Você está na página 1de 40

Akuntansi Aset

KEBIJAKAN AKUNTANSI
PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA
AKUNTANSI ASET
PENDAHULUAN
Tujuan
1. Tujuan kebijakan akuntansi aset adalah untuk mengatur perlakuan akuntansi
untuk aset dan informasi lainnya yang dianggap perlu disajikan dalam
laporan keuangan.
Ruang Lingkup
2. Kebijakan ini diterapkan dalam penyajian seluruh aset dalam laporan
keuangan untuk tujuan umum yang disusun dan disajikan dengan basis kas
untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja, dan pembiayaan, serta basis
akrual untuk pengakuan pos-pos aset, kewajiban, dan ekuitas. Kebijakan ini
diterapkan untuk entitas pemerintah daerah tidak termasuk perusahaan
daerah.
3. Kebijakan ini mengatur perlakuan akuntansi aset pemerintah daerah yang
meliputi definisi, pengakuan, pengukuran dan pengungkapan aset.
DEFINISI
4. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam kebijakan ini dengan
pengertian:
Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
pemerintah daerah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana
manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh,
baik oleh pemerintah daerah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam
satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk
penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang
dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antara pihak
yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar.
Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang
dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah daerah,
dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan
dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
Biaya investasi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh entitas investor
dalam perolehan suatu investasi misalnya komisi broker, jasa bank, biaya
legal dan pungutan lainnya dari pasar modal.
Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat
ekonomik seperti bunga, dividen dan royalti, atau manfaat sosial, sehingga
dapat meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam rangka
pelayanan kepada masyarakat.

Lampiran IX - 1

Akuntansi Aset

Investasi jangka pendek adalah investasi yang dapat segera dicairkan dan
dimaksudkan untuk dimiliki selama 12 (dua belas) bulan atau kurang.
Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki
lebih dari 12 (dua belas) bulan.
Investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang tidak termasuk
dalam investasi permanen, dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak
berkelanjutan.
Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan
untuk dimiliki secara berkelanjutan.
Manfaat sosial yang dimaksud dalam kebijakan ini adalah manfaat yang tidak
dapat diukur langsung dengan satuan uang namun berpengaruh pada
peningkatan pelayanan pemerintah daerah pada masyarakat luas maupun
golongan masyarakat tertentu.
Metode biaya adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi
berdasarkan harga perolehan.
Metode ekuitas adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi
awal berdasarkan harga perolehan. Nilai investasi tersebut kemudian
disesuaikan dengan perubahan bagian investor atas kekayaan bersih/ekuitas
dari badan usaha penerima investasi (investee) yang terjadi sesudah
perolehan awal investasi.
Nilai
historis
adalah
jumlah
kas
atau
ekuivalen
kas
yang
dibayarkan/dikeluarkan atau nilai wajar berdasarkan pertimbangan tertentu
untuk mendapatkan suatu aset investasi pada saat perolehannya.
Nilai nominal adalah nilai yang tertera dalam surat berharga seperti nilai yang
tertera dalam lembar saham dan obligasi.
Nilai pasar adalah jumlah yang dapat diperoleh dari penjualan suatu investasi
dalam pasar yang aktif antara pihak-pihak yang independen.
Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar pihak
yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar.
Perusahaan asosiasi adalah suatu perusahaan yang investornya mempunyai
pengaruh signifikan dan bukan merupakan anak perusahaan maupun joint
venture dari investornya.
Perusahaan daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
modalnya dimiliki oleh pemerintah daerah.
Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari
12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah daerah
atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai
wajar imbalan lain yang diberikan untuk memperoleh suatu aset pada saat
perolehan atau konstruksi sampai dengan aset tersebut dalam kondisi dan
tempat yang siap untuk dipergunakan.
Masa manfaat adalah:
(a) Periode suatu aset diharapkan digunakan untuk aktivitas pemerintahan
dan/atau pelayanan publik; atau
(b) Jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari aset
untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik.

Lampiran IX - 2

Akuntansi Aset

Nilai sisa adalah jumlah neto yang diharapkan dapat diperoleh pada akhir
masa manfaat suatu aset setelah dikurangi taksiran biaya pelepasan.
Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar fihak
yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar.
Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset yang sedang dalam proses
pembangunan.
Kontrak konstruksi adalah perikatan yang dilakukan secara khusus untuk
konstruksi suatu aset atau suatu kombinasi yang berhubungan erat satu
sama lain atau saling tergantung dalam hal rancangan, teknologi, dan fungsi
atau tujuan atau penggunaan utama.
Kontraktor adalah suatu entitas yang mengadakan kontrak untuk
membangun aset atau memberikan jasa konstruksi untuk kepentingan entitas
lain sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dalam kontrak konstruksi.
Uang muka kerja adalah jumlah yang diterima oleh kontraktor sebelum
pekerjaan dilakukan dalam rangka kontrak konstruksi.
Klaim adalah jumlah yang diminta kontraktor kepada pemberi kerja sebagai
penggantian biaya-biaya yang tidak termasuk dalam nilai kontrak.
Pemberi kerja adalah entitas yang mengadakan kontrak konstruksi dengan
pihak ketiga untuk membangun atau memberikan jasa konstruksi.
Retensi adalah jumlah termin (progress billing) yang belum dibayar hingga
pemenuhan kondisi yang ditentukan dalam kontrak untuk pembayaran
jumlah tersebut.
Termin (progress billing) adalah jumlah yang ditagih untuk pekerjaan yang
dilakukan dalam suatu kontrak baik yang telah dibayar ataupun yang belum
dibayar oleh pemberi kerja.

Lampiran IX - 3

Akuntansi Aset

ASET LANCAR
5. Suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika:
(a) diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk
dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan, atau
(b) berupa kas dan setara kas.
Semua aset selain yang termasuk dalam klasifikasi poin (a) dan (b),
diklasifikasikan sebagai aset nonlancar.
6. Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, piutang,
dan persediaan. Pos-pos investasi jangka pendek antara lain deposito
berjangka 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan, surat berharga yang mudah
diperjualbelikan. Pos-pos piutang antara lain piutang pajak, retribusi, denda,
penjualan angsuran, tuntutan ganti rugi, dan piutang lainnya yang
diharapkan diterima dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal
pelaporan. Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan
disimpan untuk digunakan, misalnya barang pakai habis seperti alat tulis
kantor, barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan
barang bekas pakai seperti komponen bekas.
KAS DAN SETARA KAS
7. Kas dan setara kas adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang
setiap saat dapat digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan/
investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap dijabarkan/dicairkan
menjadi kas serta bebas dari risiko perubahan nilai yang signifikan. Kas juga
meliputi seluruh Uang Yang Harus Dipertanggungjawabkan (UYHD)/Uang
Untuk Dipertanggungjawabkan (UUDP) yang belum dipertanggungjawabkan
hingga pelaporan neraca. Saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat
ditarik atau digunakan untuk melakukan pembayaran. Dalam pengertian kas
ini juga termasuk setara kas yaitu investasi jangka pendek yang sangat likuid
yang siap dicairkan menjadi kas yang mempunyai masa jatuh tempo yang
pendek, yaitu 3 (tiga) bulan atau kurang dari tanggal perolehannnya.
8. Kas pemerintah daerah mencakup kas yang dikuasai, dikelola dan dibawah
tanggung jawab bendahara umum daerah (BUD) dan kas yang dikuasai,
dikelola dan di bawah tanggung jawab selain bendahara umum daerah.
9. Kas pemerintah daerah yang dikuasai dan dibawah tanggung jawab
bendahara umum daerah terdiri dari:
(a) saldo rekening kas daerah, yaitu saldo rekening-rekening pada bank
yang ditentukan oleh kepala daerah untuk menampung penerimaan dan
pengeluaran.
(b) setara kas, antara lain berupa surat utang negara (SUN)/obligasi dan
deposito kurang dari 3 bulan, yang dikelola oleh bendahara umum
daerah.
10. Kas dicatat sebesar nilai nominal. Nilai nominal artinya disajikan sebesar nilai
rupiahnya. Apabila terdapat kas dalam bentuk valuta asing, dikonversi
menjadi rupiah menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca.

Lampiran IX - 4

Akuntansi Aset

INVESTASI JANGKA PENDEK


11. Investasi jangka pendek adalah investasi yang dapat segera dicairkan dan
dimaksudkan untuk dimiliki selama 12 (dua belas) bulan atau kurang.
12. Investasi jangka pendek harus memenuhi karakteristik sebagai berikut:
(a) Dapat segera diperjualbelikan/dicairkan;
(b) Investasi tersebut ditujukan dalam rangka manajemen kas, artinya
pemerintah daerah dapat menjual investasi tersebut apabila timbul
kebutuhan kas;
(c) Berisiko rendah
13. Investasi jangka pendek dapat berupa deposito berjangka 3 (tiga) sampai 12
(dua belas) bulan, surat berharga yang mudah diperjualbelikan.
14. Investasi jangka pendek diakui berdasarkan bukti investasi dan dicatat
sebesar nilai perolehan.
PIUTANG
15. Piutang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada pemerintah
daerah dan/atau hak pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang
sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan atau akibat lainnya yang sah.
16. Piutang dikelompokkan menjadi:
(a) Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran,
(b) Bagian Lancar Pinjaman kepada BUMN/D dan Lembaga Internasional,
(c) Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi,
(d) Piutang Pajak, dan
(e) Piutang Lainnya.
Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran
17. Pemerintah daerah daerah seringkali melakukan penjualan aset tetap yang
tidak dipisahkan pengelolaannya, misalnya lelang kendaraan roda empat atau
penjualan angsuran rumah dinas. Biasanya penjualan dilakukan kepada
pegawai dengan cara mengangsur. Penjualan aset yang tidak dipisahkan
pengelolaannya dan biasanya diangsur lebih dari 12 (dua belas) bulan
disebut sebagai Tagihan Penjualan Angsuran. Bagian Lancar Tagihan
Penjualan Angsuran merupakan reklasifikasi tagihan penjualan angsuran
jangka panjang kedalam piutang jangka pendek. Reklasifikasi ini dilakukan
karena adanya tagihan angsuran jangka panjang yang jatuh tempo pada
tahun berjalan. Reklasifikasi ini dilakukan hanya untuk tujuan penyusunan
neraca karena pembayaran atas tagihan penjualan angsuran akan
mengurangi akun Tagihan Penjualan Angsuran bukan Bagian Lancar Tagihan
Penjualan Angsuran. Seluruh tagihan penjualan angsuran yang jatuh tempo
dalam kurun waktu satu tahun atau kurang diakui sebagai Bagian Lancar
Tagihan Penjualan Angsuran.
18. Bagian lancar Tagihan penjualan Angsuran dicatat sebesar nilai nominal yaitu
sejumlah tagihan penjualan angsuran yang harus diterima dalam waktu satu
tahun.

