Você está na página 1de 39

LAPORAN AKHIR

MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN


KABUPATEN LUMAJANG

BAB - IV
STRATEGI PENGEMBANGAN
SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH

4.1 Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Pengelolaan Sampah


Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Pengelolaan Sampah
dimaksudkan sebagai pedoman dalam penyusunan kebijakan teknis,
perencanaan, pemprograman dan kegiatan lain yang terkait dengan
pengelolaan persampahan baik di lingkungan Dinas dan Lembaga terkait
lainnya, juga bagi masyarakat maupun kelompok lainnya yang memiliki
perhatian terhadap pengelolaan sampah. Semua yang tertuang di dalam
kebijakan yang dikembangkan ditujukan untuk mendukung pencapaian sasaran
pembangunan persampahan melalui rencana, program dan pelaksanaan
kegiatan terpadu, efektif dan efisien.
Perumusan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah pada dasarnya adalah
untuk mewujudkan visi pengelolaan sampah perkotaan yang diharapkan akan
dapat terjadi pada masa yang akan datang. Perumusan visi tersebut didasarkan
pada isu-isu utama yang dihadapi dalam pengelolaan persampahan pada saat
ini
4.1.1 Visi dan Misi
Visi dan Misi Persampahan untuk memberi arahan bagi pengembangan
persampahan Kabupaten Lumajang dalam rangka mencapai visi misi Kabupaten.
Visi misi kabupaten dan Visi Misi Persampahan dapat dilihat dalam tabel berikut.

|4 - 1

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

Tabel 4.1 Visi dan Misi Persampahan Kabupaten Lumajang


Visi Kab
Lumajang
Terwujudnya
Masyarakat
Lumajang
yang
Sejahtera dan
Bermartabat

Misi Kab Lumajang

a. Meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui
peningkatan perekonomian
daerah dengan pemanfaatan
sumberdaya alam yang
berwawasan lingkungan,
menciptakan iklim usaha yang
kondusif serta peningkatan
pengetahuan dan kemampuan
pelaku ekonomi

Visi Sanitasi
Kab Lumajang

Misi Persampahan Kab


Lumajang

Terwujudnya
Kabupaten
Lumajang yang
Bersih dan
Sehat Tahun
2017 melalui
Pembangunan
Sanitasi yang
berkelanjutan

- Meningkatkan kualitas dan


kuantitas sarana dan prasarana
pengelolaan sampah

b. Meningkatkan masyarakat
yang bermartabat melalui
peningkatan tata kelola
pemerintahan yang baik dengan
peningkatan sumberdaya
manusia dan profesionalisme
aparatur

c. Meningkatkan kualitas hidup


masyarakat melalui
peningkatan kehidupan
beragama, kualitas pendidikan,
pelayanan kesehatan,
penanganan sosial dan
pengentasan kemiskinan

- Meningkatkan peran
masyarakat dan dunia usaha
dalam pengelolaan sampah
- Mengurangi timbulan sampah
dalam rangka pengelolaan
sampah berkelanjutan.
- Meningkatkan jangkauan dan
kualitas pelayanan sistem
pengelolaan persampahan.

- Meningkatkan kemampuan
manajemen dan kelembagaan
dalam sistem pengelolaan
persampahan sesuai dengan
prinsip good and cooperative
governance.
- Meningkatkan dan
memobilisasi berbagai
sumberdaya dalam
pengelolaan Sampah

Sumber Data : Kesepakatan POKJA AMPL Kabupaten Lumajang

4.1.2 Strategi Pengembangan


Langkah-langkah perumusan strategi system pengelolaan persampahan adalah
menggunakan metode SWOT. Metode ini diawali oleh tahapan identifikasi faktorfaktor penentu (eksternal maupun internal), kemudian dilakukan penilaian atau
evaluasi atas faktor eksternal (EFE = Eksternal Factor Evaluation), serta
penilaian atas faktor internal (IFE = Internal Factor Evaluation), barulah
kemudian memasuki tahapan pemetaan dalam SWOT Analisis.
A. Identifikasi Faktor-faktor Penentu
Identifikasi terhadap faktor-faktor penentu atau faktor lingkungan yang
mempengaruhi pengelolaan sampah di Kabupaten Lumajang terdiri dari ;
faktor eksternal dan faktor internal yang diperoleh berdasarkan hasil

|4 - 2

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

identifikasi potensi dan kondisi pengelolaan sampah/kebersihan


penilaian oleh pihak tenaga ahli konsultan.

serta

Berdasarkan informasi yang telah terkumpul selanjutnya dilakukan evaluasi


dapat ditetapkan faktor-faktor penentu utama yang terdiri dari ; kekuatan
(strength) serta kelemahan (weakness) yang dimiliki stakeholders, peluang
(opportunities) dan ancaman (threaths) yang timbul dan dihadapi dalam
pengelolaan sampah.
1.

Faktor Internal
Faktor-faktor penentu utama yang berasal dari lingkungan internal yang
mempengaruhi pengelolaan sampah di Kabupaten Lumajang adalah
sebagai berikut :
a.

Kekuatan
1) Rencana pengembangan wilayah Kabupaten Lumajang;
2) Kondisi topografi wilayah yang sangat bervariasi dari dataran
rendah sampai dengan dataran tinggi, sehingga memungkinkan
dibangunnya TPST dan TPA;
3) Arah pengembangan kota dan wilayah yang cenderung dapat
terkendali dan tertata baik;
4) Tersedianya anggaran yang memadai guna dapat mengelola
sampah/kebersihan secara optimal dan berkesinambungan.

b.

Kelemahan
1) Tingkat pelayanan relatif masih rendah;
2) Keterbatasan kapasitas SDM Pemda, dalam mengelola kebersihan
kota/kabupaten;
3) Investasi dalam penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan
sampah masih rendah;
4) Keterbatasan pembiayaan dalam pengelolaan sampah, sebagai
akibat rasio anggaran persampahan terhadap APBD relative rendah;
5) Belum terpisahnya kedudukan dan fungsi regulator dan operator
dalam pengelolaan persampahan;
6) Pembinaan yang bersifat aksi untuk mengelola sampah dari
Pemerintah Kabupaten Lumajang masih kurang;
7) Belum adanya peraturan daerah yang secara khusus mengetur
pengelolaan sampah/kebersihan;
8) Penegakkan hukum bagi pelanggar untuk menjaga kebersihan
lingkungan dan wilayah relatif belum ada.

2.

Faktor Eksternal
Faktor-faktor penentu utama yang berasal dari lingkungan eksternal yang
dapat
mempengaruhi pengelolaan sampah di Kabupaten Lumajang,
terdiri dari :
a.

Peluang
|4 - 3

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

1) Dukungan kebijakan Pemerintah Daerah dalam mengoptimalkan


pengelolaan sampah berbasis lingkungan;
2) Kebijakan Nasional yang menetapkan bahwa pengelolaan sampah
harus sampai ke tingkat desa;
3) Kondisi sosial budaya masyarakat yang cenderung heterogen;
4) Besarnya peluang pengelolaan sampah berbasis 3R;
5) Adanya dukungan yang kuat dari Pemerintah Pusat dan Provinsi
guna mewujudkan wilayah dan lingkungan yang bersih, sehat dan
berkelanjutan.
b.
Ancaman
1) Kecenderungan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi akibat
adanya migrasi penduduk yang masuk;
2) APBD sebagai sumber pembiayaan pengelolaan persampahan;
3) Masyarakat belum dilibatkan secara optimal dalam pengelolaan
persampahan;
4) Rendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah
yang benar dan ramah lingkungan;
5) Insiatif
lokal
belum
muncul
guna
memperoleh
layanan
persampahan/kebersihan.
B. Evaluasi Faktor Penentu Eksternal dan Internal
Tahap berikutnya dari perumusan strategis ini adalah evaluasi atau penilaian
terhadap faktor-faktor penentu internal maupun eksternal.yang akan disajikan
dalam bentuk matriks di bawah ini.
1.

Matriks Internal Factor Evaluation (IFE)


Matriks IFE digunakan untuk mengetahui tingkat kepentingan faktor-faktor
internal yang berpengartuh bagi suatu upaya pengembangan berkaitan
dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting. Tahapan kerja
pada matriks IFE adalah :.
a. Penentuan faktor-faktor utama yang mempunyai dampak penting pada
kesuksesan atau kegagalan usaha, yang mencakup perihal kekuatan
(strengths) dan kelemahan (weakness) bagi usaha. Faktor-faktor
penentu internal dalam pengelolaan sampah di Kabupaten Lumajang
secara ringkas disajikan pada tabel dibawah ini.
b. Penentuan bobot bagi masing-masing faktor internal, penilaian
berdasarkan tingkat kekuatan atau kepentingan dari masing-masing
faktor. Jumlah bobot dari seluruh faktor harus sebesar 1,0. Cara
penentuan nilai bobot menggunakan Metode Pair Comparison, dimana
masing-masing faktor satu sama lain secara berpasangan
diperbandingkan tingkat kepentingannya atau kekuatannya. Bila salah
satu dianggap lebih kuat diberi nilai 3 dan yang lemah diberi nilai 1.
Bila keduanya dianggap sama kuat, maka masing-masing diberi nilai 2.
Kemudian hasil penilaian masing-masing faktor diakumulasikan dan
|4 - 4

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

diperbandingkan dengan nilai keseluruhan faktor yang diperoleh,


sehingga muncul nilai bobot masing-masing faktor, penilaian bobot ini
dilakukan oleh beberapa tenaga ahli untuk kemudian diambil nilai rataratanya.
c. Penentuan rating setiap faktor ; rating ditentukan berdasarkan
efektivitas faktor penentu bagi strategi pengembangan. Nilai yang
diberikan berupa skala Likert dalam range 1 4, dengan keterangan
sebagai berikut :
Untuk faktor kekuatan ;

4
3

= sangat kuat (major strengths)


= tidak begitu kuat (minor strengths)

Untuk faktor kelemahan :


2 = cukup lemah (minor weakness)
1 = sangat lemah (major weakness)
d. Menentukan skor untuk masing-masing faktor internal utama, dengan
cara mengalikan bobot dengan nilai ratingnya.

