Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
ANGIOFIBROMA NASOFARING
Pembimbing:
dr. H. Yuswandi Affandi Sp.THT-KL
dr. M. Ivan Djajalaga M.Kes, Sp.THT-KL
Penyusun :
Larasayu Pramita D.
030.06.143
DAFTAR ISI
1
Daftar Isi..............................................................................................................................2
Bab I
Pendahuluan.........................................................................................................................3
Bab II
Anatomi Faring....................................................................................................................4
Bab III
Angiofibroma Nasofaring....................................................................................................7
Bab IV
Kesimpulan........................................................................................................................12
Daftar Pustaka13
BAB I
2
PENDAHULUAN
Berbagai jenis tumor jinak dapat tumbuh didaerah nasofaring seperti pailoma,
neurofibroma dan angiofibroma. Polip di nasofaring bukanlah neoplasma, berasal dari rongga
hidung atau sinus maksila yang keluar melalui ostium sinus maksila dan menggantung di
nasofaring yaitu koana, sehingga disebut juga polip koana.
Angiofibroma nasofaring merupakan tumor secara histologik jinak tetapi secara klinis
ganas. Tumor ini jarang ditemukan, frekuensinya 1/5000-1/60.000 dari pasien THT,
diperkirakan hanya merupakan 0,05% dari tumor leher dan kepala. Tumor ini umumnya
terjadi pada laki-laki dekade ke-2 antara 7-19 tahun. Jarang terjadi pada usia lebih dari 25
tahun tetapi pernah juga dilaporkan, ditemukan pada perempuan tetapi sangat jarang.
Penyebab pasti dari angiofibroma tidak diketahui secara pasti, beberapa menyebutkan
berdasarkan jaringan tempat asal tumbuh tumor dan adanya gangguan hormonal.
Hidung tersumbat merupakan gejala klinis yang paling sering ditemukan (80-90%), selain
epistaksis. Dari pemeriksaan klinis dijumpai adanya massa di nasofaring.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pembedahan (pengangkatan massa) merupakan pilihan utama dalam terapi, selain
radioterapi, terapi hormonal dan kemoterapi. Operasi harus dilakukan di rumah sakit dengan
fasilitas cukup, karena risiko perdarahan yang hebat.
Berbagai pendekatan operasi dapat dilakukan sesuai dengan lokasi tumor dan
perluasannya. Pengankatan massa dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan seperti
pendekatan transpalatal, rinotomi lateral, degloving, kraniotomi. Bagaimanapun pendekatan
yang dilakukan bertujuan untuk memaksimalkan pemaparan dan memudahkan control
perdarahan agar tidak terjadi kekambuhan.
BAB II
3
ANATOMI FARING1
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar
di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini dimulai dari dasar tengkorak terus
menyambungnke esofagus setinggi vertebra servikal ke-6. Ke atas, faring berhubungan
dengan rongga hidung melalui koana, kedepan berhubungan dengan rongga mulut melalui
ismus orofaring, sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus laring dan ke
bawah berhubungan dengan esofagus. Dinding faring dibentuk oleh selaput lendir, fasia
faringobasiler, pembungkus otot dan sebagaian fasia bukofaringeal. Unsur faring meliputi
mukosa, palut lendir (mucous blanket) dan otot.
Fungsi faring :
Untuk respirasi pada waktu menelan. Terdapat 3 fase dalam proses menelan yaitu fase
oral, fase faringeal dan fase esofageal. Pada fase oral bolus makanan dari mulut
menuju ke faring, gerakan disengaja (voluntary). Fase faringeal pada waktu transpor
bolus makanan melalui faring, gerakan tidak disengaja. Fase
gerakkannya tidak
disengaja pada waktu bolus makanan bergerak secara peristaltik di esofagus menuju
lambung.
