Você está na página 1de 26

&

Marcellina Laurensia
1401124164 - MU12 B
Desain Komunikasi VIsual
Fakultas Industri Kreatif
Universitas Telkom

Bandung 2015

Daftar Isi
Konsep dan Latar belakang
Visi Misi
Orientasi Media Acuan
Etika Adaptasi
Sinopsis Media Acuan
Selective Encoding
Selective Combination
Selective Comparison

1
3
4
5
6
7
8
9

Sinopsis Media Konstruksi


Latar Media Konstruksi
Properti Media Konstruksi
Tokoh Media Konstruksi
Peristiwa Media Konstruksi

10
11
134
14
20
II

Latar Belakang
Kisah Saidjah dan Adinda sebenarnya adalah bagian dari novel Max Havelaar, kisah ini berada di dalam bab 17, yang
menjadi kisah cinta tragis antara Saidjah dan Adinda. Novel Max Havelaar seperti menceritakan tiga buah cerita yang berbeda, dari
segi jaman, tokoh dan latar tempat. Salah satunya adalah cerita Saidjah dan Adinda yang berada diposisi tengah-tengah dalam
komposisi novel, bisa dikatakan sebagai posisi puncak dalam novel. Karena pada bab 17 ini menceritakan tentang kehidupan keluarga
Saidjah yang menjadi hancur karena adanya sistem yang dipakai pada masa itu, sistem tanam paksa masa penjajahan Belanda dan juga
pembayaran pajak tanah. Cerita ini menjadi sebuah cerita pembuktian bagaimana rakyat pada masa itu dirampas hartanya sehingga
kehidupan pun semakin miskin. Harta mereka yang berharga, yang digunakan sebagai alat mata pencaharian dirampas oleh pejabat
distrik yang akhirnya mereka tidak bisa berbuat apa-apa.
Secara singkat sinopsis dari cerita Saidjah Adinda sebagai berikut : Keluarga Saidjah hidup di desa Badur, Banten. Ayah
Saidjah seorang petani yang hanya memiliki seekor kerbau untuk menggarap sawahnya. Suatu hari kerbau Ayah Saidjah dirampas oleh
pejabat distrik Parang Kujang, karena ayah Saidjah tidak bisa membayar pajak tanah. Perampasan ini berlangsung sebanyak 3 kali
sampai pada akhirnya ayah Saidjah sudah tidak memiliki apa-apa untuk dijual dan membeli kerbau. Ayah saidjah akhirnya kabur keluar
dari desa, Saidjah remaja tinggal di desa. Saat ayahnya pergi, Saidjah punya rencana untuk pergi ke Batavia, bekerja di sana, mendapat
an uang kemudian bisa membeli kerbau.
Saidjah kemudian menyampaikan rencananya kepada Adinda, dan Saidjah meminta Adinda untuk menunggunya di desa
sampai Saidjah kembali pulang, sehingga bisa melamar Adinda. Adinda pun mau menunggu Saidjah. Mereka berjanji satu sama lain
untuk bertemu kembali 3 kali 12 bulan (3 tahun) di tempat pertama kali mereka bertemu, di bawah pohon ketapang dekat hutan jati.
Saidjah pergi ke Batavia dan bekerja di sana. Setelah 3 tahun Saidjah kembali ke desa Badur untuk bertemu sekaligus melamar Adinda,
dengan membawa uang yang banyak. Saidjah dengan hati yang riang kembali pulang ke desa Badur dan menunggu Adinda di tempat
perjanjian mereka. Namun Adinda tidak datang sampai hari mulai siang. Saidjah kecewa dan cemas mengapa Adinda tidak datang
menemuinya, dan Saidjah baru mengetahui bahwa Adinda dibawa oleh ayahnya ke Lampung, mereka kabur karena tidak bisa
membayar pajak. Saidjah akhrinya memutuskan untuk menyusul Adinda, namun sayang, di Lampung sedang ada pemberontakan dan
Saidjah menemukan Adinda yang sudah tidak bernyawa dengan kondisi mengenaskan. Saidjah pun sedih dan melawan Belanda
membiarkan diri tertusuk bayonet tentara Belanda.
Multatuli

