Você está na página 1de 7

Satu pekan telah berlalu setelah Jambu nada menyelesiakan Tapa Pati Geninya, Jam

bu Nada kembali melakukan aktivitas seperti biasanya. Dia pun terkesima


meliahat wajahnya di sungai kecil di bawah lereng tempat biasa dia mencari ikan,
dia hampir tak mengenal wajahnya, walaupun terasa asing namun ucapan sukur
selalu bertasbih dari bibir tipisnya. Sebenarnya tidak ada yang berubah pada waj
ah dan seluruh tubuhnya, hanya totol hitam itu saja yang lenyap dari kulitnya,
tapi bentuk dan ciri pada pemuda tampan itu sama sekali tak berubah.
Di amben dalam, Arya kamandanu duduk bersila, pikirannya merenungi peristiwa yan
g di alami oleh putera semata wayangnya Jambu Nada.
kekuatan itu benar-benar luar biasa, aku harus mengeluarkan kekuatan Naga puspa kr
isna hingga puncak untuk menahan kekuatan yang di keluarkan Jambu Nada,
dan aku rasa itu bukan puncak kekuatannya, terus bagaimana kalau dia sampai meng
eluarkan sampai puncaknya, ah tidak akan mampu aku bayangkan, Sabda Naaga
puspa krisna, sabda Naga Puspa Krisna, sabda Naga Puspa Krisna
kamandanu membathin
mengulangi nama yang telah di sebut Eyang Empu sasi yang di utarakan
Jambu Nada pekan lalu saat menceritakan peristiwa itu.
aku harus melihat bagaimana Jambu Nada menggunakan kekuatan itu, aku khawatir tida
k ada ke seimbangan dalam penerapannya, aku khawatir alam akan rusak
dan memakan korban yang berada di sekelilingnya
kemabali Kamandanu membathin seray
a berdiri dan keluar dari ruangan dalam.
Jambu Nada, mari ikut ayah di bukit Goa
kata Kamandanu pada Jambu Nada yang baru sel
esai membelah kayu bakar.
baik ayah aku membereskan pakaianku dulu
sahut Jambu Nada dengan hormat.
ayah ingin kau mengeluarkan kekuatan Sabda Naga Puspa Naga Krisna, Nada
kata kamanda
nu setelah mereka sampai di bukit goa lereng arjuna.
ayah hanya ingin kau menghancurkan batu atau pohon itu dengan kekuatan itu dan ing
at jangan sampai ke puncak kekuatanmu
lanjut Kamanadanu sambil dia
menyiapkan kekuatan Naga Puspa Krisna untuk dapat menahan getaran dari kekuatan
Jambu Nada.
baik Ayah jawab Jambu Nada sambil melangkah beberapa tombak.
Jambu Nada merenggangkan kakinya, dia mengalirkan tenaga dalamnya, disiapkannya
tenaga dalam khusus untuk mengeluarkan kekuatan Sabda Naga Puspa Krisna,
karna sesuai permintaan ayahnya untuk mengeluarkan kekuatan Sabda Naga Puspa Kri
sna, bukan kekuatan Naga Puspa Krisna.
Sesat kemudian tubuh Jambu Nada bergetar, dia merasakan aliran dingin dan panas
saling berlomba keluar masuk dalam tubuhnya, dia memuasatkan matanya untuk
mengeluarkan aliran yang mendesaknya itu, seperti yang dikatakan Eyang Empu Sasi
totol hitam kembali keluar pada sekujur tubuh Jambu Nada, totol itu mengeluarka
n
cahaya merah putih kebiruan, karna hanya pada tingkatan pertama totol itu tidak
terlalu tebal, Jambu Nada mearasakan seperti bernafas untuk memilah tenaganya,
mana yang puncak atau masih dasar, sebuah pengendalian yang mengagumkan, sesat k
emudian arahannya matanya memandang Batu sebesar gajah itu dengan sedikit
suara auman dari mulutnya. Arya kamandanu terkesima, batu sebesar gajah itu leny
ap tak berbekas, hanya kabut putih yang keluar dari seleret warna merah
putih kebiruan melesat dari kedua mata Jambu Nada, tidak ada ledakan hanya seler
at cahaya, asap dan lenyap.
sebuah kekautan yang tidak masuk akal, ini
hanya tingkatan pertama, apalagi puncak, luar biasa, tapi aneh sekarang getaran
auman itu tidak membahayakan tenaga dalamku, tidak seperti sepekan yang
lalu, ternyata Jambu Nada benar-benar telah dapat mengendalikan kekuatan itu.
cukup Nada, ayah rasa itu lebih dari cukup
seru Kamandanu memanggil Jambu Nada.