Resonansi suara dan untuk artikulasi
1. Nasofaring
Batas nasofaring di bagian atas
: Dasar tengkorak
Batas nasofaring di bagian bawah
: Palatum mole
Batas nasofaring di bagian depan
: Rongga hidung
Batas nasofaring di bagian belakang : Vertebra servikal
Ruang nasofaring yang relatif kecil terdiri dari atau mempunyai hubungan yang erat
dengan dengan beberapa struktur yang secara klinis mempunyai arti penting.
Pada dinding posterior meluas kea rah kubah adalah jaringan adenoid
Terdapat jaringan limfoid pada dinding faringeal lateral dan pada resesus
mole.
Koana posterior rongga hidung
Foramina kranial yang terletak berdekatan dan dapat terkena akibat perluasan
dari penyakit nasofaring, termasuk foramen jugularis yang dilalui oleh saraf
saraf hipoglosus
Tulang temporalis bagian petrosa dan foramen laserum yang terletak dekat
palatina, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan
foramen sekum
3. Laringofaring (Hipofaring)
Batas atas
: Tepi atas epiglottis
Batas bawah : Esofagus
Batas depan : Laring
Batas belakang: Vertebra servikalis
Pada pemeriksaan laring tidak langsung maupun dengan laringoskop pada
pemeriksaan laring langsung tampak di bawah dasar lidah adalah valekula. Bagian ini
merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika
5
medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga
kantong pil (pill pockets).
Di bawah valekula terdapat epiglottis yang berfungsi untuk melindungi glottis ketika
menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus
piriformis dan ke esophagus.1
BAB III
ANGIOFIBROMA NASOFARING
Etiologi tumor ini masih belum jelas, berbagai macam teori banyak diajukan :
1)
Teori jaringan asal, yaitu pendapat bahwa tempat perlekatan spesifik angiofibroma
adalah di dinding posterolateral atap rongga hidung.
2)
PATOGENESIS
Tumor pertama kali tumbuh dibawah mukosa di tepi sebelah posterior dan lateral
koana di atap nasofaring. Tumor akan tumbuh besar dan meluas di bawah mukosa, sepanjang
atap nasofaring, mencapai tepi posterior septum dan meluas ke arah bawah membentuk
tonjolan massa di atap rongga hidung posterior. Perluasan kearah anterior akan mengisi
rongga hidung, mendorong septum ke sisi kontralateral dan memipihkan konka. Pada
perluasan ke arah lateral, tumor melebar ke arah foramen sfenopalatina, masuk ke fisura
pterigomaksila dn akan mendesak dinding posterior sinus maksila. Bila meluas terus, akan
masuk ke fosa intratemporal yang akan menimbulkan benjolan di pipi, dan rasa penuh di
wajah. Apabila tumor telah mendorong salah satu atau kedua bola mata maka tampak gejala
yang khas pada wajah yang disebut muka kodok.
Perluasan ke intrakranial dapat terjadi melalui fosa infratemporal dan pterigomaksila
masuk ke fosa serebri media. Dari sinus ethmoid masuk ke fosa serebri anterior atau dari
sinus sfenoid ke sinus kavernosus dan fosa hipofise.1
DIAGNOSIS
Tanda dan gejala sudah terjadi kira-kira 6 bulan saat didiagnosa, umumnya telah
terjadi perluasan di luar nasofaring. Diagnosis angiofibroma nasofaring biasanya ditegakkan
berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang menunjang
diagnosis.
7
Gejala Klinis
Gejala yang paling sering ditemukan (lebih dari 80%) ialah hidung tersumbat yang
progresif dan epistaksis berulang yang masif. Adanya obstruksi hidung memudahkan
terjadinya penimbunan sekret, sehingga timbul rinorea kronis yang diikuti oleh gangguan
penciuman. Tuba Eustachius akan menimbulkan ketulian atau otalgia. Sefalgia hebat
biasanya menunjukkan bahwa tumor sudah meluas ke intrakranial. Sakit kepala yang timbul
akibat dari tumor mengadakan ekspansi ke dasar tengkorak yang mengakibatkan penekanan
pada cabang nervus trigeminus kemudian muncul berbagai macam paralysis dari syaraf yang
terkena.1,3
Pemeriksaan Fisik
Dilakukan dengan menggunakan alat yaitu, rinoskopi posterior akan terlihat massa
tumor yang konsistensinya kenyal, warnanya bervariasi dari abu-abu sampai merah muda.