Tabel 4.2 IFE Matriks


No
.
1

4
5
6

FAKTOR PENENTU INTERNAL


Rencana
pengembangan
Kabupaten Lumajang

wilayah

Kondisi topografi wilayah yang sangat


bervariasi
dari
dataran
rendah
sampai
dengan
dataran
tinggi,
sehingga
memungkinkan
dibangunnya TPST dan TPA
Arah
pengembangan
kota
dan
wilayah
yang
cenderung
dapat
terkendali dan tertata baik
Tersedianya anggaran yang memadai
guna
dapat
mengelola
sampah/kebersihan secara optimal
dan berkesinambungan
Tingkat pelayanan relatif masih
rendah
Keterbatasan kapasitas SDM Pemda,
dalam
mengelola
kebersihan
kota/kabupaten

Bobot
Nilai

Rating

Skor

0,10

0,40

0,07

0,21

0,09

0,36

0,09

0,36

0,08

0,16

0,08

0,16

|4 - 5

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

9
10
11

12

Investasi dalam penyediaan sarana


dan prasarana pengelolaan sampah
masih rendah
Keterbatasan
pembiayaan
dalam
pengelolaan sampah, sebagai akibat
rasio
anggaran
persampahan
terhadap APBD relative rendah
Belum terpisahnya kedudukan dan
fungsi regulator dan operator dalam
pengelolaan persampahan
Pembinaan yang bersifat aksi untuk
mengelola sampah dari Pemerintah
Kabupaten Lumajang masih kurang
Belum adanya peraturan daerah
yang
secara
khusus
mengatur
pengelolaan sampah/ kebersihan
Penegakkan hukum bagi pelanggar
untuk
menjaga
kebersihan
lingkungan dan wilayah relatif belum
ada
Jumlah

0,08

0,16

0,08

0,08

0,10

0,10

0,08

0,16

0,08

0,08

0.07

0,14

2,37

e. Menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total. Nilai ratarata adalah 2,5. Jika nilai dibawah rata-rata 2,5 menandakan bahwa
secara internal kondisi upaya pengelolaan sampah di Kabupaten
Lumajang saat ini
adalah lemah, sedangkan nilai di atas 2,5
menunjukkan posisi internal yang kuat. Matriks IFE terdiri dari cukup
banyak faktor. Jumlah faktor-faktornya tidak berpengaruh pada bobot
karena jumlah bobot semua faktor harus selalu 1,0. Total skor yang
diperoleh adalah 2,37, hal ini mengindikasikan bahwa posisi internal
untuk mengelola sampah di Kabupaten Lumajang
adalah lemah
(dibawah rata-rata).
Dari matrik IFE yang disusun terlihat bahwa faktor kekuatan tertinggi
terletak pada adanya rencana pengembangan wilayah Kabupaten
Lumajang.
Sedangkan faktor kelemahan tertinggi adalah belum
adanya peraturan daerah yang secara khusus mengatur pengelolaan
sampah/ kebersihan dan keterbatasan pembiayaan dalam pengelolaan
sampah, sebagai akibat rasio anggaran persampahan terhadap APBD
relative rendah .
Total nilai (skor) yang diperoleh menunjukkan bahwa pengelolaan
sampah di Kabupaten Lumajang berada di bawah rata-rata dari
keseluruhan posisi strategis internalnya dalam upaya memanfaatkan
kekuatan serta meminimalisasi kelemahan yang dimiliki.
Pemanfaatan kekuatan yang dimiliki dalam upaya pengelolaan sampah
di Kabupaten Lumajang harus diupayakan dengan menerapkan
strategi yang mampu mendayagunakan sumberdaya internal,

|4 - 6

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

kemampuan serta kompetensi untuk melakukan apa yang semula


dianggap sebagai tujuan yang tidak dapat dicapai.
2. Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE)
Matriks EFE digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor eksternal yang
berpengaruh terhadap suatu upaya pengelolaan sampah di Kabupaten
Lumajang. Hal ini penting karena faktor eksternal berpengaruh secara
langsung maupun tidak langsung terhadap upaya pengelolaan sampah di
Kabupaten Lumajang. Tahapan kerja matriks EFE ini adalah :
a. Penentuan faktor-faktor utama yang mempunyai dampak penting pada
kesuksesan atau kegagalan upaya pengelolaan sampah, yang
mencakup perihal peluang (opportunities) dan ancaman (threats) bagi
usaha. Faktor-faktor penentu eksternal
utama untuk pengelolaan
sampah di Kabupaten Lumajang dapat dilihat pada tabel EFE Matriks.
b. Penentuan bobot bagi masing-masing faktor eksternal, penilaian
berdasarkan tingkat peluang atau ancaman dari masing-masing faktor.
Jumlah bobot dari seluruh faktor harus sebesar 1,0. Cara penentuan
nilai bobot menggunakan Metode Pair Comparison, dimana masingmasing faktor satu sama lain secara berpasangan diperbandingkan
tingkat kepentingannya. Bila salah satu dianggap lebih kuat diberi nilai
3 dan yang lemah diberi nilai 1. Bila keduanya dianggap sama kuat,
maka masing-masing diberi nilai 2. Kemudian hasil penilaian masingmasing faktor diakumulasikan dan diperbandingkan dengan nilai
keseluruhan faktor yang diperoleh, sehingga muncul nilai bobot
masing-masing faktor, penilaian bobot ini dilakukan oleh beberapa
tenaga ahliuntuk kemudian diambil rata-ratanya.
c. Penentuan rating setiap faktor, rating ditentukan berdasarkan
efektivitas faktor penentu bagi strategi pengelolaan sampah di
Kabupaten Lumajang. Nilai yang diberikan berupa skala Likert dalam
range 1 4, dengan keterangan sebagai berikut :
1 = sangat lemah (major weakness)
2 = cukup lemah (minor weakness)
3 = tidak begitu kuat (minor strengths)
4 = sangat kuat (major strengths)
d. Menentukan skor untuk masing-masing faktor eksternal utama, dengan
cara mengalikan bobot dengan nilai ratingnya.
Tabel 4.3 Tabel EFE Matriks
No
.

FAKTOR PENENTU EKSTERNAL

Bobot
Nilai

Ratin
g

Skor

Dukungan kebijakan Pemerintah Daerah dalam


mengoptimalkan pengelolaan sampah berbasis
lingkungan

0,11

0,44

|4 - 7

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

Kebijakan Nasional yang menetapkan bahwa


pengelolaan sampah harus sampai ke tingkat desa

0,09

0,27

Kondisi sosial budaya masyarakat yang cenderung


heterogen

0,10

0,40

Besarnya peluang pengelolaan sampah berbasis 3R

0,10

0,40

Adanya dukungan yang kuat dari Pemerintah Pusat


dan Provinsi guna mewujudkan wilayah dan
lingkungan yang bersih, sehat dan berkelanjutan

0,10

0,30

Kecenderungan laju pertumbuhan penduduk yang


tinggi akibat adanya migrasi penduduk yang masuk

0,09

0,27

Masyarakat belum dilibatkan secara optimal dalam


pengelolaan persampahan

0,10

0,33

APBD sebagai sumber pembiayaan pengelolaan


persampahan

0,11

0,44

Rendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk


mengelola sampah yang benar dan ramah
lingkungan

0,11

0,44

10

Inisiatif lokal belum muncul guna memperoleh


layanan persampahan/ kebersihan

0,09

0,27

Jumlah

3,56

e. Menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total. Skor total


4,0 mengindikasikan bahwa upaya pengelolaan sampah di Kabupaten
Lumajang merespon dengan cara yang luar biasa terhadap peluangpeluang yang ada dan mampu menghindari ancaman yang dihadapi.
Sementara itu skor total 1,0 menunjukkan bahwa upaya pengelolaan
sampah di Kabupaten Lumajang tersebut tidak memanfaatkan peluang
yang ada dan tidak menghindari ancaman-ancaman eksternal. Seperti
halnya matriks IFE, matriks EFE ini terdiri dari cukup banyak faktor.
Jumlah faktor-faktornya tidak berpengaruh pada bobot nilai karena
jumlah bobot semua faktor harus selalu 1,0. Nilai skor yang diperoleh
adalah 3,56, hal ini mengindikasikan bahwa posisi eksternal untuk
mengelola sampah di Kabupaten Lumajang adalah diatas rata-rata.
Dari matrik EFE yang telah disusun terlihat bahwa dukungan kebijakan
Pemerintah Daerah dalam mengoptimalkan pengelolaan sampah
berbasis lingkungan merupakan faktor peluang terbesar, sedangkan
faktor ancaman tertinggi adalah APBD sebagai sumber pembiayaan
pengelolaan persampahan dan Rendahnya tingkat kesadaran
masyarakat untuk mengelola sampah yang benar dan ramah
lingkungan.

|4 - 8

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

Total skor yang diperoleh dari hasil perhitungan matrik eksternal faktor
menunjukkan bahwa pengelolaan sampah di Kabupaten Lumajang
berada pada posisi diatas rata-rata dari keseluruhan posisi
strategisnya, fenomena ini menunjukkan bahwa pengelolaan sampah
di Kabupaten Lumajang sejalan dengan waktu dan kebijakan yang
diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten Lumajang
akan mampu
memanfaatkan
peluang-peluang
eksternal
yang
timbul
dan
mengantisipasi ancaman-ancaman yang dihadapi.
Pemanfaatan peluang-peluang yang timbul dalam upaya pengelolaan
sampah di Kabupaten Lumajang dilakukan dengan cara menerapkan
strategi penciptaan nilai yang cocok, sehingga mampu mewujudkan
kerjasama pengelolaan yang terintegrasi dan berkelanjutan.
C. Penyusunan Strategi/Arah Kebijakan
Alat analisis yang digunakan untuk menyusun strategi/arah kebijakan
pengelolaan sampah di Kabupaten Lumajang adalah Matrik SWOT. Matrik
SWOT merupakan suatu matrik yang dapat menggambarkan secara jelas
peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi suatu upaya pengembangan,
penataan maupun pembinaan serta dapat disesuaikan dengan kekuatan dan
kelemahan yang dimilikinya, strategi yang dihasilkan dipilih untuk
diimplementasikan
dan layak dilaksanakan. Dalam matrik SWOT
strategi/arah kebijakan dibangun dengan memadukan unsur-unsur kekuatan
dengan peluang dan ancaman, serta unsur-unsur kelemahan dengan peluang
dan ancaman, sehinga diperoleh strategi sebagai berikut :
Strategi SO : menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang.
Strategi ST : menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman.
Strategi WO : meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang.
Strategi WT : meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman.
Mengevaluasi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki serta guna
mengantisipasi timbulnya peluang serta ancaman yang dihadapi suatu
upaya pengembangan dapat dilakukan secara periodik, hal ini dimaksudkan
agar faktor-faktor yang dievaluasi dapat disusun dan ditetapkan strategi
penanganannya.

|4 - 9

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

Tabel 4.4 Formulasi Strategi SWOT1


Strengths (S):

Weaknesses (W):

1.

