Você está na página 1de 12

LAPORAN TUTORIAL BLOK 2.

5 MINGGU 1
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
ANDALAS
Gangguan Hormon dan Metabolisme

Tutor: dr. Nita Afriani, M. Biomed


Kelompok 12B:
1. M. Fuad Rahmannu
2. M. Asyraf Habibie
3. Aulia Pratiwi
4. Lany Arza
5. Lathifah Huda
6. Natasha Mufti
7. Widya Dwi Jamilza
8. Sri Shinta Agustin
9. Rifa Atul Mahmuda
10. Triya Sari Afini
11. Annisa Fitri

1310312029
1310312077
1310311038
1310311132
1310311093
1310311100
1310311116
1310311145
1310312085
1310311056
1210312022

II. ANALISIS MASALAH


1. Apa penyebab benjolan pada leher Toro?
2. Kenapa benjolan tersebut ditemukan sudah tahun 1 yang lalu?
3. Kenapa benjolan ikut bergerak saat Toro menelan?
4. Apa makna pembengkakan benjolan tersebut dari sebesar telur puyuh sampai sebesar
telur ayam?
5. Bagaimana kondisi orang-orang di kampung Toro dengan kondisi Toro saat ini?
6. Kenapa keadan tersebut hanya cenderung pada orang dewasa?
7. Kenapa dokter bisa menduga bahwa Toro menderita struma nodosa non toksika?
8. Pemerikaan penunjang apa yang dilakukan selain USG dan FNAB?
9. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan USG pada Toro?
10. Apa tujuan pemeriksaan T3 dan T4?
11. Bagaiman pemeriksaan selanjutnya untuk Toro?
12. Sel apa yang dianggap mencurigakan saat hasil pemeriksaan hasik FNAB?
13. Tatalaksana apa yang dilakukan selanjutnya terhadap Toro?

III. IDENTIFIKASI MASALAH


1. Ada beberapa penyebab dari benjolan yang terjadi pada leher
a. Limfadenopati, untuk mengetahui penyebabnya maka dilakukan palpasi.
Kemudian lihat gejala penyertanya
b. Perbesaran terlihat di daerah sekitar jakun yang artinya ada masalah pada tiroid
(mengingat bahwa tiroid terletang di sekitar jakun)
-Adanya benjolan pada tiroid bisa disebabkan karena
a. Genetik
b. Lingkungan
c. Defisiensi iodium
d. Akibat stress

2. Benjolan yang ditemukan sudah sejak satu tahun lalu menandakan bahwa waktu yang
terjadi dibilang cukup lama, ada progresi sejak 1 tahun sampai sekarang dan urannya
semakin membesar
3. Ketika pemeriksaan fisik, pasien disuruh menelan. Pada dasarnya ketika menelan
maka jakun juga akan bergerak, sedangkan kelenjar tiroid terletak di samping sisi
jakun, maka ketika jakun bergerak, kelenjar tiroid akan bergerak juga. Apalagi bila
terjadi pembesaran kelenjar tiroid, maka akan tampak semakin jelas.
4. Makna dari pembengkakan yang dimulai dari sebesar telur puyuh sampai menjadi
telutr ayam menandakan bahwa adanya proses keganasan. Sel-sel kelenjar tiroid
mengalami diferensiasi dan proliferasi besar-besaran karena sejatinya
kaganasan/kanker membutuhkan nutrisi untuk perkembangannya, namun dalam
kondisi yang diluar batas
5. Kondisi orang-orang dikampung Toro sama dengan apa yang dialami Toro, kelenjar
tiroid mereka membesar. Pada KP Pak Eva Decroli disebutkan bahwa salah satu
penyakit kelenjar tiroid yang dialami suatu penduduk di lingkungan tertentu dinamakn
Struma Endemik.
Di skenario disebutkan bahwa kampung halaman Toro yaitu Bukittinggi. Biasanya
penduduk daerah dataran tinggi mengalami defisiensi iodium(penyebab terjadinya
kelainan tiroid). Karena biasanya ioidium terdapat pada ikan laut, sedangkan di
daerah dataran tinggi jarang orang mengonsumsinya. Namun tidak semua orang yang
berada di dataran tinggi mengalaminya, sekarang pemerintah telah membuat garam
iodium guna untuk mensuplai kadar iodium yang diperlukan oleh tubuh setiap
harinya.
6. Keadaan tersebut lebih banyak pada orang dewasa mungkin dikarenakan beberapa
faktor, seperti:
a. Faktor lingkungan: Faktor iodium, konsumsi zat goitrogenik alami (sayur kol),
atau dikarenakan stress, karena stress lebih banyak terjadi pada orang dewasa
serta konsumsi obat-obat yang memicu terjadinya kelainan(antiaritmia)
b. Faktor genetik: kelainan kelenjar tiroid ada hubungannya dengan geneti yaitu
kromosom 14 dan kromosom X. Oleh karena itu, perempuan lebih beresiko
terkena kelainan kelenjar tiroid daripada pria.
7. Dokter bisa menduga Toro terkena struma nodosa no toksika mungkin dikarenakan
penyebab dari pembesaran kelenjar tiroid Toro adalah defisiensi iodium. Karena
defisiensi iodium tidak menyebabkan peningkatan hormon T3 dan T4 yang dihasilkan
kelenjar tiroid. Perlu diketahui perbedaan antara struma nodosa non toksika dan
struma nodosa toksika, dimana letak perbedaannya adalah adanya campur tangan
hormon baik T3 atau T4 yaitu terjadinya peningkatan pada struma nodosa toksi yabg
berhubungan terhadap pembesaran pada kelenjar tiroid Toro. Penyakitnya biasa