Lampiran IX - 5

Akuntansi Aset

Bagian Lancar Pinjaman ke BUMN/BUMD dan Lembaga Internasional


19. Piutang pinjaman yang diberikan pemerintah daerah kepada pihak ketiga
dimasukkan dalam kelompok investasi dalam akun Pinjaman kepada
BUMN/BUMD dan Lembaga Internasional. Pinjaman tersebut dikembalikan
atau dibayar dalam jangka waktu yang cukup lama. Bagian Lancar Pinjaman
kepada BUMN/BUMD dan Lembaga Internasional merupakan reklasifikasi
piutang Pinjaman kepada BUMN/BUMD dan Lembaga Internasional yang
jatuh tempo dalam tahun anggaran berikutnya. Reklasifikasi ini dilakukan
hanya untuk tujuan penyusunan neraca karena penerimaan kembali dari
Pinjaman kepada BUMN/BUMD dan Lembaga Internasional akan mengurangi
perkiraan Pinjaman kepada BUMN/BUMD dan Lembaga Internasional bukan
Bagian Lancar Pinjaman kepada BUMN/BUMD dan Lembaga Internasional.
20. Bagian lancar Pinjaman kepada BUMN/BUMD dan Lembaga Internasional
dicatat sebesar nilai nominal yaitu sebesar nilai rupiah jumlah bagian lancar
piutang.
Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR)
21. Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena
perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan
kepadanya secara langsung merugikan keuangan negara/daerah, wajib
mengganti kerugian tersebut. Sejumlah kewajiban untuk mengganti kerugian
tersebut dikenal dengan istilah Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti
Rugi (TP/TGR). Biasanya TP/TGR ini diselesaikan pembayarannya selambatlambatnya 24 bulan (2 tahun) sehingga di neraca termasuk dalam aset
lainnya. Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi
merupakan reklasifikasi lain-lain aset yang berupa TP/TGR ke dalam aset
lancar disebabkan adanya TP/TGR jangka panjang yang jatuh tempo tahun
berikutnya. Reklasifikasi ini dilakukan hanya untuk tujuan penyusunan neraca
karena penerimaan kembali dari TP/TGR akan mengurangi akun Tuntutan
Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi bukan Bagian Lancar Tuntutan
Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi. TP/TGR yang harus diterima dalam
waktu
satu
tahun
diakui
sebagai
Bagian
Lancar
Tuntutan
Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi.
22. Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi dicatat sebesar nilai nominal yaitu
sejumlah rupiah Tuntutan Ganti Rugi yang akan diterima dalam waktu satu
tahun.
Piutang Pajak
23. Pada anggaran yang basisnya menggunakan kas, surat ketetapan pajak
daerah (SKP-Daerah) yang pembayarannya belum diterima akan dianggarkan
sebagai salah satu bagian estimasi pendapatan tahun berikutnya. Dalam
penyusunan neraca, surat ketetapan pajak yang pembayarannya belum
diterima dicatat sebagai Piutang Pajak.
24. Piutang Pajak dicatat sebesar nilai nominal yaitu sebesar nilai rupiah pajakpajak yang belum ditagih.

Lampiran IX - 6

Akuntansi Aset

Piutang Lainnya
25. Akun Piutang Lainnya digunakan untuk mencatat transaksi yang berkaitan
dengan pengakuan piutang di luar Bagian Lancar Tagihan Penjualan
Angsuran, Bagian Lancar Pinjaman kepada BUMN/BUMD dan Lembaga
Internasional, Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi,
dan Piutang Pajak.
26. Piutang Lainnya dicatat sebesar nilai nominal yaitu sebesar nilai rupiah pajakpajak yang belum ditagih.
Penghapusan Piutang
27. Penghapusan piutang sampai dengan Rp5.000.000.000 (lima milyar rupiah)
dapat dilakukan dengan keputusan gubernur, sedangkan penghapusan
piutang lebih dari Rp5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) harus terlebih
dahulu mendapat persetujuan DPRD.
28. Mekanisme penghapusan piutang mengikuti ketentuan peraturan
perundangan-undangan yang berlaku.

Lampiran IX - 7

Akuntansi Aset

AKUNTANSI PERSEDIAAN
DEFINISI
29. Persediaan merupakan aset yang berwujud:
(a) Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka
kegiatan operasional pemerintah daerah;
(b) Bahan atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam proses
produksi;
(c) Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau
diserahkan kepada masyarakat.
(d) Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat
dalam rangka kegiatan pemerintahan;
30. Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan
untuk digunakan, misalnya barang habis pakai seperti alat tulis kantor,
barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang
bekas pakai seperti komponen bekas.
31. Dalam hal pemerintah daerah memproduksi sendiri, persediaan juga meliputi
barang yang digunakan dalam proses produksi seperti bahan baku
pembuatan alat-alat pertanian.
32. Barang hasil proses produksi yang belum selesai dicatat sebagai persediaan,
contohnya alat-alat pertanian setengah jadi.
33. Persediaan dapat meliputi:
(a) Barang konsumsi;
(b) Amunisi;
(c) Bahan pemeliharaan;
(d) Suku cadang;
(e) Persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga;
(f) Pita cukai dan leges;
(g) Bahan baku ;
(h) Barang dalam proses/setengah jadi;
(i) Tanah/bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat.
(j) Hewan dan tanaman, untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat
34. Mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Lampiran A.VIII Kode
Rekening Belanja Daerah, kode rekening anggaran belanja yang
berhubungan dengan persediaan (pengadaan belanja bahan pakai habis,
belanja bahan/material, belanja perawatan kendaraan bermotor,
dan
belanja makanan dan minuman jika pada akhir tahun masih tersisa akan
menjadi persediaan):

Lampiran IX - 8

Akuntansi Aset

Kode Rekening
5
5

2
2

2 01
2 01

01

2 01

03

5
5
5
5
5

2
2
2
2
2

2
2
2
2
2

01
01
01
01
01

04
05
06
07
08

5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5

2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2

2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2

02
02
02
02
02
02
02
02
02
02
02
02
02
02
02
02
02
02
02
02
02
02
02
02
02
02
02
02

01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27

5
5
5

2
2
2

2 05
2 05
2 05

02
03

5
5
5
5

2
2
2
2

2
2
2
2

5
5
5

2
2
2

2 11
2 11
2 11

Belanja Bahan Pakai Habis


Belanja alat tulis kantor
Belanja alat listrik dan elektronik (lampu pijar,
battery kering)
Belanja perangko, materai & benda pos lainnya
Belanja peralatan kebersihan dan bahan pembersih
Belanja Bahan Bakar Minyak/Gas
Belanja pengisian tabung pemadam kebakaran
Belanja pengisian tabung gas
Belanja Bahan/Material
Belanja bahan baku bangunan/jalan
Belanja bahan/bibit tanaman
Belanja bibit ternak
Belanja bahan obat-obatan
Belanja bahan kimia
Belanja Bahan Laboratorium
Belanja Pengadaan Bahan dan Pangan
Belanja Makanan Ternak / Binatang
Belanja Ban Kendaraan Dinas Operasional Khusus
Belanja Ban Sepeda Motor Dinas Operasional
Belanja Ban Alat-Alat Berat
Belanja Aki Kendaraan Dinas Operasional
Belanja Aki Sepeda Motor Dinas Operasional
Belanja Aki Alat-Alat Berat
Belanja Bahan Percontohan
Belanja Suku Cadang Kendaraan Dinas Operasional
Belanja Suku Cadang Kendaraan Dinas Operasional Khusus
Belanja Suku Cadang Sepeda Motor Dinas Operasional

Belanja
Belanja
Belanja
Belanja
Belanja
Belanja
Belanja
Belanja
Belanja

Suku Cadang Alat-Alat Berat


Suku Cadang Transportasi Laut dan Sungai
BBM Kendaraan Dinas Operasional
BBM Kendaraan Dinas Operasional Khusus
BBM Sepeda Motor Dinas Operasional
BBM Alat-Alat Berat / Genset
BBM Transportasi Laut dan Sungai
BBG Kendaraan Bermotor
BBG Kendaraan Bermotor

Belanja Perawatan Kendaraan Bermotor


Belanja Penggantian Suku Cadang
Belanja Bahan Bakar Minyak/Gas dan pelumas

06
Belanja Cetak dan Penggandaan
06 01
Belanja Cetak
06 01.001 Belanja Cetakan Umum
06 01.002 Belanja Cetakan Khusus

01
02

Keterangan
(Dikaitkan dengan
Jenis Persediaan)

Uraian

Belanja Makanan dan Minuman


Belanja makanan dan minuman harian pegawai
Belanja makanan dan minuman rapat

Bahan baku
Bahan pemeliharaan
Pita cukai & leges
Bahan pemeliharaan
Bahan pemeliharaan
Bahan pemeliharaan
Bahan pemeliharaan

Bahan baku
Tanaman
Hewan
Bahan u/ jaga-jaga
Bahan baku
Bahan baku
Bahan baku
Bahan baku
Bahan pemeliharaan
Bahan pemeliharaan
Bahan pemeliharaan
Bahan pemeliharaan
Bahan pemeliharaan
Bahan pemeliharaan
Bahan pemeliharaan
Suku cadang
Suku cadang
Suku cadang
Suku cadang
Suku cadang
Bahan pemeliharaan
Bahan pemeliharaan
Bahan pemeliharaan
Bahan pemeliharaan
Bahan pemeliharaan
Bahan pemeliharaan
Bahan pemeliharaan