1.

FAKTOR
INTERNAL

2.

3.

FAKTOR
EKSTERNAL

4.

Rencana
pengembangan
wilayah Kabupaten
Lumajang (0,40)
Kondisi
topografi
wilayah
yang
sangat
bervariasi
dari dataran rendah
sampai
dengan
dataran
tinggi,
sehingga
memungkinkan
dibangunnya TPST
dan TPA (0,21)
Arah
pengembangan
kota dan wilayah
yang
cenderung
dapat
terkendali
dan tertata baik
(0,36)
Tersedianya
anggaran
yang
memadai
guna
dapat
mengelola
sampah/kebersihan
secara optimal dan
berkesinambungan
(0,36)

2.
3.
4.

5.
6.

7.

8.

Tingkat pelayanan relatif masih


rendah (0,16)
Keterbatasan kapasitas SDM Pemda,
dalam
mengelola
kebersih-an
kota/kabupaten (0,16)
Investasi dalam penyediaan sarana
dan prasarana pengelolaan sampah
masih rendah (0,16)
Keterbatasan pembiayaan dalam
pengelolaan sampah, sebagai akibat
rasio
anggaran
per-sampahan
terhadap APBD relative rendah
(0,08)
Belum terpisahnya kedudukan dan
fungsi regulator dan operator dalam
pengelolaan persampahan (0,10)
Pembinaan yang bersifat aksi untuk
mengelola sampah dari Pemerintah
Kabupaten Lumajang masih kurang
(0,10)
Belum adanya peraturan daerah
yang secara khusus
mengatur
pengelolaan sampah/ kebersihan
(0,08)
Penegakkan hukum bagi pelanggar
untuk
menjaga
kebersihan
lingkungan dan wilayah relatif belum
ada (0,14)

Opportunities (O):

Strategi SO:

Strategi WO:.

1.

Membangun
dan
me-ngembangkan
kemitraan
pengelolaan
sampah
dengan
masyarakat (S1,3 :
O3,4)

Penyusunan
regulasi/peraturan
daerah
pengelolaan
kebersihan
(W7,8 : O1,2,5)

2.
3.
4.
5.

Dukungan kebijakan Pemerintah Daerah


dalam mengoptimalkan pengelolaan sampah
berbasis lingkungan (0,44)
Kebijakan Nasional yang menetapkan bahwa
pengelolaan sampah harus sampai ke tingkat
desa (0,27)
Kondisi sosial budaya masyarakat yang
cenderung heterogen (0,40)
Besarnya peluang pengelolaan sampah
berbasis 3R (0,40)
Adanya dukungan yang kuat dari Pemerintah
Pusat dan Provinsi guna mewujudkan wilayah
dan lingkungan yang bersih, sehat dan
berkelanjutan (0,30)

Threats (T):

1.
2.
3.
4.

Kecenderungan laju pertumbuh-an penduduk


yang tinggi akibat adanya migrasi penduduk
yang masuk (0,27)
Masyarakat belum dilibatkan secara optimal
dalam pengelolaan persampahan (0,33)
APBD
sebagai
sumber
pembiayaan
pengelolaan per-sampahan (0,44)
Rendahnya tingkat kesadaran masyarakat
untuk mengelola sampah yang benar dan
ramah lingkungan (0,44)

Pemilahan Tupoksi regulator dan


operator
dalam
pelayanan
kebersihan/ persampahan (W5,6
:
O1,2,5)
Peningkatan kinerja kelembagaan
dalam pengelolaan persampahan
(W1,2,3,4 : O1,2,5)

Strategi ST:
Mengoptimalkan
upaya peningkatan
pola
pembiayaan
pengelolaan
persampahan (S1,3 :
T3,4)

Strategi WT:
Sosialisasi
kemasyarakat
akan
budaya sehat, bersih dan ramah
lingkungan (W5,7 : T6,7,8)

|4 - 10

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

5.

Inisiatif
lokal
belum
memperoleh
layanan
kebersihan (0,27)

muncul
guna
per-sampahan/

Secara umum tujuan analisis matrik SWOT adalah untuk menyusun strategi
yang mampu mengatasi kelemahan sehingga menjadi kekuatan dalam
memanfaatkan peluang-peluang yang timbul dan berupaya menghindari dan
mengurangi dampak ancaman. Hasil akhir analisis matrik SWOT adalah
strategi/arah kebijakan pengembangan berupa strategi-strategi alternatif
yang mampu memanfaatkan sumber daya dan kompetensi inti yang dimiliki
dalam menghadapi dan mengantisipasi ancaman dan peluang dalam suatu
upaya pengelolaan sampah secara prima di Kabupaten Lumajang. Bentuk
strategi/arah kebijakan pengembangan yang disusun dalam studi ini dapat
dilihat pada gambar matrik SWOT di atas.
Strategi-strategi alternatif yang disusun berdasarkan hasil pengolahan matrik
SWOT adalah sebagai berikut :
1.

Strategi SO
Membangun dan mengembangkan
dengan masyarakat

2.

kemitraan

pengelolaan

sampah

Strategi ST
Mengoptimalkan
persampahan

upaya

peningkatan

pola

pembiayaan

pengelolaan

3. Strategi WO

a. Penyusunan regulasi/peraturan daerah pengelolaan kebersihan.


b. Pemilahan Tupoksi regulator dan operator dalam pelayanan kebersihan/
persampahan.

c. Peningkatan kinerja kelembagaan dalam pengelolaan persampahan


4. Strategi WT
Sosialisasi kemasyarakat
lingkungan.

akan

budaya

sehat,

bersih

dan

ramah

D. Penilaian Strategi Pilihan


Analisis lingkungan internal dan eksternal di atas menghasilkan enam strategi
pilihan yang telah ditetapkan didasarkan pada parameter faktor internal
(kekuatan dan kelemahan) dan paramater faktor eksternal (peluang dan
ancaman). Guna menentukan prioritas bagi masing-masing strategi pilihan
perlu dilakukan penilaian dengan beberapa kriteria, sebagai berikut :

|4 - 11

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

a. Besaran implementasi program yang diusulkan bagi pengelolaan


sampah di Kabupaten Lumajang, baik secara kuantitatif maupun ruang
lingkup/cakupannya;
b. Tingkat kepentingan kaitannya dengan peningkatan yang diharapkan;
c. Keterkaitan antara strategi pilihan dengan visi dan misi pengelolaan
sampah di Kabupaten Lumajang;
d. Urgensi, menunjukkan
dilaksanakan;

pentingnya

strategi

pilihan

untuk

segera

e. Prestasi, menunjukkan strategi pilihan efektif;


f.

Sinergi, strategi pilihan dapat mensinergikan


meningkatkan hasil yang lebih baik.

stakeholders

dalam

Skala yang digunakan adalah 1 5 yang menunjukkan nilai 1 = terendah dan


nilai 5 = tertinggi.
Berdasarkan hasil penilaian terhadap strategi pilihan sebagaimana tertuang
dalam matriks SWOT maka strategi utama dalam pengelolaan sampah di
Kabupaten Lumajang ini jika diurutkan berdasarkan skala prioritas adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.5 Skala Prioritas Pengelolaan Sampah Kabupaten Lumajang
Kriteria Penilaian
No.

Strategi Pilihan

Membangun dan
mengembangkan
kemitraan
pengelolaan
sampah dengan
masyarakat
Mengoptimalkan
upaya
peningkatan pola
pembiayaan
pengelolaan
persampahan
Penyusunan
regulasi/peratura
n daerah
pengelolaan
kebersihan
Pemilahan
Tupoksi regulator
dan operator
dalam pelayanan
kebersihan/

Jumla
h

Ran
gkin
g

Besara
n

Tingkat
Kepenti
ngan

Keterk
aitan

Urgen
si

Prestas
i

Sinergi

19

20

23

21

|4 - 12

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

persampahan
5

Peningkatan
kinerja
kelembagaan
dalam
pengelolaan
persampahan
Sosialisasi
kemasyarakat
akan budaya
sehat, bersih dan
ramah
lingkungan

18

18

Berdasarkan hasil penilaian terhadap strategi pilihan di atas, maka strategi


utama dalam pengelolaan sampah di Kabupaten Lumajang ini jika diurutkan
berdasarkan skala prioritas adalah sebagai berikut :
1. Penyusunan regulasi/peraturan daerah pengelolaan kebersihan.
2. Pemilahan Tupoksi regulator dan operator dalam pelayanan kebersihan/
persampahan.
3. Mengoptimalkan upaya peningkatan pola pembiayaan pengelolaan
persampahan.
4. Membangun dan mengembangkan kemitraan pengelolaan sampah
dengan masyarakat.
5. Peningkatan kinerja kelembagaan dalam pengelolaan persampahan.
6. Sosialisasi kemasyarakat akan budaya sehat, bersih dan ramah
lingkungan.