Dalam mengadaptasi sebuah cerita, hal yang penting untuk dianalisis adalah unsur intrinsik dan ekstrinsik, yang akhirnya
menjadi sebuah modalitas utama untuk nanti membentuk sebuah adaptasi. Aspek intrinsik aspek yang terkandung di dalam sebuah
cerita meliputi elemen sebuah karya sastra (konik, plot, penokohan), teknik cerita, komposisi cerita, dan gaya sedangkan aspek
ekstrinsik meliputi aspek historis, psikologis, losos dan religius. (Sukada, 1987 dalam Ratna, 2010:353)
Cerita Saidjah dan Adinda bertemakan tentang kritik sosial yang ditujukan pada pejabat Belanda dan pribumi yang telah
bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat. Kisah Saijah dan Adinda, kisah tentang kekuasaan yang menyiksa. Kisah rakyat jelata
yang ditimpa kemalangan. Kemalangan karena dua kekuasaan yang menyiksa: kolonial dan pribumi. Ketidakberdayaan bercinta
pasangan remaja desa ini berkat hukum Belanda yang rakus. Kisah percintaan juga menjadi tema dan juga bumbu dalam kisah ini.
Sudut pandang yang digunakan adalah orang ketiga serba tahu, dengan tokoh utama Saidjah. Alur yang digunakan alur maju, dengan
ada satu kali ashback cerita.
Mengambil latar suasana Indonesia pada masa penjajahan Belanda (sekitar tahun 1845-1850), latar tempat utamanya
adalah desa Badur daerah Parang Kujang, Banten. Kemudian dalam cerita dideskripsikan terdapat daerah persawahan dan
hutan-hutan yang masih ada di sekitar desa. Kota Batavia pun menjadi latar sebagai kota di mana Saidjah bekerja. Suasana, setting dan
properti kota Batavia berbeda dengan di Parang Kujang, karena Batavia adalah kota yang sudah maju dan menjadi pusat pemerintahan. Dan suasana pemberontakan yang terjadi di Lampung saat akhir dari cerita. Konik yang terjadi lebih kepada konik batin yang
dialami oleh tokoh, konik sik yang terjadi tidak sedominan konik batin. Tokoh-tokoh yang berperan tidak terlalu banyak, sebagai
tokoh utama Saidjah dan Adinda. Kemudian ayah dan ibu Saidjah berperan di awal cerita, majikan Saidjah dan pasukan Belanda .

