Você está na página 1de 29

BAB I

REKAM MEDIK
1.1

Identifikasi Pasien
Nama

: An.NAS

Umur

: 14 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Status Perkawinan

: Belum kawin

Agama

: Islam

Alamat

: Jln. Giri Mulyo RT.01 RW.03 kel.Giri Mulyo OKU


Timur

Kebangsaan
1.2

: Indonesia

Anamnesis
a. Keluhan Utama : Konsul dari bagian Anak RSMH untuk perawatan gigi
b. Keluhan Tambahan : c. Riwayat Perjalanan Penyakit

Sejak 1 tahun yang lalu, penderita sering mengeluh nyeri pada gigi
kanan atas, Nyeri dirasakan saat megunyah(+), nyeri juga dirasakan saat
makan atau minum minuman yang panas atau dingin (+), nyeri dirasakan
berkurang setelah makan/minum dan berhenti mengunyah. Riwayat
trauma(-), Riwayat tumpatan pada gigi (-), riwayat merokok (-), riwayat
konsumsi alkohol (-).
Sejak 2 bulan yang lalu, penderita mengaku nyeri pada gigi kanan atas
sudah berkurang, Nyeri kadang-kadang dirasakan saat megunyah(+),
nyeri sudah tidak dirasakan lagi saat makan atau minum minuman yang

panas atau dingin. Warna gigi dirasakan semakin kusam atau kehitaman.
Riwayat trauma(-), Riwayat tumpatan pada gigi (-), riwayat merokok (-),
riwayat konsumsi alkohol (-). Penderita sudah terdiagnosis ALL sejak
bulan September tahun 2014. Penderita saat ini sedang menjalani
kemoterapi.

d. Riwayat Penyakit atau Kelainan Sistemik


Penyakit atau Kelainan Sistemik

Ad

Disangkal

a
Alergi : debu, dingin
Penyakit Jantung
Penyakit Tekanan Darah Tinggi
Penyakit Diabetes Melitus
Penyakit Kelainan Darah
Penyakit Hepatitis A/B/C/D/E/F/G/H
Kelainan Hati Lainnya
HIV/ AIDS
Penyakit Pernafasan/paru
Kelainan Pencernaan
Penyakit Ginjal
Penyakit / Kelainan Kelenjar ludah
Epilepsy

e. Riwayat Penyakit Gigi dan Mulut Sebelumnya


1.3

Penderita belum pernah melakukan pemerikaan gigi sebelumnya.

Pemeriksaan Fisik
a. Status Umum Pasien
1. Konsultasi

:dari teman sejawat bagian Anak RSMH

2. Keadaan Umum Pasien

: Kompos Mentis

3. Berat Badan

: 34 kg

4. Tinggi Badan

: 150 cm

5. Vital Sign
-

Tekanan Darah

: 110/80 mmHg

Nadi

: 82x/menit

RR

: 20x/menit

: 36,7 0C

b. Pemeriksaan Ekstra Oral


-

Wajah

: simetris

Bibir

: tidak ada kelainan

KGB

: kanan dan kiri tidak teraba dan tidak terasa sakit

c. Pemeriksaan Intra Oral


-

Debris

: ada, di semua regio

Plak

: tidak ada

Kalkulus

: ada, di semua regio

Perdarahan Papilla Interdental

: tidak ada

Gingiva

: gingivitis (+)

Mukosa

: tidak ada kelainan

Palatum

: tidak ada kelainan

Lidah

: tidak ada kelainan

Dasar Mulut

: tidak ada kelainan

Hubungan Rahang

: ortognati

Kelainan Gigi Geligi

: lihat status lokalis

d. Status Lokalis

Gigi
1.6

Lesi
-

Sondase

Perkus

Palpasi

CE

Diagnosis/ ICD

Terapi

i
-

Caries Dentin

Pro Ekstraksi

Nekrosis pulpa

e. Temuan Masalah
a. Kalkulus di semua regio
b. Nekrosis pulpa 1.6
c. Caries Dentin 1.6
f. Perencanaan Terapi
a. Kalkulus di semua regio

: pro scalling

b. Nekrosis pulpa 1.6

:Pro Ekstraksi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. NEKROSIS PULPA
Nekrosis pulpa adalah kematian pulpa gigi, bisa sebagian ( parsial ) atau
keseluruhan. Patofisiologi dari gangren pulpa adalah terbentuknya eksudat
inflamasi menyebabkan peningkatan tekanan intra pulpa sehingga sistem limfe dan
venule terputus, mengakibatkan kematian jaringan pulpa. Jika eksudat tersebut
masih dapat diabsorbsi atau terdrainase melalui karies, nekrosis terjadi bertahap.
Pada gigi yang mengalami benturan keras, nekrosis juga dapat terjadi bila aliran
darah di dalam pulpa terputus.
1.1 Etiologi
1.Microbakterial
2.Trauma fisik (benturan, radiasi)
3.Bahan-bahan kimia (tumpatan gigi, bahan korosif)
4. Reaksi hipersensitivitas
.2 Mekanisme
Mekanisme

terjadinya

nekrosis

pulpa

merupakan

penjalaran

yang

membutuhkan waktu yang lama. Proses terjadi nekrosis dimulai dari :


a. Karies superfacial (karies email).
Dimana terjadi pembentukan plak dan penguraian karbohidrat oleh bakteri
dengan menggunakan enzim Ftase dan Gtase. Bakteri yang mengurai
karbohidrat (sukrosa) akan menghasilkan asam sebagai hasil akhir yang
meng-etsa email gigi hingga tebentuk kavitas.
b. Karies dentin
Merupakan kelanjutan invasi bakteri setelah terbentuk kavitas superfacial.
c. Peradangan pulpa (infeksi pulpa)

Merupakan reaksi terhadap invasi bakteri yang telah mengenai pulpa.