Suku cadang
Bahan pemeliharaan

Bahan baku
Bahan baku

Bahan Konsumsi
Bahan Konsumsi

Lampiran IX - 9

Akuntansi Aset

2 11

03

Belanja makanan dan minuman tamu

Bahan Konsumsi

35. Pengadaan/pembelian/perolehan lainnya yang sah atas barang yang tidak


masuk kategori aset tetap dianggarkan pada kode rekening jenis belanja
barang dan jasa dengan objek belanja barang non aset tetap.
36. Perubahan kode rekening anggaran belanja sebagaimana dimaksud diatas
disesuaikan dengan kode rekening yang ditetapkan dengan peraturan kepala
daerah tentang kode rekening.
37. Dalam hal pemerintah daerah menyimpan barang untuk tujuan cadangan
strategis seperti cadangan energi (misalnya minyak) atau untuk tujuan
berjaga-jaga seperti cadangan pangan (misalnya beras), barang-barang
dimaksud diakui sebagai persediaan.
38. Hewan dan tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat antara
lain berupa sapi, kuda, ikan, benih padi, dan bibit tanaman dimasukkan
sebagai persediaan.
39. Persediaan bahan baku dan perlengkapan yang dimiliki proyek swakelola dan
dibebankan ke suatu perkiraan aset untuk konstruksi dalam pengerjaan, tidak
dimasukkan sebagai persediaan.
40. Persediaan dengan kondisi rusak atau usang tidak dilaporkan dalam neraca,
tetapi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
PENGAKUAN PERSEDIAAN
41. Persediaan diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh
pemerintah daerah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur
dengan andal.
42. Persediaan diakui pada saat diterima atau hak kepemilikannya dan/atau
kepenguasaannya berpindah.
43. Pada akhir periode akuntansi, persediaan dicatat berdasarkan hasil
inventarisasi fisik (stock opname).
PENGUKURAN PERSEDIAAN
44. Pada akhir periode akuntansi, persediaan tidak dicatat berdasarkan hasil
estimasi sisa persediaan.
45. Persediaan disajikan sebesar:
(a) Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian;
(b) Biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri;
(c) Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/
rampasan;
46. Biaya perolehan persediaan meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan,
biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat dibebankan
pada perolehan persediaan.
47. Potongan harga, rabat, dan lainnya yang serupa dalam rangka pengadaan
atau pembelian persediaan akan mengurangi biaya perolehan persediaan.
48. Nilai pembelian yang digunakan adalah biaya perolehan persediaan yang
terakhir diperoleh.
49. Berikut diberikan ilustrasi pengitungan biaya perolehan persediaan terakhir
yang diperoleh:
Lampiran IX - 10

Akuntansi Aset

Uraian
Pada tanggal 31 Desember 20X1 Dinas Pendidikan Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta melakukan inventarisasi fisik atas persediaan ATK yang dimiliki
berupa kertas sebanyak 100 rim.
Kertas tersebut terdiri dari:
- 70 rim dari pembelian tanggal 1 Juni 20X1 dengan harga @Rp25.000
- 30 rim dari pembelian tanggal 1 Desember 20X1 dengan harga
@Rp30.000
Nilai Persediaan tersebut akan dicantumkan dalam neraca sebesar
Rp3.000.000 (100 rim X Rp30.000 [harga pembelian terakhir])
50. Barang persediaan yang memiliki nilai nominal yang dimaksudkan untuk
dijual, seperti pita cukai, dinilai dengan biaya perolehan terakhir.
51. Biaya standar persediaan meliputi biaya langsung yang terkait dengan
persediaan yang diproduksi dan biaya tidak langsung yang dialokasikan
secara sistematis berdasarkan ukuran-ukuran yang digunakan pada saat
penyusunan rencana kerja dan anggaran.
52. Persediaan hewan dan tanaman yang dikembangbiakkan dinilai dengan
menggunakan nilai wajar.
53. Harga/nilai wajar persediaan meliputi nilai tukar aset atau penyelesaian
kewajiban antar pihak yang memahami dan berkeinginan melakukan
transaksi wajar.
PENGUNGKAPAN PERSEDIAAN
54. Laporan keuangan mengungkapkan:
(a) Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan;
(b) Penjelasan lebih lanjut persediaan seperti barang atau perlengkapan
yang digunakan dalam pelayanan masyarakat, barang atau
perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi, barang yang
disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, dan barang
yang masih dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau
diserahkan kepada masyarakat;
55. Dalam laporan keuangan juga diungkapkan kondisi persediaan.

Lampiran IX - 11

Akuntansi Aset

Lampiran IX - 12

Akuntansi Aset

AKUNTANSI INVESTASI
PENDAHULUAN
Tujuan
56. Tujuan kebijakan ini adalah untuk mengatur perlakuan akuntansi untuk
investasi dan pengungkapan informasi penting lainnya yang harus disajikan
dalam laporan keuangan.
Ruang Lingkup
57. Kebijakan ini harus diterapkan dalam penyajian seluruh investasi pemerintah
daerah dalam laporan keuangan untuk tujuan umum yang disusun dan
disajikan dengan basis kas untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja,
dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengakuan pos-pos aset,
kewajiban, dan ekuitas sesuai dengan kebijakan akuntansi pemerintahan.
58. Kebijakan ini diterapkan untuk seluruh pemerintah daerah kecuali
perusahaan daerah yang diatur tersendiri dalam Standar Akuntansi Keuangan
yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
59. Pernyataan ini mengatur perlakuan akuntansi investasi pemerintah daerah
baik investasi jangka pendek maupun investasi jangka panjang yang meliputi
saat pengakuan, klasifikasi, pengukuran dan metode penilaian investasi,
serta pengungkapannya pada laporan keuangan.
60. Pernyataan ini tidak mengatur mengenai investasi dalam perusahaan
asosiasi, kerjasama operasi, dan investasi dalam properti.
BENTUK INVESTASI
61. Pemerintah daerah melakukan investasi dengan beberapa alasan antara lain
memanfaatkan surplus anggaran untuk memperoleh pendapatan dalam
jangka panjang dan memanfaatkan dana yang belum digunakan untuk
investasi jangka pendek dalam rangka manajemen kas.
62. Terdapat beberapa jenis investasi yang dapat dibuktikan dengan sertifikat
atau dokumen lain yang serupa. Hakikat suatu investasi dapat berupa
pembelian surat utang baik jangka pendek maupun jangka panjang, serta
instrumen ekuitas.
KLASIFIKASI INVESTASI
63. Investasi pemerintah daerah dibagi atas dua yaitu investasi jangka pendek
dan investasi jangka panjang. Investasi jangka pendek merupakan kelompok
aset lancar sedangkan investasi jangka panjang merupakan kelompok aset
nonlancar.
64. Investasi jangka pendek harus memenuhi karakteristik sebagai berikut:
(a) Dapat segera diperjualbelikan/dicairkan;
(b) Investasi tersebut ditujukan dalam rangka manajemen kas, artinya
pemerintah daerah dapat menjual investasi tersebut apabila timbul
kebutuhan kas;
(c) Berisiko rendah.
65. Dengan memperhatikan kriteria tersebut, maka pembelian surat-surat
berharga yang berisiko tinggi bagi pemerintah daerah karena dipengaruhi
oleh fluktuasi harga pasar surat berharga tidak termasuk dalam investasi
Lampiran IX - 13

Akuntansi Aset

66.

67.

68.

69.

70.

jangka pendek. Jenis investasi yang tidak termasuk dalam kelompok investasi
jangka pendek antara lain adalah :
(a) Surat berharga yang dibeli pemerintah daerah dalam rangka
mengendalikan suatu badan usaha, misalnya pembelian surat berharga
untuk menambah kepemilikan modal saham pada suatu badan usaha;
(b) Surat berharga yang dibeli pemerintah daerah untuk tujuan menjaga
hubungan kelembagaan yang baik dengan pihak lain, misalnya
pembelian surat berharga yang dikeluarkan oleh suatu lembaga baik
dalam negeri maupun luar negeri untuk menunjukkan partisipasi
pemerintah daerah; atau
(c) Surat berharga yang tidak dimaksudkan untuk dicairkan dalam
memenuhi kebutuhan kas jangka pendek.
Investasi yang dapat digolongkan sebagai investasi jangka pendek, antara
lain terdiri atas :
(a) Deposito berjangka waktu tiga sampai dua belas bulan dan atau yang
dapat diperpanjang secara otomatis (revolving deposits);
(b) Pembelian Surat Utang Negara (SUN) pemerintah jangka pendek oleh
pemerintah daerah dan pembelian Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Investasi jangka panjang dibagi menurut sifat penanaman investasinya, yaitu
permanen dan nonpermanen. Investasi Permanen adalah investasi jangka
panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan, sedangkan
Investasi Nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan
untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan.
Pengertian berkelanjutan adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki
terus menerus tanpa ada niat untuk memperjualbelikan atau menarik
kembali. Sedangkan pengertian tidak berkelanjutan adalah kepemilikan
investasi yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan, dimaksudkan
untuk tidak dimiliki terus menerus atau ada niat untuk memperjualbelikan
atau menarik kembali.
Investasi permanen yang dilakukan oleh pemerintah daerah adalah investasi
yang tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan, tetapi untuk mendapatkan
dividen dan/atau pengaruh yang signifikan dalam jangka panjang dan/atau
menjaga hubungan kelembagaan. Investasi permanen ini dapat berupa :
(a) Penyertaan modal pemerintah daerah pada perusahaan daerah, badan
internasional dan badan usaha lainnya yang bukan milik daerah;
(b) Investasi permanen lainnya yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk
menghasilkan pendapatan atau meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat.
Investasi nonpermanen yang dilakukan oleh pemerintah daerah, antara lain
dapat berupa:
(a) Pembelian obligasi atau surat utang jangka panjang yang dimaksudkan
untuk dimiliki sampai dengan tanggal jatuh temponya oleh pemerintah
daerah;
(b) Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan
kepada pihak ketiga;

Lampiran IX - 14

Akuntansi Aset

(c)