Unsur ekstrinsik adalah latar belakang yang mendasari timbulnya permasalahan dalam sebuah objek. Dalam kisah ini unsur
ekstrinsik yang ada adalah aspek sejarah dari masa bangsa Indonesia dijajah oleh Belanda mempengaruhi cerita dengan adanya sistem
pembayaran pajak, latar belakang penulis yang adalah seorang Belanda dan kisah Saidjah dan Adinda disebut termasuk dalam genre
cinta desa, dan pada masa-masa penjajahan ragam cerita desa itu menjadi kegemaran penulis-penulis Belanda seperti yang dikatakan
Sastrowardoyo (1990:31). Dapat dilihat pengaruh suasana romantik di Eropa yang masih menguasai pikiran pengarang-pengarang
sastra Hindia Belanda. Keadaan sosial dan ekonomi pada masa pembuatan cerita juga berpengaruh yaitu dari pandangan pengarang
itu sendiri yang melihat keadaan rakyat kecil pada saat masa penjajahan Belanda. Pesan moral yang ada juga disampaikan oleh
pengarang, yaitu pengarang mengajak pembaca untuk melihat apa sebenarnya yang ada pada masa penjajahan, dengan kebohongan-kebohongan dan tindak korupsi yang dilakukan baik oleh pemerintah dari Belanda ataupun pejabat pribumi. Tindakan itu sudah
merusak kehidupan rakyat terutama rakyat kecil.
Media konstruksi dari adaptasi cerita ini adalah animasi. Animasi sebagai media konstruksi ini dipilih karena peyusun ingin
lebih mudah menyampaikan pesan yang ada dalam cerita Saidjah dan Adinda. Animasi sekarang tidak hanya untuk ditonton oleh
anak-anak tapi bisa juga dinikmati oleh orang dewasa. Memang target audience yang akan dipilih adalah mulai dari usia sekolah dasar
(kelas 4) sampai usia sekolah menengah pertama sebagai range target utama. Range target utama ini dipilih karena banyak pelajaran
bahasa Indonesia anak sekolah yang membahas tentang roman-roman klasik yang ada di Indonesia, tidak terkecuali novel Max
Havelaar ini. Jadi penulis ingin lebih menyampaikan pesan yang ada di dalam cerita Saidjah Adinda dengan menggunakan media
animasi yang sudah pasti menarik bagi anak-anak. Pesan moral yang ada di cerita ini memang sangat baik dan masih relevan hingga
saat ini, dimana bangsa kita masih terasa dijajah, bukan dengan Belanda tetapi oleh orang kita sendiri koruptor. Animasi selain
menjadi media komunikasi yang menarik dengan adanya gambar bergerak dan sound yang mendukung suasana bisa diingat oleh
masyarakat. Tidak menutup kemungkinan animasi ini juga akan dinikmati orang dewasa karena pesan moral yang ada dalam cerita
masih relevan dalam jaman sekarang.

Visi Misi

Film animasi adalah sebuah media untuk menyampaikan informasi


dengan mudah dan menarik. Mengapa? karena animasi sesungguhnya
bisa dinikmati siapa pun, tetapi berbeda bila dilihat dari sisi konten di
dalamnya.
Seperti pada cerita Saijah dan Adinda , sebenarnya dalam cerita asli di
media acuan kisah ini menjadi kisah yang menampar karena memperlihatkan keburukan dari satu pihak. Unsur politis bagaimana
Belanda ingin menguasai Indonesia dan pejabat pribumi sendiri yang
sudah memegang kekuasaan tidak berdaya di dalam sebuah kekuasaan dan hasrat untuk korupsi.

Dari kisah ini diharapkan bisa menjadi pembelajaran dan reeksi


tentang perjuangan, walau cerita ini berakhir dengan tragis namun
lihat sisi perjuangan yang dipertahankan oleh Saijah dan Adinda.
Bagaimana mereka berdua saling bertahan satu sama lain untuk
mencapai kebahagiaan. Menjaga kesetiaan satu sama lain, saling
mempercayai dan menepati janji.
Jadi visi di dalam animasi ini adalah ingin memperlihatkan sisi
perjuangan dari Saijah. Perjuangan yang membuatnya semangat
untuk menjalani kehidupan.

Saijah dan Adinda dikisahkan menjadi salah satu contoh korban dari
pemerasan yang ada di Indonesia. Melalui cerita ini, cerita yang
dibuat oleh orang Belanda yang memegang pemerintahan di Indonesia (Edward Douwes Dekker) mengubah mata dunia.
Dalam kisah ini adalah kisah perjuangan yang dominan. Walaupun
terlihat berpasrah ketika harta direbut, namun rasa untuk memperjuangkan hidup sungguh nyata dan bisa diwujudkan oleh Saijah. Demi
membeli kerbau dan melamar Adinda.
Sebuah perjuangan tentu tidak selalu berjalan mulus atau hasil yang
di dapat tidak selalu sesuai dengan apa yang kita inginkan. Seperti
kisah Saijah dan Adinda ini, walau perjuangan sudah di lakukan
semaksimal mungkin, apa daya cerita akhir menjadi tragis ketika
kekuasaan itu memaksa.