Ditandai dengan terjadinya dilatasi pembuluh darah, peningkatan volume
darah dalam ruangan pulpa (kongesti)
d. Pulpitis
Dibedakan menjadi 2 :
Reversible
Inflamasi pulpa yang masih ringan yang disebabkan oleh stimuli tapi pulpa
dapat kembali ke keadaan tidak terinflamasi bila stimuli dihilangkan.
1. Kronik (tanpa gejala)/asimtomatik
2. Akut (dengan gejala)/symtomatik
Ireversibel
Inflamasi pulpa yang persisten yang dapat simtomatik ataupun asimtomatik
yang menyebabkan pulpa menjadi nekrosis (mati).
1. Akut
2. Kronik : pulpitis hiperplastik
Ditandai dengan berlanjutnya dilatasi pembuluh darah, akumulasi cairan
udema pada jaringan penghubung yang mengelilingi pembuluh darah kecil.
Cairan udema ini akan merusak kapiler yang ditandai dengan ektravasasi sel
darah merah dan diapedesis sel darah putih. Ditemukan juga PMN disekitar
dinding pembuluh kapiler yang aktif bergerak secara teratur. Sel-sel yang
rusak, leukosit PMN, bakteri yang mati yang menyebabkan terbentuknya PUS
(abses pulpa). Pus tersebut akan menyumbat jalan peredaran darah sehingga
drainase terganggu akibatnya pus menjalar di seluruh bagian pulpa dan
menyebabkan terjdinya nekrosis.
e. Nekrosis (gangrene)
Nekrosis yang terjadi dapat menyebabkan terjadinya abses periapikal.
f. Abses periapikal

g. Penyebaran PUS ke organ tubuh lain melalui pembuluh darah, yang bisa
menyebabkan kematian.
1.3 Gejala Umum Nekrosis Pulpa
a. Simptomnya sering kali hampir sama dengan pulpitis irreversible
b. Nyeri spontan atau tidak ada keluhan nyeri tapi pernah nyeri spontan.
c. Sangat sedikit/ tidak ada perubahan radiografik
d. Mungkin memiliki perubahan-perubahan radiografik defenitif seperti
pelebaran jaringa periodontal yang sangat nyata adalah kehilangan lamina
dura
e. Perubahan-perubahan radiografik mungkin jelas terlihat
f. Lesi radiolusen yang berukuran kecil hingga besar disekitar apeks dari
salah satu atau beberapa gigi, tergantung pada kelompok gigi.
.4 Diagnosis
Nekrosis Sebagian

Nekrosis Keseluruhan

Menyerupai pulpitis irreversibelTes termal bereaksi lambat


Perkusi/ tekanan bereaksi negatif
Vitalitester bereaksi dalam skala

besar
Gambaran

radiologi

tidak

ada

kelainan

Tidak memberikan gejala


tes termal negatif
Perkusi/ tekanan bereaksi negatif
Vitalitester bereaksi negatif
Terlihat penebalan ligamentum
periodontal

a. Keluhan subjektif :
Gigi berlubang, kadang-kadang sakit bila kena rangsangan panas
Bau mulut (halitosis)
Gigi berubah warna.
b. Pemeriksaan objektif :
Gigi berubah warna, menjadi abu-abu kehitam-hitaman
Terdapat lubang gigi yang dalam
Sondenasi,perkusi dan palpasi tidak sakit
Biasanya tidak bereaksi terhadap tes elektrik dan termal. Kecuali
pada nekrosis tipe liquifaktif.
Bila sudah ada peradangan jaringan periodontium, perkusi,palpasi
dan sondenasi sakit.

1.5 Klasifikasi
Nekrosis pulpa ada 2 :
1. Nekrosis Koagulasi
Nekrosis Koagulasi adalah

kematian

jaringan

pulpa

dalam

keadaan

kering/padat. Jumlah kuman, virulensi dan patogenitasnya kecil. Sehingga tidak


memberi respon terhadap tes dingin, panas, tes vitalitas ataupun tes kavitas. Tes
membau tidak jelas.
Penyebab :
a. Trauma : benturan, jatuh, kena pukul
b. Termis : panas yang berlebihan waktu mengebor gigi.
c. Listrik : timbulnya aliran galvanis akibat dua tumpatan logam yang
berbeda pada gigi yang berdekatan
d. Chemis/kimia
: asam dari tambalan silikat.

Gejala-gejala :
Tidak ada keluhan, kecuali dari segi estetis (terutama gigi depan) dan gigi berubah
warna menjadi lebih suram
Tanda-Tanda Klinis :
Inspeksi
Gigi berubah warna bewarna suram
Gigi fraktur atau dengan tambalan
Sondasi

: tidak memberi keluhan

Perkusi

: tidak memberi keluhan

Termis

: tidak memberi keluhan

Tes vitalitas

: tidak beraksi

2. Nekrosis likuifaksi
Likuifaksi = pencairan, menjadi cair
Nekrosis

= kematian

Jadi Nekrosis Likuifaksi adalah kematian jaringan pulpa dalam keadaan basah.
Tes membau positif. Jumlah kuman terutama bakteri anaerob cukup banyak.
Memberi respon (+) terhadap tes panas atau tes vitalitas karena terjadi konduksi
melalui cairan dalam pulpa menuju jaringan vital didekatnya. Pada gigi utuh yang
mengalami nekrosis perubahan warna biasanya merupakan petunjuk pertama bagi
kematian pulpa.
Penyebab :
a. Kelanjutan dari pulpitis
b. Nekrosis Koagulasi yang telah terinfeksi
Gejala-gejala :

c.
d.
e.
f.

bau yang tidak enak


kadang-kadang sakit bila dipakai mengunyah
bila makan panas kadang-kadang terasa sakit
warna berubah

Tanda Klinis/pemeriksaan objektif :


Inspeksi
Karies profunda dengan pulpa terbuka/tumpatan terbuka
Gigi berubah warna menjadi lebih suram (keabu-abuan)
Sondasi

: tidak beraksi

Perkusi

: tidak beraksi

Termis panas

: terasa sakit

Tekanan

: tidak beraksi

Tes Vitalitas

: tidak beraksi

Tes Membau

: bau busuk (gas indol & skatol/H2S)

1.6 Rencana Perawatan


a. Simtomatis :
Diberikan obat-obat penghilang rasa sakit/anti inflmasi (OAINS)
b. Kausatif :
Diberikan antibiotika (bila ada peradangan)
c. Tindakan :
Gigi dibersihkan dengan semprit air, lalu dikeringkan dengan kapas.
Beri anagesik, bila ada peradangan bisa di tambah dengan antibiotic

10

Sesudah peradangan reda bisa dilakukan pencabutan atau dirujuk


untuk perawatan saluran akar.
Biasanya perawatan saluran akar yang digunakan yaitu endodontic
intrakanal.
Yaitu perawatan pada bagian dalam gigi (ruang akar dan saluran akar)
dan kelainan periapaikal yang disebabkan karena pulpa gigi tersebut.
Untuk gigi sulung yang belum waktunya dicabut dirawat dengan
perawatan saluran akar
Untuk gigi tetap berakar satu dipertahankan
Untuk gigi belakang bila mahkota masih bagus dirawat, bila jelek
dicabut.