Dana yang disisihkan pemerintah daerah dalam rangka pelayanan


masyarakat seperti bantuan modal kerja secara bergilir kepada
kelompok masyarakat;
(d) Investasi nonpermanen lainnya, yang sifatnya tidak dimaksudkan untuk
dimiliki pemerintah daerah secara berkelanjutan, seperti penyertaan
modal
yang
dimaksudkan
untuk
penyehatan/penyelamatan
perekonomian.
71. Penyertaan modal pemerintah daerah dapat berupa surat berharga (saham)
pada suatu perseroan terbatas dan non surat berharga yaitu kepemilikan
modal bukan dalam bentuk saham pada perusahaan yang bukan perseroan.
72. Investasi permanen lainnya merupakan bentuk investasi yang tidak bisa
dimasukkan ke penyertaan modal, surat obligasi jangka panjang yang dibeli
oleh pemerintah daerah, dan penanaman modal dalam proyek pembangunan
yang dapat dialihkan kepada pihak ketiga, misalnya investasi dalam properti
yang tidak tercakup dalam pernyataan ini.
73. Akuntansi untuk investasi pemerintah daerah dalam properti dan kerjasama
operasi akan diatur dalam kebijakan akuntansi tersendiri.
PENGAKUAN INVESTASI
74. Suatu pengeluaran kas atau aset dapat diakui sebagai investasi apabila
memenuhi salah satu kriteria:
(a) Kemungkinan manfaat ekonomik dan manfaat sosial atau jasa
pontensial di masa yang akan datang atas suatu investasi tersebut
dapat diperoleh pemerintah daerah;
(b) Nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara memadai
(reliable).
75. Pengeluaran untuk perolehan investasi jangka pendek diakui sebagai
pengeluaran kas pemerintah daerah dan tidak dilaporkan sebagai belanja
dalam laporan realisasi anggaran, sedangkan pengeluaran untuk memperoleh
investasi jangka panjang diakui sebagai pengeluaran pembiayaan.
76. Dalam menentukan apakah suatu pengeluaran kas atau aset memenuhi
kriteria pengakuan investasi yang pertama, entitas perlu mengkaji tingkat
kepastian mengalirnya manfaat ekonomik dan manfaat sosial atau jasa
potensial dimasa yang akan datang berdasarkan bukti-bukti yang tersedia
pada saat pengakuan yang pertama kali. Eksistensi dari kepastian yang
cukup bahwa manfaat ekonomi yang akan datang atau jasa potensial yang
akan diperoleh memerlukan suatu jaminan bahwa suatu entitas akan
memperoleh manfaat dari aset tersebut dan akan menanggung risiko yang
mungkin timbul.
77. Dalam hal tertentu, suatu investasi mungkin diperoleh bukan berdasarkan
biaya perolehannya atau berdasarkan nilai wajar pada tanggal perolehan.
Dalam kasus yang demikian, penggunaan nilai estimasi yang layak dapat
digunakan.
PENGUKURAN INVESTASI
78. Untuk beberapa jenis investasi, terdapat pasar aktif yang dapat membentuk
nilai pasar, dalam hal investasi yang demikian nilai pasar dipergunakan
Lampiran IX - 15

Akuntansi Aset

79.

80.

81.
82.

83.

84.

85.

86.

sebagai dasar penerapan nilai wajar. Sedangkan untuk investasi yang tidak
memiliki pasar yang aktif dapat dipergunakan nilai nominal, nilai tercatat atau
nilai wajar lainnya.
Investasi jangka pendek dalam bentuk surat berharga, misalnya saham dan
obligasi jangka pendek, dicatat sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan
investasi meliputi harga transaksi investasi itu sendiri ditambah komisi
perantara jual beli, jasa bank dan biaya lainnya yang timbul dalam rangka
perolehan tersebut.
Apabila investasi dalam bentuk surat berharga diperoleh tanpa biaya
perolehan, maka investasi dinilai berdasar nilai wajar investasi pada tanggal
perolehannya yaitu sebesar harga pasar. Apabila tidak ada nilai wajar, biaya
perolehan setara kas yang diserahkan atau nilai wajar aset lain yang
diserahkan untuk memperoleh investasi tersebut.
Investasi jangka pendek dalam bentuk non saham, misalnya dalam bentuk
deposito jangka pendek dicatat sebesar nilai nominal deposito tersebut.
Investasi jangka panjang yang bersifat permanen misalnya penyertaan modal
pemerintah daerah, dicatat sebesar biaya perolehannya meliputi harga
transaksi investasi itu sendiri ditambah biaya lain yang timbul dalam rangka
perolehan investasi tersebut.
Investasi nonpermanen misalnya dalam bentuk pembelian obligasi jangka
panjang dan investasi yang dimaksudkan tidak untuk dimiliki berkelanjutan,
dinilai sebesar nilai perolehannya. Sedangkan investasi dalam bentuk dana
talangan untuk penyehatan perbankan yang akan segera dicairkan dinilai
sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan.
Investasi nonpermanen dalam bentuk penanaman modal di proyek-proyek
pembangunan pemerintah daerah (seperti Proyek PIR, Inkubator) dinilai
sebesar biaya pembangunan termasuk biaya yang dikeluarkan untuk
perencanaan dan biaya lain yang dikeluarkan dalam rangka penyelesaian
proyek sampai proyek tersebut diserahkan ke pihak ketiga.
Apabila investasi jangka panjang diperoleh dari pertukaran aset pemerintah
daerah, maka nilai investasi yang diperoleh pemerintah daerah adalah
sebesar biaya perolehan, atau nilai wajar investasi tersebut jika harga
perolehannya tidak ada.
Harga perolehan investasi dalam valuta asing harus dinyatakan dalam rupiah
dengan menggunakan nilai tukar (kurs tengah bank sentral) yang berlaku
pada tanggal transaksi.

METODE PENILAIAN INVESTASI


87. Penilaian investasi dilakukan dengan metode biaya dan atau metode ekuitas.
PENGAKUAN HASIL INVESTASI
88. Hasil investasi yang diperoleh dari investasi jangka pendek, antara lain
berupa bunga deposito, bunga obligasi dan deviden tunai (cash dividend)
dicatat sebagai pendapatan.

Lampiran IX - 16

Akuntansi Aset

89. Hasil investasi berupa dividen tunai yang diperoleh dari penyertaan modal
pemerintah daerah yang pencatatannya menggunakan metode biaya, dicatat
sebagai pendapatan hasil investasi. Sedangkan apabila menggunakan
metode ekuitas, bagian laba yang diperoleh oleh pemerintah daerah akan
dicatat mengurangi nilai investasi pemerintah daerah dan tidak dicacat
sebagai pendapatan hasil investasi. Kecuali untuk dividen dalam bentuk
saham yang diterima akan menambah nilai investasi pemerintah daerah dan
ekuitas dana yang diinvestasikan dengan jumlah yang sama.
PELEPASAN DAN PEMINDAHAN INVESTASI
90. Pelepasan investasi pemerintah daerah dapat terjadi karena penjualan, dan
pelepasan hak karena peraturan pemerintah daerah dan lain sebagainya.
91. Penerimaan dari penjualan investasi jangka pendek diakui sebagai
penerimaan kas pemerintah daerah dan tidak dilaporkan sebagai pendapatan
dalam laporan realisasi anggaran, sedangkan penerimaan dari pelepasan
investasi jangka panjang diakui sebagai penerimaan pembiayaan. Pelepasan
sebagian dari investasi tertentu yang dimiliki pemerintah daerah dinilai
dengan menggunakan nilai rata-rata.
92. Nilai rata-rata diperoleh dengan cara membagi total nilai investasi terhadap
total jumlah saham yang dimiliki oleh pemerintah daerah.
93. Pemindahan pos investasi dapat berupa reklasifikasi investasi permanen
menjadi investasi jangka pendek, aset tetap, aset lain-lain dan sebaliknya.
PENGUNGKAPAN INVESTASI
94. Hal-hal lain yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan pemerintah
daerah berkaitan dengan investasi pemerintah daerah, antara lain:
(a) Kebijakan akuntansi untuk penentuan nilai investasi;
(b) Jenis-jenis investasi, investasi permanen dan nonpermanen;
(c) Perubahan harga pasar baik investasi jangka pendek maupun investasi
jangka panjang;
(d) Penurunan nilai investasi yang signifikan dan penyebab penurunan
tersebut;
(e) Investasi yang dinilai dengan nilai wajar dan alasan penerapannya;
(f) Perubahan pos investasi.

Lampiran IX - 17

Akuntansi Aset

AKUNTANSI ASET TETAP


PENDAHULUAN
Tujuan
95. Tujuan kebijakan akuntansi aset tetap adalah mengatur perlakuan akuntansi
untuk aset tetap. Masalah utama akuntansi untuk aset tetap adalah saat
pengakuan aset, penentuan nilai tercatat, serta penentuan dan perlakuan
akuntansi atas penilaian kembali dan penurunan nilai tercatat (carrying
value) aset tetap.
96. Kebijakan ini mensyaratkan bahwa aset tetap dapat diakui sebagai aset jika
memenuhi definisi dan kriteria pengakuan suatu aset dalam kerangka
konseptual akuntansi pemerintahan.
Ruang Lingkup
97. Kebijakan ini diterapkan untuk pemerintah daerah yang menyajikan laporan
keuangan untuk tujuan umum dan mengatur tentang perlakuan
akuntansinya, termasuk pengakuan, penilaian, penyajian, dan pengungkapan
yang diperlukan kecuali bila pernyataan kebijakan akuntansi pemerintahan
lainnya mensyaratkan perlakuan akuntansi yang berbeda.
98. Kebijakan ini tidak diterapkan untuk:
(a) Hutan dan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (regenerative
natural resources); dan
(b) Kuasa pertambangan, eksplorasi dan penggalian mineral, minyak, gas
alam, dan sumber daya alam serupa yang tidak dapat diperbaharui
(non-regenerative natural resources). Namun demikian, Kebijakan ini
berlaku untuk aset tetap yang digunakan untuk mengembangkan atau
memelihara aktivitas atau aset yang tercakup dalam (a) dan (b) di atas
dan dapat dipisahkan dari aktivitas atau aset tersebut.
KLASIFIKASI ASET TETAP
99. Aset tetap sering merupakan suatu bagian utama aset pemerintah daerah,
dan karenanya signifikan dalam penyajian neraca. Termasuk dalam aset
tetap pemerintah daerah adalah:
(a) Aset tetap yang dimiliki oleh entitas pelaporan namun dimanfaatkan
oleh entitas lainnya, misalnya instansi pemerintah daerah lainnya,
universitas, dan kontraktor;
(b) Hak atas tanah.
100. Tidak termasuk dalam definisi aset tetap adalah aset yang dikuasai untuk
dikonsumsi dalam operasi pemerintah daerah, seperti bahan (materials) dan
perlengkapan (supplies).
101. Aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat atau fungsinya
dalam aktivitas operasi entitas. Berikut adalah klasifikasi aset tetap yang
digunakan meliputi :
(a) tanah
(b) peralatan dan mesin, yang antara lain terdiri atas:
1. alat-alat besar
2. alat-alat angkutan
3. alat-alat bengkel dan alat ukur
Lampiran IX - 18

Akuntansi Aset

102.
103.
104.

105.

106.

107.
108.