Orientasi Media Acuan


Judul
ISBN
Penulis
Penerbit
Cetakan
Jenis Cover
Tebal
Dimensi

:
:
:
:
:
:
:
:

Max Havelaar
978-602-1637-45-6
Multatuli
Qanita, PT Mizan Pustaka
IV, 2014
Soft cover
480 halaman
13 x 20,5 cm

Novel yang dipilih sebagai media acuan adalah novel Max Havelaar karya Multatuli. Novel ini
adalah novel terjemahan dari Max Havelaar : Or the Coee Auctions of the Dutch Trading Company
yang diterbitkan pertama kali tahun 1868 oleh penerbit Edinburgh, Edmonstons & Douglas. Media
acuan ini adalah novel cetakan ke IV yang terbit Oktober 2014, diterbitkan oleh penerbit Qanita dari
PT Mizan Pustaka.
Novel ini memiliki 480 halaman dan dibagi ke dalam 20 bab. Namun disini penulis akan mengambil salah satu bab saja dari novel, yaitu bab 17 (kelanjutan dari komposisi Stern) yang bercerita
tentang Saidjah dan Adinda. Kisah Saidjah dan Adinda ini terdapat pada halaman 366-402. Kisah
Saidjah dan Adinda berlangsung di Jawa tepatnya desa Badur antara tahun 1845-1850.
Kisah yang membunuh kolonialisme.
Pramoedya Ananta Toer (New York Times,
1999)
Sastra Jawa dan sastra Indonesia belum
pernah melahirkan cerita percintaan dari
kalangan rakyat jelata. Orang pertama di
negeri ini yang pernah menuliskannya, dan
bukan tidak berhasil, tak lain dari Multatuli
dengan Saija dan Adinda. Pramoedya
Ananta Toer (Jakarta, April 1986)

Sejarah mencatat, roman biogra yang ditulis


dalam kesepian dan kemiskinan di loteng-kamar di Brussel ini menarik perhatian karena
selain mengungkapkan ketidakadilan dan
korupsi yang dilakukan pejabat pribumi dan
Belanda di Lebak, juga menegaskan bahwa
tidak semua orang Belanda menyukai praktik
kolonialisme. Kekuatan Max Havelaar terletak
pada ketepatan memotret dan memaknai
konteks zaman yang bertaburan semangat
antikorupsi dan antipenindasan, yang jika
ditarik ke konteks kekinian, sangat relevan.
Prof. Dr. Wahyu Wibowo, Pakar Filsafat
Bahasa & Guru Besar Universitas Nasional,
Jakarta.

Cerita animasi Saijah & Adinda ini


merupakan cerita adaptasi dari kisah Saidjah & Adinda dalam
novel Max Havelaar karya Multatuli
Penggambaran tokoh dan suasana dalam animasi digambarkan
menurut interpretasi creator dan data referensi yang didapat