2. ACUTE LYMPHOBLASTIC LEUKEMIA


1.1 DEFINISI
Leukemia merupakan suatu keganasan yang menyerang sel darah putih yang
diproduksi oleh sumsum tulang. Leukemia ada yang bersifat akut dan kronis.
Leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat cepat,
mematikan, dan memburuk. Apabila hal ini tidak segera diobati, maka dapat
menyebabkan kematian dalam hitungan minggu hingga hari. Sedangkan leukemia
kronis memiliki perjalanan penyakit yang tidak begitu cepat sehingga memiliki
harapan hidup yang lebih lama, hingga lebih dari 1 tahun. Berdasarkan jenis sel
yang terlibat, Leukemia dapat dibagi menjadi Leukemia limpoblastik dan leukemia
mielositik. Leukemia limpoblastik sendiri merupakan salah satu bentuk leukemia
yang menyerang sel limfoid. Acute Lympoblastic leukemia terjadi ketika tubuh

11

kita menghasilkan sejumlah besar sel darah putih yang immature yang disebut
limfosit.
1.2 EPIDEMIOLOGI
Acute Lymphoblastic Leukimia lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan
dengan orang dewasa. Puncak insidennya terjadi pada usia 3 7 tahun dan jarang
pada anak berusia lebih dari 15 tahun. .
1.3 PENYEBAB
Penyebab leukemia sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Namun terdapat
beberapa factor yang diduga mempengaruhi kejadiannya seperti radiasi, zat-zat
yang bersifat toxin seperti benzene, obat-obat kemoterapi dan factor herediter.
1.4 TANDA DAN GEJALA
Gejala acute lymphoblastic leukemia sangat bervariasi, namun secara umum dapat
digambarkan sebagai berikut:
1. Anemia.
Penderita akan tampak cepat lelah, pucat dan bernafas cepat. Hal ini disebabkan
karena jumlah sel darah merah berkurang, akibatnya oksigen dalam tubuh juga
berkurang.
2. Perdarahan.
Misalnya perdarahan pada gusi, hidung dan kulit. Hal ini terjadi karena produksi
platelet berkurang akibat dominasi produksi sel darah putih.
3. Mudah terserang infeksi.
Pada Penderita Leukemia, sel darah putih yang terbentuk bersifat abnormal
sehingga tidak dapat berfungsi dengan semestinya. Akibatnya tubuh si penderita
rentan terkena infeksi virus atau bakteri, bahkan dengan sendirinya akan
menampakkan keluhan adanya demam, keluar cairan putih dari hidung dan batuk.
4. Nyeri tulang dan persendian.

12

Hal ini terjadi karena sumsum tulang terdesak padat oleh sel darah putih.
5. Nyeri perut.
Nyeri perut juga merupakan salah satu indikasi gejala leukemia, dimana sel
leukemia dapat terkumpul pada organ ginjal, hati dan empedu yang menyebabkan
pembesaran pada organ-organ tubuh ini dan timbulah nyeri. Nyeri perut ini dapat
berdampak hilangnya nafsu makan penderita leukemia.
6. Pembengkakan kelenjar lympa.
Penderita kemungkinan besar mengalami pembengkakan pada kelenjar lympa,
baik yang dibawah lengan, leher, dada dan lainnya. Kelenjar lympa bertugas
menyaring darah, sel leukemia dapat terkumpul disini dan menyebabkan
pembengkakan.
7. Kesulitan bernafas (Dyspnea).
Penderita mungkin menampakkan gejala kesulitan bernafas dan nyeri dada,
apabila terjadi hal ini maka harus segera mendapatkan pertolongan medis.
1.5 DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan dengan:
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik, biasanya ditemukan adanya pembesaran hati, lien dan kelenjar
limpa.
3. Pemeriksaan laboratorium, meliputi darah lengkap, hapusan darah tepi, foto toraks
atau CT scan, pungsi lumbal, aspirasi dan biopsi sumsum tulang (pewarnaan
sitokimia, analisis sitogenetik, analisis imunofenotip, analisis molekular BCRABL)
1.6 TERAPI
Penanganan penderita acute lympoblastic leukemia adalah dengan kemoterapi.
Adapun penanganan tambahannya berupa pemberian transfusi produk darah
seperti platelet dan sel darah merah serta pemberian antibiotik jika terjadi demam.

13

3. FOKAL INFEKSI
Fokal infeksi adalah suatu infeksi lokal yang biasanya dalam jangka waktu
cukup lama (kronis), dimana hanya melibatkan bagian kecil dari tubuh, yang
kemudian dapat menyebabkan suatu infeksi atau kumpulan gejala klinis pada
bagian tubuh yang lain.
Menurut W.D Miller (1890), seluruh bagian dari sistem tubuh yang utama
telah menjadi target utama dari infeksi yang berasal dari mulut, terutama bagian
pulpa dan periodontal.