4. alat-alat pertanian/peternakan
5. alat-alat kantor dan rumah tangga
6. alat studio dan alat komunikasi
7. alat-alat kedokteran
8. alat-alat laboratorium
9. alat keamanan
(c) gedung dan bangunan, yang antara lain terdiri atas:
1. bangunan gedung
2. bangunan monumen
(d) jalan, irigasi dan jaringan, yang antara lain terdiri atas:
3. jalan dan jembatan
4. bangunan air/irigasi
5. instalasi
6. jaringan
(e) aset tetap lainnya, yang antara lain terdiri atas:
1. buku dan perpustakaan
2. barang bercorak kesenian/kebudayaan
3. hewan/ternak dan tumbuhan
(f) konstruksi dalam pengerjaan
Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang diperoleh
dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah daerah
dan dalam kondisi siap dipakai.
Gedung dan bangunan mencakup seluruh bangunan gedung dan bangunan
monumen yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan
operasional pemerintah daerah dan dalam kondisi siap dipakai.
Peralatan dan mesin mencakup mesin-mesin alat-alat berat, kendaraan
bermotor/alat angkutan, alat bengkel dan alat ukur, alat studio dan
komunikasi/alat elektronik, alat pertanian/peternakan, alat kedokteran dan
kesehatan, alat laboratorium, dan seluruh inventaris kantor, dan peralatan
lainnya yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua
belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai.
Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan dan jembatan, bangunan
air/irigasi, instalasi dan jaringan yang dibangun oleh pemerintah daerah serta
dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah daerah dan dalam kondisi siap
dipakai.
Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke
dalam kelompok aset tetap di atas, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk
kegiatan operasional pemerintah daerah dan dalam kondisi siap dipakai.
Misalnya buku dan perpustakaan, barang bercorak keseniaan/kebudayaan,
hewan/ternak dan tumbuhan.
Konstruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang dalam
proses pembangunan namun pada tanggal laporan keuangan belum selesai
seluruhnya.
Aset tetap yang tidak digunakan untuk keperluan operasional pemerintah
daerah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus disajikan di pos aset
lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.

Lampiran IX - 19

Akuntansi Aset

PENGAKUAN ASET TETAP


109. Untuk dapat diakui sebagai aset tetap, suatu aset harus berwujud dan
memenuhi kriteria:
(a) Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;
(b) Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal;
(c) Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan
(d) Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan.
(e) Nilai Material
(f) Merupakan Objek Pemeliharaan
(g) Batasan nilai minimal kapitalisasi aset tetap untuk setiap kelompok dan
jenis aset tetap disajikan dala kebijakan akuntansi belanja.
110. Dalam menentukan apakah suatu pos mempunyai manfaat lebih dari 12 (dua
belas) bulan, suatu entitas harus menilai manfaat ekonomik masa depan
yang dapat diberikan oleh pos tersebut, baik langsung maupun tidak
langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah daerah. Manfaat tersebut
dapat berupa aliran pendapatan atau penghematan belanja bagi pemerintah
daerah. Manfaat ekonomi masa yang akan datang akan mengalir ke suatu
entitas dapat dipastikan bila entitas tersebut akan menerima manfaat dan
menerima risiko terkait. Kepastian ini biasanya hanya tersedia jika manfaat
dan risiko telah diterima entitas tersebut. Sebelum hal ini terjadi, perolehan
aset tidak dapat diakui.
111. Pengukuran dapat dipertimbangkan andal biasanya dipenuhi bila terdapat
transaksi pertukaran dengan bukti pembelian aset tetap yang
mengidentifikasikan biayanya. Dalam keadaan suatu aset yang
dikonstruksi/dibangun sendiri, suatu pengukuran yang dapat diandalkan atas
biaya dapat diperoleh dari transaksi pihak eksternal dengan entitas tersebut
untuk perolehan bahan baku, tenaga kerja dan biaya lain yang digunakan
dalam proses konstruksi.
112. Tujuan utama dari perolehan aset tetap adalah untuk digunakan oleh
pemerintah daerah dalam mendukung kegiatan operasionalnya dan bukan
dimaksudkan untuk dijual.
113. Pengakuan aset tetap akan sangat andal bila aset tetap telah diterima atau
diserahkan hak kepemilikannya dan atau pada saat penguasaannya
berpindah.
114. Saat pengakuan aset akan lebih dapat diandalkan apabila terdapat bukti
bahwa telah terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan
secara hukum, misalnya sertifikat tanah dan bukti kepemilikan kendaraan
bermotor. Apabila perolehan aset tetap belum didukung dengan bukti secara
hukum dikarenakan masih adanya suatu proses administrasi yang
diharuskan, seperti pembelian tanah yang masih harus diselesaikan proses
jual beli (akta) dan sertifikat kepemilikannya di instansi berwenang, maka
aset tetap tersebut harus diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaan
atas aset tetap tersebut telah berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran
dan penguasaan atas sertifikat tanah atas nama pemilik sebelumnya.

Lampiran IX - 20

Akuntansi Aset

PENGUKURAN ASET TETAP


115. Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap
dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset
tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan.
116. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola meliputi
biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung
termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik,
sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan
pembangunan aset tetap tersebut.
PENILAIAN AWAL ASET TETAP
117. Barang berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai suatu aset
dan dikelompokkan sebagai aset tetap, pada awalnya harus diukur
berdasarkan biaya perolehan.
118. Bila aset tetap diperoleh dengan tanpa nilai, biaya aset tersebut adalah
sebesar nilai wajar pada saat aset tersebut diperoleh.
119. Suatu aset tetap mungkin diterima pemerintah daerah sebagai hadiah atau
donasi. Sebagai contoh, tanah mungkin dihadiahkan ke pemerintah daerah
oleh pengembang (developer) dengan tanpa nilai yang memungkinkan
pemerintah daerah untuk membangun tempat parkir, jalan, ataupun untuk
tempat pejalan kaki. Suatu aset juga mungkin diperoleh tanpa nilai melalui
pengimplementasian wewenang yang dimiliki pemerintah daerah. Sebagai
contoh, dikarenakan wewenang dan peraturan yang ada, pemerintah daerah
melakukan penyitaan atas sebidang tanah dan bangunan yang kemudian
akan digunakan sebagai tempat operasi pemerintahan. Untuk kedua hal di
atas aset tetap yang diperoleh harus dinilai berdasarkan nilai wajar pada saat
aset tetap tersebut diperoleh.
120. Untuk tujuan kebijakan ini, penggunaan nilai wajar pada saat perolehan
digunakan jika perolehan aset tetap tanpa nilai bukan merupakan suatu
proses penilaian kembali (revaluasi) dan tetap konsisten dengan biaya
perolehan untuk pengukuran awal pencatatan aset tetap. Penilaian kembali
atas aset tetap hanya diterapkan pada penilaian untuk periode pelaporan
selanjutnya, bukan pada saat perolehan awal.
121. Untuk keperluan penyusunan neraca awal suatu entitas, biaya perolehan aset
tetap yang digunakan adalah nilai wajar pada saat neraca awal tersebut
disusun. Untuk periode selanjutnya setelah tanggal neraca awal, atas
perolehan aset tetap baru, suatu entitas menggunakan biaya perolehan atau
harga wajar bila biaya perolehan tidak ada.
Komponen Biaya Aset Tetap
122. Biaya perolehan suatu aset tetap terdiri dari harga belinya atau
konstruksinya, termasuk bea impor dan setiap biaya yang dapat diatribusikan
secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi yang membuat
aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan.
123. Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah:
(a) biaya persiapan tempat;

Lampiran IX - 21

Akuntansi Aset

124.

125.

126.

127.

128.
129.

130.
131.

(b) biaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan bongkar
muat (handling cost);
(c) biaya pemasangan (instalation cost);
(d) biaya profesional seperti arsitek dan insinyur; dan
(e) biaya konstruksi.
Tanah diakui pertama kali sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan
mencakup harga pembelian atau biaya pembebasan tanah, biaya yang
dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak, biaya pematangan, pengukuran,
penimbunan, dan biaya lainnya yang dikeluarkan sampai tanah tersebut siap
pakai. Nilai tanah juga meliputi nilai bangunan tua yang terletak pada tanah
yang dibeli tersebut jika bangunan tua tersebut dimaksudkan untuk
dimusnahkan.
Biaya perolehan peralatan dan mesin menggambarkan jumlah pengeluaran
yang telah dilakukan untuk memperoleh peralatan dan mesin tersebut
sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian, biaya
pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk
memperoleh dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut siap
digunakan.
Biaya perolehan gedung dan bangunan menggambarkan seluruh biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh gedung dan bangunan sampai siap pakai.
Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian atau biaya konstruksi,
termasuk biaya pengurusan IMB, notaris, dan pajak.
Biaya perolehan jalan, irigasi, dan jaringan menggambarkan seluruh biaya
yang dikeluarkan untuk memperoleh jalan, irigasi, dan jaringan sampai siap
pakai. Biaya ini meliputi biaya perolehan atau biaya konstruksi dan biayabiaya lain yang dikeluarkan sampai jalan, irigasi dan jaringan tersebut siap
pakai.
Biaya perolehan aset tetap lainnya menggambarkan seluruh biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh aset tersebut sampai siap pakai.
Biaya administrasi dan biaya umum lainnya bukan merupakan suatu
komponen biaya aset tetap sepanjang biaya tersebut tidak dapat
diatribusikan secara langsung pada biaya perolehan aset atau membawa aset
ke kondisi kerjanya. Demikian pula biaya permulaan (start-up cost) dan praproduksi serupa tidak merupakan bagian biaya suatu aset kecuali biaya
tersebut perlu untuk membawa aset ke kondisi kerjanya.
Biaya perolehan suatu aset yang dibangun dengan cara swakelola ditentukan
menggunakan prinsip yang sama seperti aset yang dibeli.
Setiap potongan dagang dan rabat dikurangkan dari harga pembelian.