dinamakan Toksotoksikosis. Toksotoksikosis merupakan penyebab Hipertiroidisme


atau Penyakit Graves
8. Ada beberapa pemeriksaan tambahan pada pemeriksaan kelenjar tiroid
a. Scanning tiroid
Memakai uptake J131 yang didistribusikan ke tiroid untuk menentukan fungsi
tiroid. Normal: 15-40% dalam 24 jam.
Bila uptake > normal disebut Hot area. Uptake < normal disebut Cold area (biasa
pada neoplasma)
b. USG
Membedakan apakah kistik atau solid (pada neoplasma)
c. Free tiroksin index: T3/T4, Hitung kadar T4, TSHS, Tiroglobulin dan Calcitonin
d. Temuan Histologi
Struma non toksik biasa menunjukkan hiperplasia, akumulasi kolid dan nodul.
Nodul yang ganas biasa memperlihatkan sel folikuler pada awalnya, misalnya
papiler, folikuler, sel Hurtle atau anaplastik
9. Jika ditemukan struma:
a. Difus: biasanya menuju ke keganasan, maligna atau limfoma serta metastasis
b. Nodul: Jinak, dugaan ada kelainan karena peran hormon serta infeksi
mikroorganisme atau defisiensi iodium
10. Untuk melihat apakah ada penurunan, normal atau peningkataan pada hormon
hormon tersebut. Pada Hipotrioidisme contohnya, dibagi menjadi 2:
-

Hipotiroid klinis: kadar TSH (Tiroid Stimulsting Hormone) meningkat dan kadar
hormon tiroksin (T4) menurun

Hipotiroid subklinis: kadar TSH (Tiroid Stimulating Hormone) meningkat dan


kadar hormon tiroksin (T4) Normal

11. Pemeriksaan selanjutnya adalah mencari etiologinya serta dilakukan pemeriksaan


sedian Histopalogi, melihat sel-selnya dan menetukan apakah termasuk keganasan
atau tidak. Kemudian baru diberi tatalaksana selanjutnya.
12. Sel yang mencurigakan mengarah pada suatu keganasan. Maka yang perlu kita
ketahui bahwa sel-sel yang dianggap ganas memperlihatkan morfologi seperti:
a. Pleomorfik
b. Rasio Sitoplasma: nukleus terbalik

c. Kutub berbeda
d. Atipik
e. Hiperkromatik
Apabila ditemukan sel-sel seperti diatas maka kita curiga keganasan
13. Tatalaksana meliputi Non-Farmako dan Farmakologi. Untuk Non farmako bisa
a. Pembedahan
Pembedahan dilakukan pada keadaan ini:
1. Struma besar dengan kompresi
2. Keganasan
3. Bila terapi tidak efektif
Indikasinya:
1. Pembesaran kelenjat tiroid dengan gejala, berupa:
a. Gangguan menelan
b. Gangguan pernapasan
c. Suara parau
2. Keganasan kelenjar tiroid
3. Struma nodus/difus toksika
4. Kosmetik
Untuk Farmako-nya berupa:
1. Pemberian obat PTU (Propiltiourasil)
2. Obat metimazol dan prednisolon. Dimana tujuan pemberian adalah
menghentikan/menurunkan sintesi atau sekresi hormon dan mengurangi
konversi T4 -> T3
3. Obat-obat B-Blocker: untuk menghentikan Takikardia pada pasien
Hipertiroidism