Organisme yang berasal dari mulut tersebut dapat

menyebar ke daerah sinus (termasuk sinus darah kranial), saraf pusat dan perifer,
sistem kardiovaskuler, mediastinum, paru-paru dan mata.
Faktor Penyebab fokal infeksi, diantaranya :
a. Faktor agen
-Meliputi jenis bakteri dan virulensinya
-Dapat menyebar secara cepat dan difusi melalui jaringan
-Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri anaerob dengan coccus gram
negatif
-Menyebar dengan masuk pembuluh darah dan membentuk penyebaran
sistemik dari kompleks imun, komponen dan produk bakteri
b. Faktor pejamu
- Meliputi pertahanan tubuh terhadap penetrasi bakteri dari plak gigi ke
jaringan
- Mekanisme dapat menyebar dan menyebabkan infeksi akut dan kronik
c. Oral Hygiene yang buruk
- Jumlah bakteri yang berkolonisasi di gigi meningkat 2-10 kali lipat
dan memungkinkan lebih banyak bakteri melewati jaringan dan masuk
ke pembuluh darah, menimbulkan peningkatan prevalensi dan

besarnya bakteremia
d. Faktor lingkungan
Dilihat dari asupan gizi dan kebersihan diri yang tidak terjaga
Jadi, apabila dikatakan gigi sebagai fokus infeksi berarti pusat infeksi dari

salah satu organ tubuh berasal dari gigi. Di dalam rongga mulut, terdapat berbagai
fokus infeksi seperti :

14

PLA
K
ABSES
(ApikalPeriapikal)

KALKULUS

FOKU
S
INFE
KSI

NEKROSIS
PULPA

KARIES

PERIKORONI
TIS

PULPITIS

1. Infeksi Periapikal Gigi

Karies gigi yang tidak dirawat atau dibiarkan saja lama kelamaan dapat
menyebabkan infeksi periapikal . Infeksi periapikal yang kronis dapat
menyebabkan terbentuknya granuloma, krista, dan abses.
2. Kalkulus
Kalkulus adalah deposit plak pada gigi yg mengeras akibat demineralisasi.
Jika kalkulus dibiarkan, maka akan banyak bakteri patogen yang hidup di
dalam gigi.
3. Perikoronitis
Perikoronitis merupakan Inflamasi jaringan gusi sekitar mahkota gigi yang
mengalami erupsi inkomplit. hal ini biasanya dapat disertai operkulitis yakni
inflamasi pada ginggival flap dari gigi yang mengalami erupsi inkomplit.
perikoronitis sering terjadi pada Molar 3 namun dapat juga terjadi pada gigi

15

lain yang mengalami erupsi inkomplit. gigi yang mengalami erupsi


inkomplit disebut wisdom tooth.
4. Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa merupakan kematian pulpa yang disebabkan iskemik
jaringan pulpa yang disertai dengan infeksi. Infeksi tersebut disebabkan oleh
mikroorganisme yang bersifat saprofit namun juga dapat disebabkan oleh
mikroorganisme yang memang bersifat patogen. Nekrosis pulpa sebagian
besar terjadi oleh komplikasi dari pulpitis baik yang akut mapun yang kronik
yang tidak ditata laksana dengan baik dan adekuat.

Mekanisme Fokal Infeksi


Penyebaran infeksi dari fokus primer ke tempat lain dapat berlangsung
melalui beberapa cara, yaitu transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen),
transmisi melalui aliran limfatik (limfogen), perluasan infeksi dalam jaringan, dan
penyebaran dari traktus gastrointestinal dan pernapasan akibat tertelannya atau
teraspirasinya materi infektif.
1.

Transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen)


Gingiva, gigi, tulang penyangga, dan stroma jaringan lunak di sekitarnya

merupakan area yang kaya dengan suplai darah. Hal ini meningkatkan
kemungkinan masuknya organisme dan toksin dari daerah yang terinfeksi ke
dalam sirkulasi darah. Di lain pihak, infeksi dan inflamasi juga akan semakin
meningkatkan aliran darah yang selanjutnya menyebabkan semakin banyaknya
organisme dan toksin masuk ke dalam pembuluh darah. Vena-vena yang berasal
dari rongga mulut dan sekitarnya mengalir ke pleksus vena pterigoid yang
menghubungkan sinus kavernosus dengan pleksus vena faringeal dan vena
maksilaris interna melalui vena emisaria. Karena perubahan tekanan dan edema

16

menyebabkan penyempitan pembuluh vena dan karena vena pada daerah ini tidak
berkatup, maka aliran darah di dalamnya dapat berlangsung dua arah,
memungkinkan penyebaran infeksi langsung dari fokus di dalam mulut ke kepala
atau faring sebelum tubuh mampu membentuk respon perlawanan terhadap infeksi
tersebut. Material septik (infektif) yang mengalir melalui vena jugularis internal
dan eksternal dan kemudian ke jantung dapat membuat sedikit kerusakan. Namun,
saat berada di dalam darah, organisme yang mampu bertahan dapat menyerang
organ manapun yang kurang resisten akibat faktor-faktor predisposisi tertentu.
2.

Transmisi melalui aliran limfatik (limfogen)


Seperti halnya suplai darah, gingiva dan jaringan lunak pada mulut kaya
dengan aliran limfatik, sehingga infeksi pada rongga mulut dapat dengan mudah
menjalar ke kelenjar limfe regional. Pada rahang bawah, terdapat anastomosis
pembuluh darah dari kedua sisi melalui pembuluh limfe bibir. Akan tetapi
anastomosis tersebut tidak ditemukan pada rahang bawah.
Kelenjar getah bening regional yang terkena adalah sebagai berikut:
Sumber infeksi
Gingiva bawah
Jaringan subkutan bibir bawah

KGB regional
Submaksila
Submaksila, submental,

Jaringan submukosa bibir atas dan

profunda
Submaksila

bawah
Gingiva dan palatum atas
Pipi bagian anterior
Pipi bagian posterior

Servikal profunda
Parotis
Submaksila, fasial

servikal

Banyaknya hubungan antara berbagai kelenjar getah bening memfasilitasi


penyebaran infeksi sepanjang rute ini dan infeksi dapat mengenai kepala atau leher
atau melalui duktus torasikus dan vena subklavia ke bagian tubuh lainnya
.
3.

Peluasan langsung infeksi dalam jaringan

17

Perluasan langsung infeksi terjadi melalui tiga cara, yaitu:


a. Perluasan di dalam tulang tanpa pointing
Area yang terkena terbatas hanya di dalam tulang, menyebabkan
osteomyelitis. Kondisi ini terjadi pada rahang atas atau yang lebih sering pada
rahang bawah. DI rahang atas, letak yang saling berdekatan antara sinus maksila
dan dasar hidung menyebabkan mudahnya ketelibatan mereka dalam penyebaran
infeksi melalui tulang.
b. Perluasan di dalam tulang dengan pointing
Ini merupakan tipe infeksi yang serupa dengan tipe di atas, tetapi perluasan
tidak terlokalisis melainkan melewati tulang menuju jaringan lunak dan kemudian
membentuk abses. Di rahang atas proses ini membentuk abses bukal, palatal, atau
infraorbital.