Sinopsis
media acuan
Ayah Saija mempunyai seekor kerbau dengan kerbau itulah ia mengerjakan
sawahnya. Ketika kerbau itu di rampas oleh kepala distrik parung kujang, ia
sangat sedih, ia tidak berkata sepatah kata pun, berhari-hari lamanya.
Ia merasa khawatir kerbaunya tidak ada, sedangkan musim tanam telah tiba.
Jika ia tidak mengerjakan sawahnya ia dan keluarganya tidak memiliki padi
untuk di makan dan di simpan di lumbung rumahnya.
Maka ayah Saija pun sangat prihatin. Ia khawatir Istrinya akan kekurangan
beras dan juga Saija yang masih kecil dan adik-adiknya. Kemudian ia pun takut
kepala distrik akan mengadukannya kepada asisten residen, jika ia terlambat
membayar pajak tanah, sebab bisa dihukum menurut undang-undang.
Kemudian ayah Saija mengambil keris pusaka warisan ayahnya keris itu tidak
begitu bagus, tapi sarungnya bertabur perak dan di ujung sarung itu pula ada
pelat peraknya. Dijualnya keris itu kepada seseorang Cina yang tinggal di ibu
kota, dan ia pulang kerumah dengan dua puluh empat gulden dengan uang
itulah ia membeli seekor kerbau lagi.
Dengan kerbau barunya ayah Saija kembali bekerja. Saija dan kerbau baru
mempunyai rasa persahabatan yang sangat besar, kerbau itu mengisi masa
kanak-kanak Saija.
Di sebelah sawahnya terbentang sawah-sawah milik ayah seorang gadis cantik.
Gadis itu adalah Adinda. Saat itu Saija sudah sembilan tahun dan Adinda enam
tahun oleh kedua orang tuanya mereka kelak akan di jodohkan.
Sesuatu ketika Saija akan membajak sawah, kerbau itu tidak mau bergerak,
kerbau itu menggelengkan kepalanya seolah-olah hendak melemparkan
tanduknya ternyata kerbau itu merasa terancam oleh seekor harimau, dengan
kekuatannya kerbau kesayangan Saija menyerang seekor harimau yang akan
menyerang tuannya. Kerbau itu menyelamatkan Saija, harimau itu mati kena
tanduknya.
Beberapa waktu setelah itu, agar Saija melarikan diri dari desanya, sebab ia
takut sekali di hukum karena tidak membayar pajak tanah. Ibu Saija meninggal
karena sedih. Ayahnya yang kabur di tangkap di Bogor, dan di hukum cambuk
karena meninggalkan lebak tanpa pos. Ia di penjara karena di anggap gila tetapi

ia tidak lama sesudah itu ayah Saija mati.


Saija dalam usia 15 tahun bercita-cita ingin berkerja ke kota besar untuk mengubah nasib dan menghidupi keluarganya. Saija berpikir dengan cara itu ia akan
dapat membeli dua ekor kerbau dan akan menikahi Adinda. Saija tiba di Betawi
ia meminta perkerjaan kepada seseorang tuan dan tuan itu menerimanya.
Dengan kepandaiannya Saija cepat di angkat menjadi jongos, gajinya di naikkan
dan selama itu ia selalu mendapat hadiah karena pekerjaannya memuaskan.
Setelah tiga tahun berkerja, Saijah minta berhenti dan meminta surat keterangan bahwa ia berkelakuan baik. Saija pulang dengan membawa 30 uang spanyol. Cukup untuk membeli tiga ekor kerbau dan menikahi Adinda.
Ketika tiba di desa Badur ia tidak dapat menemui Adinda. Menurut cerita orang
kampung, Adinda telah pergi. Keluarga Adinda pergi karena tidak mampu
membayar pajak.
Karena cinta Saija begitu kuat ia tetap ingin bertemu Adinda. Ia ikut berlayar ke
lampung untuk bertempur melawan Belanda. Pada saat ia berjuang melawan
Belanda di Lampung ia menemukan sebuah kampung yang hancur dan terbakar
oleh Belanda. Di kampung itu ia menemukan mayat Ayah Adinda. Di sampingnya Saija melihat tiga saudara Adinda terbunuh dan beberapa meter dari rumah
yang terbakar itu ia melihat mayat Adinda yang telanjang teraniaya dengan
cara yang sangat mengerikan.
Kemudian datanglah beberapa orang serdadu, dengan sedih berupaya menghadang, menghalau sisa-sisa pemberontakan mendorong para pemberontak
kedalam api rumah-rumah yang terbakar. Saija mendekap bayonet-bayonet
pedang yang besar itu, mendorong kedepan dengan penuh tenaga dan masih
berhasil mendesak kembali soldadu-soldadu itu dengan tenaga yang penghabisan ketika gagang-gagang bayonet tertumbuk pada dadanya. Akhirnya Saija
pun mati. Mati untuk memperjuangkan cinta dan melawan penindasan penjajah.

selective

ENCODING
Dalam proses adaptasi ada cara dalam proses berpikir yang membantu sang penyadur/adaptor untuk menentukan bagian apa dan mana
yang akan digunakan, dibuang, atau dikembangkan lebih lanjut.
Tahap dari proses berpikir tersebut ada tiga, yaitu : selective encoding, selective combination, dan selective comparison.