Bagian tumor yang terlihat di nasofaring biasanya diliputi oleh selaput lendir berwarna ke
unguan, sedangkan bagian yang meluas ke luar nasofaring berwarna putih atau abu-abu. Pada
usia muda warnanya merah muda, pada usia yang lebih tua warnanya ke biruan, karena lebih
banyak komponen fibromanya. Mukosanya mengalami hipervaskularisasi dan tidak jarang
ditemukan adanya ulserasi.1
Pemeriksaan Penunjang
Karena tumor sangat mudah berdarah, sebagai pemeriksaan penunjang diagnosis
dilakukan pemeriksaan radiologik konvensional CT scan serta pemeriksaan arteriografi.
Pada pemeriksaan CT scan dengan zat kontras akan tampak secara tepat perluasan
massa tumor serta destruksi tulang ke jaringan sekitarnya
sehingga
vaskularisasi
berkurang
dan
akan
mempermudah
pengangkatan tumor
Diagnosis Banding
Polip hidung
Polip antrokoanal
Teratoma
Ensefalokel
Dermoid
Inverted papilloma
Rhabdomyosarkoma
Untuk menentukan derajat atau stadium tumor umumnya saat ini menggunakan klasifikasi
Session dan Fisch.
Klasifikasi menurut Session sebagai berikut :
9
Stadium IA
Stadium IB
: Tumor meliputi nares posterior dan atau nasofaringeal voult dengan meluas
sedikitnya 1 sinus paranasal
Stadium IIA
Stadium IIB
Stadium IIIA : Tumor telah mengerosi dasar tengkorak dan meluas sedikit ke intracranial
Stadium IIIB : Tumor telah meluas ke intrakranial dengan atau tanpa meluas ke sinus
kavernosus
Stadium IV
: Tumor menginvasi sinus kavernosus, region chiasma optic dan atau fossa
pituitary1
Penatalaksanaan
Tindakan operasi merupakan pilihan utama selain terapi hormonal, radioterapi. Harus
dilakukan dirumah sakit. Kesukaran utama dalam pembedahan adalah perdarahan hebat yang
dapat mencapai 2000 3000 cc dalam waktu yang relatif singkat serta tindakan untuk
mengeksisi seluruh jaringan tumor dalam daerah relatif sempit.
Berbagai pendekatan operasi dapat dilakukan sesuai dengan lokasi tumor dan
perluasannya, seperti :
Rinotomi lateral yaitu melalui insisi pada bagian samping hidung luar
10
Tumor berupa massa yang konsistensinya kenyal, warnanya bervariasi dari abu-abu
sampai merah muda. Mukosanya mengalami hipervaskularisasi dan tidak jarang
ditemukan adanya ulserasi.
11
Penyebab dari angiofibroma nasofaring belum diketahui dengan jelas, ada dua teori
yaitu teori jaringan asal dan teori faktor keseimbangan hormonal (kekurangan hormon
androgen atau kelebihan astrogen).
Gejala yang sering ditemukan adalah sumbatan hidung yang progressif dan epistaksis
berulang yang massif.
Tindakan operasi merupakan pilihan utama selain terapi hormonal atau radioterapi.
Berbagai pendekatan operasi dapat dilakukan sesuai dengan lokasi tumor dan
perluasannya.
DAFTAR PUSTAKA
1) Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI; 2008
2) Adams GL, Boies LR, Higler PA. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997
3) Mansjoer A, dkk, Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok dalam Kapita Selekta
Kedokteran Jilid 1. Edisi ke-3. Jakarta : FKUI; 1999
4) Tewfik
http://www.emedicine.com/ent/topic470.htm
12
5) Angiofibroma
Nasofaring.
Available
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15580/1/mkn-sep2005-%20(8)
13