Você está na página 1de 9

Zakat Fitrah : 1/3 Buat Amil?

09 September 2010 05:05:05

Assalamualaikum Wr.Wb
Bagaimana cara pembagian zakat fitrah yg benar pak ustad kira2
ilustrasinya sebagai berikut: Zakat fitrah yang terkumpul sekitar 600
kg beras, fakir miskin yang ada pada kampung itu 10 orang. Jumlah
beras yang terkumpul dibagi menjadi tiga kelompok asnaf yang ada
dikampung itu( fakir miskin, amil, dan fisabilillah ) masing-masing
kelompok mendapatkan 200kg.
Kelompok amil dibagi rata-rata pada sepuh orang masing masing
mendapat 20 kg untuk seterusnya disumbangkan ke kas masjid.
Kelompok sabilillah dibagi rata untuk guru mengaji 5 orang dengan
masing masing mendapatkan 40 kg seterusnya di sumbangkan ke
kas masjid kelompok fakir miskin diberikan kepada 10 orang
masing-masing 2,5 kg beras dan sisanya oleh panitia disumbangkan
ke kas masjid.
Dari 600 kg beras yang terkumpul, yang diserahkan kefakir miskin
hanya25 kg dan yang menjadi kas masjid 575 kg.benarkah cara
pembagian tersebut?
Tterimakasih

Jawaban :
Assalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
I. Inti Jawaban :
Harta zakat hanya untuk 8 asnaf yang telah ditetapkan dan
tidak boleh untuk masjid dan lainnya.
Amil Zakat dan asnaf lainnya selain fakir miskin hanya
boleh maksimal mendapat 1/8 bagian dari harta zakat
Amil Zakat punya tanggung-jawab bukan sebatas panitia
zakat fitrah yang kerjanya setahun sekali, tetapi 365 dalam setahun,
agar berhak mendapat jatah zakat.
II. Penjelasan Rinci :
Zakat adalah salah satu bentuk dan bagian terkecil dari beramal
shalih lewat pengeluaran harta yang secara umum disebut shadaqah.
Kalau sedekah boleh diberikan kepada siapa saja dan demi
kepentingan apa saja, selama dianggap punya maslahat dan manfaat,
maka zakat memang rada spesifik dan unik.

A. Zakat Tidak Sama Dengan Sedekah Secara Umum


Meski masih bagian dari sedekah secara umum, tetapi zakat adalah
sebuah ibadah ritual yang segala ketentuannya telah ditetapkan
secara unik oleh Allah SWT. Secara umum bisa kita uraikan
perbedaan zakat dengan sedekah secara umum, antara lain :
1. Mustahik
Yang berhak atas harta zakat itu sudah ditetapkan Allah SWT, tidak
boleh di luar dari yang telah ditetapkan.
2. Wajib Zakat
Yang dibebani kewajiban berzakat hanya pihak tertentu. Mereka
yang di luar ketentuan, meski secara sekilas punya harta, tidak
diwajibkan mengeluarkan harta zakat.
3. Waktu
Sedekah boleh diberikan kapan saja, tergantung cara kita menilai.
Sedangkan harta zakat hanya wajib dikeluarkan pada jadwal yang
telah ditetapkan.
4. Besaran
Sedekah dikeluarkan dengan nilai berapa saja, tidak ada batas
minimal atau maksimal. Sebaliknya harta zakat ada ketentuan
besaranya berdasarkan prosentasi, seperti 2,5% atau 5% atau 10%
atau 20%.
5. Ketentuan Batas Minimal
Harta zakat tidak wajib dikeluarkan manakala belum memenuhi
batas minimal, atau yang kita kenal dengan istilah nishab. Berbeda
dengan sedekah yang tidak mengenal istilah nishab.
B. Penerima Zakat Tidak Boleh Di Luar 8 Asnaf
Seluruh ulama sepakat bahwa ketentuan yang harus paling dipatuh
dalam distribusi harta zakat adalah merupakan ketentuan yang baku.
Harta zakat tidak boleh diberikan kepada sembarang orang, sebab
ketentuannya telah ditetapkan hanya untuk 8 kelompok saja. Dan
hal itu Allah SWT tegaskan di dalam Al-Quran :