4.2. Tujuan dan Target Penanganan


4.2.1 Tujuan
Meningkatkan pengelolaan dan pelayanan persampahan/kebersihan untuk
mendukung Visi dan Misi Pemerintah, yaitu Terwujudnya Masyarakat
Lumajang yang Sejahtera dan Bermartabat.
4.2.2 Target Penanganan
Masterplan pengelolaan sampah di Kabupaten Lumajang ini direncanakan untuk
jangka waktu 20 tahun (2015 2034) yang terbagi dalam 3 (tiga) tahap
pengembangan yaitu jangka pendek (2015-2016), jangka menengah (20172022), dan jangka panjang (2023-2034). Program-program yang diusulkan dalam
studi ini dirancang untuk dapat dilaksanakan dalam kurun waktu 20 tahun
kedepan dengan target capaian yang ada pada setiap tahapan pengembangan.

|4 - 13

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

Pada Tahap Jangka Pendek (2015-2017), program yang diusulkan diprioritaskan


untuk menangani masalah persampahan eksisting yang kini sedang dialami oleh
Kabupaten Lumajang:
1. Meningkatkan pelayanan pada wilayah perkotaan yang fasilitas umum
seperti pasar, perkantoran hingga 100%.
2. Meningkatkan pelayanan pada wilayah-wilayah pelayanan permukiman yang
belum terlayani hingga 50%.
3. Mulai tersosialisasikannya konsep penanganan sampah dengan pola 3R.
4. Pembangunan infrastruktur Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) baru.
Pada Tahap Jangka Menengah (2018-2022), program yang diusulkan
diprioritaskan untuk membentuk perangkat-perangkat pendukung dalam
perencanaan fasilitas 3R skala kawasan :
1. Meningkatkan pelayanan pada wilayah-wilayah yang belum terlayani hingga
50% dari volume sampah pemukiman.
2. Melakukan sosialisasi 3R secara intensif kepada kelompok masyarakat dan
stakeholder-stakeholder terkait.
3. Menyediakan sarana dan prasarana operasional 3R di lokasi-lokasi strategis
mulai dari sumber penghasil sampah sampai dengan pemerosesan di TPA.
4. Membentuk perangkat hukum, perangkat pembiayaan, serta kelembagaan
dan struktur kerja dalam operasional pengelolaan fasilitas 3R.
5. Optimalisasi dan evaluasi tahap Jangka pendek.
Pada Tahap Jangka Panjang (2023-2034), program yang diusulkan diprioritaskan
untuk meningkatkan dan memantapkan tatanan kelembagaan dan manajerial
pengelolaan sampah 3R:
1. Meningkatkan pelayanan pada wilayah-wilayah permukiman yang belum
terlayani hingga minimal 85%.
2. Melakukan pemberdayaan masyarakat agar dapat melakukan upaya
pengelolaan sampah berorientasi 3R secara mandiri baik skala rumah tangga
maupun RW dan Kelurahan.
3. Melakukan kerjasama dengan pihak-pihak terkait untuk pemberdayaan lebih
lanjut dari produk-produk 3R yang dihasilkan.
4. Optimalisasi dan evaluasi tahap Jangka menengah.
4.3. Pengembangan Daerah Pelayanan
Pengembangan daerah pelayanan meliputi seluruh wilayah Ibu Kota Kabupaten
dan Ibu Kota Kecamatan di Wilayah Perkotaan sesuai dengan RTRW Kabupaten
dengan pengecualian pada daerah yang masih bercirikan perdesaan yang tidak
memerlukan pelayanan skala kota karena dapat melakukan pengelolaan sampah
sendiri dengan bantuan pendampingan. Pengembangan daerah pelayanan ini
merupakan strategi untuk meningkatkan cakupan pelayanan perkotaan secara
terencana dari 40% saat ini menjadi 85% pada akhir tahun 2034.

|4 - 14

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

Rencana pengembangan pelayanan yang direncanakan selama 20 tahun


mendatang adalah sebagai berikut :

1. Lingkup pelayanan pengelolaan sampah adalah seluruh wilayah administrasi


Kabupaten Lumajang, baik perkotaan maupun perdesaan.
2. Wilayah perkotaan dilayani secara intensif oleh Bidang Kebersihan Dinas
Lingkungan Hidup, adapun wilayah perdesaan dileyani dengan pola
pembinaan untuk dikembangkannya Sistem Pengelolaan Sampah Berbasis
Masyarakat.
3. Jenis sampah yang dikelola oleh Bidang Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup
adalah sampah domestik, yaitu sampah yang bersumber dari aktifitas
rumah tangga/domestik, tidak termasuk limbah industri dan medis.
4. Limbah industri, atau sampah hasil proses produksi, adalah tanggung jawab
setiap lembaga atau individu dan atau badan yang menghasilkannya dan
tidak menjadi tanggung jawab Bidang Kebersihan. Hal tersebut telah diatur
oleh undang-undang tentang pengelolaan limbah B3 dari industri untuk
dikelola oleh pihak yang telah ditunjuk pemerintah.
5. Pengelolaan sampah B3 rumah tangga, misalnya kaleng bekas kemasan
insektisida, batu baterai bekas, neon bekas dan lain sebagainya secara
bertahap harus menjadi tanggung jawab Pemerintah. Bidang Kebersihan
tidak bertanggung jawab atas pengolahan sampah jenis ini. Akan tetapi
disebabkan sampah jenis ini terkandung di dalam sampah domestik, maka
Bidang Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup harus menanganinya dengan
memisahkannya dari sampah lainnya.
6. Pewadahan, pengumpulan dan pengangkutan di sumber diarahkan menuju
sistem terpilah. Sampah dipilah menjadi 3 jenis, yaitu : sampah organik,
anorganik dan B3 Rumah Tangga.
7. Dalam jangka pendek, pemilahan diperkenalkan diseluruh aktifitas penimbul
sampah, dan pada jangka menengah
akan diimplementasikan secara
bertahap, dengan prioritas pengadaan sarana prasarana di wilayah non
permukiman. Di permukiman, pemilahan di sumber akan dilakukan secara
bertahap sejalan dengan pengembangan sarana pengolahan lainnya.
8. Operasi pengumpulan sampah dari rumah-rumah ke Tempat Pengolahan
Sampah Skala Kelurahan (TPS-Kelurahan), dilakukan oleh masyarakat secara
mandiri dengan membentuk organisasi pada tingkat RT/RW atau menunjuk
pihak pengelola swasta.
9. Di wilayah yang memungkinkan untuk dikembangkan Sistem Pengelolaan
Berbasis Masyarakat, ditetapkan bahwa operasi pengelolaan harus
menerapkan prinsip-prinsip 3R.
10. Di lingkungan RT/RW, diberikan peluang untuk dikembangkannya
pengolahan sampah skala komunal, dan kawasan, juga dengan menerapkan
prinsip-prinsip 3R.
11. Dalam duatu wilayah Kelurahan wajib memiliki area satu TPS Kelurahan dan
di dalam suatu lingkungan Kecamatan, wajib memiliki TPS Kecamatan.
|4 - 15

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

Keduanya dikelola oleh Dinas Lingkungan Hidup, bekerja sama dengan


aparat Kelurahan, Kecamatan, Masyarakat dan bahkan pihak swasta.
12. TPS Kelurahan adalah lokasi penampungan sampah, dan pengomposan
sampah organik. Ditempatkan di setiap Kelurahan untuk melayani 5000
penduduk. Dikelola oleh Bidang Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup dengan
mengembangkan kemitraan dengan masyarakat atau pihak swasta.
13. Pengomposan dilakukan sebagai usaha minimasi sampah tertimbun di TPA,
bukan untuk mencari keuntungan ekonomis. Kerja sama dengan pihak atau
instansi atau dinas lainnya yang terkait dengan penggunaan produk kompos
akan dijalin dalam kerangka pengembangan tanaman organik.
14. TPS Kecamatan adalah pusat pengolahan sampah anorganik, yaitu plastik,
kertas, logam dan gelas.
15. TPA sebagai lokasi pemrosesan akhir sampah tahun 2015 direncanakan akan
tetap menggunakan TPA Tempeh.
16. TPA Tempeh dalam jangka panjang dipersiapkan hanya untuk penanganan
residu olahan sampah dan sampah B3 RT, pengomposan di TPA dioperasikan
untuk mengantisipasi ketika pengomposan dalam jangka pendek ketika
belum ada operasi pengomposan di TPS Kelurahan.
17. Penanganan akhir sampah di TPA, selama mekanisme daur ulang di hulu
belum berjalan 100%, dilakukan penimbunan secara controlled landfill.
Bahkan metoda ini akan tetap dipakai untuk menangani residu.
18. Pelayanan berbasis masyarakat di kembangkan di Desa/Kelurahan yang
telah mendapat bantuan peralatan pengelolaan sampah. Adapun
pengembangannya dilakukan secara bertahap di seluruh wilayah perdesaan.
19. Pengolahan sampah dengan teknologi lainnya seperti diorientasikan untuk
mengembangkan model pemanfaatan sampah menjadi bahan bakar.
20. Pengolahan sampah menjadi energi dilakukan ujicoba dalam jangka pendek,
dan pada jangka menengah, akan dilakukan kelayakan untuk dikembangkan
menjadi skala besar.
Beberapa skenario pengembangan daerah pelayanan yaitu :
Skenario-1,
Merupakan skenario optimasi target Nasional dalam sistem
sampah, dengan konsep :
1.

2.

pengelolaan

Pencapaian 60% tingkat pelayanan di tahun 2015 sampai tahun 2017


Selanjutnya dengan optimasi tingkat pelayanan ini akan mencapai 85%
pada tahun 2034.
Strategi reduksi sampah di sumber diimplementasikan dengan intensif
dalam 10 tahun pertama melalui program kampanye dan pendidikan
masyarakat, sehingga tercapai penurunan angka timbulan sampah perkapita
pada tahun 2019, yang berdampak pada penurunan beban penimbunan di
|4 - 16

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

3.

4.
5.

6.

TPA yang cukup signifikan.


Optimasi minimasi sampah di TPA sebagai implementasi konsep 3R,
dilakukan dengan peningkatan pengomposan hingga 22% tahun 2018, 33%
di tahun 2028, hal ini dilakukan dalam 10 tahun pertama,
Implementasi 3R dengan upaya daur ulang anorganik dilakukan dengan
intensif dengan mencapai 22% pada tahun 2015 dan 27% tahun 2028,
Pengolahan lain pada skenario dengan konsep 3R. Ditargetkan mencapai
13% tahun 2010 dan 31% tahun 2028. Pembangunan Sistem Pengelolaan
Sampah Berbasis Masyarakat di perdesaan, dilakukan dengan intensif,
hingga mencapai 20% tahun 2010, dan 38% tahun 2028.
Orientasi pengolahan sampah anorganik dilakukan dengan pemberdayaan
sektor informal, hingga mencapai 40% pada tahun 2010, meningkat 42% di
tahun 2015, dan pada tahun 2028 mencapai 48%.