Selanjutnya,

abses

infraorbital

dapat

mengenai

mata

dan

menyebabkan edema di mata. Di rahag bawah, pointing dari infeksi menyebabkan


abses bukal. Apabila pointing terarah menuju lingual, dasar mulut dapat ikut
terlibat atau pusa terdorong ke posterior sehingga membentuk abses retromolar
atau peritonsilar.
c. Perluasan sepanjang bidang fasial
Menurut HJ Burman, fasia memegang peranan penting karena fungsinya yang
membungkus berbagai otot, kelenjar, pembuluh darah, dan saraf, serta karena
adanya ruang interfasial yang terisi oleh jaringan ikat longgar, sehingga infeksi
dapat menurun.
Di bawah ini adalah beberapa fasia dan area yang penting, sesuai dengan
klasifikasi dari Burman:
a) Lapisan superfisial dari fasia servikal profunda
b) Regio submandibula
c) Ruang (space) sublingual
d) Ruang submaksila
e) Ruang parafaringeal

18

4.

Penyebaran ke traktus gastrointestinal dan pernapasan


Bakteri yang tertelan dan produk-produk septik yang tertelan dapat
menimbulkan tonsilitis, faringitis, dan berbagai kelainan pada lambung. Aspirasi
produk septik dapat menimbulkan laringitis, trakeitis, bronkitis, atau pneumonia.
Infeksi oral dapat menimbulkan sensitisasi membran mukosa saluiran napas
atas dan menyebabkan berbagai gangguan, misalnya asma. Infeksi oral juga dapat
memperburuk kelainan sistemik yang sudah ada, misalnya tuberkulosis dan
diabetes mellitus. Infeksi gigi dapat terjadi pada seseorang tanpa kerusakan yang
jelas walaupun pasien memiliki sistem imun yang normal. Juga telah ditunjukkan
bahwa tuberkel basil dapat memasuki tubuh melalui oral, yaitu pocket periodontal
dan flap gingiva yang terinfeksi yang meliputi molar ketiga. Infeksi oral, selain
dapat memperburuk TB paru yang sudah ada, juga dapat menambah systemic load,
yang menghambat respon tubuh dalam melawan efek kaheksia dari penyakit TB
tersebut. Mendel telah menunjukkan perjalanan tuberkel basilus dari gigi melalui
limfe, KGB submaksila dan servikal tanpa didahului ulserasi primer. Tertelannya
material septik dapat menyebabkan gangguan lambung dan usus, seperti konstipasi
dan ulserasi.
Penyakit Periodontal ; Penyakit yang disebabkan oleh Fokal Infeksi
Secara nyata penyakit periodontal merupakan predisposisi dari penyakit
kardiovaskuler, dengan terdapatnya jumlah besar dari spesies bakteri gram(-),
peningkatan sitokin proinflamasi, peningkatan fibrinogen perifer dan jumlah sel
darah putih.
Terdapat beberapa mekanisme dimana penyakit periodontal dapat memicu
terjadinya penyakit kardiovaskular baik efek secara langsung atau tidak langsung
dari bakteri oral. Pertama, bakteri oral seperti Streptococcus sanguis dan
Porphyromonas gingivalis menginduksi agregasi platelet, yang akan menjadi
pembentukan thrombus. Hal tersebut di mungkinkan, karena terdapat antibodi

19

reaktif organisme periodontal di otot jantung dan memicu aktivasi komplemen


serta sel T yang sensitif.
Faktor kedua pada proses ini selain factor agregasi yang menunjukan
respon dari host yaitu peningkatan mediator pro inflamasi seperti PGE 2, TNF- ,
dan IL-1 . Mediator yang terkait berbeda antarindividual dalam hal sel T repertoire
dan kapasitas sekresi sel monosit. pada orang tersebut lebih banyak mensekresi
mediator inflamsi lebih banyak dari orang normal.
Mekanisme ketiga yaitu hubungan antara bakeri, produk inflamasi
periodontitis dan penyakit kardiovaskular, Lipopolisakarida (LPS) yang berasal
dari organisme masuk kedalam serum yang mengakibatkan bakteriemia dengan
efek secara langsung pada sel endotel yang mengakibatkan atherosclerosis. LPS
juga dapat mengurangi pemasukan sel2 inflamasi ke pembuluh darah, dan memicu
proliferasi otot polos vascular, degenerasi lipid vascular, koagulasi intravaskular,
dan gangguan fungsi platelet.
Akhirnya, infeksi oral tidak hanya dapat mengakibatkan kehilangan gigi,
tetapi dapat juga mengakibatkan pennyakit kardiovaskular yang didukung oleh
factor resiko lainnya seperti genetic dan lingkungan.

4. MANIFESTASI ORAL LEUKEMIA


Banyak terdapat tanda dan gejala oral, maka dokter gigi mungkin menjadi
klinisi pertama yang menemukan tanda-tanda penyakit ini. Tanda kepala dan leher
dihasilkan dari infiltrasi leukemia atau kegagalan sumsum. Hal tersebut termasuk
limfadenopati servikal, perdarahan oral, infiltrasi gingival, infeksi oral, dan ulser
oral (Greenberg and Glick, 2003).
Lesi pada mukosa oral merupakan tanda awal dari penyakit sistemik yang
belum terdiagnosa. Ini berarti mukosa oral mempunyai fungsi yang penting dalam
mendeteksi penyakit sistemik karena mukosa oral juga berpetan sebagai barometer
dan adanya penyakit sistcmik, misalnya kelainan darah leukemia. Mukosa oral
mempunyai sifat khusus dibandingkan jaringan tubuh lainnya, ini disebabkan