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,


orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu`allaf yang
dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berhutang, untuk
jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan,
sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. At-Taubah : 60) Kalau kita
perhatikan ayat di atas, mereka yang berhak atas harta zakat itu
tidak termasuk anak yatim, para janda, para siswa berperestasi, atau
korban bencana. Sebab mereka itu tidak disebutkan dalam jajaran
para mustahiq, padahal ayat di atas dimulai dengan kata (
) .
Fungsinya membatasi, dimana selain yang disebutkan, tidak berhak
dan haram unmtuk menerima harta zakat.
Maka dana zakat juga haram untuk membangun masjid, mushalla,
pesantren, jalan, jembatan, juga tidak dibenarkan untuk dijadikan
modal pembiayaan sebuah usaha walau misalnya untuk rakyat
kecil.
Sedangkan sedekah boleh diberikan kepada siapa saja, asalkan
memang bermanfaat dan tepat guna.
C. Zakat Fithrah
Zakat fithrah dalam banyak hal agak berbeda dengan zakat mal
lainnya. Zakat fithrah, sesuai dengan nama bakunya, yaitu zakat alfithr, sesungguhnya bermakna zakat makanan. Karena Fithr itu
artinya makan, sebagai lawan kata dari shaum yang artinya puasa.

Maka zakat al-fithr itu lebih ditujukan untuk memberi makan di hari
raya Iedul Fithr, setidaknya jangan sampai di hari itu ada orang yang
terpaksa berpuasa lantaran tidak ada yang bisa dimakan. Pesan yang
tersirat di balik syariat zakat al-fithr adalah bahwa zakat itu lebih
diutamakan untuk memberi makan mereka yang fakir dan miskin
saja.
Tidak seperti yang umumnya berlaku untuk harta zakat dari zakat
mal, seperti zakat perdagangan, zakat pertanian, zakat peternakan,
zakat emas, dan zakat-zakat lainnya. Zakat al-fithr sesungguhnya
lebih diutamakan buat mereka yang fakir dan miskin, sebagai
prioritas, karena esensi dan semangatnya memang memberi makan
fakir dan miskin.
D. Pembagian Zakat Fithr

Para ulama memang berbeda pendapat tentang siapa yang


sesungguhnya berhak atas makanan yang wajib diberikan menjelang
masuknya hari Raya Iedul Fithr.
1. Hanya Untuk Fakir Miskin
Pendapat ini didukung oleh mazhab Al-Malikiyah, serta juga
merupakan salah satu riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal. AlImam Ibnu Taymiyah juga berpendapat yang sama.
Mereka menyebutkan bahwa zakat fithr ini hanya khusus buat fakir
miskin. Jadi hanya 2 asnaf dari 8 asnaf yang berhak menerima
makanan itu. Amil, fi sabilillah, muallaf, gharimin, budak, dan ibnu
sabil tidak boleh memakan makanan itu.
2. Boleh Untuk Semua Mustahik
Berbeda dengan pendapat di atas, Jumhur atau mayoritas ulama
membolehkan apabila makanan zakat fithr itu dimakan juga oleh 8
asnaf, termasuk amil dan fi sabilillah. Jadi mereka tidak
membedakan antara mustahik zakat fithr dengan zakat mal secara
umum.
3. Wajib Diratakan Untuk Semua Mustahik
Al-Imam Asy-Syafi`i dalam mazhabnya berpendapat bahwa
makanan zakat fithr itu wajib dibagi rata kepada 8 asnaf.
Setidaknya, yang memang kita dapati di antara ke delapan asnaf itu.
Penjelasan masalah ini bisa kita lihat di dalam kitab Hasyiyah Ibnu
Abidin jilid 2 halaman 79, Al-Hasyiyah li Ad-Dasuqi 1 jilid
halaman 508, Mughni Al-Muhtaj jilid 3 halaman 116 dan kitab AlFuru` jilid 2 halaman 540.
E. Hak Amil Zakat
Amil zakat memang termasuk pihak yang telah ditetapkan untuk
menerima zakat, sesuai dengan firman Allah SWT di dalam surat
At-Taubah di atas. Namun ada beberapa catatan penting yang perlu
untuk digaris-bawahi, antara lain :
1. Amil Tidak Boleh Menerima Lebih Dari 1/8
Ketentuan ini berangkat dari pembagian harta zakat yang ditetapkan
untuk 8 asnaf. Masing-masing mendapat 1/8 bagian dari total harta