Selective encoding adalah tahapan awal


untuk melakukan analisis terhadap
media acuan yang akan diadaptasi.
Dalam tahap ini media acuan akan
dibedah dan dianalisis dari berbagai
unsur yang ada di dalam media acuan,
seperti : alur, tema, unsur intrinsik dan
ekstrinsik, tokoh, sudut pandang. Selective encoding membantu untuk memilih
bagian yang akan digunakan dalam
adaptasi.
Dari hasil encoding yang sudah dilakukan dengan mengurai cerita menjadi
sebuah plot, konik dan peristiwa. Ada
beberapa peristiwa yang akan dihilangkan dan ada bagian yang akan diubah
urutannya dalam alur.
Peristiwa yang dihilangkan karena
dirasa ada kejadian yang berulang dan
beberapa peristiwa yang tidak terlalu
berpengaruh dengan cerita baru media
kostruksi.

Peristiwa yang digunakan

selective

COMBINATION
Tahap selanjutnya setelah memilih mana
yang akan dipakai dalam media konstruksi nanti langkah selanjutnya adalah
mengkombinasikan data yang sudah
didapat dengan apa yang creator inginkan.
Sumber data untuk kombinasi bisa
eksternal dan internal.
Data eksternal sebagai referensi seperti:
Referensi cerita cinta tragis seperti
romeo & juliet, roman-roman klasik.
Referensi jalan cerita dari lm animasi
THE BOOK OF LIFE.
GNOME & JULIETTE
Data internal :
Dari imajinasi creator, bayangan-bayangan peristiwa yang akan diolah

Gambar bagan disamping adalah bagan


alur yang sudah dikombinasikan dengan
data-data yang didapat tadi.
Dikombinasikan tanpa menghilangkan
benang merah, tema dan esensi dari
cerita awal.

selective

COMparison
Perbandingan alur cerita lama dan baru (konstruksi)

Sinopsis
media konstruksi

Saijah dan Adinda adalah remaja yang


tinggal dan hidup di desa Badur pada
masa penjajahan Belanda tahun 1860.
Mereka hidup dalam ketenangan dan
kebahagian di desanya. Namun kesulitan muncul saat kerbau milik keluarga
Saijah dirampas oleh pejabat Distrik
Parang Kujang, dan keluarga Saijah
tidak memiliki apapun untuk kehidupan
mereka.

merasakan penderitaan karena hutang


Ayahnya. Adinda diculik sebagai pengganti pembayaran hutang. Saijah yang
tidak mengetahui kabar apapun tetap
menjalani hidup sebagai kacung bendi
di kota, walaupun dia juga bekerja
sangat keras.

Kedua orang tua Saijah pun meninggalkan Saijah hidup sendiri. Sampai suatu
hari saat Saijah sudah bertambah
dewasa,dan ia memutuskan untuk
mengadu nasib di kota besar. Sebelum
keberangkatan nya, Saijah dan Adinda
yang sudah memiliki perasaan satu
sama lain saling mengikat janji untuk
bertemu kembali dan melanjutkan
hubungan mereka.

Hari-hari berlalu, waktu Saijah untuk


kembali menepati janjinya. Saijah
dengan gembira dan penuh rasa rindu
kembali ke desa nya, menunggu dia
yang dicintanya di tempat perjanjian.
Namun, Adinda tidak datang. Seperti
orang gila Saijah mencari kesana-kemari di desa, dan tahu kalau keluarga
Adinda juga hancur dan Adinda di bawa
ke Lampung. Saijah menjadi marah dan
tetap bertekad untuk mencari Adinda.
Dia pergi ke Lampung untuk mencarinya.