Konstruksi Dalam Pengerjaan


132. Jika penyelesaian pengerjaan suatu aset tetap melebihi dan atau melewati
satu periode tahun anggaran, maka aset tetap yang belum selesai tersebut
digolongkan dan dilaporkan sebagai konstruksi dalam pengerjaan sampai
dengan aset tersebut selesai dan siap dipakai.
133. Pernyataan kebijakan akuntansi pemerintahan mengenai Konstruksi Dalam
Pengerjaan mengatur secara rinci mengenai perlakuan aset dalam
penyelesaian, termasuk di dalamnya adalah rincian biaya konstruksi aset
Lampiran IX - 22

Akuntansi Aset

tetap baik yang dikerjakan secara swakelola maupun yang dikerjakan oleh
kontraktor. Apabila tidak disebutkan lain dalam kebijkan ini maka berlaku
prinsip dan rincian yang ada pada Pernyataan kebijakan akuntansi
pemerintahan mengenai Konstruksi Dalam Pengerjaan.
134. Konstruksi dalam Pengerjaan yang sudah selesai dibuat atau dibangun dan
telah siap dipakai harus segera direklasifikasikan ke dalam aset tetap.
Perolehan Secara Gabungan atas Aset Tetap
135. Biaya perolehan dari masing-masing aset tetap yang diperoleh secara
gabungan (penganggarannya dalam satu dokumen pelaksanaan anggaran
kegiatan/rincian kegiatan) ditentukan dengan mengalokasikan harga
gabungan tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing
aset tetap yang bersangkutan.
136. Biaya perolehan dari masing-masing aset tetap yang diperoleh secara
gabungan (penganggarannya dalam satu dokumen pelaksanaan anggaran
kegiatan/rincian kegiatan) tidak akan dipisahkan harga perolehannya ke
masing-masing aset tetap jika harga perolehan salah satu aset tetap tertentu
yang diperoleh secara gabungan nilainya mencapai 80% (delapan puluh
persen) dari keseluruhan nilai aset tetap yang diperolehan secara gabungan
dan pengakuan aset tetap tersebut akan diperlakukan sebagai aset tetap
yang nilainya mencapai 80% dari keseluruhan nilai perolehan gabungan.
Ilustrasi: Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 20X1
membangun Gedung Kantor dengan anggaran (dokumen pelaksanaan
anggaran) sebesar 10 milyar rupiah. Gedung kantor yang dibangun tersebut
didalamnya terdapat:
- Konstruksi bangunan senilai 8,2 milyar rupiah atau (82% dari total
anggaran)
- Instalasi telepon, air dan listrik senilai 0,5 milyar rupiah (5% dari total
anggaran)
- Lift & eskalator senilai 1,3 milyar rupiah (13% dari total anggaran).
Karena nilai konstruksi gedung lebih dari 80% yaitu sebesar 82% dari total
nilai perolehan gabungan maka perlakuan atas pembangunan gedung kantor
tersebut adalah sebagai belanja modal bangunan gedung atau aset tetap
bangunan gedung, tidak dipisahkan atau tidak dialokasikan ke masingmasing aset tetap gedung, instalasi telepon, air, listrik serta lift dan eskalator.
ASET TETAP DIGUNAKAN BERSAMA
137. Aset tetap yang digunakan bersama oleh beberapa SKPD (unit/satuan kerja),
pengakuan aset tetap bersangkutan dilakukan/dicatat oleh SKPD yang
melakukan pengelolaan (perawatan dan pemeliharaan) terhadap aset tetap
tersebut yang ditetapkan dengan surat keputusan penggunaan oleh
Gubernur. Misalnya Gedung Balaikota Provinsi DKI Jakarta digunakan
bersama oleh SKPD Sekretariat Daerah, Bappeda, BKD, Bawasda, Dinas
Trantib dan KPTI, biaya perawatan dan pemeliharaan Gedung Balaikota
dianggarkan pada Biro Umum Sekretariat Daerah, oleh karenanya pengakuan
aset tetap Gedung Balaikota diakui/dicatat oleh Sekretariat Daerah.

Lampiran IX - 23

Akuntansi Aset

138. Aset tetap yang digunakan bersama, pengelolaan (perawatan


pemeliharaan) hanya oleh 1 (satu) SKPD dan tidak bergantian.

dan

KEMITRAAN DENGAN PIHAK KETIGA


139. Kemitraan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang mempunyai
komitmen untuk melakasanakan kegiatan yang dikendalikan bersama dengan
menggunakan aset dan/atau hak usaha yang dimiliki.
140. Dokumen sumber yag digunakan untuk membukukan kemitraan dengan
pihak ketiga dapat berbentuk kontrak kerjasama dengan pihak ketiga yang
bersangkutan.
141. Bentuk kemitraan dengan pihak ketiga berupa Bangun, Kelola, Serah dan
Bangun, Serah, Kelola.
142. Bangun, Kelola, Serah adalah pemanfaatan aset pemerintah daerah berupa
kas dan/atau nonkas oleh pihak ketiga/investor, dengan cara pihak
ketiga/investor tersebut mendirikan bangunan dan atau sarana lain berikut
fasilitasnya serta mendayagunakannya dalam jangka waktu tertentu, untuk
kemudian menyerahkan kembali bangunan dan atau sarana lain berikut
fasilitasnya kepada pemerintah daerah setelah berakhirnya jangka waktu
yang disepakati (masa konsesi). Pada akhir masa konsesi, penyerahan aset
oleh pihak ketiga/investor kepada pemerintah daerah sebagai pemilik aset,
biasanya tidak disertai dengan pembayaran oleh pemerintah daerah.
Kalaupun disertai pembayaran oleh pemerintah daerah, pembayaran tersebut
dalam jumlah yang sangat rendah. Penyerahan dan pembayaran aset BKS
diatur dalam perjanjian/kontrak kerjasama.
143. Bangun, Kelola, Serah dicatat sebesar kas dan/atau nonkas yang diserahkan
oleh pemerintah daerah kepada pihak ketiga/investor untuk membangun aset
Bangun, Kelola, Serah tersebut.
144. Bangun, Serah, Kelola adalah pemanfaatan aset pemerintah daerah berupa
kas dan/atau nonkas oleh pihak ketiga/investor, dengan cara pihak
ketiga/investor tersebut mendirikan bangunan dan/atau sarana lain berikut
fasilitasnya kemudian menyerahkan aset yang dibangun tersebut kepada
pemerintah daerah untuk dikelola sesuai dengan tujuan pembangunan aset
tersebut. Penyerahan aset oleh pihak ketiga/investor kepada pemerintah
daerah disertai dengan kewajiban pemerintah daerah untuk melakukan
pembayaran kepada pihak ketiga/investor. Pembayaran oleh pemerintah
daerah dapat juga dilakukan secara bagi hasil.
145. Bangun, Serah, Kelola dicatat sebesar nilai perolehan aset yang dibangun
yaitu sebesar nilai aset yang diserahkan pemerintah daerah ditambah dengan
jumlah aset yang dikeluarkan oleh pihak ketiga/investor untuk membangun
aset tersebut.
PERJANJIAN KERJASAMA FASOS FASUM
146. Pengakuan aset tetap akibat dari penjanjian kerjasama dengan pihak ketiga
berupa fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos fasum), pengakuan aset
tetap dilakukan setelah adanya berita acara serah terima (BAST) atau diakui
pada saat penguasaannya berpindah.

Lampiran IX - 24

Akuntansi Aset

147. Perjanjian kerjasama dengan pihak ketiga berupa fasos fasum mengacu pada
Surat Ijin Penguasaan Penggunaan Tanah (SIPPT) yang diterbitkan.
148. Surat perjanjian kerjasama fasos fasum dan SIPPT dijadikan sebagai
dokumen sumber pencatatan piutang fasos fasum.
149. Dalam rangka pencatatan piutang fasos fasum, informasi yang tersajikan
dalam SIPPT sekurang-kurangnya mencantumkan informasi mengenai bentuk
dan volume aset fasos fasum, nilai rupiah dan tanggal penyerahan fasos
fasum.
150. Pengakuan fasos fasum sebagaimana dimaksud pada poin 143 sampai
dengan 145 mulai berlaku pada tahun anggaran 2009.
151. Jika penyerahan aset tetap fasos-fasum belum dilakukan (seusai dengan
ketentuan yang diatur dalam penjanjian kerjasama) maka pemerintah daerah
mengakui perjanjian kerjasama tersebut sebagai aset lainnya (reklasifikasi
dari piutang fasos fasum menjadi aset lainnya).
152. Aset tetap yang diperoleh dari fasos fasum dinilai berdasarkan nilai wajar
pada saat aset tetap tersebut diperoleh.
153. Jika terdapat selisih kurang nilai wajar aset tetap yang diperoleh pemerintah
daerah akibat perjanjian kerjasama fasos fasum maka pihak ketiga harus
menyetor dalam bentuk kas.
154. Jika terdapat selisih lebih nilai wajar aset tetap yang diperoleh pemerintah
daerah akibat perjanjian kerjasama fasos fasum maka diperlakukan sebagai
aset donasi dari pihak ketiga.
Pertukaran Aset (Exchanges of Assets)
155. Suatu aset tetap dapat diperoleh melalui pertukaran atau pertukaran
sebagian aset tetap yang tidak serupa atau aset lainnya. Biaya dari pos
semacam itu diukur berdasarkan nilai wajar aset yang diperoleh yaitu nilai
ekuivalen atas nilai tercatat aset yang dilepas setelah disesuaikan dengan
jumlah setiap kas atau setara kas yang ditransfer/diserahkan.
156. Suatu aset tetap dapat diperoleh melalui pertukaran atas suatu aset yang
serupa yang memiliki manfaat yang serupa dan memiliki nilai wajar yang
serupa. Suatu aset tetap juga dapat dilepas dalam pertukaran dengan
kepemilikan aset yang serupa. Dalam keadaan tersebut tidak ada
keuntungan dan kerugian yang diakui dalam transaksi ini. Biaya aset yang
baru diperoleh dicatat sebesar nilai tercatat (carrying amount) atas aset yang
dilepas.
157. Nilai wajar atas aset yang diterima tersebut dapat memberikan bukti adanya
suatu pengurangan (impairment) nilai atas aset yang dilepas. Dalam kondisi
seperti ini, aset yang dilepas harus diturun-nilai-bukukan (written down) dan
nilai setelah diturun-nilai-bukukan (written down) tersebut merupakan nilai
aset yang diterima. Contoh dari pertukaran atas aset yang serupa termasuk
pertukaran bangunan, mesin, peralatan khusus, dan kapal terbang. Apabila
terdapat aset lainnya dalam pertukaran, misalnya kas, maka hal ini
mengindikasikan bahwa pos yang dipertukarkan tidak mempunyai nilai yang
sama.
Aset Donasi
Lampiran IX - 25

