Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
A. LATAR BELAKANG
Berjalannya suatu Negara pasti tak lepas dari sebuah system politik. Karena pasti
system politik-lah yang menjadi tolak ukur kemajuan dalam suatu negara. Negara yang maju
dapat dipastikan bahwa system politik didalamnya tertata dengan baik. System politik sendiri
dapat diartikan sebagai suatu mekanisme dari seperangkat fungsi, dimana fungsi-fungsi tadi
melekat pada suatu struktur-struktur politik, dalam rangka pelaksanaan dan pembuatan
kebijakan yang mengikat masyarakat.
Dalam suatu sistem politik terdapat berbagai unsur, dan salah satu unsur tersebut
adalah partai politik. Partai politik dalam hubungannya dengan system social politik ini
memainkan berbagai fungsi, salah satunya pada fungsi input, dimana partai politik menjadi
sarana sosialisasi politik, komunikasi politik, rekruitmen politik, agregasi kepentingan, dan
artikulasi kepentingan. Lalu apa sajakah sebenarnya fungsi partai politik dalam hubungannya
dalam proses pembuatan dan penerapan kebijakan di Indonesia, apabila melihat keadaan
sekarang dimana partai politik telah dipandang sebelah mata oleh masyarakat yang merasa
bahwa partai politik tidak lagi membawa aspirasi masyarakat melainkan keberadaannya
hanya dianggap sebagai kendaraan politik yang dipakai oknum-oknum tertentu untuk
menggapai jabatan-jabatan publik di Indonesia.
B. DEFENISI PARTAI POLITIK
Menurut UU Republik Indonesia No. 2 tahun 2008 tentang partai politik, partai
politik adalah organisasi politik yang bersifat nasional dan di bentuk oleh sekelompok warga
negara Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk
memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara
serta memelihara keutuhan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.1[1]
Carl J. Friedrich mendefinisikan partai politik sebagai kelompok manusia yang terorganisir
secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap
pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada
anggota partainya kememfaatan bersifat idiil maupun material.2[2]
1
2
Leon D. Eisptern berpendapat partai politik adalah sekelompok orang yang secara peran
terlibat dalam politik dan
Partai politik dapat menjadi penghubung psikologis dan organisasional antara warga negara
dengan pemerintahnya. Selain itu, partai juga melakukan konsolidasi dan artikulasi tuntutantuntutan yang beragam yang berkembang di berbagai kelompok masyarakat.
D. KLASIFIKASI SISTEM KEPARTAIAN
Sistem kepartaian pertama kali dibentangkan oleh Maurice Duverger. Ia mengadakan
klasifikasi menurut 3 kategori yaitu :
1) Sistem Partai Tunggal
Merupakan satu-satunya partai dalam suatu negara maupun untuk partai yang
mempunyai kedudukan dominan di antara beberapa partai lain.
Termasuk dalam katagori ini adalah negara-negara yang hanya memiliki satu partai
seperti di negara-negara Komunis dan negara-negara yang memperbolehkan munculnya lebih
dari satu partai tetapi hanya ada satu partai dominan. Biasanya, yang terakhir ini muncul
karena corak sistem politiknya yang otoriter. Pola partai tunggal terdapat di beberapa negara :
Afrika, Cina dan Kuba.
Dalam hal ini, fungsi partai adalah meyakinkan atau memaksa masyarakat untuk
menerima persepsi pimpinan partai mengenai kebutuhan utama dari masyarakat seluruhnya.
4
2) Sistem Dwi-Partai
Artinya partai-partai yang dominan hanya dua, yakni partai yang berkuasa dan
oposisi, meskipun bisa jadi di tengah-tengah dua partai itu terdapat partai-partai kecil lainnya.
Amerika Serikat, Inggris dan Australia, bisa dikatagorikan sebagai negara-negara yang
menganut sistem dwi partai.
Bahwa ada dua partai diantara beberapa partai, yang berhasil memenangkan dua
tempat teratas dalam pemilihan umum secara bergiliran dan dengan demikian mempunyai
kedudukan dominan.
Sistem dwi-partai dapat berjalan baik apabila terpenuhi tiga syarat yaitu, komposisi
masyarakat bersifat homogen, adanya konsensus kuat dalam masyarakat mengenai azas dan
tujuan sosial dan politik, dan adanya kontinuitas sejarah.5[5]
3) Sistem Multi-partai
Artinya, jumlah partai yang berkembang menjadi partai dominan itu lebih dari dua.
Negerai Belanda termasuk negara yang menganut sistem kepartaian seperti itu. Pola multipartai umumnya diperkuat oleh sistem pemilihan Perwakilan Berimbang (Proportional
Representation) yang memberi kesempatan luas bagi pertumbuhan partai-partai dan
golongan-golongan baru.
Para meter kedua yang bisa kita pakai adalah berkaiatan dengan jarak ideologi antara
partai yang satu dengan partai yang lain. Untuk ini, paling tidak, terdapat dua sistem yang
muncul.
1)
sistem kepartaian yang corak ideologis sentrifugal. Artinya, jarak ideologi yang dimiliki
partai yang satu dengan partai yang lain cukup jauh, bahkan bisa bertentangan antara yang
satu dengan yang lain. Misalnya saja, Partai Komunis dan Partaipartai yang berbasis
keagamaan (islam, Kristen/Katholik, Hindu, Budha dan yang lain) jelas memiliki jarak
ideologis yang jauh.
2) sistem kepartaian yang bercorak ideologis sentripetal. Artinya, jarak ideologis antara partai
yang satu dfengan partai yang laian tidak jauh, bahkan bisa saling terkait antara yang satu
dengan yang lain.