20

karena: (1) mukosa oral mendapat vaskularisasi yang cukup sehingga mudah
terpengaruh oleh keadaan organ yang jauh letaknya, (2) mukosa oral sering
mcngalami epitelisasi dalam waktu yang singkat, (3) mukosa oral mudah
mcngalami trauma (Greenberg and Glick, 2003).
Semua tipe leukemia khususnya leukemia akut memiliki manifestasi oral.
Manifestasi oral leukemia lebih sering ditemukan pada pasien leukemia akut pada
tahap awal perkembangan penyakit. Prevalensi dan distribusi dari komplikasi
inisial leukemia di rongga mulut pada pasien AML sama dengan pasien ALL
(Wahyuni,2006).
Manifestasi oral leukemia sering menimbulkan keluhan bagi pasien. Keluhan
oral ini mendorong pasien untuk mencari pengobatan ke dokter gigi. Hou dkk dan
Dean dkk" melaporkan bahwa penemuan lesi oral sebagai gambaran klinis
leukemia akut oleh dokter gigi sangat berguna sebagai indikator untuk mendeteksi
dini leukemia. Menurut Yanif dan Marom, tanda dan gejala oral leukemia sering
bervariasi. Meskipun demikian, terdapat tanda dan gejala oral yang paling sering
ditemukan, diantaranya (Wahyuni,2006):
1. Perdarahan oral
Menurut Bressman dkk, tanda oral leukemia yang paling sering terjadi pada
masa posdiagnostik adalah perdarahan oral dan peteki. Perdarahan oral merupakan
manifestasi oral leukemia yang paling sering menimbulkan keluhan bagi pasien.
Perdarahan oral lebih sering ditcmukan pada pasien leukemia akut dibandingkan
pada pasien leukemia kronik, perdarahan ini umumnya terjadi pada bibir, lidah dan
gingival (Wahyuni,2006).
Perdarahan oral sering dianggap sebagai hal yang tidak berbahaya, namun
manifestasi oral ini dapat merefleksikan kemungkinan timbulnya perdarahan di
tempat lain seperti otak, paru-paru dan saluran pencernaan yang berakibat fatal,
yang mana perdarahan merupakan faktor utama penyebab kematian pasien
leukemia selain infeksi (Greenberg and Glick, 2003).

21

Trombositopenia dan anemia disebabkan oleh supresi sumsum dari penyakit


dan hasil kemoterapinya adalah kepucatan pada mukosa, petechiae, dan
ecchymoses, dan perdarahan gingival. Perdarahan hebat pada gingival dapat
ditangani dengan terapi local, mengurangi kebutuhan transfuse platelet. Resiko
dari transfuse platelet termasuk hepatitis, infeksi HIV, reaksi transfuse, dan formasi
dari antiplatelet antibody, yang mana mengurangi kegunaan dari transfuse platelet
selama episode hemorrgagic berikutnya. Hemorrhage oral dapat diakibatkan oleh
DIC, yang menyebabkan hipofibrinogenemia (Greenberg and Glick, 2003).
Pada pengobatan kemoterapi, obat-obatan anti-leukemia sangat menekan
aktivitas sumsum tulang yang menyebabkan trombositopenia, anemia dan
leukopenia. Trombositopenia

yang sering ditemukan pada pasien yang

menjalankan kemoterapi timbul akibat pengaruh obat-obatan yang menghambat


produksi megakariosit (Greenberg and Glick, 2003).
Pasien dengan kecenderungan perdarahan oral dapat ditandai dcngan melihat
perubahan pada mukosa oral yang mengalami peteki dan ekimosis. Perdarahan
akan terjadi jika jumlah trombosit kurang dan 75.000/mm2. Banyaknya perdarahan
tcrgantung pada keparahan trombositopenia dan keberadaan iritan lokal.
Karakteristik perdarahan oral pada pasien leukemia berupa darah yang berwama
merah tua, konsistensinya kental, intemiten dan titik perdarahan multipel. Kadang
terjadi perdarahan yang terus-menerus disebabkan oleh gangguan pada proses
pembekuan darah (Greenberg and Glick, 2003).
Terapi topical untuk menghentikan perdarahan harus selalu ada pengangkatan
dari iritan local yang jelas, dan direct pressure. Dapat digunakan absorbable
gelatin atau colagen sponge, thrombin topical. Dapat juga menggunakan obat
kumur antifibrinolitik seperti asam tranexaminic atau asam -aminocaproic. Jika
terapi local ini tidak berhasil dalam menangani perdarahan gingival dan
hemorrhage, transfuse platelet sangat diperlukan (Greenberg and Glick, 2003).
2. Infeksi oral

22

Infeksi dilandai dengan adanya demam dan dihubungkan dengan keparahan


neutropenia, aplasia sumsum tulang. Kegagalan migrasi leukosit dan kemampuan
leukosit yang berkurang untuk melawan infeksi. Selain itu, infeksi juga
ditimbulkan akibat pengobatan kemoterapi leukemia akut pada orang dewasa.
Kemoterapi menyebabkan turunnya imunitas tubuh, sehingga nfeksi mudah terjadi
(Greenberg and Glick, 2003).
Kemoterapi menimbulkan komplikasi oral. Komplikasi oral yang paling
sering terjadi adalah infeksi. perdarahan dan mukositis. Perdarahan dan mukositis
oral memudahkan terjadinya infeksi oral dan bakteremia yang dapat berakibat fatal
(Wahyuni, 2006).
Infeksi oral merupakan komplikasi fatal dan serius yang terjadi pada pasien
leukemik neutropenik. Candidiasis adalah infeksi jamur oral yang umum terjadi,
tapi infeksi dengan jamur lain seperti histoplasma, aspergillus, atau phycomycetes
dapat pula diawalai pada jaringan oral. Saat lesi ini telah diduga positif, specimen
biopsy, aspirasi fine-needle, atau smear sitologi harus diperoleh karena kultur
tunggal tidak dapat diandalkan utuk organism ini. Diagnosis untuk infeksi dental,
terutama infeksi periodontal dan perikoronal, sulit pada pasien neutropik leukemik
karena tidak adanya inflamasi normal (Greenberg and Glick, 2003).
Menegakkan diagnosis pada infeksi oral menjadi hal yang sangat penting
karena telah terbukti bahwa flora oral berpotensi menyebabkan infeksi yang dapat
mengancam jiwa, yaitu bakteri Gram positif dan basil Gram negative. Merupakan
kewajiban seorang dokter gigi untuk melakukan examinasi dan mengeliminasi
segala yang dapat berpotensi menjadi penyebab infeksi akut atau sebelum
dilakukan kemoterapi, walaupun mungkin transfuse platelet dengan kombinasi
antibiotik secara intravena diperlukan sebelum dilakukan perawatan pada gigi
(Greenberg and Glick, 2003).
3. Ulserasi Oral