Skenario-2,
Merupakan skenario pelayanan yang ditetapkan dengan pendekatan pencapaian
Sasaran Nasional pada periode akhir perencanaan :
1. Pelayanan 85% baru tercapai pada Tahun 2020, dengan tahapan pencapaian
50% di tahun 2015, dan pada tahun 2034 sebesar 60%.
2. Pengomposan sebagai implementasi 3R, dengan target 20% di tahun 2015
sampai dengan tahun 2034.
3. Daur Ulang Anorganik sebagai implementasi 3R, ditargetkan 20% di tahun
2015, sampai dengan tahun 2034.
4. Pengembangan sistem pengelolaan berbasis masyarakat di perdesaan,
dilakukan secara konsisten, sehingga mencapai 20% pada tahun 2034.

Skenario-3,
Merupakan skenario yang di dasarkan pada kemampuan pemerintah dalam
mengelola sampah selama beberapa tahun terakhir, yaitu :

1. Dalam 2 tahun pertama, atau jangka pendek, dilakukan optimalisasi dan


rehabilitasi sarana eksisting, dengan meningkatkan performansi sarana
dan prasarana, sehingga Tingkat Pelayanan mencapai 40% pada tahun
2017, dan meningkat hingga 85% di pada Tahun 2022, 60% pada tahun
2034.
2. Peningkatan sarana mulai dilakukan dalam jangka menengah hingga
jangka panjang sebanyak 40%.
3. Konsep 3R dilakukan secara bertahap mulai jangka menengah dengan
meningkatkan pengomposan di TPA dan ditingkatkan Kelurahan, hingga
tingkat pengomposan mencapai 20% pada 2034.
4. Pengolahan sampah anorganik dilakukan di TPS Kecamatan , hingga
|4 - 17

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

tingkat pengolahan mencapai 20% di tahun 2034.


5. Tingkat Pelayanan Sistem Perkotaan pada Tahun 2015 diperkirakan
mencapai 50%, meningkat ditahun 2020 hingga 60%, dan pada tahun 2034
mencapai 85%.
Dari ketiga skenario dapat dilihat bahwa sebesar apapun proporsi beban
pengelolaan yang ditetapkan bagi Dinas, tetap memerlukan adanya peran dari
dua kelompok pengelola lainnya untuk mencapai tingkat sampah tertangani
yang paling optimal.
Penentuan skenario mana yang akan dipilih, sangat ditentukan oleh kebijakan
Pemerintah. Banyaknya aspek pembangunan yang masih harus menjadi
prioritas di KabupatenLumajang, ketiga skenario di atas perlu dianalisis
dengan pendekatan tidak saja dari aspek pembiayaan tetapi juga dari aspek
stratgies pembangunan kota.
Skenario lain sesuai dengan kondisi dan kebijakan lokal
Skenario lain sesuai dengan kondisi dan kebijakan lokal di Kabupaten Lumajang
dalam pengelolaan persampahan adalah :
a. pengembangan Tempat Pembuangan Sementara Terpadu (TPST) dengan
peningkatan konsep 4R yang tersebar di seluruh kecamatan;
b. pengembangan penerapan sistem pengurangan timbunan sampah secara
bertahap dalam waktu 5 (lima) tahunan;
c. pengembangan penerapan teknologi ramah lingkungan;
d. peningkatan penerapan label produk ramah lingkungan;
e. pengembangan kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan
f. peningkatakan fasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.
g. memperbanyak jumlah Bank Sampah di Kabupaten Lumajang terutama harus
diterapkan diskala RW.

Sistem operasi pengelolaan sampah di Kabupaten Lumajang, dalam kurun waktu


20 tahun mendatang, digambarkan pada Gambar 4.1

|4 - 18

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

Gambar 4.1 Sistem Operasi Pengelolaan Sampah Di Kabupaten Lumajang, Dalam Kurun Waktu 20 Tahun
Mendatang

|4 - 19

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

4.4. Pembagian Zona Pelayanan


4.4.1. Wilayah Permukiman Perkotaan
Permukiman perkotaan terdiri dari permukiman perkotaan Kabupaten dan
permukiman perkotaan Kecamatan. Permukiman perkotaan kabupaten memiliki
fungsi sebagai pusat kegiatan kabupaten, pusat pertumbuhan skala kabupaten
dan pusat kegiatan perkotaan kecamatan. Sedangkan permukiman perkotaan
kecamatan terdapat di sub satuan wilayah pengembangan yang memiliki fungsi
sebagai pusat kegiatan kecamatan, pusat pertumbuhan skala kecamatan dan
pusat kegiatan perdesaan.
Kecamatan di Kabupaten Lumajang yang diarahkan sebagai permukiman
perkotaan adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Kecamatan Lumajang;
Kecamatan Sukodono;
Kecamatan Kedungjajang;
Kecamatan Pasirian;
Kecamatan Tempeh;
Kecamatan Klakah;
Kecamatan Yosowilangun; dan
Kecamatan Senduro.
permukiman perkotaan Kecamatan.

2. Wilayah Permukiman Perdesaan


Permukiman perdesaan meliputi permukiman perdesaan, permukiman pada
pusat perdesaan dan permukiman pada pusat perdusunan. Ketentuan mengenai
permukiman perdesaan adalah sebagai berikut :
1. Permukiman yang berada di area kawasan lindung dapat dipertahankan
dengan pengendalian/pembatasan secara ketat agar tidak meluas
mengancam fungsi konservasi/ lindung.
2. Pada permukiman dalam kawasan lindung dan rawan bencana dapat
dilakukan relokasi (resettlement) ke luar permukiman semula dan diupayakan
dekat dengan pusat pelayanan atau akses pelayanan umum.
3. Demi kelestarian dan keseimbangan lingkungan diupayakan untuk tidak
melakukan peralihan fungsi lahan pertanian menjadi permukiman, khususnya
sawah beririgasi teknis.
4. Pembangunan unit rumah baru dikembangkan dengan konsep mengisi
pekarangan yang ada (penambahan intensitas/ peningkatan kepadatan).

|4 - 20

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

5. Mempertahankan pola cluster-cluster permukiman untuk menghindari


penyatuan (aglomerasi) kawasan permukiman, dan diantara cluster
permukiman disediakan ruang terbuka hijau.
6. Optimalisasi fungsi permukiman perdesaan dengan menyediakan fasilitas dan
infrastruktur secara berhirarki sesuai dengan fungsinya sebagai: pusat
pelayanan antar desa, pusat pelayanan internal desa, dan pusat pelayanan
pada internal dusun atau kelompok permukiman.

Permukiman perdesaan Kabupaten Lumajang tersebar di beberapa kecamatan,


yaitu :
a. Kecamatan Rowokangkung;
b. Kecamatan Kunir;
c. Kecamatan Pasrujambe;
d. Kecamatan Gucialit;
e. Kecamatan Ranuyoso;
f. Kecamatan Randuagung;
g. Kecamatan Pronojiwo;
h. Kecamatan Sumbersuko; dan
i. Kecamatan Tempursari
3. Kawasan Permukiman bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah
(MBR)
Pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasiln rendah difokuskan untuk
mendorong terciptanya permukiman yang layak bagi semua lapisan masyarakat.
Sehingga tercipta lingkungan yang sehat dan nyaman. Adapun arahan
pengembangan pembangunan permukiman bagi masyarakat berpenghasilan
rendah meliputi:
a. Kecamatan Lumajang;
b. Kecamatan Sukodono;
c. Kecamatan Rowokangkung;
d. Kecamatan Pronojiwo; dan
e. Kecamatan Tempeh.
Untuk lebih jelasnya Sistem Perkotaan sesuai dengan arahan RTRW Kabupaten
Lumajang Tahun 2011-2031 sebagai berikut :

|4 - 21

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

4.5. Penetapan Zona Prioritas


Berdasarkan data kependudukan Tahun 2013, rata-rata kepadatan penduduk di
Kab. Lumajang mencapai 30 Jiwa/Ha, dengan rentang antara 25 - 250 Jiwa/Ha.
Angka tersebut, masih tergolong kepadatan rendah. Dari 23 kecamatan, hanya
ada 4 Desa di 2 kecamatan yang lebih dari 175 Ha, yaitu 2 Desa di Kecamatan
Lumajang dan 2 Desa di Kecamatan Tempursari. Wilayah ini dapat dikategorikan
daerah Urban Medium dan Urban Hight. Sementara itu, daerah urban lain seperti
3 Desa di Kecamatan Lumajang, 2 Desa di Kecamatan Tempursari, 1 Desa di
Kecamatan Sukodono, 1 Desa di Kecamatan Randuagung, 1 Desa di Kecamatan
Pasirian kepadatan penduduk berkisar pada angka 100 - 175 jiwa/Ha. Dengan
rentang kepadatan penduduk tersebut, maka dapat di kembangkan 3 Kategori
wilayah
berdasarkan
kepadatannya
dan
masing-masing
menandakan
karakteristik pelayanan persampahan, yaitu :
1.
2.
3.

Kepadatan > 250 Jiwa/ha merupakan zona prioritas 1 dengan beban


pelayanan tinggi.
Kepadatan 175 250 jiwa/Ha merupakan zona prioritas II beban pelayanan
menengah.
Kepadatan 100 175 jiwa/Ha , zona prioritas III dengan beban pelayanan
rendah.

|4 - 22

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

Berdasarkan pada data kepadatan penduduk tahun 2013, maka Tabel 4.6
dijelaskan mengenai pembagian zona prioritas pelayanan.
Density
Clasificatio
n

Indikator
(org./Ha)

Rural

< 25

Peri Urban

25 100

Urban Low

100 175

4
10
9
6
4
10
9
7
7
11
11
12
7
8
11
12
6
2
2
8
7
4
3
9
1
1
4
2
7
3
2
1
1
1

Luas
Wilayah
(Ha)
3156
3.735,5
2.639,5
1.937
730
7246,5
3.636,5
3.897,5
4.864
11.278
4.987,5
9.390
1.748
7.811,5
4.918,5
12.090
3.038
697
587
868,8
569,4
790
407,9
852,6
156
180,5
761
432,5
1.364,5
202,8
59
71,4
180,5
95,15

(jiwa)
27.312
38.051
34.599
31.737
10.020
70.098
26.617
37.213
35.035
42.072
61.879
43.933
27.999
55.853
44.252
64.904
37.251
17.038
16.221
35.770
29.382
26.626
17.813
44.814
4.476
9.341
27.227
40.722
48.546
23.414
6.876
7.186
4.371
8.983