Namun perjalanan dan perjuangan


cinta pun tidak semulus yang diharapkan, tidak ada yang tahu perpisahan
tersebut akan menimbulkan masalah
lain. Adinda yang berada di desa harus

Di Lampung sedang terjadi pemberontakan pribumi kepada penjajah Belanda. Adinda berhasil melarikan diri dari
para penculiknya, terlunta-lunta di
Lampung tidak tahu harus kemana.

Beruntung Saijah menemukan Adinda


di sebuah rumah di tengah pemberontakan itu. Situasi yang ada sangat kacau
dan menegangkan. Ini bukanlah akhir
dari perjuangan hidup dan cinta dua
sejoli dari Desa Badur.

10

LATAR
media konstruksi
Latar waktu yang digunakan adalah tahun 1855, pada
masa penjajahan Belanda dengan Edward Douwes
Dekker sebagai pejabat Asisten Residen Lebak Banten

Ada beberapa latar tempat yang digunakan dalam lm animasi Saijah dan
Adinda ini, antara lain :
Desa Badur
Sama seperti dalam cerita acuan, latar
utama adalah Desa Badur, tempat tinggal dari Saijah dan Adinda.
Di sini, creator mengambil referensi dari
desa suku Baduy yang berasal dari
daerah yang sama yaitu daerah Banten.
Kemudian fokus dari tempat di desa
Badur adalah rumah-rumah nya dan
persawahan.

Dalam hasil interpretasi creator tidak beda


jauh dengan apa yang sudah
dideskripsikan dalam media acuan.
Terutama bentuk dan model dari rumah di
desa Badur. Dalam media acuan sudah
ada penjelasannya seperti rumah yang
terbuat dari kayu/bambu dengan atap
jerami.
Bisa dilihat gambar itu adalah rumah
penduduk suku Baduy. Suasana yang
digambarkan kurang lebih sama dengan
banyaknya pepohonan dan bentuk rumah
kayunya. Namun jarang antar rumah tidak
sedekat itu. Karena setting waktu 1855
tidak banyak rumah-rumah.

11

Latar berikutnya adalah hutan jati tempat


Saijah dan Adinda melakukan janji mereka.
Dalam media acuan juga terdapat sedikit
deskripsi mengenai hutan jati yang ada di
desa Badur. Hutan jati yang luas dan dalam
dengan pohon jati yang berjejer lumayan
rapi, tidak serapi sekarang karena diatur
oleh pemiliki kebun.
Jalan dari desa terhubung dengan hutan
jati, dan jika akan keluar masuk desa akan
melewati hutan jati.

Latar kota Batavia tahun 1855, dimana


Saijah akan memulai karirnya di Batavia
demi mendapat uang dan bisa melamar
Adinda.
Suasana kota yang tidak terlalu ramai
dan banyak alat transposrtasi delman
atau bendi dengan kuda sebagai penarik
keretanya.

12

properti
media konstruksi

Beberapa properti yang akan digunakan


dalam film animasi Saijah dan Adinda.
Ada delman/ bendi sebagai alat transportasi di Kota Batavia. Dan Saijah pernah
menjadi kacung Bendi di Batavia
Kemudian alat bajak tradisional yang
digunakan petani pada masa 1855. Dan
keluarga Saijah adalah petani, mereka
memiliki seekor kerbau untuk membantu
menarik bajak agar bisa tanam padi
Alat tenun, karena Adinda suka menenun
dan menghasikan kain tenun yang indah.

