Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Marcellina Laurensia
1401124164 - MU12 B
Desain Komunikasi VIsual
Fakultas Industri Kreatif
Universitas Telkom
Bandung 2015
Daftar Isi
Konsep dan Latar belakang
Visi Misi
Orientasi Media Acuan
Etika Adaptasi
Sinopsis Media Acuan
Selective Encoding
Selective Combination
Selective Comparison
1
3
4
5
6
7
8
9
10
11
134
14
20
II
Latar Belakang
Kisah Saidjah dan Adinda sebenarnya adalah bagian dari novel Max Havelaar, kisah ini berada di dalam bab 17, yang
menjadi kisah cinta tragis antara Saidjah dan Adinda. Novel Max Havelaar seperti menceritakan tiga buah cerita yang berbeda, dari
segi jaman, tokoh dan latar tempat. Salah satunya adalah cerita Saidjah dan Adinda yang berada diposisi tengah-tengah dalam
komposisi novel, bisa dikatakan sebagai posisi puncak dalam novel. Karena pada bab 17 ini menceritakan tentang kehidupan keluarga
Saidjah yang menjadi hancur karena adanya sistem yang dipakai pada masa itu, sistem tanam paksa masa penjajahan Belanda dan juga
pembayaran pajak tanah. Cerita ini menjadi sebuah cerita pembuktian bagaimana rakyat pada masa itu dirampas hartanya sehingga
kehidupan pun semakin miskin. Harta mereka yang berharga, yang digunakan sebagai alat mata pencaharian dirampas oleh pejabat
distrik yang akhirnya mereka tidak bisa berbuat apa-apa.
Secara singkat sinopsis dari cerita Saidjah Adinda sebagai berikut : Keluarga Saidjah hidup di desa Badur, Banten. Ayah
Saidjah seorang petani yang hanya memiliki seekor kerbau untuk menggarap sawahnya. Suatu hari kerbau Ayah Saidjah dirampas oleh
pejabat distrik Parang Kujang, karena ayah Saidjah tidak bisa membayar pajak tanah. Perampasan ini berlangsung sebanyak 3 kali
sampai pada akhirnya ayah Saidjah sudah tidak memiliki apa-apa untuk dijual dan membeli kerbau. Ayah saidjah akhirnya kabur keluar
dari desa, Saidjah remaja tinggal di desa. Saat ayahnya pergi, Saidjah punya rencana untuk pergi ke Batavia, bekerja di sana, mendapat
an uang kemudian bisa membeli kerbau.
Saidjah kemudian menyampaikan rencananya kepada Adinda, dan Saidjah meminta Adinda untuk menunggunya di desa
sampai Saidjah kembali pulang, sehingga bisa melamar Adinda. Adinda pun mau menunggu Saidjah. Mereka berjanji satu sama lain
untuk bertemu kembali 3 kali 12 bulan (3 tahun) di tempat pertama kali mereka bertemu, di bawah pohon ketapang dekat hutan jati.
Saidjah pergi ke Batavia dan bekerja di sana. Setelah 3 tahun Saidjah kembali ke desa Badur untuk bertemu sekaligus melamar Adinda,
dengan membawa uang yang banyak. Saidjah dengan hati yang riang kembali pulang ke desa Badur dan menunggu Adinda di tempat
perjanjian mereka. Namun Adinda tidak datang sampai hari mulai siang. Saidjah kecewa dan cemas mengapa Adinda tidak datang
menemuinya, dan Saidjah baru mengetahui bahwa Adinda dibawa oleh ayahnya ke Lampung, mereka kabur karena tidak bisa
membayar pajak. Saidjah akhrinya memutuskan untuk menyusul Adinda, namun sayang, di Lampung sedang ada pemberontakan dan
Saidjah menemukan Adinda yang sudah tidak bernyawa dengan kondisi mengenaskan. Saidjah pun sedih dan melawan Belanda
membiarkan diri tertusuk bayonet tentara Belanda.
Multatuli
Dalam mengadaptasi sebuah cerita, hal yang penting untuk dianalisis adalah unsur intrinsik dan ekstrinsik, yang akhirnya
menjadi sebuah modalitas utama untuk nanti membentuk sebuah adaptasi. Aspek intrinsik aspek yang terkandung di dalam sebuah
cerita meliputi elemen sebuah karya sastra (konik, plot, penokohan), teknik cerita, komposisi cerita, dan gaya sedangkan aspek
ekstrinsik meliputi aspek historis, psikologis, losos dan religius. (Sukada, 1987 dalam Ratna, 2010:353)
Cerita Saidjah dan Adinda bertemakan tentang kritik sosial yang ditujukan pada pejabat Belanda dan pribumi yang telah
bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat. Kisah Saijah dan Adinda, kisah tentang kekuasaan yang menyiksa. Kisah rakyat jelata
yang ditimpa kemalangan. Kemalangan karena dua kekuasaan yang menyiksa: kolonial dan pribumi. Ketidakberdayaan bercinta
pasangan remaja desa ini berkat hukum Belanda yang rakus. Kisah percintaan juga menjadi tema dan juga bumbu dalam kisah ini.