Perlahan Jambu menarik nafas dan di lepaskan dengan lembut, Jambu Nada melangkah
mendekati dimana ayahnya berdiri.
duduk lah Nada
kata kamandanu
ayah rasa sudah waktunya kau harus mengabdikan ilmu mu pada khalayak ramai, member
ikan hal yang bermanfaat pada orang banyak, jika kau terus disini kau
tidak akan mendapatkan apa-apa. Dan ilmu mu hanya akan memendam dalam tubuhmu ta
npa dapat kau manfaatkan
kata Kamandanu memandang putera nya yang kini
telah tumbuh semakin meranjak dewasa,
Ada rasa kebanggaan dalam dirinya melihat Jambu Nada. Melihat ilmu kanuragan Jam

bu Nada yang tidak dapat di ukurnya lebih jauh,serta sifatnya yang di nilainya
mempunyai sifat seorang kasatria yang penuh tanggung jawab, penuh kelembutan sif
at elas asih yang mungkin turun dari sifat mendiang istrinya.
Nada, ayah berharap kelak kau dapat mengabdikan diri pada Majapahit, membela negar
a, mengharumkan namanya
kamandanu menghela nafas pelan, Untuk beberapa
tahun sebelum kau datang di kota raja, cobalah kau lihat bumi Majapahit ini seca
ra dekat, kau dapat melihat kehidupan rakyat Majapahit, belajar memahami
hidup, mencari pengalaman yang mungkin kelak akan berguna bagi masa depanmu
kata k
amandanu sambil memegang pundak anaknya itu.
Jambu nada, selalu lah pilih jalan yang sesuai dengan jalan Hyang widhi, jalan yan
g membawa ketenangan, ketentraman, dan kedamaian bagi diri kita dan
juga pada orang banyak tentunya. Janganlah kau merasa mempunyai ilmu yang tinggi
, karna di atas yang tinggi masih ada yang lebih tinggi, hany Hyang Widhi
yang mempunyai kekuatan tanpa batas. Selalulah merasa rendah diri, tidak memuask
an sikap angkuh. Dengan selalu mendekatkan diri pada Hyang widhi kau akan
tahu bahwa kita hanya makhluk yang kecil di hadapannya
.
Jambu Nada menundukan wajahnya, setiap kalimat yang keluar dari mulut Ayahnya di
simpannya dalam hatinya, di inagat dan tersimpan rapi dalam sanubarinya.
besok kita kan ke bukit Penampihan, kau harus minta restu pada Eyang Putrimu untuk
mencari jalan hidupmu
lanjut kamandanu memberikan wejangan pada
puteranya.
jadi besok ayah akan ikut bersamaku ke bukit Penmpihan menemui Eyang Putri Ayah?
tan
ya Jambu Nada dengan wajah yang cerah mendengar ayahnya akan mengantarkannya
ke bukit Penampihan.
setelah itu kau akan menjalani hidupmu sendiri Nada, tidak selalu harus Ayah yang
menemanimu, Batas umur seseorang tidak ada yang tahu, dan kau harus
siap jika kau hanya berdiri sendiri menatap hidupmu
pelan dan penuh wibawa suara A
rya kamandanu memberikan penjelasan pada Jambu Nada,
Jika kelak suatu hari kau mencapai Kota Raja Majapahit, Kau dapat menemu Kang Embo
kyu mu Ayu wandira, mintalah petunjuknya di Majapahit, tapi ingat segala
sesuatu yang menjadi tanggung jawabmu segeralah kau selesaikan tanpa harus selal
u mengikatkan dirimu pada orang lain meskipun itu pada orang tuamu sekalipun
tegas dan lembut Kamandanu berujar.
