Você está na página 1de 15

Analisa Geokimia

Geologi Regional Pulau Seram


Tektonik Regional Pulau Seram terletak sepanjang utara busur Banda, Indonesia
bagian timur. Pulau Seram berada pada zona tektonik kompleks, karena Pulau Seram
merupakan pertemuan tiga lempeng tektonik, yaitu: Lempeng Australia, Lempeng PasifikFilipina, dan Lempeng Eurasia. Interaksi konvergen antara Lempeng Eurasia, Indo-Australia
dan Pasifik pada Miosen Akhir yang diikuti oleh rotasi Kepala Burung berlawanan arah
jarum jam pada Mio-Pliosen telah menyebabkan perkembangan tektonik kedua kawasan itu
berbeda, sehingga unit litologi dari Pulau Seram dan Ambon dapat dibedakan menjadi Seri
Australia dan Seri Seram. Stratigrafi Regional Stratigrafi Pulau Seram dibagi menjadi dua
bagian, yakni Seri Australia, (bagian utara dari Australia Continental Margin) dan Seri Seram
(Kemp, dkk., 1992).
Seri Australia (pre-rift sequence) terdiri dari sedimen berumur Trias-Miosen Akhir
yang secara tidak selaras berada di atas batuan metamorfik dan diendapkan di margin bagian
utara Australia Continental Margin. Batuan sedimen tertua di Pulau Seram adalah Formasi
Kanikeh yang diendapkan di neritik luar, berupa batupasir dan mudstones dan secara tidak
selaras terdapat di atas batuan beku dan batuan metamorfik (basement). Umur dari Formasi
Kanikeh adalah Trias Tengah-Trias Akhir (Gambar 1).
Miosen Akhir merupakan fase kritis dari evolusi geologi dan tektonik dari Pulau
Seram. Pada saat itu terjadi colution besar antara Lempeng Australia yang bergerak ke utara,
Lempeng Eurasia yang bergerak ke timur, dan Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat,
kemudian menghasilkan sesar naik yang besar di Pulau Seram. Pada awal sesar naik dan
pengangkatan orogenesa yang cepat, terjadi gravity slide slump unit yang menghasilkan
diendapkannya Kompleks Salas secara tidak selaras di atas Seri Australia (Gambar 1).
Kompleks Salas diendapkan di outer shelf-bathyal, yang terdiri dari batulempung, mudstones,
dan mengandung klastik, bongkah, dan blok dari batuan sebelum mengalami pengangkatan.
Selain Kompleks Salas, erosi dari pengangkatan batuan di Pulau Seram ini juga
menyebabkan diendapkannya Formasi Wahai (Gambar 1) yang berupa endapan klastik di
outer shelf-bathyal pada Pliosen-Awal Pleistosen. Di atas Formasi Wahai, terdapat Formasi
Fufa yang merupakan endapan laut dangkal (zona neritik) dari erosi ketika proses
pengangkatan masih berlangsung pada Awal Pleistosen (Gambar 1).

Nama : Yordan Wahyu Christanto


NIM
: 22314008

Analisa Geokimia

Gambar 1. Penampang Stratigrafi Regional Pulau Seram

Berdasarkan penampang stratigrafi regional dari Pulau Seram, dimana Formasi


Kanikeh dan Formasi Salas berumur pra-Tersier dan didukung dengan kandungan material
organik yang banyak, dimungkinkan Formasi Kanikeh dan Formasi Salas mempunyai potensi
sebagai penghasil hidrokarbon. Sedangkan untuk Formasi Wahai dan Formasi Fufa
dimungkinkan tidak berpotensi sebagai penghasil hidrokarbon, karena keduanya berumur
Tersier dimana belum mengalami proses katagenesis yang sempurna. Selain itu sejak
terjadinya sesar utama dan pengangkatan di Pulau Seram pada Miosen Akhir-Pliosen Awal,
Pulau Seram secara tektonik selalu aktif. Dengan adanya tektonik yang selalu aktif, maka
apabila terjadi pembentukan hidrokarbon di Formasi Fufa dan Formasi Salas akan terganggu.