135,6

26.754

Prioritas 1

39,2

9.571

Prioritas I

Desa

Kecamatan
Jatiroto
Klakah
Padang
Pronojiwo
Tekung
Candipuro
Gucialit
Rowokangkung
Pasrujambe
Senduro
Randuagung
Kedungjajang
Kunir
Pasirian
Ranuyoso
Yosowilangun
Tempeh
Jatiroto
Klakah
Sumbersuko
Lumajang
Tekung
Tempursari
Sukodono
Senduro
Randuagung
Kunir
Pasirian
Tempeh
Lumajang
Tempursari
Sukodono
Randuagung
Pasirian

Urban
175 250
Lumajang
Medium
Urban High
> 250
Tempursari
Sumber : Buku Putih Sanitasi, 2013

Penduduk

Keterangan

Pelayanan
Perdesaan

Prioritas 1II

Prioritas 1I

|4 - 23

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

Gambar 4.2 Peta Rencana Sebaran Permukiman

|4 - 24

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

Gambar 4.3 Peta Rencana Kepadatan Penduduk Kabupaten Lumajang

|4 - 25

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

Gambar 4.4 Prirotas Wilayah Pelayanan Persampahan

|4 - 26

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

4.6. Perhitungan
Sampah

Kebutuhan

Prasarana

dan

Sarana

Pengelolaan

Dari strategi pengelolaan sampah di atas, dapat diketahui kebutuhan prasarana


dan sarana apa saja yang diperlukan bagi pengembangan pengelolaan
persampahan di Kabupaten Lumajang. Adapun kebutuhan prasarana dan sarana
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sarana Pengumpulan berupa gerobak sampah kapasitas 0.75 m3 dan motor
sampah kapasitas 1.5 m3 .
2. Sarana Pengangkutan dump truck kapasitas 6 m3
dan arm roll truck
kapasitas 6 m3.
3. Transfer Depo tipe III luas 50 m2.
4. TPST 3R kapasitas 10 m3 lengkap dengan fasilitas 3R.
5. Tempat Pengolahan Akhir (TPA), kebutuhan prasarana dan sarana: fasilitas
umum (jalan operasi ke lokasi pengembangan, saluran drainase, pagar,
listrik, dan alat komunikasi), fasilitas perlindungan lingkungan (pengolahan
lindi eksisting, sumur uji dan buffer zone), fasilitas penunjang lainnya
(instalasi penyediaan sumber air bersih, kantor pengelola, bangunan
penimbang dan pencatatan), dan fasilitas operasional (alat berat: dozer &
excavator).

Uraian kebutuhan prasarana dan sarana pengelolaan persampahan tersebut


dapat diuraikan sebagai berikut.
4.6.1 Kebutuhan Sarana Pengumpulan
Salah satu sarana penting dalam pengelolaan sampah adalah sarana
pengumpulan dalam pengelolaan persampahan, dari pewadahan rumah
tangga/institusi ke TPS atau langsung ke TPST 3R, dimana kendaraan yang
digunakan dapat berupa gerobak sampah dan motor sampah dengan kapasitas
pengangkutan 0.75 dan 1.5 m3.
Kebutuhan gerobak sampah dan motor sampah sampai dengan tahun 2017
adalah 24 dan 67 unit, menyebar ke seluruh kecamatan/kelurahan. Dan
diproyeksikan akan meningkat sampai dengan 148 dan 424 unit pada tahun
2034 seiring dengan pertumbuhan timbulan sampah Kabupaten Lumajang.

|4 - 27

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

4.6.2 Kebutuhan Sarana Pewadahan Komunal


Dalam pola pengelolaan seperti yang diusulkan konsultan dibutuhkan suatu
landasan dimana sampah yang terkumpul dapat dengan mudah dibongkar muat.
Salah satu alternative landasan adalah bak container. Dimensi container yang
digunakan adalah 6 m3. Sehingga untuk Kabupaten Lumajang dibeberapa lokasi
diusulkan pengelolaan persampahan dengan menggunakan container.
Kebutuhan Kontainer sampai dengan tahun 2017 adalah 13 unit yang menyebar
ke seluruh kecamatan. Dan diproyeksikan akan meningkat sampai dengan 26
unit pada tahun 2034 seiring dengan pertumbuhan timbulan sampah Kabupaten
Lumajang.

4.6.3 Kebutuhan Transfer Depo dan TPST 3R


Transfer Depo memiliki peranan penting dalam konsep pengelolaan
persampahan yang diusulkan, dimana sampah yang berasal dari kawasan
permukiman, perdagangan dan jasa dapat dikumpulkan terlebih dahulu untuk
kemudian dipilah sebelum diangkut oleh truk sampah menuju ke TPST 3R atau
TPA. Diharapkan di sekitar lokasi Transfer Depo terdapat lahan yang dapat
dimanfaatkan guna usaha daur ulang dan komposting (TPST 3R).
Kebutuhan Transfer Depo sampai dengan tahun 2017 adalah 6 unit yang
menyebar ke seluruh kecamatan. Dan diproyeksikan akan meningkat sampai
dengan 12 unit pada tahun 2034 seiring dengan pertumbuhan timbulan sampah
Kabupaten Lumajang.
Kebutuhan TPST 3R kapasitas 10m3/hari sampai dengan tahun 2020 adalah 6
unit yang menyebar ke seluruh kecamatan. Dan diproyeksikan akan meningkat
sampai dengan 13 pada tahun 2034 seiring dengan pertumbuhan timbulan
sampah Kabupaten Lumajang.
4.6.4 Kebutuhan Kendaraan Pengangkutan
Sampah yang telah dikumpulan di pewadahan-pewadahan depan kawasan pasar,
perdagangan, dan jasa, di TPS-TPS sekitar permukiman dan parkantoran, dan
Stasiun Peralihan dimuat dan kemudian diangkut menuju TPA oleh kendaraan
Dump Truck dan Arm Roll Truck.
Kebutuhan Dump Truck dan Arm Roll dengan ritasi masing-masing unit 2 rit/hari
dan 3 rit/hari. Sampai dengan tahun 2015 adalah masing-masing unit 11 dan 4
unit yang menyebar ke seluruh kecamatan. Dan diproyeksikan akan meningkat
sampai dengan 19 dan 9 unit pada tahun 2034 seiring dengan pertumbuhan
timbulan sampah Kabupaten Lumajang.

|4 - 28

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

4.6.5 Kebutuhan TPA


Untuk jangka waktu 20 tahun ke depan, maka diproyeksikan TPA yang ada
sekarang sudah tidak mampu menampung timbulan sampah yang ada sehingga
rencana
sistem
persampahan
Kabupaten
Lumajang
adalah
untuk
pengadaan/pembangunan TPA baru dengan luas 18 Ha. Pemilihan lokasi
tempat pembuangan akhir sebagai pengolahan sampah terpadu dan tempat
pemrosesan akhir sampah sebaiknya terdapat di luar pusat perkotaan dan
sistem pelayanannya bersifat pembagian wilayah pelayanan.
Proyeksi kebutuhan sarana dan prasarana persampahan Kabupaten Lumajang
sampai tahun 2034 dapat dilihat pada table 4.7

|4 - 29

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

Tabel 4.7 (Print A3)

|4 - 30

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

4.7. Strategi Pengembangan Sistem Pengelolaan Sampah


4.7.1 Skenario Pengelolaan Sampah Nasional
Secara nasional, pengelolaan sampah ditujukan untuk mendukung tercapainya
visi pembangunan perkotaan dan perdesaan yaitu meningkatnya kemandirian
daerah dalam pengelolaan dan pengembangan perkotaan yang layak huni,
berkeadilan, berbudaya, produktif, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan,
khususnya dalam pengelolaan bidang persampahan yang sudah menjadi
tanggung jawabnya.
Secara lebih spesifik pengelolaan sampah dilaksanakan untuk :
1. Mencegah pencemaran terhadap sumber daya air akibat penanganan
sampah yang tidak sesuai ketentuan teknis,
2. Melindungi investasi sektor lainnya dari kerusakan akibat sampah,
3. Menunjang kawasan strategis,
4. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dari sumber retribusi kebersihan.
Adapun pendekatan pelaksanaan pengelolaan sampah yang harus dijadikan
acuam dalam pengembangan sistem pengelolaan sampah di Indonesia adalah
bahwa timbulan sampah harus dikurangi, dengan penggunaan kembali dan atau
di daur ulang 3R (Reduce-Reuse-Recycle).
Secara global, kebijakan dan Strategi Nasional Sistem Pengelolaan Persampahan
mengacu pada sasaran terukur yang tertuang dalam RPJMN 2010-2014 dan
sasaran dalam pencapaian MDG 2015 serta beberapa sasaran terukur lainnya.
Sasaran yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
Pengelolaan Persampahan RPJMN 2010-2014 meningkatnya jumlah sampah
terangkut hingga 75%, meningkatnya kinerja pengelolaan tempat pemrosesan
akhir (TPA) yang berwawasan lingkungan di 210 kota dan pengurangan sampah.
Dengan memperhatikan berbagai sasaran yang telah disebutkan sebelumnya
dan dengan memperhatikan berbagai kendala, tantangan dan peluang yang ada,
maka ditetapkan beberapa sasaran utama yang hendak dicapai pada tahun
2015-2034 adalah menindak lanjuti kebijakan nasional pengelolaan
persampahan yang sasarannya adalah yang meliputi :

Tercapainya kondisi kota dan lingkungan yang bersih termasuk saluran


drainase perkotaan
Pencapaian pengurangan kuantitas sampah minimal 20 %
Pencapaian sasaran cakupan pelayanan minimal 60 % penduduk
Tercapainya kualitas pelayanan minimal sesuai standar pelayanan minimal
Tercapainya peningkatan kualitas pengelolaan TPA menjadi sanitary landfill
atau controlled landfill
|4 - 31

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

Tercapainya peningkatan kinerja institusi pengelola persampahan yang


mantap dengan pemisahan peran operator dan regulator yang jelas.