Demikianlah ke esokan harinya Arya Kamandanu beserta anaknya Jambu Nada meningga
lkan tempat yang selama ini menjadi rumah mereka, tempat mereka menggali
diri, tempat mereka mendekatkan diri pada Hyang Widhi.
Tegap langkah Arya Kamndanu menuruni lereng bukit, seorang bekas Panglima besar
Majapahit, yang namanya di kenal harum di kalangan masyrakat, orang yang
di takuti lawan dan di segani serta di hormati kawan. Siapa yang tidak kenal den
gan Arya kamandanu, orang yang berhasil mendobrak Pintu benteng Gelang-gelang
Kediri, dengan Pedang Naga Pusapanya benteng itu hancur dan memudahkan prajurit
Majapahit meluluh lantakan Kota Raja Kediri. Nama Arya kamandanu tersimpan
harum di kalangan masarakat Wilwatikta, tapi itu terjadi belasan tahun, bahkan p
uluhan tahun yang lalu, ketika Raden Wijaya atau Dyah Senggramawijaya lah
yang menjadi tampuk pimpinan Majapahit, seorang raja yang arif, yang dekat denga
n rakyat, ya beliaulah Pendiri Majapahit, yang berjuang bersama rakyat
membangun Hutan Tarik menjadi daerah yang ramai. Dan bersama rakyat pula membahu
berjuang menegakan Majapahit.
Ketiaka matahari tepat di atas puncak, Kamandanu dan Jambu Nada memasuki sebuah
pedukuhan yang cukup ramai, sawah yang menguning telah siap di petik, dan
menjadi kebiasaan penduduk akan menjadikan sawah tempat mereka berkumpul, selain
menunggu padi dari serangan burung Empirit(Burung Pipit) dan hama lain
juga di jadikan sebagai tempat saling berdiskusi , itu di lakukan ketika musim p
anen telah tiba.
ini adalah pedukuhan kelahiran Ayah, Nada
kata Kamandanu berdiri di tapal Batas pedu
kuhan
jadi ini Pedukuhan Kurawan ayah?
tanya Jambu Nada dengan wajah cerah
nanti kita akan coba lihat sisa runtuhan rumah Eyang mu Rangga Reksa, semoga masih
ada bekas-bekas yang dapat kita lihat
sahut Kamandanu dengan suara
pelan.

Masih teringat jelas ketika di pedukuhan inilah dia besar bersama Kakak Kandungn
ya Arya Dwipangga, begitu banyak cerita yang lahir dari Pedukuhan ini,
di mulai ketika dia merasakan Cinta pertamanya dengan gadis cantik, Nyai Ratih.
Yang pada akhirnya menjadi istri dari Kakaknya, ibu dari Panji Ketawang.
Di pedukuhan ini juga cinta keduanya di renggut oleh kakaknya Arya dwipangga, ya
Mei shin gadis Negeri seberang yang sangat di cintainya namun di rusaki
oleh Arya dwipannga, ibu dari ponakannya Ayu Wandira. Walaupun pada akhirnya Mei
shin menikah dengan Kamandanu namun kenangan atas perlakuan kakanya membekas,
karna bersama kamandanu Mei shin melahirkan Ayu Wandira anak dari Arya Dwipangga
. Tapi ternyata Hyang Widhi menakdirkan lain, Kamandanu terpaksa berpisah
dengan Mei shin, karna perbuatan Dewi sambi menjatuhkan Mei shin di lereng bukit
Arjuna, waktu itu Arya Kamandanu tidak bersama Mei Shin, dia ke Majapahit
untuk mengabdi disana.