Nama : Yordan Wahyu Christanto


NIM
: 22314008

Analisa Geokimia

Analisis Petrografi Organik

Tabel 1. Hasil Analisa Tipe Kerogen

Berdasarkan hasil analisa petrografi (Tabel 1), jenis material organik yang umum
terdapat di dalam bitumen padat dari semua conto (Formasi Fufa, Formasi Salas, dan Formasi
Kanikeh) adalah kelompok maseral vitrinite. Dari kandungan material organiknya dari setiap
Formasi dapat dijabarkan sebagai berikut :
Formasi Fufa
Pada conto SS-01, maseral vitrinite sebagai kandungan yang dominan dengan minor
komponen cutinite, sporinite, dan resinite. Dari kandungan maseral tersebut dapat diyakini
bahwa Formasi Fufa termasuk dalam kerogen Tipe III. Material organik, khususnya vitrinite
diyakini sebagai salah satu source hidrokarbon dan dikategorikan sebagai gas prone.
Hadirnya maseral vitrinite, dengan minor komponen cutinite, sporinite, dan resinite,
diyakini sebagai indikator suatu lingkungan pengendapan zona neritik hingga ke transisi.
Formasi Wahai
Pada conto SS-02 tidak ditemukan material organik (barren).
Formasi Salas

Nama : Yordan Wahyu Christanto


NIM
: 22314008

Analisa Geokimia
Pada conto SS-03 sampai SS-09, maseral vitrinite sebagai kandungan yang dominan
dengan minor komponen cutinite, sporinite, dan resinite. Dari kandungan maseral tersebut
dapat diyakini bahwa Formasi Salas termasuk dalam kerogen Tipe III. Material organik,
khususnya vitrinite diyakini sebagai salah satu source hidrokarbon dan dikategorikan
sebagai gas prone. Hadirnya maseral vitrinite, dengan minor komponen cutinite, sporinite,
dan resinite, dimana untuk akumulasi nilai OPK nya cukup besar,

sehingga diyakini

sebagai indikator suatu lingkungan pengendapan neritik luar hingga transisi.


Formasi Kanikeh
Pada conto SS-10 sampai SS-15, maseral vitrinite sebagai kandungan yang dominan
dengan minor komponen cutinite, sporinite, dan resinite. Dari kandungan maseral tersebut
dapat diyakini bahwa Formasi Kanikeh termasuk dalam kerogen Tipe III. Material organik,
khususnya vitrinite diyakini sebagai salah satu source hidrokarbon dan dikategorikan
sebagai gas prone. Hadirnya maseral vitrinite, dengan minor komponen cutinite, sporinite,
dan resinite, dimana untuk akumulasi nilai OPK nya lebih besar daripada Formasi Salas,
sehingga diyakini sebagai indikator suatu lingkungan pengendapan neritik luar.

Kekayaan Batuan Induk

Tabel 2. Rock-Eval Pyrolisis

Berdasarkan data TOC dan hasil Rock-Eval pyrolisis pada tabel 2, dibuat diagram
korelasi antara TOC dan potential yield (S1+S2) (Peters and Cassa, 1994) untuk mengetahui
kekayaan hidrokarbon. Seperti dapat dilihat pada gambar 2, semua conto dari Formasi Fufa,
Formasi Salas, dan Formasi Kanikeh memperlihatkan potensi dengan kategori not source.
Nama : Yordan Wahyu Christanto
NIM
: 22314008

Analisa Geokimia
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa semua conto pada Formasi Fufa, Formasi Salas,
dan Formasi Kanikeh tidak berpotensi sebagai source rock, meskipun ada 2 conto (SS-12 dan
SS-13) yang berdasarkan nilai TOC nya, memiliki kategori good dan very good. Apabila bisa
menghasilkan hidrokarbon, maka hasilnya akan sedikit sekali.
Kemudian untuk satu conto dari Formasi Wahai mempunyai nilai TOC maupun
potential yield (S1+S2) di bawah 0,1. Hal tersebut terjadi karena tidak dijumpai adanya
kandungan material organik (barren) dari hasil analisa petrografi pada tabel 5 (dalam soal).
Conto yang diambil untuk analisa geokimia pada Formasi Wahai seharusnya lebih dari satu,
sehingga dari beberapa conto itu nantinya dapat mewakili data geokimia dari formasi tersebut
dan dapat menentukan apakah Formasi Wahai bisa menjadi source rock atau tidak.