zakat. Namun karena syariat zakat itu punya esensi utama memberi
harta kepada fakir miskin, maka hak yang diberikan kepada fakir
miskin memang istimewa. Kalau harta itu masih belum mencukupi
hak-hak fakir miskin, maka asnaf yang lain harus dikalahkan demi
kepentingan fakir miskin.
Hal ini berangkat dari sabda Nabi SAW kepada Muadz bin Jabal
ketika diutus kepada bangsa Yaman :
Harta zakat itu diambil dari orang kaya mereka dan dikembalikan
kepada orang faqir di antara mereka.
Maka bila asnaf tertentu tidak terdapat, hak mereka dikembalikan
kepada pihak faqir dan miskin. Sehinnga para akhirnya, faqir dan
miskin akan mendapatkan porsi paling besar. Sedangkan asnaf
lainnya bila memang ada, haknya tetap 1/8 dan tidak boleh melebihi
jatahnya itu.
Sehingga hasil akhirnya, meski beberapa asnaf yang lain tidak
terdapat, bukan berarti yang ada itu dibagi rata sama besar sesama
asnaf yang ada.
2. Amil Zakat
Sesungguhnya amil zakat itu diperuntukkan lebih utama untuk
semua jenis zakat secara keseluruhan, dimana mereka bekerja keras
membanting tulang 24 jam dalam hidupnya untuk dua tugas utama :
a. Mencari Orang Kaya
Tugas amil adalah berkeliling menelusuri rumah-rumah orang kaya,
lalu membantu mereka untuk menghitungkan harta yang wajib
dikeluarkan zakatnya. Intinya menjemput zakat, bukan duduk manis
di sekretariat sambil kipas-kipas.
Kalau ada orang kaya sampai tidak didatangi atau terlewat, amil
zakat berdosa. Lantaran mereka tidak teliti dalam tugasnya, dan
membiarkan adanya kebatilan di depan mata. Setidaknya, amil zakat
berkewajiban mengingatkan si orang kaya satu persatu bahwa dalam
harta mereka ada hak yang wajib ditunaikan. Kalau orang kaya itu
menampik, ingkar dan enggan bayar zakat, maka menjadi tanggungjawab para amil untuk menyadarkannya.
b. Mencari Orang Miskin
Tugas amil lainnya adalah menelusuri rumah-rumah penduduk

untuk melakukan penelitian yang mendalam tentang data-data orang


fakir dan miskin. Agar jangan sampai harta zakat jatuh ke tangan
mereka yang pada hakikatnya tidak berhak. Dan kalau hal itu terjadi
karena para amil ini lalai, maka ada hukuman berat di akhirat
sebagai orang yang tidak amanah.
Jangan sampai harta zakat hanya disebar dalam antrian panjang
yang sekilas terlihat semarak, padahal jutaan masa itu ternyata
bukan orang yang berhak atas harta zakat. Maka dosanya harus
ditanggung para amil yang kurang profesional itu. Apalagi kalau
sampai ada yang mati berjejalan karena rebutan, tentu harus ada
pertanggung-jawaban hukum secara profesional.
Maka tugas amil adalah berkeliling mengantarkan harta zakat ke
rumah-rumah para fuqara dan masakin yang telah mereka teliti
dengan cermat.
Dengan tugas yang berat itu serta resiko dunia akhirat yang tidak
main-main, maka para amil zakat ini berhak atas kerja keras yang
mereka lakukan. Ada pun kerja amil zakat fitrah yang cuma setahun
sekali, itu pun hanya duduk-duduk di sekretariat masjid sambil
kipas-kipas, lantas tiba-tiba dapat bagian besar sekali dari harta
zakat, melewati batas maksimal yang 1/8 itu, tentu ini sangat tidak
bisa diterima.
Kalau demikian caranya, percuma orang-orang bayar zakat yang
niatnya untuk fakir miskin, karena ternyata 1/3 dari harta itu cuma
buat para amil, yang terkadang mereka sudah hidup berkecukupan,
sementara kerjanya santai dan amat ringan tanpa resiko.
Kalau saya bayar zakat fithr Rp. 30.000, ternyata potongan buat
amil sebesar Rp. 10.000? La haula wala quwaata illa billah.
F. Zakat Tidak Boleh Untuk Masjid
Di atas sudah dijelaskan bahwa harta zakat itu hanya untuk 8 asnaf
saja. Ada pun masjid, bukan termasuk dari salah satunya. Rupanya
para amil yang antum sebutkan itu menyiasati harta zakat yang tidak
boleh untuk masjid itu dengan gaya PNS di semua kementerian,
sesuai dengan naluri para koruptor.
Harta zakat itu digelembungkan buat para amil, dari yang harusnya
hanya 1/8 bagian menjadi 1/3 bagian. Lalu semua amil
menyumbangkan bagiannya untuk masjid.
Barangkali niatnya bagus, yaitu ingin memakmurkan masjid. Tapi