23

Ulser pada mukosa oral sering ditemukan pada pasien leukemia yang
melakukan kemoterapi dan rata-rata disebabkan karena efek langsung dari obat
kemoterapi pada sel mukosa oral. Lockhart dan Sonis melaporkan bahwa ulcer
sekunder karena kemoterapi muncul kira-kira 7 hari setelah terapi awal dilakukan.
Ulsernya besar, irregular, dan bau busuk, dan dikelilingi oleh mukosa yang pucat
yang disebabkan karena anemia dan kurangnya respon inflamatori. Ulser oral yang
paling sering pada pasien leukemia yang melakukan kemoterapi adalah infeksi
HSV rekuren. Infeksi ini melibatkan mukosa intraoral dan bibir (Greenberg and
Glick, 2003).
Lesinya dimulai dengan cluster klasik dari vesikel HSV rekuren dan menyebar
dengan cepat, menyebabkan ulcer yang luas yang biasanya dikelilingi mukosa
yang pucat akibat anemia. Lesi memiliki respon yang baik pada acyclovir
parenteral yang didistribusikan melalui intravena ataupun melalui mulut.
Manajemen perawatan dari ulcer oral pada pasien leukemia harus mencegah
penyebaran

dari

infeksi

local,

meminimalisir

bakteri,

mengusahakan

penyembuhan, dan mengurangi rasa sakit. Ulser yang ada pada pasien leukemia
yang dirawat kemoterapi dapat terinfeksi oleh organism yang tidak umum pada
infeksi oral, misalnya gram negative enteric bacilli (Greenberg and Glick, 2003).
Terapi antibakteri topical dapat dicoba dengan solusi providine-iodine,
ointment bacitracin-neomycin, atau bilasan chlorhexidine. Kaolin dan pectin dapat
digunakan dengan obat kumur diphenhydramine untuk mengurangi rasa sakit
(Greenberg and Glick, 2003).

4. Limfadenopati servikal
Limfadenopati servikal adalah tanda klinis yang paling sering terlihat pada
pasien leukemia akut maupun kronik. Limfadenopati servikal disebabkan oleh
infiltrasi sel-sel leukemik ke kelenjar limfe servikal, pembengkakan biasanya pada
satu sisi. Kelenjar yang membengkak akan terasa lunak dan sakit bila dipalpasi

24

pada leukemia akut, sedangkan pada leukemia kronik biasanya kelenjar berbatas
tegas, keras dan tidak nyeri pada saat dipalpasi (Wahyuni,2006).
5. Hiperplasia gingiva
Hiperplasia gingiva lebih sering terjadi pada pasien leukemia akut khususnya
AML daripada pasien leukemia kronik. Hiperplasia gingiva disebabkan karena
infiltrasi sel-sel leukemik ke gingiva, inflamasi atau akibat hiperplasia reaktif.
Faktor yang mempermudah timbulnya hiperplasia gingiva adalah adanya respon
yang berlebihan terhadap iritan lokal yang disebabkan berkurangnya kemampuan
sel darah putih untuk melawan infeksi gingiva karena bentuknya yang tidak
matang. Iritan lokal tersebut merupakan stimulus inflamasi yang dapat berasal dari
akumulasi plak dan bekuan darah yang sering ditemukan pada pasien dengan
kecenderungan perdarahan oral yang menyebabkan kebersihan rongga mulut
menjadi buruk (Wahyuni,2006).
Hiperplasia gingiva juga terjadi pada pasien leukemia yang kebersihan rongga
mulutnya baik.

Hal ini menimbulkan anggapan bahwa kondisi lokal yang

merugikan bukanlah faktor utama yang mendorong infiltrasi sel-sel leukemik ke


jaringan lunak (Couper, 2000).
Hiperplasia gingiva juga dihubungkan dengan kemoterapi leukemia.
Dilaporkan, terdapat beberapa pasien yang menderita leukemia promyelositik akut
(M3) yang awalnya tidak mengalami hiperplasia gingiva pada masa perkembangan
penyakitnya. Namun setelah menjalankan kemoterapi dengan penggunaan obat
asam transretinoik, mengalami hiperpalsia gingival (Couper, 2000).
Gambaran klinis hiperplasia gingiva akibat leukemia dapat terlihat berupa
pembengkakan yang difus pada papila interdental, margin gingiva dan gingiva
cekat. Pada papila interdental terlihat seperti masa yang menyerupai tumor. Pada
pasien AML sering ditemukan hiperplasia gingiva sampai menutupi korona gigi.
Gingiva yang membengkak berwarna merah kebiruan dan tidak memiliki stippling
sehingga permukaannya menjadi licin dan berkilat. Konsistensinya tidak terlalu