IV. SKEMA

V. Learning Objective
1. Klasifikasi kelainan tiroid
2. Epidemiologi s/d prognosis kelainan tiroid pada anak kongenital
3. Epidemiologi s/d prognosis kelainan tiroid pada anak yang didapat
4. Epidemiologi s/d prognosis kelainan tiroid pada Dewasa yang jinak
5. Epidemiologi s/d prognosis kelainan tiroid pada Dewasa yang ganas
6. Perbedaan struma
Toksik pada anak dan Toksik pada dewasa
Non-toksik pada anak dan Non-toksi pada dewasa

LO 6
Perbedaan antara Struma Toksik dan Non-Toksik pada Anak dan Dewasa
A. Defenisi Struma
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi
atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.20 Dampak struma terhadap tubuh
terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organorgan di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan
esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan
pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak
terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila
pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau
tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia.
B. Patogenesis Struma
Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat
pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan
dalam pembentukan TSH oleh hipofisis anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis
mensekresikan TSH dalam jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel
tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan
kelenjar tumbuh makin lama makin bertambah besar. Akibat kekurangan yodium maka

tidak terjadi peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar
dan kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram.20
Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang menghambat
sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (goitrogenic agent),
proses peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves. Pembesaran yang
didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan sintesa hormon tiroid oleh
obat-obatan misalnya thiocarbamide, sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik
misalnya struma kolid dan struma non toksik (struma endemik).
C. Klasifikasi Struma
1. Berdasarkan Fisiologisnya
Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a.

Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang
disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan
kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau
struma semacm ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada
leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.24

b. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar
tiroid sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari
kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa
pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak
mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat
destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi.25,26 Gejala
hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin,
dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut
rontok,

mensturasi

berlebihan,

pendengaran

terganggu

dan

penurunan

kemampuan bicara. 27,28 Gambar penderita hipotiroidisme dapat terlihat di


bawah ini.

c. Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat
didefenisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh
metabolik hormon tiroid yang berlebihan.29 Keadaan ini dapat timbul spontan
atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid,
sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar
tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu
makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak
napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai
bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok,
dan atrofi otot.27,28 Gambar penderita hipertiroidisme dapat terlihat di bawah
ini.

2. Berdasarkan Klinisnya
Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi sebagai
berikut
a. Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan
struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada
perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke
jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan
memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan
(struma multinoduler toksik). Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan
hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang
berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok
eksoftalmik/exophtalmic goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak
ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.31
Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah
diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar
dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar
tiroid hiperaktif.
Meningkatnya

kadar

hormon

tiroid

cenderung

menyebabkan

peningkatan pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon


tersebut sebagai hasilpengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan
antibodi tetapi bukan mencegah pembentukyna.32 Apabila gejala gejala
hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka akan
terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual,
muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan dapat
meninggal.
b. Struma Non Toksik
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi
menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non
toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut
sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan

di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen
yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia.
Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka
pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda
hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik. Biasanya
tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi
multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan
karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang berobat
karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Namun sebagian pasien
mengeluh adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada esofagus (disfagia) atau
trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul
perdarahan di dalam nodul.
Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat
ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam
keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama
dengan yang diekskresi lewat urin. Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai
Depkes RI adalah endemis ringan prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %,
endemik sedang 20 % - 29 % dan endemik berat di atas 30 %
D. Distribusi dan Frekuensi
1.

Orang
Data rekam medis Divisi Ilmu Bedah RSU Dr. Soetomo tahun 2001-2005
struma nodusa toksik terjadi pada 495 orang diantaranya 60 orang laki-laki (12,12 %)
dan 435 orang perempuan (87,8 %) dengan usia terbanyak yaitu 31-40 tahun 259
orang (52,3 2%), struma multinodusa toksik yang terjadi pada 1.912 orang
diantaranya17 orang laki-laki (8,9 %) dan 174 perempuan (91,1%) dengan usia yang
terbanyak pada usia 31-40 tahun berjumlah 65 orang (34,03 %).

2. Tempat dan Waktu


Penelitian Ersoy di Jerman pada tahun 2009 dilakukan palpasi atau
pemeriksaan benjolan pada leher dengan meraba leher 1.018 anak ditemukan 81 anak
(8,0%) mengalami struma endemis atau gondok.35 Penelitian Tenpeny K.E di Haiti
pada tahun 2009 menemukan PR struma endemis 26,3 % yang dilakukan
pemeriksaan pada 1.862 anak usia 6-12 tahun.36

Penelitian Arfianty di Kabupaten Madiun tahun 2005 dengan sampel 40 anak yang
terdiri dari 20 anak penderita gondok dan 20 anak bukan penderita gondok
menunjukan PR GAKY 31,9 % di Desa Gading (daerah endemik) dan 0,65 % di
Desa Mejaya (daerah non endemik).

Você também pode gostar