ada yang rada salah kaprah dalam memahami syariat zakat, dan
fenomena ini seringkali terjadi di berbagai bentuk ibadah maliyah
lainnya. Seharusnya, kalau niatnya mau membangun masjid atau
memakmurkannya, maka ajaklah masyarakat untuk semata-mata
menyumbang masjid. Sehingga sejak awal para donatur memang
tahu untuk apa harta mereka digunakan.
Sedangkan cara menyelewengkan dana zakat lalu disulap jadi dana
buat masjid, selain rada licik dan khas para koruptor, disana terjadi
pelanggaran amanah. Entah itu disengaja atau karena keawaman
para amil saja.
Para amil itu wajib mengerti dan paham betul bahwa tiap bentuk
ibadah maliyah itu memang punya misi sendiri-sendiri, dimana
peruntukan dan ketentuannya memang telah ditetapkan Allah SWT.
Misalnya harta zakat, jangankan untuk membangun masjid, untuk
diberikan kepada anak yatim pun tidak boleh. Sebab anak yatim
bukan mustahik zakat, lantaran Allah dan Rasul-Nya telah
menetapkan sumber lain untuk anak yatim.
Mungkin para amil itu berargumen begini : kalau diajak
menyumbang masjid umumnya orang kurang bersemangat, tetapi
kalau buat zakat mereka rajin bayar. Argumentasi ini sekilas masuk
akal, tetapi justru menurut saya kita perlu melihat lebih luas. Kenapa
mereka ogah nyumbang masjid? Kenapa mereka semangat bayar
zakat?
Jangan-jangan mereka sesunguhnya tahu kalau buat nyumbang
masjid, paling-paling cuma buat meninggikan menara saja, yang
sesungguhnya tidak penting-penting amat. Sebaliknya, kalau
nyumbang buat fakir miskin, memang punya nilai pertolongan yang
pasti.
Tetapi oleh para amil zakat yang kurang amanah, niat mau
membantu fakir miskin malah dilecehkan dan dikhianati dengan
trik-trik khas mafia PNS.
G. Zakat Buat Guru?
Guru dalam syariat Islam sangat dihargai. Bahkan di zaman Nabi,
gaji guru termasuk gaji yang paling besar. Para tawanan Perang
Badar diberikan pilihan, siapa yang bisa mengajarkan 10 orang yang
buta huruf, dia akan mendapatkan kebebasannya. Padahal harga
tebusan tawanan itu lumayan mahal. Sebab mereka bisa dijadikan
budak untuk diperjual-belikan di pasar. Dan harga budak itu mahal
sekali.

Sekedar perbandingan saja, ketika Bilal masih jadi budak dan


disiksa oleh tuannya, Umayyah, Abu Bakar datang
membebaskannya. Tahukan anda berapa harga Bilal saat itu? Ya,
tidak kurang dari 200 dinar emas.
Lalu 200 dinar emas itu berapa duit ya?
Begini, pernah Rasulullah SAW meminta salah seorang shahabatnya
untuk membelikan untuknya seekor kambing. Dan uang yang
dititipkan oleh beliau ternyata 1 dinar. Oke, berarti kita tahu kirakira harga 1 dinar setara dengan harga seekor kambing.
Nah, berapa harga seekor kambing hari ini? Anggaplah sejuta perak.
Berarti Bilal dibebaskan dengan nilai kira-kira 200-an juta perak.
Dan tawanan di Badar itu kalau tidak mau dijual jadi budak,
diperintahkan untuk mengajar baca tulis kepada mereka yang buta
huruf.
Bayangkan, berapa gaji yang diterima tiap guru baca tulis buat
tawanan Perang Badar? Ya, asal bisa mengajar baca tulis buat 10
orang, kira-kira diberi honor 200 juta. Mahal kan?
Ini menunjukkan bahwa guru yang mengajarkan sekedar baca tulis
saja sudah sebesar itu honornya, apalagi yang mengajarkan AlQuran, hadits, fiqih, ushul fiqih dan ilmu-ilmu agama yang berguna
buat dunia akhirat, seharusnya dapat lebih besar lagi.
Maka umat Islam harus punya sumber dana khusus buat para guru
yang memang berhak untuk dibayar mahal, tetapi bukan mengambil
dari makanan buat fakir miskin alias mengambil dari dana zakat.
Sebab dana zakat itu sudah ada peruntukannya secara khusus, di
luar jatah untuk guru.
H. Kalau Tidak Boleh Dari Harta Zakat, Lalu Dari Mana?
Ini pertanyaan klasik sekaligus bikin puyeng. Sebab kita tahu
hukum bahwa harta zakat itu hanya boleh untuk kepentingan
tertentu saja. Sementara ada kebutuhan yang begitu beragam,
sementara kesadaran masyarakat hanya di bidang zakat saja. Kalau
diminta membayar zakat sangat rajin, tapi alau diminta sumbangan
membangun masjid, menggaji guru dan lain-lain, tidak terlalu rajin.
Tetapi meski demikian, bukan berarti harta zakat boleh `dirampok`
buat kepentingan yang lain. Adalah menjadi tugas para pengurus
untuk memikirkan sumber-sumber dana sumbangan dan sedekah

selain zakat.
Wallahu a`lam bishshawab, wassalamu `alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc

Você também pode gostar