar mahasiswa lebih paham tentang pengertian, pencegahan,
pengobatan serta cara-cara perawatannya sehingga dapat memberikan pendidikan
kesehatan kepada pasien dan keluarganya.
5. Institusi pendidikan
Untuk institusi pendidikan diharapkan dapat melengkapi atau menambah bukubuku yang berkaitan dengan bidang keilmuan keperawatan seperti buku
keperawatan medikal bedah, asuhan keperawatan, dan lain-lain sebagai literatur
dalam menambah ilmu bagi mahasiswa.

DAFTAR PUSTAKA

American

Joint

Committee

on

Cancer.

TT.

Cancers

Of

The

Eyelid.

http://www.mdanderson.org/patient-and-cancer-information/cancerinformation/cancer-types/eye-cancer/eyelid-cancers.html diakses pada tanggal 20 Mei


2015.
Eye

cancer

org.

TT.

Iris

Melanoma.

[internet]

http://www.eyecancer.com/patient/condition.asp?nid=28category diakses pada tanggal


20 Mei 2015.
Ilyas S, Sri RY. 2012. Ilmu Penyakit Mata Edisi keempat. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Kanski JJ. 2009.Clinical Ophtalmologi A Sinopsis. UK: Elsevier.
Kumar, Vinay, 2007. Buku Ajar Patologi Robbins, Ed.7, Vol.1. Jakarta: EGC.
Oemiati R, Ekowati R, Antonius YK. 2011. Prevalensi Tumor Dan Beberapa Faktor Yang
Mempengaruhi Di Indonesia. Jakarta: Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan.
Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah :
Brunner Suddarth, Vol. 3. EGC : Jakarta.
Snell RS. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi Keenam. Jakarta: EGC.
51

Taylor, Cynthia M., Sheila Sparks Ralph. 2010. Diagnosis Keperawatan: dengan Rencana
Asuhan Edisi 10. Jakarta: EGC.
Virasch V. 2006. Neoplastic Disorder Of The Conjunctiva. UK: Department of
Ophthalmology.

52

Você também pode gostar