4.7.2 Strategi Umum Pengelolaan Sampah Kabupaten Lumajang


Berdasarkan pada isu-isu strategis di atas, dikembangkan strategi pengelolaan
sampah di Kabupaten Lumajang untuk 20 tahun mendatang. Belum mencapai
target nya tingkat pelayanan kebersihan oleh Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Lumajang yaitu baru mencapai 41%, bukan disebabkan karena
masalah teknik semata, melainkan lebih disebabkan karena belum optimalnya
manajemen, minimnya anggaran yang dialokasikan untuk pengelolaan
kebersihan kota dan rendahnya pendapatan retribusi yang diharapkan menjadi
sebagian besar sumber pembiayaan pengelolaan. Kehadiran lembaga
pengelola kebersihan dalam bentuk Bidang Kebersihan Dinas Lingkungan
Hidup dalam 20 (dua puluh) tahun mendatang perlu dipertimbangkan masih
layak atau tidak untuk menanggung beban kerja pengelolaan.
Dalam jangka pendek, dukungan besar dari seluruh stakeholder, baik
Pemerintah maupun yang lainnya, sangat dibutuhkan guna memperkuat
kinerja Bidang Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup. Dalam jangka menengah
peningkatan kemampuan SDM harus menjadi prioritas, mengingat adanya
beban yang tinggi dalam aspek operasional.
Kinerja sistem operasional pengelolaan sampah Kabupaten Lumajang tidak akan
mencapai tingkat optimum tanpa adanya peran aktif masyarakat. Masyarakat
bukan lagi hanya sebagai obyek pelayanan, tetapi harus dipandang sebagai
salah satu stakeholders yang dituntut peran aktifnya dalam pengelolaan
sampah.
4.7.3 Strategi Peningkatan Teknis Pengelolaan
Strategi di dalam aspek teknik operasional pengelolaan sampah berpijak pada
beban pengelolaan terhadap sistem yang akan dikembangkan selama periode
perencanaan. Beban pengelolaan sampah perkotaan Kabupaten Lumajang
pada tahun 2015 mencapai 425 m3/hari dan akan menjadi 580 m3/hari di
Tahun 2020 serta 1.171 m3/hari di tahun 2034 mendatang. Sedangkan beban
pengelolaan sampah seluruh Kabupaten Lumajang pada tahun mencapai 1.578
m3/hari dan akan menjadi 2.028 m3/hari di Tahun 2020 serta 4.041 m3/hari di
tahun 2034 mendatang.
Kendala utama dalam operasional pengelolaan sampah di Kabupaten
Lumajang ini adalah penyebaran area pelayanan yang luas. Oleh karena itu
dalam pengoperasian diarahkan terhadap upaya efiensi kerja, yaitu dengan
menerapkan konsep minimasi sampah terangkut ke TPA dengan meningkatkan

|4 - 32

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

upaya pengolahan sampah sedekat mungkin dengan sumbernya. Untuk itu


reduksi sampah yang harus ditimbun di TPA merupakan target sub sistem
operasional.
Namun demikian, pergeseran suatu pola pengelolaan sampah dalam sistem
yang sudah 'eksist' terlebih dahulu merupakan suatu pekerjaan besar dan
tentunya diperlukan peran aktif dari seluruh stakeholders dalam sistem
tersebut. Perubahan tersebut tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat,
melainkan diperlukan adanya waktu peralihan. Panjang atau singkatnya waktu
peralihan tersebut akan sangat ditentukan oleh faktor konsistensi dari setiap
stakeholders terutama Pemerintah Kabupaten sebagai fasilitator.
Untuk mencapai efektifitas kerja yang tinggi, operasi pengelolaan sampah di
Kabupaten Lumajang, ditetapkan hal-hal berikut :
1. Tanggung jawab pengelolaan kebersihan oleh Dinas Lingkungan Hidup
dalam 20 tahun mendatang adalah seluruh wilayah Kabupaten Lumajang,
melingkupi 21 Kecamatan. Adapun beban operasional dengan konsep
pelayanan teknis adalah wilayah perkotaan yang mencapai 30%
penduduk, selebihnya 70 % adalah di wilayah perdesaan, yang merupakan
beban pengelolaan dengan konsep pengembangan sistem berbasis
masyarakat.
2. Wilayah pelayanan dibagi menjadi 5 wilayah operasional. Penguatan
manajemen operasional masing-masing wilayah dalam hal ini menjadi
prioritas pengembangan program kelembagaan.
3. Penerapan konsep 3R di setiap tahapan operasi pengelolaan akan menjadi
pertimbangan utama dalam rencana pengembangan sarana dan prasarana.
4. Pemilahan sebagai konsep awal pola 3R, akan dilakukan sejak di
sumbernya, dengan prioritas dalam pelaksanaannya.
5. Operasi pengumpulan sampah dari sumber ke TPS , sesuai dengan Perda
yang ada tetap menjadi tanggung jawab masyarakat dibawah koordinasi
RT/RW setempat.
6. Untuk pelayanan perkotaan TPS akan dikembangkan untuk melayani maksimal
1 Kelurahan atau 5000 penduduk. TPS tingkat kelurahan ini difungsikan
sebagai tempat pengomposan dan pengumpulan sementara sampah
anorganik serta B3 Rumah Tangga, dengan operasi pengelolaan Komunal
Tidak Langsung. Sampah anorganik di bawa ke TPS tingkat Kecamatan.
7. Sampah anorganik dari TPS Kelurahan akan dibawa ke TPS Kecamatan, untuk
ditangani lebih lanjut, yaitu dengan pengembangan kegiatan pengepulan
dan daur ulang plastik di tahun-tahun mendatang. Di TPST Kecamatan ini
pula sampah residu dikumpulkan untuk diangkut ke TPA Kota.
8. Di TPA residu sampah, dalam jangka pendek yaitu hingga tahun 2017, akan
ditimbun. Selanjutnya dalam jangka panjang akan dikembangkan
pengolahan residu sampah menjadi pelet bahan bakar, sebagai penerapan
konsep Waste to Energy.

|4 - 33

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

4.7.4

Strategi Peningkatan Kelembagaan

Berdasarkan analisis kendala dan peluang yang ada di dalam subsistem


organisasi kelembagaan maka diperlukan strategi berikut :
4.7.4.1 Mempertahankan Kelembagaan Yang Ada
Tetap mempertahankan sistem manajemen pelayanan sampah yang ada,
namun usaha-usaha peningkatan kualitas dan jangkauan layanan tetap
dilakukan dengan tetap meyakinkan para pemegang keputusan akan
kebutuhan untuk menuju kearah pemulihan biaya. Beberapa strategi yang
perlu dilakukan antara lain :
1. Memperkuat kapasitas lembaga pengelola kebersihan, dimana saat ini ada
di bawah Bidang Kebersihan pada Dinas Lingkungan Hidup.
2. Menginisiasi terbentuknya sub sistem kelembagaan yang dapat
menjalankan fungsi sesuai dengan perannya masing-masing. Hal ini
menyangkut peningkatan peran lembaga formal maupun non formal yang
telah ada, dan juga pengembangan lembaga lain yang dibutuhkan
kehadirannya. Kehadiran lembaga lain dilakukan dengan pendekatan
Bottom Up dimana kehadiran lembaga tersebut merupakan kebutuhan dan
merupakan inisiatif warga bukan bentukan pemerintah. Kehadiran lembaga
eksternal ini tidak saja menyangkut aspek teknik operasional tetapi
diharapkan juga untuk mendukung penegakan hukum di dalam sistem.
3. Meningkatkan kinerja lembaga pengelola persampahan, salah satunya
dengan meingkatkan kualitas SDM Lembaga Pengelola Kebersihan.
4. Meningkatkan kerjasama dan koordinasi antar stakeholder lokal, dan juga
membangun kemitraan yang harmonis dengan masyarakat dalam upaya
membangun sistem pengelolaan berbasis masyarakat.
4.7.4.2
Perubahan
dari
Bidang
Kebersihan atau UPTD Kebersihan

Kebersihan

menjadi

Dinas

Pengkajian ulang untuk menjadi Dinas tersendiri atau menjadi UPTD


Persampahan, mengingat semakin tingginya beban pengelolaan sampah di Kab.
Lumajang. Namun penetapan bentuk lembaga pelayanan persampahan
merupakan kebijakan dari kepala daerah dan dapat memberikan gambaran
tingkat perhatian terhadap permasalahan sanitasi.
Di sisi lain bahwa kelembagaan yang diharapkan dalam pengelolaan sampah
adalah kelembagaan yang sesuai dengan amanat PP 38/2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, PP 41/2007 tentang
Pemerintahan Daerah, PP 23/2004 tentang Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum, serta Permendagri 61/2009 tentang Pola Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum Daerah. Selain itu pula pendiriran organisasi baru hanya
diperbolehkan sesuai dengan ketentuan seperti :

|4 - 34

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

1.
2.
3.
4.

Peraturan pemerintah yang memayunginya,


Pola sistem operasional yang diterapkan,
Kapasitas kerja sistem dan,
Lingkup pekerjaan dan tugas yang harus ditangani.

4.7.5 Strategi Peningkatan Hukum


Strategi bidang hukum dan peraturan difokuskan untuk menunjang terlaksananya
strategi pada keempat aspek lainnya. Strategi ini menyangkut :
1. Arah Kebijakan.
- Dibutuhkan political will pemerintah untuk menyusun dan menata
peraturan tentang pengelolaan persampahan.
- Menjadikan aspek pengelolan persampahan pada RPJMD pada masa yang
akan datang sebagai prioritas kebijakan.
2.

Financial.
- Menyesuaikan mekanisme pungutan retribusi kepada paraturan yang
sudah ada.
- Melakukan
sosialisasi
peraturan
tentang
retribusi
secara
berkesinambungan.

3. Institusi.
Mendukung upaya pembenahan institusi melalui produck hukum dengan
cara :
- Penguatan institusi pengelolaan sampah dengan melakukan restrukturisasi
kelembagaan kebersihan untuk mewujudkan suatu institusi yang
berwenang penuh di sektor pengelolaan sampah.
- Mengurangi peran Bidang Kebersihan hanya sebagai regulator, dan
melimpahkan peran operator kepada pihak swasta dengan melakukan
swastanisasi pengelolaan persampahan.
4. Pengendalian dan Pengawasan.
- Merumuskan materi peraturan yang berkaitan dengan ketentuan pidana.
- Memberdayakan swasta dalam bidang pengendalian dan pengawasan
serta penegkan hukum.
5. Peranserta Swasta/Masyarakat
- Merumuskan peraturan hukum tentang jaminan kepastian hukum bagi
swasta dalam Keputusan Bupati.
- Menjadikan swasta sebagai operator dalam pengelolaan sampah dengan
ketentuan peraturan yang memadai.
- Merumuskan ketentuan peraturan tentang keterliban swasta dalam
pengelolaan persampahan.

|4 - 35

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

6. Sampah Sungai
- Merumuskan peraturan tentang pengelolaan sampah sungai.
7. Sampah Pasar
- Merumuskan kesepakatan antar instansi Dinas Lingkungan Hidup dengan
Dinas-dinas lain serta pihak swasta tentang Composting.
- Merumuskan Instruksi Kepada Dinas Pertamanan tentang kewajiban
pembelian kompos.