Walaupun tanpa henti Arya Kamandanu, terus mencari istrinya Mei shin, namun mere
ka tak pernah bertemu mirisnya Kamandanu bertemu setelah Kamandanu mempersunting
Sakuani. Yang pada akhirnya Kamandanu kembali menemukan cinta pada seorang sahab
atnya, gadis yang begitu tulus mencintainya, wanita yang berhati lembut
penuh kasih, dan juga manja. Di lah sakauni, yang memberiakan seorang pemuda per
kasa yang tampan padanya Jambu Nada.semuanya adalah masa lalu, sekarang
di depannya berdiri pemuda gagah yang minta petunjuk dan bimbingannya. Jambu nad
a adalah masa depannya, tempat dia menitipkan angan dan cita-citanya.
maaf kisanak kami menggangu waktu istirahat kisanak,
kata Kamandanu ketika seorang
lelaki setengah baya keluar dari dari regol rumahnya.
oh tidak apa-apa kisanak, mari masuk kisanak silakan singgah di pondok kami yang
sederhana jawab lelaki setengah baya itu dengan ramah
Terima kasih kisanak, sebelum nya ijinkan saya bertanya, apa disini dulu bekas rum
ah Empu Rengga Reksa?
tanya Kamandanu pada lelaki itu
Kening lelaki itu mengerut sesaat, dia memandang Kamandanu dan Jambu Nada dengan
seksama.
ada hubungan apa kisanak dengan Empu Rengga reksa tanya heran Lelaki itu
kami adalah keluarga dari Empu Reangga Reksa, jika ini betul bekas perkarangan rum
ah Empu Rengga Reksa, kami mohon ijin untuk singgah sebentar
sahut
Kamandanu dengan senyuman yang selalu menghiasi bibirnya.
oh silakan kisnak, mari kisnak, mari engger
jawab lelaki itu mempersilakan Kamandanu
dan Jambu Nada masuk ke halaman rumahnya.
Dengan di bimbing lelaki itu Kamandanu dan Jambu Nada memasuki halaman rumah itu
.
Silakan kisanak, silakan engger naik di pondok kami yang sederhana ini
lelaki itu me
mpersilakan mereka naik di pondok nya.
duduklah kisanak, engger, saya kebelakang sebentar, ada sedikit ubi kayu rebus dan
kacang rebus yang kemarin kami ambil di belakang pondok ini
oh tidak perlu repot kisanak, kami hanya singgah sebentar untuk melihat suasana pe
dukuhan ini
tidak apa kisanak, tidak ada yang lebih yang dapat kami berikan, hanya sesuatu yan
g sederhana
jawab lelaki itu dengan senyuman yang ramah.
Sebentar kemudian lelaki setengah baya itu, membawa nampan yang penuh dengan ubi
kayu dan kacang rebus, sedangkan di sampingnya wanita setengah baya membawakan
minuman dingin.
silakan kisanak, ini sedikit hasil tanah di belakang pondok ini
lelaki itu mempersil
akan Kamndanu mencicipi hidangannya.
terimaksih kisanak, kami merepotkan keluarga ini jawab Kamandanu.
Lelaki itu tersenyum
sangat tidak merepotkan kisanak, sudah menjadi kewajiban kami
memberikan sesuatu yang dapat di hidangkan buat tamu kami
ini istri ku kisanak, warga disini biasa memanggilku Ki Junkar
lelaki itu memperkena
lkan dirinya dengan ramah, ini memang bekas pekarangan rumah
dari Empu Rengga Reksa, kalau boleh siapakah kisanak ini, hubungan keluarga apa
kisanak denga Empu Rengga Reksa?
Kamandanu mengagukan kepalanya pelan sambil minuman dingin yang telah Ki Junkar
hidangkan.
nama ku Arya Kamandanu kisanak, dan ini Putera Ku Jambu Nada

Belum sempat Kamandanu menjelaskan lebih lanjut, tiba-tiba saja Ki Junkar mendad
ak berwajah pucat, dengan terbungkuk dia menyembah Kamandanu.
Ampun Gusti, hamba tidak mengira bahwa Gusti yang berkunjung disini, mohon ampun a
tas kelancangan hamba Gusti
sambil menunduk Ki Junkar berucap pelan,
istrinya Nyi Junkar pun menunduk dalam.