Untuk menjadi badan hukum, partai harus memiliki :
1) Akta notaris pendirian Partai Politik
2) Memiliki Nama, lambang, atau tanda gambar tidak mempunyai persamaan pada pokoknya
atau keseluruhannya dengan nama, lambang atau tanda gambar yang telah di pakai secara Sah
oleh partai politik lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan
3) Kantor tetap
4)
E. PEMILIHAN UMUM
Pemilu merupakan sarana untuk menelorkan para wakil rakyat dan pemimpin yang
kapabel, demokratis dan berpihak kepada kepentingan rakyat. Pemilu merupakan salah satu
prasyarat penting dalam sebuah negara demokrasi. Pemilu lahir dari dua arus pemikiran yang
saling bertentangan dalam demokrasi. Arus pertama menyatakan bahwa esensi demokrasi
adalah adanya pengakuan atas hak individ uuntuk turut serta dalam proses politik. Namun,
segera disadari, dan ini penyebab munculnya arus kedua, bahwa tidak mungkin setiap
individu bisa terlibat dalam setiap tahap proses politik.6[6]
Terdapat tiga alasan mengapa pemilu bisa menjadi sarana legitimasi politik bagi pemerintah
yang berkuasa. Pertama, melalui pemilu, pemerintah sebenarnya sedang menyakinkan atau
setidaknya memperbaharuhi kesepakatan-kesepakatan politik dengan rakyat. Kedua, melalui
pemilu pemerintah dapat pula mempengaruhi perilaku rakyat atau warga negara . para
penganut fungsionalisme menyakini pemilu bisa menjadi alat kooptasi bagi pemerintah untuk
meningkatkan respon rakyat terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuatnya dan pada saat yang
sama memperkecil tingkat oposisi atasnya. Ketiga dalam dunia modern para penguasa
dituntut untuk mengandalkan kesepakatan dari rakyat ketimbang pemaksaan untuk
mempertahankan legitimasi.
6
partisipasi politik masyarakat akan tersalurkan dalam wadah dan partai politik yang memiliki
warna yang sesuai dengan karakter dan lokalitas daerah dan wilayahnya. Partisipasi politik
semacam ini akan makin mendekatkan pemimpin dengan masyarakatnya, sehingga terbangun
jembatan politik yang mampu mewujudkan tata kelola kebijakan yang berbasis pada aspirasi
politik masyarakat.
2)
keberadaan partai politik lokal secara subtansi memagari keinginan untuk menuntut
kemerdekaan dan pemerintahan sendiri. Hal ini dikarenakan masyarakat secara terbuka dan
aktif terlibat dalam proses pemilihan pemimpinnya, tanpa campur tangan pemerintah pusat.
Karakteristik kepemimpinan politik yang dihasilkan akan mengikuti selera politik
masyarakatnya, sehingga peran pemerintah pusat hanya menjadi penegas dari hasil tersebut.
7
3)
rekruitmen politik lebih jelas dan berbasis dari masyarakat sendiri. Rekruitmen tersebut
menjadi isu yang signifikan karena kerap kali calon-calon dalam pilkada tidak berbasis di
daerah dan wilayahnya, sehingga dapat dilihat sebagai langkah mundur dalam penguatan
politik lokal. Rekruitmen politik untuk mengisi posisi-posisi strategis di daerah, akan makin
kuat legitimasinya apabila diperoleh dari seleksi yang dilakukan di sejumlah partai politik
lokal, dan hasil dari kontestasi pilkada. Dengan berbasis pada dukungan partai politik lokal,
seleksi kepemimpinan di wilayah yang bersangkutan akan lebih selektif dan efektif. Hal ini
dikarenakan partai politik lokal yang akan menyeleksi calon-calon diasumsikan lebih tahu
karakteristik dan potensi daerahnya. Sehingga dengan adanya partai politik lokal, saringan
terhadap potensi kepemimpinan daerah yang bersangkutan akan lebih baik lagi.
4)
partai politik lokal secara prinsip menambah pilihan politik bagi masyarakat untuk
menentukan pilihan politiknya. Beragamnya pilihan calon yang diusung dengan berbagai
kendaraan politik secara inheren melakukan pendidikan politik masyarakat. Sehingga yang
terbangun tidak hanya sekedar sentimen daerah atau lokal saja yang terbangun, tapi juga
pembangunan kesadaran dan pendidikan politik bagi masyarakat perihal calon-calon yang
ada kepada masyarakat. Sebab, harus diakui salah satu peluang yang harus diminimalisir
dalam pembangunan partai politik lokal adalah terbangunnya sentimen kedaerahan yang
membabi buta. Yang pada akhirnya menghilangkan semangat dan tujuan positif dari adanya
partai politik lokal.
5)
6)
dengan adanya partai politik lokal diasumsikan akan memberikan garansi regenerasi
kepemimpinan politik di daerah yang berkesinambungan. Regenerasi kepemimpinan politik
di daerah tidak lagi terinterupsi oleh kepentingan pemerintah pusat atau pengurus partai di
tingkat pusat yang hanya akan memaksakan calon-calon dropping dari dewan pimpinan partai
atau rekayasa pemerintah pusat. Regenerasi kepemimpinan politik yang berkesinambungan
memberikan harapan bagi masyarakat untuk secara bersungguh-sungguh memberikan
aspirasi politiknya agar daerahnya lebih maju, dengan tetap memperhatikan asas tata kelola
pemerintahan yang baik.