Gambar 2. TOC vs S1+S2

Tidak semua material organik yang terkandung memiliki sifat yang sama. Beberapa
material organik mungkin dapat menghasilkan minyak (oil), beberapa membentuk gas, dan
Nama : Yordan Wahyu Christanto
NIM
: 22314008

Analisa Geokimia
beberapa lainnya bahkan tidak menghasilkan apapun. Material organik yang menghasilkan
hidrokarbon tidak hanya memiliki unsur karbon saja, namun haruslah berasosiasi dengan
unsur hidrogen. Untuk mengetahui kualitas material organik yang berasosiasi dengan
seberapa banyak kandungan hidrogen dalam material organik perlu dibuat kombinasi plot
antara nilai TOC dan Hydrogen Index (HI) (Peters and Cassa, 1994).
Berdasarkan hasil plot diagram TOC dan Hydrogen Index (HI) pada gambar 3,
didapatkan hasil sebagai berikut :
Conto SS-01 dari Formasi Fufa termasuk dalam kategori berpotensi sebagai penghasil gas,
tetapi dalam jumlah fair
Conto SS-02 dari Formasi Wahai tidak berpotensi sebagai source rock
Conto SS-03 dari Formasi Salas termasuk dalam kategori berpotensi sebagai penghasil gas,
tetapi dalam jumlah fair
Conto SS-04 dari Formasi Salas termasuk dalam kategori berpotensi sebagai penghasil gas,
tetapi dalam jumlah fair
Conto SS-05 dari Formasi Salas termasuk dalam kategori berpotensi sebagai penghasil gas,
tetapi dalam jumlah fair
Conto SS-06 dari Formasi Salas, meskipun conto ini termasuk dalam kategori berpotensi
sebagai penghasil gas, tetapi dimungkinkan tidak dapat menghasilkan gas
Conto SS-07 dari Formasi Salas, meskipun conto ini termasuk dalam kategori berpotensi
sebagai penghasil gas, tetapi dimungkinkan tidak dapat menghasilkan gas
Conto SS-08 dari Formasi Salas, meskipun conto ini termasuk dalam kategori berpotensi
sebagai penghasil gas, tetapi dimungkinkan tidak dapat menghasilkan gas
Conto SS-09 dari Formasi Salas termasuk dalam kategori berpotensi sebagai penghasil gas,
tetapi dalam jumlah fair
Conto SS-10 dari Formasi Kanikeh, meskipun conto ini termasuk dalam kategori berpotensi
sebagai penghasil gas, tetapi dimungkinkan tidak dapat menghasilkan gas
Conto SS-11 dari Formasi Kanikeh termasuk dalam kategori berpotensi sebagai penghasil
gas, tetapi dalam jumlah fair
Conto SS-12 dari Formasi Kanikeh termasuk dalam kategori berpotensi sebagai penghasil
gas, dalam jumlah very good
Conto SS-13 dari Formasi Kanikeh termasuk dalam kategori berpotensi sebagai penghasil
gas, dalam jumlah good
Conto SS-14 dari Formasi Kanikeh termasuk dalam kategori berpotensi sebagai penghasil
gas, tetapi dalam jumlah fair
Conto SS-15 dari Formasi Kanikeh, meskipun conto ini termasuk dalam kategori berpotensi
sebagai penghasil gas, tetapi dimungkinkan tidak dapat menghasilkan gas
Nama : Yordan Wahyu Christanto
NIM
: 22314008

Analisa Geokimia
Seperti dilihat pada gambar 3, conto yang dianalisis semuanya masuk kelompok
source rock yang berpotensi sebagai penghasil gas (gas prone), hanya saja ada beberapa
conto yang berpotensi sebagai penghasil gas dalam jumlah tertentu dan ada juga conto
dimungkinkan tidak dapat menghasilkan gas.
Dengan demikian secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa Formasi Fufa
dimungkinkan akan menghasilkan gas dalam jumlah yang fair, Formasi Salas dimungkinkan
akan menghasilkan gas dalam jumlah yang poor-fair, Formasi Kanikeh dimungkinkan akan
menghasilkan gas dalam jumlah yang sangat poor-very good. Sedangkan untuk conto SS-02
dari Formasi Wahai dimungkinkan tidak dapat menghasilkan gas. (kesimpulan tersebut tidak
digunakan secara regional untuk Formasi Wahai).