Kamandanu dan Jambu Nada terkesiap dengan perlakuan suami istri itu
Sambil membangunkan badan Ki Junkar yang membungkuk kamandanu berkata bangunlah Ki
Junkar, tak pantas aku dan anaku di hormati seperti ini, harusnya
kami yang telah berterimakasih telah di persilakan singgah disini
Dengan tetap membungkuk Ki Junkar menjawab
tidak Gusti, kamilah yang telah lancang
tidak menerima Gusti dengan sewajarnya
Sudahlah Ki Junkar, aku bukan lagi orang-orang di pemerintahan, aku sudah menjadi
seperti dulu lagi, sama seperti Ki Junkar, rakyat biasa, penghuni bumi
Majapahit ini
jawab kamandanu yang mengerti perubahan kelakuan Ki junkar, harusnya
dia tak menyebut namanya, dia tak mengira namanya masih di kenal dan
di kenang sebagai Panglima Majapahit.
Ki Junkar masih saja menunduk
hamba tahu bahwa Gusti sudah tidak lagi menjadi Pan
glima di Majapahit, tapi nama Gusti tetap terpahat di hati hamba dan
warga kurawan ini
Kamandanu hanya menghela napas, tidak tahu harus berbuat apa.
Hening di serambi itu, hanya suara nafas mereka yang berganti berhembus.
jika kau masih seperti ini, sebaiknya kami mohon diri Ki Junkar, kami telah membua
t Ki Junkar merasa tidak senyaman tadi
pelan suara Kamandanu memecahkan
sunyi.
Ki Junkar terkesiap, dalam kebingungan dia memberanikan diri melihat wajah Kaman
danu dan Jambu Nada.
Sambil menatap Ki Junkar kamandanu memegang pundak Ki junkar
aku dan anaku akan me
ngucapkam terimakasih jika Ki Junkar bersikap biasa, selayaknya pada
yang lain, dengan tidak memperlakukan kami berlebihan akan membuat kami merasa n
yaman
Akhirnya Ki Junkar berusaha untuk bersikap biasa, ini di lakukan agar kamandanu
dan Anaknya tidak segera pergi dari pondoknya.
Panggil saja aku dengan Ki kamandanu, dan kau Jambu Nada, ucapkan lah salam Pada K
i Junkar dan Nyai Junkar
kata kamandanu dengan mata menoleh pada
Jambu Nada
Segeralah Jambu Nada beringsut, dan menunduk hormat
terimalah Salam hormat dari ku
Paman dan Nyai
o
Ki Junkar dan Nyai Junkar membangunkan Jambu nada,
ya Engger
apakah Ki Kamandanu dan Engger Jambu nada hendak kembali dan menetap di Kurawan,
jika demikan kami para warga akan menyiapkan pondok ini untuk Ki Kamandanu,
karna tanah ini adalah milik Ayah Ki kamandanu
Kata Ki junkar dengan tidak melepas
kan hormatnya
Sedikit mengernyitkan dahinya, dan kemudian tersenyum Kamandanu menjawab
tidak ki
junkar, kami tidak ingin menetap disini, kalaupun kami ingin menetap
disini, tentunya kami akan mencari lahan baru, ini kan sudah menjadi hak Ki junk
ar dan kelurga Ki junkar .
tidak Ki Kamandanu, dulu Pak buyut hanya menitipkan pada saya untuk tinggal dan me
rawat tempat ini, dan jika kelak anak-anak dari Gusti Empu Rengga Reksa
kembali, maka kewajiban kami untuk menyerahkannya
sahut Ki Junkar.
Kembali tersenyum, Kamandanu berkata
sudahlah Ki junkar, jangan memikrkan hal itu
, aku tidak mempunyai niat untuk kembali ke Pondok ini, dan aku rasa
Kakang Arya DwiPangga pun sudah merasa nyaman tinggal di Pasuruan, dan tidak aka
n kembali ke kurawan
Lanjut Kamandanu berkata
sekarang apapun yang ada disini sudah menjadi hak milik
Ki Junkar dan keturunan Ki junkar, sudilah kiranya di lain waktu aku
atau anak ku menumpang singgah untuk berteduh atau bermalam
terimakasih Ki kamandanu, kami bersukur atas kemurahan hati Ki Kamandanu, tentu ak
an kami terima kapanpun Aki atau Engger sudi untuk singgah di lain
waktu
sahut Ki Junkar dengan wajah yang cearah.

Nah Jambu Nada, disinilah dulu ayah di lahirkan bersama Uwak mu Kakang Arya Dwipan
gga Kamandanu berujar pada Jambu Nada.