Akuntansi Aset

158. Aset tetap yang diperoleh dari sumbangan (donasi) harus dicatat sebesar
nilai wajar pada saat perolehan.
159. Sumbangan aset tetap didefinisikan sebagai transfer tanpa persyaratan suatu
aset tetap ke satu entitas, misalnya perusahaan nonpemerintah memberikan
bangunan yang dimilikinya untuk digunakan oleh satu unit pemerintah
daerah tanpa persyaratan apapun. Penyerahan aset tetap tersebut akan
sangat andal bila didukung dengan bukti perpindahan kepemilikannya secara
hukum, seperti adanya akta hibah.
160. Tidak termasuk perolehan aset donasi, apabila penyerahan aset tetap
tersebut dihubungkan dengan kewajiban entitas lain kepada pemerintah
daerah. Sebagai contoh, satu perusahaan swasta membangun aset tetap
untuk pemerintah daerah dengan persyaratan kewajibannya kepada
pemerintah daerah telah dianggap selesai. Perolehan aset tetap tersebut
harus diperlakukan seperti perolehan aset tetap dengan pertukaran.
PENGELUARAN SETELAH PEROLEHAN (SUBSEQUENT EXPENDITURES)
161. Pengeluaran setelah perolehan awal suatu aset tetap yang memperpanjang
masa manfaat atau yang kemungkinan besar memberi manfaat ekonomik di
masa yang akan datang dalam bentuk kapasitas, mutu produksi, atau
peningkatan standar kinerja, harus ditambahkan pada nilai tercatat aset yang
bersangkutan.
162. Kapitalisasi aset tetap ditetapkan dalam kebijakan akuntansi ini berupa suatu
batasan jumlah biaya (capitalization thresholds) tertentu untuk dapat
digunakan dalam penentuan apakah suatu pengeluaran harus dikapitalisasi
atau tidak.
163. Dikarenakan organisasi pemerintah daerah sangatlah beragam dalam jumlah
dan penggunan aset tetap, maka suatu batasan jumlah biaya kapitalisasi
(capitalization thresholds) tidak dapat diseragamkan untuk seluruh entitas
yang ada. Masing-masing entitas harus menetapkan batasan jumlah tersebut
dengan mempertimbangkan kondisi keuangan dan operasionalnya. Bila telah
terbentuk maka batasan jumlah biaya kapitalisasi (capitalization thresholds)
harus diterapkan secara konsisten dan diungkapkan dalam Catatan atas
Laporan Keuangan.
PENGUKURAN BERIKUTNYA (SUBSEQUENT MEASUREMENT) TERHADAP
PENGAKUAN AWAL
164. Aset tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset tetap tersebut. Apabila
terjadi kondisi yang memungkinkan penilaian kembali, maka aset tetap akan
disajikan dengan penyesuaian pada masing-masing akun aset tetap.
PENYUSUTAN
165. Penyesuaian nilai aset tetap dilakukan dengan berbagai metode yang
sistematis sesuai dengan masa manfaat. Metode penyusutan yang digunakan
harus dapat menggambarkan manfaat ekonomik atau kemungkinan jasa
(service potensial) yang akan mengalir ke pemerintah daerah. Nilai
Penyusutan untuk masing-masing periode diakui sebagai pengurang nilai
tercatat aset tetap dan diinvestasikan dalam Aset Tetap.
Lampiran IX - 26

Akuntansi Aset

166. Masa manfaat aset tetap yang dapat disusutkan harus ditinjau secara
periodik dan jika terdapat perbedaan besar dari estimasi sebelumnya,
penyusutan periode sekarang dan yang akan datang harus dilakukan
penyesuaian.
167. Metode penyusutan yang digunakan adalah metode garis lurus (straight line
method);
168. Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset tetap disusutkan
sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut.
169. Berikut adalah Tabel Masa Manfaat (umur ekonomis) Aset Tetap:
Masa Manfaat
No.
Uraian
(Tahun)
1
Tanah
Tidak
Disusutkan
2
Peralatan dan Mesin, terdiri atas:
2.1 Alat-alat Berat
8
2.2 Alat-alat Angkutan
8
2.3 Alat-alat Bengkel dan Alat Ukur
8
2.4 Alat-alat Pertanian/Peternakan
8
2.5 Alat-alat Kantor dan Rumah Tangga
5
2.6 Alat Studio dan Alat Komunikasi
5
2.7 Alat-alat Kedokteran
5
2.8 Alat-alat Laboratorium
5
2.9 Alat Keamanan
5
3
Gedung dan Bangunan, yang terdiri atas:
3.1 Bangunan Gedung
20
3.2 Bangunan Monumen
20
4
Jalan, Irigasi dan Jaringan, yg terdiri atas:
4.1 Jalan dan Jembatan
20
4.2 Bangunan Air/Irigasi
20
4.3 Instalasi
20
4.4 Jaringan
20
5
Aset Tetap Lainnya, yang terdiri atas:
5.1 Buku dan Perpustakaan
10
5.2 Barang Bercorak Kesenian/Kebudayaan
10
5.3 Hewan/Ternak dan Tumbuhan
5
6
Konstruksi Dalam Pengerjaan
Tidak
Disusutkan
170. Masa manfaat aset tetap tertentu yang memiliki sifat dan karakteristik khusus
dapat berbeda dengan Tabel Masa Manfaat (umur ekonomis) Aset Tetap
diatas dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundanganundangan yang berlaku. Misalnya, alat angkutan darat (mobil) dapat
dihapuskan (dijual) setelah berusia lebih dari 5 tahun walaupun menurut
Tabel Masa Manfaat (umur ekonomis) Aset Tetap mempunyai masa manfaat
8 tahun, ketentuan penghapusan alat angkutan darat (mobil) tersebut sesuai

Lampiran IX - 27

Akuntansi Aset

dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Nomor 17


Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Daerah.
171. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum dapat melakukan penyusutan atas
aset tetap disebabkan karena sedang dilaksanakan proses reinventarisasi dan
appraisal aset tetap serta aset tanah masih dalam proses sertifikat tanah
(kondisi saat ini kurang lebih baru 13% aset tanah yang mempunyai
sertifikat). Penyusutan akan dilaksanakan mulai tahun anggaran 2014, sebab
pada tahun anggaran 2014 proses reinventarisasi dan appraisal diharapkan
telah selesai dilaksanakan.
Penilaian Kembali Aset Tetap (Revaluation)
172. Penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada umumnya tidak
diperkenankan karena kebijakan akuntansi pemerintahan menganut penilaian
aset berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran. Penyimpangan dari
ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah pusat
yang berlaku secara nasional.
173. Dalam hal ini laporan keuangan harus menjelaskan mengenai penyimpangan
dari konsep biaya perolehan di dalam penyajian aset tetap serta pengaruh
penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan suatu entitas. Selisih
antara nilai revaluasi dengan nilai tercatat aset tetap dibukukan dalam
ekuitas dana.
AKUNTANSI ASET TETAP TANAH
174. Tanah yang dimiliki dan/atau dikuasai pemerintah daerah tidak diperlakukan
secara khusus, dan pada prinsipnya mengikuti ketentuan seperti yang diatur
pada pernyataan tentang akuntansi aset tetap.
175. Tidak seperti institusi nonpemerintah, pemerintah daerah tidak dibatasi satu
periode tertentu untuk kepemilikan dan/atau penguasaan tanah yang dapat
berbentuk hak pakai, hak pengelolaan, dan hak atas tanah lainnya yang
dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh
karena itu, setelah perolehan awal tanah, pemerintah daerah tidak
memerlukan biaya untuk mempertahankan hak atas tanah tersebut. Tanah
memenuhi definisi aset tetap dan harus diperlakukan sesuai dengan prinsipprinsip yang ada pada kebijakan ini.
176. Pengakuan tanah di luar negeri sebagai aset tetap hanya dimungkinkan
apabila perjanjian penguasaan dan hukum serta perundang-undangan yang
berlaku di negara tempat Perwakilan Republik Indonesia berada
mengindikasikan adanya penguasaan yang bersifat permanen.
177. Tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh instansi pemerintah daerah di luar
negeri, misalnya tanah yang digunakan Perwakilan Republik Indonesia di luar
negeri, harus memperhatikan isi perjanjian penguasaan dan hukum serta
perundang-undangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik
Indonesia berada. Hal ini diperlukan untuk menentukan apakah penguasaan
atas tanah tersebut bersifat permanen atau sementara. Penguasaan atas
tanah dianggap permanen apabila hak atas tanah tersebut merupakan hak
yang kuat diantara hak-hak atas tanah yang ada di negara tersebut dengan
tanpa batas waktu.
Lampiran IX - 28

Akuntansi Aset

ASET TETAP BERSEJARAH (HERITAGE ASSETS)


178. Kebijakan ini tidak mengharuskan pemerintah daerah untuk menyajikan aset
bersejarah (heritage assets) di neraca namun aset tersebut harus
diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
179. Beberapa aset tetap dijelaskan sebagai aset bersejarah dikarenakan
kepentingan budaya, lingkungan, dan sejarah. Contoh dari aset bersejarah
adalah bangunan bersejarah, tempat-tempat purbakala (archaeological sites)
seperti candi, dan karya seni (works of art). Karakteristik-karakteristik di
bawah ini sering dianggap sebagai ciri khas dari suatu aset bersejarah,
(a) Nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan sejarahnya tidak mungkin
secara penuh dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga
pasar;
(b) Peraturan dan hukum yang berlaku melarang atau membatasi secara
ketat pelepasannya untuk dijual;
(c) Tidak mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat selama
waktu berjalan walaupun kondisi fisiknya semakin menurun;
(d) Sulit untuk mengestimasikan masa manfaatnya. Untuk beberapa kasus
dapat mencapai ratusan tahun.
180. Aset bersejarah biasanya diharapkan untuk dipertahankan dalam waktu yang
tak terbatas. Aset bersejarah biasanya dibuktikan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
181. Pemerintah daerah mungkin mempunyai banyak aset bersejarah yang
diperoleh selama bertahun-tahun dan dengan cara perolehan beragam
termasuk pembelian, donasi, warisan,rampasan, ataupun sitaan. Aset ini
jarang dikuasai dikarenakan alasan kemampuannya untuk menghasilkan
aliran kas masuk, dan akan mempunyai masalah sosial dan hukum bila
memanfaatkannya untuk tujuan tersebut.
182. Aset bersejarah harus disajikan dalam bentuk unit, misalnya jumlah unit
koleksi yang dimiliki atau jumlah unit monumen, dalam Catatan atas Laporan
Keuangan dengan tanpa nilai.
183. Biaya untuk perolehan, konstruksi, peningkatan, rekonstruksi harus
dibebankan sebagai belanja tahun terjadinya pengeluaran tersebut. Biaya
tersebut termasuk seluruh biaya yang berlangsung untuk menjadikan aset
bersejarah tersebut dalam kondisi dan lokasi yang ada pada periode berjalan.
184. Beberapa aset bersejarah juga memberikan potensi manfaat lainnya kepada
pemerintah daerah selain nilai sejarahnya, sebagai contoh bangunan
bersejarah digunakan untuk ruang perkantoran. Untuk kasus tersebut, aset
ini akan diterapkan prinsip-prinsip yang sama seperti aset tetap lainnya.
185. Untuk aset bersejarah lainnya, potensi manfaatnya terbatas pada
karakteristik sejarahnya, sebagai contoh monumen dan reruntuhan (ruins).
ASET TETAP BERUPA INFRASTRUKTUR (INFRASTRUCTURE ASSETS)
186. Beberapa aset biasanya dianggap sebagai aset infrastruktur. Walaupun tidak
ada definisi yang universal digunakan, aset ini biasanya mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
(a) Merupakan bagian dari satu sistem atau jaringan;
Lampiran IX - 29

Akuntansi Aset

(b) Sifatnya khusus dan tidak ada alternatif lain penggunaannya;


(c) Tidak dapat dipindah-pindahkan; dan
(d) Terdapat batasan-batasan untuk pelepasannya.
187. Walaupun kepemilikan dari aset infrastruktur tidak hanya oleh pemerintah
daerah, aset infrastruktur secara signifikan sering dijumpai sebagai aset
pemerintah daerah. Aset infrastruktur memenuhi definisi aset tetap dan
harus diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada Pernyataan
ini.
188. Contoh dari aset infrastruktur adalah jaringan, jalan dan jembatan, sistem
pembuangan, dan jaringan komunikasi.
ASET TETAP BERUPA ASET MILITER (MILITARY ASSETS)
189. Peralatan militer, baik yang umum maupun khusus, memenuhi definisi aset
tetap dan harus diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada
pernyataan kebijakan ini.