Gambar 3. TOC vs HI

Penentuan Tipe Kerogen

Nama : Yordan Wahyu Christanto


NIM
: 22314008

Analisa Geokimia
Penentuan tipe kerogen berdasarkan analisa Rock-Eval pyrolisis dapat dilakukan
dengan mengeplotkan nilai-nilai HI dan OI pada diagram Van Krevelen atau dengan
menggunakan plot HI dan Tmax.
Bila hasil Tmax dan Hydrogen Index di diplot ke dalam diagram seperti pada gambar
4, maka hampir semua material organik pada conto yang dianalisis, baik dari Formasi Fufa,
Formasi Wahai, Formasi Salas, dan Formasi Kanikeh dapat dikategorikan sebagai kerogen
Tipe III, yaitu batuan induk yang dianggap berpotensi sebagai penghasil gas. Akan tetapi
pada conto SS-05 (Formasi Salas) menunjukkan termasuk dalam Tipe II. Apabila kita melihat
dari kandungan maseralnya, conto ini didominasi oleh vitrinite, sehingga conto ini
sebenarnya termasuk dalam Tipe III. Kesalahan tersebut disebabkan oleh tingkat kematangan
dari conto SS-05 yang mencapai 517oC.
Posisi tingkat kematangan material organik berdasarkan Tmax, untuk conto SS-01
(Formasi Fufa) terletak pada early mature (awal matang); untuk conto SS-02 (Formasi
Wahai) pada immature (belum matang), sehingga dari hasil plot terletak di luar diagram;
untuk conto SS-03, SS-04, dan SS-09 (Formasi Salas) terletak pada early mature (awal
matang); untuk conto SS-06 dan SS-07 (Formasi Salas) terletak pada late mature (sangat
matang); untuk conto SS-05 dan SS-08 (Formasi Salas) terletak pada post mature (pasca
matang); untuk conto SS-10 dan SS-14 (Formasi Kanikeh) terletak pada late mature (sangat
matang); untuk conto SS-11 (Formasi Kanikeh) terletak pada peak mature (puncak matang);
untuk conto SS-12 (Formasi Kanikeh) terletak pada immature (belum matang), sehingga dari
hasil plot terletak di luar diagram; untuk conto SS-13 dan SS-15 (Formasi Kanikeh) terletak
pada early mature (awal matang); untuk conto SS-14 (Formasi Kanikeh) terletak pada late
mature (sangat matang).

Nama : Yordan Wahyu Christanto


NIM
: 22314008

Analisa Geokimia

Gambar 4. Tmax vs HI

Untuk plot antara HI (Hydrogen Index) dan OI (Oxygen Index) pada diagram Van
Krevelen (Gambar 5), menunjukkan bahwa hampir semua material organik pada conto yang
dianalisis, baik dari Formasi Fufa, Formasi Salas, dan Formasi Kanikeh dapat dikategorikan
sebagai kerogen Tipe III, yaitu batuan induk yang dianggap berpotensi sebagai penghasil gas.
Akan tetapi dari beberapa conto Formasi Salas menunjukkan beberapa tipe kerogen, yakni
sebagai berikut :

Conto SS-04 termasuk dalam kerogen Tipe I


Conto SS-03 dan SS-05 termasuk dalam kerogen Tipe II
Conto SS-06, SS-07, dan SS-08 termasuk dalam kerogen Tipe III
Conto SS-09 termasuk dalam kerogen Tipe II/IIII
Dari hasil plot diagram Van Krevelen, posisi conto SS-09 berada diantara Tipe II dan Tipe
III. Apabila dilihat dari kandungan material organiknya, conto ini mengandung 30%
vitrinite, sedangkan untuk kandungan cutinite, sporinite, dan resinite hanya sebesar 4%,
sehingga dapat disimpulkan conto ini masuk dalam Tipe III.

Nama : Yordan Wahyu Christanto


NIM
: 22314008

Analisa Geokimia

Gambar 5. Hydrogen Index (HI) vs Oxygen Index (OI)