Jambu Nada tersenyum, matanya berkeling de depan melihat halaman pondok. Tiba tib
a matanya berhenti ketika matanya melihat sosok dua gadis yang mengendap
di balik regol tepi jalan, wajahnya pucat jelas wajah mereka menggambarkan ketak
utan, tak lama kemudian tiga lelaki yang tidak terpaut jauh dari umurannya.
Nampak lelaki itu menarik tangan gadis yang di sebelah kanan, dengan wajah sini
lelaki tampan di depan kelihatan menghardik gadis itu. Kemudian mereka
berjalan ke arah belakang, nampak dengan tergesa-gesa mereka menuju hutan kecil
di sebelah utara pondok bekas Empu Rengga Reksa.
ayah apa boleh aku berkeliling sebentar di padukuhan ini?
Jambu Nada meminta izin pa
da Ayahnya.
Kamandanu yang sedang berbicara pada Ki juntara terdiam sebentar, sambil mengern
yitkan dahinya kamandanu memandang anaknya, kemudian kembali senyum menghiasi
bibir kamandanu
Pergilah Nada, mungkin kau ingin melihat sejuknya suasana Padukuh
an kelhiran ayah ini
ya Engger lihat-lihatlah sekitar padukuhan eyangmu, mungkin ada sesuatu yang bisa
menarik buatmu Engger
timpal Ki juntara
Sambil tersenyum Jambu nada beringsut kemudian keluar halaman.
Perlahan Jambu Nada menyusuri jalan simpang di padukuhan kurawan, kakinya mengar
ah ke utara, dia merasa ada sesuatu hal yang terjadi dengan gadis itu.
Jalan nya semakin cepat, hingga sampai di tepi hutan kecil itu.
Dengan jelas Jambu Nada mendengar orang-orang yang berbicara di sudut Pohon besa
r. Di balik bambu besar yang rimbun Jambu melihat ada lima orang disana,
di antaranya dua gadis di luar regol pondok Ki Juntara.
bagaimana adi, apakah adikmu sudah bersedia
tanya Pemuda yang menggunakan ikat kepa
la berwarna hitam
sebentar Kakang, tapi setelah ini urusan kita apakah akan beres
tanya pemuda berbaju
hijau loreng itu.
Pemuda berikat kepala hitam itu tertawa lirih, ada sesuatu yang tersembunyi di b
alik senyumnya itu
tentu, tentu adi semua urusan kita kan beres, tapi
ingat dia harus benar-benar masih bersih dan belum tersentuh
aku yakin kakang, tidak ada yang pernah menyentuhnya
jawab pemuda berbaju hijau lore
ng itu dengan yakin.
apa yang kakang janjikan padanya kakang?
tanya gadis berlesung pipit dengan penuh ke
takutan.
tidak ada yang berlebihan Untari, kau hanya menemani kakang Pragolopati berjalan-j
alan
sahut pemuda berbaju hijau loreng itu pada gadis berlesung pipit
yang ternyata bernama Untari.
aku tidak mau kakang, sekarang biarkan aku pergi, aku harus menemui Ki dukun, inga
t ibu lagi sakit kakang
sahut untari yang hendak melangkah pergi.
ayolah Untari biarkan aku mengantarkanmu pada Ki Dukun
sahut pemuda yang di panggil
Kakang Pragolopati dengan senyuman di kulum.
Untari terdiam sebentar, dengan sekuat tenaga dia menyahut
terimaksih Kakang Prago
lopati, tapi ada nyimas Mintari yang menemi aku
ah sudahlah, tidak perlu basa basi
kata pemuda yang di panggil Kakang Pragolopati
kau harus ikut aku Untari, ini sudah menjadi kesepakatan aku dengan Kakangmu
lanjut
Pragolopati yang sudah tidak telaten.
Pucat dan mengginggil tubuh untari, dia tahu siapa Pragolopati, anak dari saudag
ar permata yang kerap mempermainkan perempuan, dan rata-rata perempuan
yang pernah dekat dengan pemuda itu akan menjadi kurang waras.
Kakinya mundur selangkah sambil memegang tangan Mintari, sahabatnya.