Sudut pandang yang digunakan adalah orang ketiga serba tahu, dengan tokoh utama Saidjah. Alur yang digunakan alur maju, dengan
ada satu kali ashback cerita.
Mengambil latar suasana Indonesia pada masa penjajahan Belanda (sekitar tahun 1845-1850), latar tempat utamanya
adalah desa Badur daerah Parang Kujang, Banten. Kemudian dalam cerita dideskripsikan terdapat daerah persawahan dan
hutan-hutan yang masih ada di sekitar desa. Kota Batavia pun menjadi latar sebagai kota di mana Saidjah bekerja. Suasana, setting dan
properti kota Batavia berbeda dengan di Parang Kujang, karena Batavia adalah kota yang sudah maju dan menjadi pusat pemerintahan. Dan suasana pemberontakan yang terjadi di Lampung saat akhir dari cerita. Konik yang terjadi lebih kepada konik batin yang
dialami oleh tokoh, konik sik yang terjadi tidak sedominan konik batin. Tokoh-tokoh yang berperan tidak terlalu banyak, sebagai
tokoh utama Saidjah dan Adinda. Kemudian ayah dan ibu Saidjah berperan di awal cerita, majikan Saidjah dan pasukan Belanda .
Unsur ekstrinsik adalah latar belakang yang mendasari timbulnya permasalahan dalam sebuah objek. Dalam kisah ini unsur
ekstrinsik yang ada adalah aspek sejarah dari masa bangsa Indonesia dijajah oleh Belanda mempengaruhi cerita dengan adanya sistem
pembayaran pajak, latar belakang penulis yang adalah seorang Belanda dan kisah Saidjah dan Adinda disebut termasuk dalam genre
cinta desa, dan pada masa-masa penjajahan ragam cerita desa itu menjadi kegemaran penulis-penulis Belanda seperti yang dikatakan
Sastrowardoyo (1990:31). Dapat dilihat pengaruh suasana romantik di Eropa yang masih menguasai pikiran pengarang-pengarang
sastra Hindia Belanda. Keadaan sosial dan ekonomi pada masa pembuatan cerita juga berpengaruh yaitu dari pandangan pengarang
itu sendiri yang melihat keadaan rakyat kecil pada saat masa penjajahan Belanda. Pesan moral yang ada juga disampaikan oleh
pengarang, yaitu pengarang mengajak pembaca untuk melihat apa sebenarnya yang ada pada masa penjajahan, dengan kebohongan-kebohongan dan tindak korupsi yang dilakukan baik oleh pemerintah dari Belanda ataupun pejabat pribumi. Tindakan itu sudah
merusak kehidupan rakyat terutama rakyat kecil.
Media konstruksi dari adaptasi cerita ini adalah animasi. Animasi sebagai media konstruksi ini dipilih karena peyusun ingin
lebih mudah menyampaikan pesan yang ada dalam cerita Saidjah dan Adinda. Animasi sekarang tidak hanya untuk ditonton oleh
anak-anak tapi bisa juga dinikmati oleh orang dewasa. Memang target audience yang akan dipilih adalah mulai dari usia sekolah dasar
(kelas 4) sampai usia sekolah menengah pertama sebagai range target utama. Range target utama ini dipilih karena banyak pelajaran
bahasa Indonesia anak sekolah yang membahas tentang roman-roman klasik yang ada di Indonesia, tidak terkecuali novel Max
Havelaar ini. Jadi penulis ingin lebih menyampaikan pesan yang ada di dalam cerita Saidjah Adinda dengan menggunakan media
animasi yang sudah pasti menarik bagi anak-anak. Pesan moral yang ada di cerita ini memang sangat baik dan masih relevan hingga
saat ini, dimana bangsa kita masih terasa dijajah, bukan dengan Belanda tetapi oleh orang kita sendiri koruptor. Animasi selain
menjadi media komunikasi yang menarik dengan adanya gambar bergerak dan sound yang mendukung suasana bisa diingat oleh
masyarakat. Tidak menutup kemungkinan animasi ini juga akan dinikmati orang dewasa karena pesan moral yang ada dalam cerita
masih relevan dalam jaman sekarang.