Van Krevelen membedakan kerogen dalam 4 tipe, Tipe I (alginite-very oil prone),
Tipe II (liptinite dominan-oil prone), Tipe III (vitrinite dominan-gas prone) dan Tipe IV
(inertinite-non oil/gas potential). Data pengamatan mikroskop memperlihatkan bahwa
material organik pada bitumen padat untuk semua conto pada Formasi Salas didominasi oleh
vitrinite, meskipun untuk conto SS-06 dan SS-07 memiliki kandungan alginite yang cukup.
Dengan demikian seharusnya batuan induk sebagai penghasil gas tersebut dikelompokkan ke
dalam kerogen Tipe III (vitrinite), namun ternyata pada diagram Van Krevelen untuk conto
SS-04, SS-03,dan SS-05 (Formasi Salas) berada pada area kerogen Tipe I dan II (alginite dan
liptinite dominan). Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut : OI dihitung dari miligram OC /
gram organik karbon (C). Sehingga apabila kandungan organik karbon (C) tinggi seperti yang
ditunjukkan dari data hasil analisis TOC, nilai OI akan menjadi kecil.
Sedangkan hasil plot untuk conto SS-02 dari Formasi Wahai, berada di luar diagram
dengan kandungan OI sangat tinggi, yakni 380. Hal ini dapat dijelaskan dengan perhitungan

Nama : Yordan Wahyu Christanto


NIM
: 22314008

10

Analisa Geokimia
OI sebelumnya. Di dalam conto SS-02 tidak ditemukan material organik (barren), sehingga
menyebabkan nilai OI menjadi sangat tinggi.
Dari hasil plot diagram Hydrogen Index (HI) vs Oxygen Index (OI) dan Tmax vs HI,
didapatkan kesimpulan umum bahwa tipe kerogen untuk Formasi Fufa, Formasi Salas, dan
Formasi Kanikeh adalah Tipe III. Sedangkan untuk Formasi Wahai tidak dapat ditentukan.

Menentukan Kematangan
Untuk identifikasi tingkat kematangan batuan induk (source rock), dapat

menggunakan metode reflektansi vitrinite atau dengan Rock-Eval pyrolisis. Untuk


mendapatkan kesimpulan yang baik dalam identifikasi tingkat kematangan batuan induk
(source rock), saya mencoba mengkombinasikan antara hasil metode reflektansi vitrinite
dengan Rock-Eval pyrolisis.
Identifikasi Kematangan (Rock-Eval Pyrolisis)
Parameter Tmax adalah puncak S2 mencapai maksimum. Temperatur pyrolisis
digunakan sebagai indikator kematangan. Demikian pula sama halnya dengan ratio

( S 2+S 1S 2 )

yang disebut juga transportation ratio atau OPI (Oil Production Index) dan

juga parameter Tmax. Untuk hubungan antara transformation ratio dan Tmax dengan
kematangan (Espilatie Etal Vide Tissot&Welte, 1978) dapat dilihat pada diagram di bawah ini
(Gambar 6).

Nama : Yordan Wahyu Christanto


NIM
: 22314008

11

Analisa Geokimia

Gambar 6. Tmax vs OPI

Berdasarkan hasil plot diagram Tmax vs OPI, didapatkan hasil sebagai berikut :
Conto SS-01 dari Formasi Fufa termasuk dalam kategori mature
Conto SS-02 dari Formasi Wahai termasuk dalam kategori hydorcarbon staining and/or
contamination. Apabila dilihat dari kandungan TOC nya, conto ini tidak mengalami
hydorcarbon staining and/or contamination. Tetapi kenapa setelah diplot, bisa masuk dalam
kategori tersebut. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut : OPI dihitung dari S1/(S1+S2).
Sehingga apabila nilai S2 kecil, maka nilai OPI akan menjadi besar. Selain itu, conto ini

immature
Conto SS-03 dari Formasi Salas termasuk dalam kategori mature
Conto SS-04 dari Formasi Salas termasuk dalam kategori mature
Conto SS-05 dari Formasi Salas termasuk dalam kategori inert carbon present
Conto SS-06 dari Formasi Salas termasuk dalam kategori mature. Conto SS-06 mempunyai

puncak S2<0,2, sehingga Tmax nya tidak dapat dipercaya


Conto SS-07 dari Formasi Salas termasuk dalam kategori mature
Nama : Yordan Wahyu Christanto
NIM
: 22314008