25

lunak tetapi mudah terjadi perdarahan spontan akibat iritasi yang ringan, kadang
disertai infeksi, odontalgia dan inflamasi ulserstif nekrosis akut pada daerah
interdental (Couper, 2000).
Secara histopatologi, jaringan gingiva di infiltrasi oleh sel-sel leukosit yang
belum matang pada inflamasi kronik dapat juga terlihat leukosit yang telah
matang. Jaringan epitel memperlihatkan derajat yang bervariasi terhadap infiltrasi
sel-sel leukemik, lamina propria dipenuhi oleh sel-sel leukemik yang meluas dari
lapisan sel basal epitel ke dalam gingiva. Pembuluh darah setempat tertekan oleh
infiltrat yang menyebabkan jaringan gingiva mengalami edema dan degencrasi.
Pada hiperplasia gingiva yang disertai inflamasi nekrosis akut, permukaan gingiva
dilapisi oleh jaringan fibrin pseudomembran, sel-sel epitel yang nekrosis,
polimorfonuklear leukosit dan kolonisasi bakteri (Couper, 2000).
6. Variasi lain dari manifestasi oral leukemia
Variasi lain yang tidak spesifik dari manifestasi oral leukemia adalah
kebersihan rongga mulut yang buruk akibat xerostomia. Xerostomia dapat timbul
akibat kemoterapi, radioterapi atau efek psikologi pasien yang mengalami
kecemasan saat menjalankan kemoterapi. Selain itu, dapat juga dijumpai sakit
tenggorokan laringofaringitis, bibir kering dan pecah-pecah, hairy tongue,
sialorhoe, halitosis, benigna migratory glossitis, median romboid glossitis,
pemfigus, nyeri gusi, dekstruksi tulang alveolar dan penyembuhan luka yang lama
setelah ekstraksi gigi (Wahyuni, 2006).
Manifestasi oral neurologis dapat terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik ke
nervus V dan VII. Gangguan pada nervus V dan VII pernah dilaporkan pada pasien
leukemia akibat penggunaan obat vincristin, yaitu obat yang sering dipakai untuk
pengobatan leukemia akut, khususnya ALL. Manifestasi neurologi oral yang dapat
terjadi berupa paralisis fasial, neuralgia trigeminal, kesukaran menelan, kesukaran
memanjangkan lidah, kelemahan otot-otot pengunyahan dan parestesia akut
(akibat peningkatan cairan serebrospinal, perdarahan intrakranial, atau infiltrasi

26

sel-sel ganas yang teriokalisasi pada sistem saraf pusat maupun di sekitar saraf
tepi) (Wahyuni, 2006).

BAB III
ANALISA KASUS

An. Nila Arum Sari, 14 tahun dirujuk ke Poli Gigi dan Mulut RSMH
oleh bagian Anak dengan keluhan gigi geraham kanan yang berlubang.
Dari riwayat penyakit 1 tahun yang lalu, penderita sering mengeluh
nyeri pada gigi kanan atas, Nyeri dirasakan saat megunyah(+), nyeri juga
dirasakan saat makan atau minum minuman yang panas atau dingin (+), nyeri
dirasakan berkurang setelah makan/minum dan berhenti mengunyah. Riwayat
trauma (-), Riwayat tumpatan pada gigi (-), riwayat merokok (-), riwayat
konsumsi alkohol (-).
Sejak 2 bulan yang lalu, penderita mengaku nyeri pada gigi kanan
atas sudah berkurang, Nyeri kadang-kadang dirasakan saat megunyah(+),
nyeri sudah tidak dirasakan lagi saat makan atau minum minuman yang panas
atau dingin. Warna gigi dirasakan semakin kusam atau kehitaman. Riwayat

27

trauma(-), Riwayat tumpatan pada gigi (-), riwayat merokok (-), riwayat
konsumsi alkohol (-). Penderita sudah terdiagnosis ALL sejak bulan
September tahun 2014. Penderita saat ini sedang menjalani kemoterapi.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien dalam batas normal.
Pemeriksaan ekstra oral juga dalam batas normal.
Pada pemeriksaan rongga mulut didapatkan bahwa terdapst debris dan
kalkulus di semua regio, ginggivitis (+), nekrosis pulpa pada gigi 1.6
Nyeri pada gigi

kanan 1 tahun yang lalu atas merupakan

manifestasi dari karies dentin yang terjadi pada gigi tersebut. Karena karies
ini tidak ditangani dengan baik sehingga sekarang gigi tersebut tidak nyeri
lagi karena sudah terjadi nekrosis pulpa. Dimana pada nekrosis pulpa telah
terjadi kematian pulpa yang disebabkan iskemik jaringan pulpa yang disertai
dengan infeksi. Infeksi tersebut disebabkan oleh mikroorganisme yang
bersifat saprofit namun juga dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang
memang bersifat patogen. Nekrosis pulpa sebagian besar terjadi oleh
komplikasi dari pulpitis baik yang akut mapun yang kronik yang tidak ditata
laksana dengan baik dan adekuat.
Pasien leukemia akut terjadi gangguan produksi maupun maturasi
neutrofil sehingga secara kuantitatif maupun fungsional yang terganggu, serta
terapi intervensi pada pasien leukemia seperti kortikosteroid, kemoterapi,
transplantasi stem sel dan radiasi dapat menyebabkan menurunnya jumlah
maupun fungsi neutrofil sehingga terjadi defisiensi pertahanan tubuh dan
mengakibatkan tingginya risiko terkena infeksi bakterial gram negatif.
Pada pasien ini juga ditemukan debris di semua regio. Hal ini menjadi
faktor resiko terjadinya infeksi karena apabila oral hygiene yang buruk jumlah
bakteri yang berkolonisasi di gigi meningkat 2-10 kali lipat dan
memungkinkan lebih banyak bakteri melewati jaringan dan masuk ke

28

pembuluh darah, menimbulkan peningkatan prevalensi dan besarnya


bakteremia.
Pada pasien ini juga ditemukan kalkuklus di semua regio. Kalkulus
adalah deposit plak pada gigi yg mengeras akibat demineralisasi. Jika kalkulus
dibiarkan, maka akan banyak bakteri patogen yang hidup di dalam gigi.
Untuk tatalaksana pada kasus ini gigi yang mengalami nekrosis
tersebut pro ekstrasi dan kalkulus pada semua regio gigi pro scalling.
Prognosis pada pasien ini adalah bonam.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sandler

NA.

Odontogenic

infections.

Diunduh

dari:

http://www1.umn.edu/dental/courses/oral_surg_seminars/odontogenic_infecti
ons.pdf, 20 april 2014).
2. Moestopo (1982); Pemeliharaan Gigi dimulai dari Kandungan sang Ibu
3. http://luv2dentisha.wordpress.com/2010/05/08/pulpitis-reversibel-ireversibelnekrosis-pulpa/ diakses pada hari minggu tanggal 23 Oktober 2014
4. Stanley J. Nelson and Major M. Ash. Wheelers Dental Anatomy, Physiology,
and Occlusion. 9th Ed. Missouri : Saunders Elsevier. 2010:256-8
5. http://rizkintan19.blogspot.com/2013/02/macam-macam-teknik-menyikatgigi.html diakses pada hari minggu tanggal 23 oktober 2014 jam 17.00.

29

Você também pode gostar