Dengan sekali loncatan Pragolopati menyentuh sendi pundak tubuh Untari, nampakny
a Pragolopati mengusai ilmu kanuragan yang cukup tinggi, dengan jelasnya
tangannya menyentuh sendi aliran darah yang membuat tubuh Untari terdiam tak ber
gerak, selanjutnya tubuh gadis itu di bopongnya, namun sebelum dia meloncat
untuk meninggalkan tempat itu, tiba-tba belakangnya terasa di tumbuk. Pragolopat
i menyeringai, mendelik melihat sekeliling. Siapa yang berani melakukan
hal itu padanya.
Apakah kau memukul aku adi
tanya Pragolopati pada pemuda berbaju hijau loreng dengan

wajah yang memerah.


Gugup pemuda berbaju hijau loreng menjawab
ti...dak kakang, bukan aku kakang
Kembali Pragolopati ingin membopong tubuh Untari, tapi kali ini betisnya yang te
rasa di pukul.
kurang ajar kau Praya
Pragolopati menghardik pemuda berbaju hijau loreng, dengan waj
ah yang memerah Pragolopati melayangkan tangannya menumbuk lambungnya
pemuda berbaju hijau loreng yang bernama Praya itu, tapi kembali sebelum tangann
ya menyentuh lambung Pralaya, tangannya lah yang merasa kesemutan, sesuatu
telah menyentuh tangannya dengan keras.
hmm, ternyata ada yang mau main-main sama Pragolopati, kalau kau berani segera nam
pakan batang hidunngmu, jangan bermain seperti anak kecil yang pandainya
petak umpet
hardik Pragolopati.
Tak ada suara hanya desiran angin yang membelai pepohonan di pinggir hutan kecil
itu, cahaya mentari yang sudah mulai condong menuju tempat pelabuhan,
membuat tak lagi panas yang akan menyengat, apalagi rimbun pepohonan menutupi ca
hya yang mulai lemah untuk bersaing dengan dedaunan yang lebat itu.
hei, kenapa kau tak berani keluar, ayo sini hadapi Pragolopati, murid dari Padepok
an Sengkar Kecubung.
Lantang suara Pragolopati menggema .
Kembali tak ada sahutan, panas sudah hati Pragolopati.
Kancir sini berikan pedang
mu ucap Pragolopati pada orang berkepala pelontos. Dengan segera
Kancir menyerahkan pedang miliknya pada Pragolopati.
Segera pedang itu keluar dari warangkanya, dengan erat Pragolopati menggenggam p
edang itu.
hei dengar pengecut, jika kau tak segera keluar akan kubunuh dua gadis ini, kalau
kau ingin berlagak pahlawan cepat keluat dan hadapi aku
tantang beserta
ancaman Pragolopati pada penyerang tersembunyi itu.
Dengan mengangkat tangannya, pedang itu di arahkan pada leher Mintari, namun kem
bali sebelum pedang itu menyentuh leher gadis yang telah menginggil itu
tiba-tiba pedang itu terlembar dari Pragolopati, dan mata Pragolopati membelalak
, karna tidak hanya terlempar, tapi pedang itu patah dengan empat bagian.
apa yang kau lakukan disini Pragolopati
tiba-tiba suara lelaki serak bersama empat l
elaki bertubuh tegap menuju ke arah Pragolopati.
oh, Paman Guru
seru Pragolopati, dengan sigap Pragolopati dan temannya yang berkepal
a pelontos menunduk hormat pada orang di panggil Paman Guru oleh
Pragolopati.
sebenarnya aku ingin membawa persembahan pada Eyang guru, tapi ada sesorang pengec
ut yang mencoba menghambat aku Paman Guru
kata Pragolopati dengan
tetap menunduk.
apakah kau menuduh aku Pragolopati?
tanya Paman guru dengan sinis
Dengan gagap Pragolopati menjawab tentu tidak Paman Guru
mana berani saya menuduh Paman Guru
Lanjut Pragolopati.
hmm, apakah ini persembahan mu Pragolopati ?
tanya Paman Guru sambil menunjuk Untari
yang terdiam mematung.
iya Paman guru
jawab Pragolopati.