12

Analisa Geokimia
Conto SS-08 dari Formasi Salas termasuk dalam kategori inert carbon present
Conto SS-09 dari Formasi Salas termasuk dalam kategori mature
Conto SS-10 dari Formasi Kanikeh termasuk dalam kategori mature. Conto SS-10
mempunyai puncak S2<0,2, sehingga Tmax nya tidak dapat dipercaya
Conto SS-11 dari Formasi Kanikeh termasuk dalam kategori mature
Conto SS-12 dari Formasi Kanikeh termasuk dalam kategori hydorcarbon staining and/or
contamination. Apabila dilihat dari kandungan TOC nya dan Tmax nya, untuk nilai S1 dan
S2 nya tidak bisa dipercaya kebenarannya. Sehingga diduga kandungan carbon pada conto
ini disebabkan oleh hydrocarbon out of place.
Conto SS-13 dari Formasi Kanikeh termasuk dalam kategori mature
Conto SS-14 dari Formasi Kanikeh termasuk dalam kategori mature
Conto SS-15 dari Formasi Kanikeh termasuk dalam kategori mature.
Identifikasi Kematangan (Reflektansi Vitrinite)
Reflektansi Vitrinite
0,2<Ro<0,6%
Immature
0,6<Ro<0,65%
Early mature
0,65<Ro<0,90%
Peak mature
0,90<Ro<1,35%
Late mature
Ro>1,35%
Post mature
Tabel 3. Hubungan Nilai Reflektansi Vitrinite dengan Tingkat Kematangan Hidrokarbon

Berdasarkan pengklasifikasian nilai Ro dari tabel 3, didapatkan hasil sebagai berikut :


Conto
SS-01
SS-02
SS-03
SS-04
SS-05
SS-06
SS-07
SS-08
SS-09
SS-10
SS-11
SS-12
SS-13
SS-14
SS-15

Mean
Ro(%)
0,77
0
0,9
0,91
0,88
0,86
0,83
1,02
0,93
0,98
0,93
0,65
0,9
0,98
0,89

Nama : Yordan Wahyu Christanto


NIM
: 22314008

Tingkat Kematangan
Peak mature
Peak mature
Late mature
Peak mature
Peak mature
Peak mature
Late mature
Late mature
Late mature
Late mature
Immature
Peak mature
Late mature
Peak mature

13

Analisa Geokimia
Tabel 4. Tingkat Kematangan dari Conto Batuan Formasi Fufa, Formasi Wahai, Formasi Salas, dan
Formasi Kanikeh

Berdasarkan pengklasifikasian tabel 4, didapatkan hasil bahwa semua conto dari


Formasi Fufa, Formasi Wahai, Formasi Salas, dan Formasi Kanikeh mengalami tingkat
kematangan katagenesis. Kecuali conto SS-12, yang memiliki tingkat kematangan diagenesis.
Meskipun semua conto termasuk dalam kategori katagenesis awal (jendela minyak/oil
window), semua conto tidak menghasilkan minyak. Hal tersebut dikembalikan lagi terhadap
tipe kerogennya, semua conto adalah Tipe III.
Berdasarkan hasil identifikasi tingkat kematangan menggunakan metode Rock-Eval
pyrolisis dan reflektansi vitrinite, didapatkan hasil kematangan yang selaras setiap conto nya
(Tabel 5).
Tingkat Kematangan
Reflektansi
Rock-Eval pyrolisis
Vitrinite
SS-01
Mature
Peak mature
SS-02
Immature (Not valid)
SS-03
Mature
Peak mature
SS-04
Mature
Late mature
SS-05
Inert Carbon Present
Peak mature
SS-06
Mature (Not valid)
Peak mature
SS-07
Mature
Peak mature
SS-08
Inert Carbon Present
Late mature
SS-09
Mature
Late mature
SS-10
Mature (Not valid)
Late mature
SS-11
Mature
Late mature
Immature
SS-12
Immature
(Contamination)
SS-13
Mature
Peak mature
SS-14
Mature
Late mature
SS-15
Mature
Peak mature
Tabel 5. Hasil Identifikasi Tingkat Kematangan menggunakan Metode Rock-Eval pyrolisis dan
Conto

Metode Reflektansi Vitrinite

Untuk conto SS-06 dan SS-10 berdasarkan metode Rock-Eval pyrolisis, hasilnya tidak
dapat dipercaya, sehingga untuk 2 conto ini saya lebih mengacu pada hasil tingkat
kematangan berdasarkan analisa reflektansi vitrinite. Karena analisa reflektansi vitrinite
dilakukan pengamatan secara langsung oleh manusia dan keakuratan hasil didukung oleh tipe
kerogennya (Tipe III), yang memang kandungan maseralnya didominasi oleh vitrinite.
Nama : Yordan Wahyu Christanto
NIM
: 22314008

14

Analisa Geokimia

Nama : Yordan Wahyu Christanto


NIM
: 22314008

15

Você também pode gostar