13

tokoh
media konstruksi

Saijah kecil memiliki tubuh kecil, kurus, termasuk dalam hitungan sedang. Dengan
warna kulit kecoklatan, sawo matang hampir ke arah gelap karena ia sering pergi ke
sawah. Wajah Saijah saat kecil terlihat manis dengan senyumnya yang mungil. Matanya
agak bulat, hidungnya tidak terlalu mancung jika dilihat pas dengan mukanya, bibirnya
sedikit tipis, rambutnya hitam gelap. Dia tidak terlalu tinggi, dilihat secara seksama
Saijah seperti memiliki otot-otot yang sudah kuat walaupun masih kecil, ini karena dia
sudah bekerja membatu ayah membajak sawah bersama kerbau kesayangannya.
Kesehariannya, Saijah memakai baju yang sederhana dengan atasan dan bawahan
berwarna gelap, terbuat dari tenunan benang kapas. Baju atasannya tidak memilki
kancing dan berlengan pendek, sedikit longgar pada badan Saijah, tidak memiliki kerah,
pada bagian leher sedikit ke bawah hampir ke dada. Celananya pendek sebatas lutut,
kepalanya dihiasi ikat berwarna sama dengan bajunya. Sesekali Saijah juga mengenakan
sarung sebagai ganti celana, dan juga memakai topi caping pemberian ayahnya saat
pergi ke sawah.

14

Pakaian Saijah berasal dar referensi pakaian


adat suku Baduy.
Suku Baduy yang paling mendekati kriteria
pakaian yang cocok untuk cerita Saijah dan
Adinda, pakaian yang terbuat dari katun kapas
dengan cara ditenun dan rata-rata yang memakai
sengaja lebih longgar, pakaian yang sederhana.S

Bentuk mata dari Saijah mendapat referensi dari


Mowgli, tokoh dalam animasi THE JUNGLE BOOK.
Dengan mata yang lebih terlihat bulat , hidung dan bibir
yan mungil

Bentuk tubuh Saijah


Mencari bentuk tubuh yang sesuai dengan
deskripsi yaitu terlihat berotot, dengan referensi
karakter buatan Vietnam dan tokoh Mowgli

15

16

Adinda kecil adalah gadis kecil yang berwajah


kalem dan manis. Rambutnya berwarna hitam
panjang dan sering dikepang dua yang jatuh di
kanan dan kiri bahunya. Adinda adalah teman
bermain Saijah, mereka sama-sama tinggal di Desa
Badur dan keluarga Adinda pun hidup dari bertani.
Ayah Saijah dan ayah Adinda juga saling mengenal
dan memiliki hubungan yang baik. Adinda memiliki
satu kakak dan satu adik.
Dia adalah gadis yang penurut dan memiliki keterampilan merajut dan menenun, sama seperti gadis
desa pada umumnya. Tubuhnya mungil, memiliki
kulit kuning langsat, matanya sedikit kecil, bibirnya kecil dan tipis. Sebagai seorang gadis kecil,
Adinda memiliki sikap yang manis sampai Saijah
selalu ingin bertemu dan bersama dengannya.
Sedari kecil, Adinda diajari ibunya untuk menenun
dan merajut, Adinda jadi memiliki kesabaran yang
tinggi, ketelitian dan keuletan dalam melakukan
suatu hal.

17

Wajah Adinda tersinspirasi dari Shanti tokoh


perempuan pada lm animasi THE JUNGLE BOOK

Pakaian Adinda kecil dari pakaian anak-anak


perempuan di suku Baduy.

Bentuk tubuh juga terinspirasi dari karakter perempuan

18

Peristiwa
media konstruksi

Sketsa kasar dari adegan dimana Saijah dan Adinda berjanji satu sama lain untuk bisa bertemu lagi dalam waktu 3 kali 12 bulan
Latarnya berada di dalam hutan jati, tepatnya di bawah sebuah pohon ketapang pada waktu siang menjelang sore hari.

Contoh pewarnaan.

20

Peristiwa kedua saat Adinda diculik dan di bawa kabur,


pergi keluar dari Badur. Ia ditempatkan di sebuah rumah
sendirian tidak ada siapa pun. Tidak jauh dari sana pemberontakan terjadi.

Saijah dan Adinda akhirnya dipertemukan,


namun dalam keadaan yang kurang baik.
Sedang ada pemberontakan diluar sana.
Ketakutan tidak bisa ditolak dari wajah Adinda. Latar tempat di Lampung.

21

22

Você também pode gostar