bagus Pragolopati, bawalah gadis itu, masalah orang itu biar paman yang akan urus
ka
ta paman Guru dengan Suara yang melengking mengeluarkan Ajian Gelap
Ngampar, sebuah ajian untuk mengirimkan pesan pada seseorang, dimana orang yang
cukup mempunyai tenaga simpananlah yang tidak akan merasakan efek dari
ajian itu.bagi mereka yang awam atau lemah tenaga dalamnya akan segera pingsan j
ika mendengarkan ajian itu, itulah yang terjadi pada Paraya, Untari dan
Mintari, mereka sudah tidak mampu menguasai diri mereka sendiri, nafas mereka ya
ng terasa sesak, dan jantung yang berdegup kencang.
Tiga orang itu berjatuhan tak sadarkan diri, namun masih belum ada jawaban atau
tanda-tanda orang itu akan keluar.
aneh aku tidak merasakan kehadirannya, tapi jelas tadi pedang yang patah dari tang
an Pragolopati adalah perbuatan orang itu, siapa sebenarnya orang itu
menggumam Paman guru.
Sudahlah Pragolopati bawa gadis yang lainnya tinggalkan saja !!
perintah Paman guru
pada Pragolopati.
Baru saja Pragolopati ingin membopong Untri kembali nyiku terasa di pundak nya b

ahkan lebih keras, sakit yang luar biasa dirasakan Pragolopati, hungga
dia taksadrkan diri terlungkup di tanah dengan membungkuk.
kurang ajar, jangan bermain seperti ini kisanak, orang-orang Sekar Kecubung tidak
pernah takut dengan permainan seper...
belum lah habis Paman Guru
menyelesaikan ucapannya tiba-tiba saja merasa kepalanya merasakan pukulan yang s
angat keras, dan luar biasa sakitnya, matanya mendelik, kemudian terjatuh
di tanah tak sadar diri.
Ke empat orang pengikut Paman Guru terbelalak, sepengethuan mereka Paman Guru ad
alah orang yang mempunyai Ilmu Kedigjayaan yang tak dapat mereka jangkau,
bahkan di daerah ini belum ada orang yang mampu mengalahkan paman guru, namun ap
a yang terjadi di hadapan mereka adalah mustahil, tapi itu kenyataan, tanpa
mampu berbuat sesuatu Paman Guru terjatuh tersungkur di tanah tanpa sadarkan dir
i. Dengan tidak berpikir panjang mereka segera bergegas pergi, dala, hati
mereka hanyalah melaporkan hal ini pada Pimpinan Padepokan Sekar kecubung, atau
lansung pada Eyang Guru.
dimana tempatnya Engger
Tanya Ki Juntara yang segera bangun dari duduk,
di tepi hutan sebelah Utara Paman
jawab Jambu Nada
baiklah, Ki Kamandanu dan engger mohon untuk istirahat dulu di ruang dalam, saya i
ngin melaporkan hal ini pada KI Buyut
kata Ki Juntara sembari memepersilakan
Kamandanu dan Jambu Nada untuk istirahat di ruangan dalam.
siapa mereka itu Jambu Nada
tanya kamandanu sambil duduk diruang dalam setelah Ki ju
ntara pergi menemui Ki Buyut Padukuhan Kurawan ini.
entahlah ayah, tapi mereka sering menyebut Padepokan Sekar Kecubung, dan gadis it
u akan di jadikan persembahan untuk orang yang mereka sebut Eyang Guru
Jawab Kamandanu sambil membaringkan badannya di samping ayahnya.
sepertinya kita akan tinggal di kurawan untuk beberapa hari Nada, kta akan meliha
t perkembangan kasus ini
itu lebih baik ayah, atau ayah ingin mengunjungi makam Bibi Ratih, mungkin ada ses
uatu yang tertinggal disana
jawab Jambu Nada dengan senyuman menggoda
Ayahnya
Kamandanu hanya tersenyum,
kau benar-benar mirip ibu mu Nada
Jambu Nada tertawa lirih
Jelas, Ibu kan senopati seorang Panglima Besar di Majapa
hit
Kembali senyuman mengembang di bibir lelaki setengah baya itu.

Você também pode gostar