4.1.2.6 Strategi Peningkatan Pembiayaan


Pembiayaan penyelenggaraan pengelolaan sampah merupakan unsur pokok
berlangsungnya sistem pelayanan. Permasalahan sampah kota adalah persoalan
permanen dan rutin terus bertambah besar sehingga menuntut pada konsep
pembiayaannya. Selama pengelolaan sampah masih menjadi tanggung jawab
pemerintah, maka strategi pembiayaan pengelolaan sampah kota harus menjadi
bagian yang tak terpisahkan dalam pembiayaan pengelolaan infrastruktur kota.
Penyelenggaraan pelayanan pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang
harus dan pasti dilaksanakan oleh pemerintah. Oleh karena itu model atau
konsep pembiayaannya baik sumber atau pun alokasinya harus memiliki
kejelasan dan kepastian.
Mengingat bahwasanya Pengelolaan sampah
umum yang diselenggarakan oleh Pemerintah
demikan pengaturan pembiayaan menjadi
Pemerintah. Target yang ingin dicapai dalam
tahun mendatang adalah :

merupakan bagian pelayanan


Kabupaten Lumajang, dengan
tugas dan tanggung jawab
aspek pembiayaan selama 20

1. Terpenuhinya anggaran pengelolaan Kebersihan sesuai dengan perhitungan


kebutuhan pelayanan standard,
2. Terciptanya keseimbangan antara realisasi retribusi dengan anggaran
operasional sehingga subsidi dapat dikurangi secara bertahap.
Sehingga diperlukan strategi dan langkah langkah peningkatan pembiayaan
adalah sebagai berikut :
Pengidentifikasikan Biaya Biaya Operasional
Biaya dari elemen-elemen yang beragam pada layanan persampahan
(transportasi penimbunan dan manajemen tempat pembuangan sampah,
penyapuan
jalan
dan
pemeliharaan
taman)
harus dipisahkan
dan
diidentifikasikan secara detil dalam hubungannya dengan:

Investasi Modal

Pekerja Kontrak

|4 - 36

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

Barang-barang Terpakai
Suku Cadang
Manajemen dan Administrasi

Untuk selanjutnya biaya pendapatan pembiayaan seharusnya tiap tahun dan


terikat dengan target level pelayanan tahunan. Pekerja kontrak, jumlah barangbarang terpakai serta suku cadang harus dikerahkan secara efisien agar benarbenar seoptimal mungkin dapat menunjang masa guna dari peralatan-peralatan
inti. Sumber-sumber dana harus diidentifikasi pada semua biaya material.
Peningkatan Pendapatan
Menetapkan Rencana Pendapatan
Menetapkan rencana pendapatan yang dituangkan dalam peraturan pendapatan
adalah strategi pertama yang harus dibahas karena akan menentukan kegiatan
pengelolaan kebersihan yang akan dijadikan sebagai bahan untuk pemulihan
biaya. Sebagai langkah awal, mungkin diputuskan bahwa transportasi timbunan/
pembuangan sampah akan dijadikan aktifitas pemulihan biaya. Layanan lain
akan menjadi layanan yang disubsidikan secara penuh.
Menetapkan Rencana pemulihan Biaya
Stategi selanjutnya menentukan tingkatan dari pemulihan biaya berdasarkan
keputusan peraturan. Pada tahap awal mungkin dapat diputuskan untuk
memulihkan 100% biaya pemeliharaan dan operasional (O&M) namun masih
mensubsidi 100% investasi modal. Target untuk 100% memulihkan biaya O&M
dapat dilakukan secara bertingkat, dalam jangka waktu 5 tahun. Manajemen dan
administrasi akan tetap dibayar dari APBD.
Menetapkan Rencana Biaya Retribusi
Setelah diketahui total jumlah biaya yang harus dipulihkan, tarif retribusi dapat
diformulasikan dengan sesuai. Prinsip yang berlaku mengenai subsidi silang
dapat diterima pelaksanaannya. Namun begitu, ada implikasi tarif retribusi dan
kebutuhan subsidi tahunan harus terlebih dahulu dijelaskan kepada DPRD.
Dengan tambahan, persetujuan dari DPRD mengenai waktu untuk menaikkan
tarif retribusi dan disampaikan kepada DPRD untuk perubahan tersebut. Lebih
baik lagi jika pada basis rencana 5 tahun, tarif retribusi untuk periode lebih dari 5
tahun dapat ditentukan terlebih dahulu dengan DPRD, termasuk perubahan
inflasi tahunan, tanpa harus menghabiskan waktu pada persetujuan tahunan,
kecuali jika terjadi hal-hal yang diluar kendali. Ketika sudah disetujui oleh DPRD,
tarif retribusi harus disosialisasikan kepada masyarakat sebelum diberlakukan.

Memetakan Zona Potensial Retribusi

|4 - 37

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

Strategi selanjutnya adalah untuk menargetkan secara progresif zona-zona


didalam area pelayanan untuk digabungkan dengan tarif retribusi pemerintah.
Konsekwensinya Pemda harus menyediakan layanan yang efisien sebelum
menerima bayaran. Hal tersebut terutama berlaku bagi zona-zona dimana
transportasi timbunan tidak dapat disaksikan oleh masyarakat. Sebagai contoh,
tarif retribusi mungkin pada awalnya dikenakan kepada pelanggan sektor nondomestik dan kepada rumah tangga tingkat atas, lalu diperluas kepada rumah
tangga menengah dan akhirnya area perkampungan.
Strategi ini membutuhkan subsidi tambahan. Juga diperlukan keterlibatan yang
signifikan dari beragam tingkat administrasi pemerintah setempat (turun sampai
tingkat RT/ RW) agar masyarakat dapat memahami dan menghargai ketentuan.
Pengidentifikasi Metode Penagihan Dan Pengumpulan Biaya Retribusi
Syaratnya Dinas Lingkungan Hidup harus memdapatkan data base wilayah
layanan terutama sektor domestik, dan ini berlaku terhadap semua rumah
tangga agar dimasukkan kedalam daftar. Registrasi yang paling komprehensif
yang Dinas Lingkungan Hidup mungkin diperbolehkan untuk mengakses adalah
registrasi yang dibuat oleh kantor pajak bumi dan bangunan (PBB) di masingmasing pemerintahan lokal. Database harus diperbaharui setiap tahun.
Sedangkan untuk metode pengumpulan biaya retribusi ada beberapa alternatif
pendekatan yaitu :
a)

Kontrak Pihak ke 3
Mengkontrakan penagihan kepada sektor swasta. Ini akan mengurangi
pengeluaran Dinas, tapi Dinas tetap punya kewajiban untuk memberitahukan
akan adanya sanksi-sanksi jika terjadi non-pembayaran.

b) PLN
Metode ini adalah dengan membuat perjanjian dengan pihak PLN untuk
memberi biaya tambahan pada tagihan listrik yang akan dicantumkan
kedalam total pembayaran. Pendekatan ini termasuk efektif karena luasnya
jangkauan layanan PLN; sebagai tambahan, mempertahankan sanksi-sanksi
terhadap non-bayaran dengan memotong saluran listrik. Permasalahannya
karena PLN adalah perusahaan negara, pemerintah setempat tidak memiliki
wewenang untuk menjalin kerjasama sepenuhnya.
c)

PDAM
Sebagai pemilik PDAM, Pemerintah Kabupaten Lumajang akan mampu
mengatur dengan PDAM untuk mengambil alih tugas-tugas pengumpulan dan
penagihan retribusi persampahan. Jangkauan layanan saluran air rumah
tangga individual di Kabupaten Lumajang adalah 60%-70%, dimana hal
tersebut dapat membatasi jangkauan tagihan layanan persampahan

|4 - 38

LAPORAN AKHIR
MASTERPLAN DAN DED PERSAMPAHAN
KABUPATEN LUMAJANG

Kabupaten Lumajang karena pelayanan PDAM hanya menjangkau Kawasan


Perkotaan Utama.
d)

Mempertahankan Sistem Yang Ada


Tetap mempertahankan sistem penarikan retribusi yang ada, namun usahausaha peningkatan kualitas dan jangkauan layanan tetap dilakukan dengan
tetap meyakinkan para pemegang keputusan akan kebutuhan untuk menuju
kearah pemulihan biaya. Untuk itu dikembangkan suatu strategi dengan
penambahan dan penguatan unit penagihan dalam struktur organisasi Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Lumajang dengan tetap melakukan
pengalokasian anggaran secara proporsional per unit kegiatan.

4.1.2.7 Strategi Peningkatan Peran Serta Masyarakat


Faktor utama yang menjamin pencapaian sistem pengelolaan sampah adalah
faktor manusia, baik petugas pelaksana pengelola dan masyarakat umum
sebagai penimbul sampah. Untuk dapat merealisasikan strategi operasional
yang telah dikembangkan, perlu adanya sebuah upaya besar, menyentuh
manusia sebagai faktor utama keberhasilan.
Dalam kurun waktu 20 tahun mendatang sasaran yang paling realistis adalah
menjadikan masyarakat Kabupaten Lumajang sebagai masyarakat yang bersikap
dan berperilaku positif terhadap sampah, dengan indikator tumbuhnya sikap
dan tingkah laku yang didasari oleh kesadaran akan lingkungan bersih,
sehingga sikap dan perilaku terhadap sampah tidak didasari pada kewajiban
tetapi sebagai nilai kebutuhan.
Untuk melaksanakan pengurangan sampah di sumber dan meningkatkan polapola penanganan sampah berbasis masyarakat, diperlukan pemahaman bahwa
masyarakat bukan lagi hanya sebagai obyek tetapi lebih sebagai mitra yang
mengandung makna keselarasan. Tanpa ada peran aktif masyarakat akan sangat
sulit mewujudkan kondisi kebersihan yang memadai.
Disamping itu, pihak swasta/dunia usaha juga memiliki potensi yang besar
untuk dapat berperan serta menyediakan pelayanan publik ini.

|4 - 39

Você também pode gostar