Visi Misi
Saijah dan Adinda dikisahkan menjadi salah satu contoh korban dari
pemerasan yang ada di Indonesia. Melalui cerita ini, cerita yang
dibuat oleh orang Belanda yang memegang pemerintahan di Indonesia (Edward Douwes Dekker) mengubah mata dunia.
Dalam kisah ini adalah kisah perjuangan yang dominan. Walaupun
terlihat berpasrah ketika harta direbut, namun rasa untuk memperjuangkan hidup sungguh nyata dan bisa diwujudkan oleh Saijah. Demi
membeli kerbau dan melamar Adinda.
Sebuah perjuangan tentu tidak selalu berjalan mulus atau hasil yang
di dapat tidak selalu sesuai dengan apa yang kita inginkan. Seperti
kisah Saijah dan Adinda ini, walau perjuangan sudah di lakukan
semaksimal mungkin, apa daya cerita akhir menjadi tragis ketika
kekuasaan itu memaksa.
:
:
:
:
:
:
:
:
Max Havelaar
978-602-1637-45-6
Multatuli
Qanita, PT Mizan Pustaka
IV, 2014
Soft cover
480 halaman
13 x 20,5 cm
Novel yang dipilih sebagai media acuan adalah novel Max Havelaar karya Multatuli. Novel ini
adalah novel terjemahan dari Max Havelaar : Or the Coee Auctions of the Dutch Trading Company
yang diterbitkan pertama kali tahun 1868 oleh penerbit Edinburgh, Edmonstons & Douglas. Media
acuan ini adalah novel cetakan ke IV yang terbit Oktober 2014, diterbitkan oleh penerbit Qanita dari
PT Mizan Pustaka.
Novel ini memiliki 480 halaman dan dibagi ke dalam 20 bab. Namun disini penulis akan mengambil salah satu bab saja dari novel, yaitu bab 17 (kelanjutan dari komposisi Stern) yang bercerita
tentang Saidjah dan Adinda. Kisah Saidjah dan Adinda ini terdapat pada halaman 366-402. Kisah
Saidjah dan Adinda berlangsung di Jawa tepatnya desa Badur antara tahun 1845-1850.
Kisah yang membunuh kolonialisme.
Pramoedya Ananta Toer (New York Times,
1999)
Sastra Jawa dan sastra Indonesia belum
pernah melahirkan cerita percintaan dari
kalangan rakyat jelata. Orang pertama di
negeri ini yang pernah menuliskannya, dan
bukan tidak berhasil, tak lain dari Multatuli
dengan Saija dan Adinda. Pramoedya
Ananta Toer (Jakarta, April 1986)
Sinopsis
media acuan
Ayah Saija mempunyai seekor kerbau dengan kerbau itulah ia mengerjakan
sawahnya. Ketika kerbau itu di rampas oleh kepala distrik parung kujang, ia
sangat sedih, ia tidak berkata sepatah kata pun, berhari-hari lamanya.
Ia merasa khawatir kerbaunya tidak ada, sedangkan musim tanam telah tiba.
Jika ia tidak mengerjakan sawahnya ia dan keluarganya tidak memiliki padi
untuk di makan dan di simpan di lumbung rumahnya.
Maka ayah Saija pun sangat prihatin. Ia khawatir Istrinya akan kekurangan
beras dan juga Saija yang masih kecil dan adik-adiknya. Kemudian ia pun takut
kepala distrik akan mengadukannya kepada asisten residen, jika ia terlambat
membayar pajak tanah, sebab bisa dihukum menurut undang-undang.
Kemudian ayah Saija mengambil keris pusaka warisan ayahnya keris itu tidak
begitu bagus, tapi sarungnya bertabur perak dan di ujung sarung itu pula ada
pelat peraknya. Dijualnya keris itu kepada seseorang Cina yang tinggal di ibu
kota, dan ia pulang kerumah dengan dua puluh empat gulden dengan uang
itulah ia membeli seekor kerbau lagi.
Dengan kerbau barunya ayah Saija kembali bekerja. Saija dan kerbau baru
mempunyai rasa persahabatan yang sangat besar, kerbau itu mengisi masa
kanak-kanak Saija.
Di sebelah sawahnya terbentang sawah-sawah milik ayah seorang gadis cantik.
Gadis itu adalah Adinda. Saat itu Saija sudah sembilan tahun dan Adinda enam
tahun oleh kedua orang tuanya mereka kelak akan di jodohkan.
Sesuatu ketika Saija akan membajak sawah, kerbau itu tidak mau bergerak,
kerbau itu menggelengkan kepalanya seolah-olah hendak melemparkan
tanduknya ternyata kerbau itu merasa terancam oleh seekor harimau, dengan
kekuatannya kerbau kesayangan Saija menyerang seekor harimau yang akan
menyerang tuannya. Kerbau itu menyelamatkan Saija, harimau itu mati kena
tanduknya.
Beberapa waktu setelah itu, agar Saija melarikan diri dari desanya, sebab ia
takut sekali di hukum karena tidak membayar pajak tanah. Ibu Saija meninggal
karena sedih. Ayahnya yang kabur di tangkap di Bogor, dan di hukum cambuk
karena meninggalkan lebak tanpa pos. Ia di penjara karena di anggap gila tetapi
selective
ENCODING
Dalam proses adaptasi ada cara dalam proses berpikir yang membantu sang penyadur/adaptor untuk menentukan bagian apa dan mana
yang akan digunakan, dibuang, atau dikembangkan lebih lanjut.
Tahap dari proses berpikir tersebut ada tiga, yaitu : selective encoding, selective combination, dan selective comparison.
selective
COMBINATION
Tahap selanjutnya setelah memilih mana
yang akan dipakai dalam media konstruksi nanti langkah selanjutnya adalah
mengkombinasikan data yang sudah
didapat dengan apa yang creator inginkan.
Sumber data untuk kombinasi bisa
eksternal dan internal.
Data eksternal sebagai referensi seperti:
Referensi cerita cinta tragis seperti
romeo & juliet, roman-roman klasik.
Referensi jalan cerita dari lm animasi
THE BOOK OF LIFE.
GNOME & JULIETTE
Data internal :
Dari imajinasi creator, bayangan-bayangan peristiwa yang akan diolah
selective
COMparison
Perbandingan alur cerita lama dan baru (konstruksi)
Sinopsis
media konstruksi
Kedua orang tua Saijah pun meninggalkan Saijah hidup sendiri. Sampai suatu
hari saat Saijah sudah bertambah
dewasa,dan ia memutuskan untuk
mengadu nasib di kota besar. Sebelum
keberangkatan nya, Saijah dan Adinda
yang sudah memiliki perasaan satu
sama lain saling mengikat janji untuk
bertemu kembali dan melanjutkan
hubungan mereka.
Di Lampung sedang terjadi pemberontakan pribumi kepada penjajah Belanda. Adinda berhasil melarikan diri dari
para penculiknya, terlunta-lunta di
Lampung tidak tahu harus kemana.
10
LATAR
media konstruksi
Latar waktu yang digunakan adalah tahun 1855, pada
masa penjajahan Belanda dengan Edward Douwes
Dekker sebagai pejabat Asisten Residen Lebak Banten
Ada beberapa latar tempat yang digunakan dalam lm animasi Saijah dan
Adinda ini, antara lain :
Desa Badur
Sama seperti dalam cerita acuan, latar
utama adalah Desa Badur, tempat tinggal dari Saijah dan Adinda.
Di sini, creator mengambil referensi dari
desa suku Baduy yang berasal dari
daerah yang sama yaitu daerah Banten.
Kemudian fokus dari tempat di desa
Badur adalah rumah-rumah nya dan
persawahan.
11
12
properti
media konstruksi
13
tokoh
media konstruksi
Saijah kecil memiliki tubuh kecil, kurus, termasuk dalam hitungan sedang. Dengan
warna kulit kecoklatan, sawo matang hampir ke arah gelap karena ia sering pergi ke
sawah. Wajah Saijah saat kecil terlihat manis dengan senyumnya yang mungil. Matanya
agak bulat, hidungnya tidak terlalu mancung jika dilihat pas dengan mukanya, bibirnya
sedikit tipis, rambutnya hitam gelap. Dia tidak terlalu tinggi, dilihat secara seksama
Saijah seperti memiliki otot-otot yang sudah kuat walaupun masih kecil, ini karena dia
sudah bekerja membatu ayah membajak sawah bersama kerbau kesayangannya.
Kesehariannya, Saijah memakai baju yang sederhana dengan atasan dan bawahan
berwarna gelap, terbuat dari tenunan benang kapas. Baju atasannya tidak memilki
kancing dan berlengan pendek, sedikit longgar pada badan Saijah, tidak memiliki kerah,
pada bagian leher sedikit ke bawah hampir ke dada. Celananya pendek sebatas lutut,
kepalanya dihiasi ikat berwarna sama dengan bajunya. Sesekali Saijah juga mengenakan
sarung sebagai ganti celana, dan juga memakai topi caping pemberian ayahnya saat
pergi ke sawah.
14
15
16
17
18
Peristiwa
media konstruksi
Sketsa kasar dari adegan dimana Saijah dan Adinda berjanji satu sama lain untuk bisa bertemu lagi dalam waktu 3 kali 12 bulan
Latarnya berada di dalam hutan jati, tepatnya di bawah sebuah pohon ketapang pada waktu siang menjelang sore hari.
Contoh pewarnaan.
20
21
22