Lampiran IX - 30

Akuntansi Aset

PENGHENTIAN DAN PELEPASAN ASET TETAP (RETIREMENT AND


DISPOSAL)
190. Suatu aset tetap dieliminasi dari neraca ketika dilepaskan atau bila aset
secara permanen dihentikan penggunaannya dan tidak ada manfaat
ekonomik masa yang akan datang.
191. Aset tetap yang secara permanen dihentikan atau dilepas harus dieliminasi
dari Neraca dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
192. Aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah daerah tidak
memenuhi definisi aset tetap dan harus dipindahkan ke pos aset lainnya
sesuai dengan nilai tercatatnya.
193. Aset tetap gedung jika ada pelepasan dicatat berdasarkan nilai buku dan
ditambah penyusutan (jika diketahui nilai penyusutannya).
194. Dalam rangka pelepasan aset tetap menggunakan sistem lelang.
195. Nilai pelepasan aset tetap dicatat sebagai lain-lain PAD yang sah.
196. Tukar guling (ruislag) aset dicatat sebesar nilai wajar.
197. Masa waktu dapat dilaksanakan pelepasan aset tetap mengikuti peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
198. Untuk pelepasan semua peralatan pertanian, rumah tangga, alat studio dan
komunikasi serta kedokteran dapat dilakukan penghapusan secara berkala
setelah 5 tahun dari sejak diperoleh.
199. Peralatan yang rusak/hilang dapat dilakukan pelepasan setelah dilakukan
pemerikasaan fisik (stock opname) dengan berita acara.
200. Pelepasan untuk hewan dapat dilakukan jika hewan tersebut mati, dijual,
tukar menukar dan hilang yang disertai berita acara.
201. Item persediaan tertentu yang masa manfaatnya kadaluarsa dihapus.
Pembangunan/Pengadaan/Pemeliharaan Aset Tetap pada Aset Tetap
Bukan Milik Daerah
202. Apabila dilakukan pengeluaran belanja berupa pembangunan/pengadaan
aset tetap pada lokasi/aset tetap bukan milik daerah yang mengakibatkan
peningkatan manfaat dan nilai teknis pada aset tetap yang bersangkutan
maka pengeluaran belanja tersebut diklasifikasikan sebagai belanja modal
dan selanjutnya dikapitalisasi sebagai aset tetap berkenaan sesuai dengan
pengelompokkan aset tetap. Misalnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
melakukan pengeluaran belanja untuk pembangunan konstruksi jalur busway
pada jalan milik pemerintah pusat, maka nilai pengeluaran belanja tersebut
diakui sebagai belanja modal (konstruksi) jalan dan selanjutnya dikapitalisasi
menjadi aset tetap jalan.
203. Apabila dilakukan pengeluaran belanja berupa pemeliharaan/renovasi/rehab
atas aset tetap bukan milik daerah yang mengakibatkan peningkatan
manfaat dan nilai teknis pada aset tetap yang bersangkutan maka
pengeluaran belanja tersebut diklasifikasikan sebagai belanja modal dan
selanjutnya dikapitalisasi sebagai aset tetap-renovasi/rehab. Misalnya,
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan pengeluaran belanja untuk
pemeliharaan/renovasi gedung kantor milik pemerintah pusat yang
mengakibatkan peningkatan manfaat dan nilai teknis gedung kantor
bersangkutan, maka nilai pengeluaran belanja tersebut diakui sebagai
Lampiran IX - 31

Akuntansi Aset

belanja modal dan selanjutnya dikapitalisasi menjadi aset tetaprenovasi/rehab. Aset tetap-renovasi/rehab diklasifikasikan ke dalam aset
tetap lainnya.
204. Apabila pengeluaran belanja untuk pemeliharaan/renovasi pada aset tetap
bukan milik daerah tidak mengakibatkan peningkatan manfaat dan nilai
teknis aset tetap yang bersangkutan maka nilai pengeluaran belanja tersebut
diakui sebagai belanja operasional.
PENGUNGKAPAN ASET TETAP
205. Laporan keuangan harus mengungkapkan untuk masing-masing jenis aset
tetap sebagai berikut:
(a) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat
(carrying amount);
(b) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang
menunjukkan Penambahan; Pelepasan; Mutasi aset tetap lainnya.
206. Laporan keuangan juga harus mengungkapkan:
(a) Eksistensi dan batasan hak milik atas aset tetap;
(b) Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan aset
tetap;
(c) Jumlah pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstruksi; dan
(d) Jumlah komitmen untuk akuisisi aset tetap.
207. Jika aset tetap dicatat pada jumlah yang dinilai kembali, hal-hal berikut harus
diungkapkan:
(a) Dasar peraturan untuk menilai kembali aset tetap;
(b) Tanggal efektif penilaian kembali;
(c) Jika ada, nama penilai independen;
(d) Hakikat setiap petunjuk yang digunakan untuk menentukan biaya
pengganti;
(e) Nilai tercatat setiap jenis aset tetap;

Lampiran IX - 32

Akuntansi Aset

AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN


TUJUAN
208. Tujuan kebijakan Konstruksi Dalam Pengerjaan adalah mengatur perlakuan
akuntansi untuk konstruksi dalam pengerjaan dengan metode nilai historis.
Masalah utama akuntansi untuk Konstruksi Dalam Pengerjaan adalah jumlah
biaya yang diakui sebagai aset yang harus dicatat sampai dengan konstruksi
tersebut selesai dikerjakan.
209. Kebijakan ini memberikan pedoman untuk:
(a) identifikasi pekerjaan yang dapat diklasifikasikan sebagai Konstruksi
Dalam Pengerjaan;
(b) penetapan besarnya biaya yang dikapitalisasi dan disajikan di neraca;
(c) penetapan basis pengakuan dan pengungkapan biaya konstruksi.
RUANG LINGKUP
210. Suatu entitas akuntansi yang melaksanakan pembangunan aset tetap untuk
dipakai dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan/atau
masyarakat, dalam suatu jangka waktu tertentu, baik pelaksanaan
pembangunannya dilakukan secara swakelola atau oleh pihak ketiga wajib
menerapkan kebijakan ini.
211. Sifat aktivitas yang dilaksanakan untuk konstruksi pada umumnya berjangka
panjang sehingga tanggal mulai pelaksanaan aktivitas dan tanggal selesainya
aktivitas tersebut biasanya jatuh pada periode akuntansi yang berlainan.
KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN
212. Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup tanah, peralatan dan mesin, gedung
dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya yang proses
perolehannya dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu periode
waktu tertentu dan belum selesai. Perolehan melalui kontrak konstruksi pada
umumnya memerlukan suatu periode waktu tertentu. Periode waktu
perolehan tersebut bisa kurang atau lebih dari satu periode akuntansi.
213. Perolehan aset dapat dilakukan dengan membangun sendiri (swakelola) atau
melalui pihak ketiga dengan kontrak konstruksi.
KONTRAK KONSTRUKSI
214. Kontrak konstruksi dapat berkaitan dengan perolehan sejumlah aset yang
berhubungan erat atau saling tergantung satu sama lain dalam hal
rancangan, teknologi, fungsi atau tujuan, dan penggunaan utama. Kontrak
seperti ini misalnya konstruksi jaringan irigasi.
215. Kontrak konstruksi dapat meliputi:
(a) kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan
perencanaan konstruksi aset, seperti jasa arsitektur;
(b) kontrak untuk perolehan atau konstruksi aset;
(c) kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung pengawasan
konstruksi aset yang meliputi manajemen konstruksi dan value
engineering;
(d) kontrak untuk membongkar atau merestorasi aset dan restorasi
lingkungan.
Lampiran IX - 33

Akuntansi Aset

PENYATUAN DAN SEGMENTASI KONTRAK KONSTRUKSI


216. Ketentuan-ketentuan dalam kebijakan ini diterapkan secara terpisah untuk
setiap kontrak konstruksi. Namun, dalam keadaan tertentu, adalah perlu
untuk menerapkan pernyataan ini pada suatu komponen kontrak konstruksi
tunggal yang dapat diidentifikasi secara terpisah atau suatu kelompok
kontrak konstruksi secara bersama agar mencerminkan hakikat suatu kontrak
konstruksi atau kelompok kontrak konstruksi.
217. Jika suatu kontrak konstruksi mencakup sejumlah aset, konstruksi dari setiap
aset diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi yang terpisah apabila
semua syarat di bawah ini terpenuhi:
(a) Proposal terpisah telah diajukan untuk setiap aset;
(b) Setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah dan kontraktor serta
pemberi kerja dapat menerima atau menolak bagian kontrak yang
berhubungan dengan masing-masing aset tersebut;
(c) Biaya masing-masing aset dapat diidentifikasikan.
218. Suatu kontrak dapat berisi klausul yang memungkinkan konstruksi aset
tambahan atas permintaan pemberi kerja atau dapat diubah sehingga
konstruksi aset tambahan dapat dimasukkan ke dalam kontrak tersebut.
Konstruksi tambahan diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi terpisah
jika:
(a) aset tambahan tersebut berbeda secara signifikan dalam rancangan,
teknologi, atau fungsi dengan aset yang tercakup dalam kontrak
semula; atau
(b) harga aset tambahan tersebut ditetapkan tanpa memperhatikan harga
kontrak semula.
PENGAKUAN KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN
219. Suatu benda berwujud harus diakui sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan
jika:
(a) besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa yang akan datang
berkaitan dengan aset tersebut akan diperoleh;
(b) biaya perolehan tersebut dapat diukur secara andal; dan
(c) aset tersebut masih dalam proses pengerjaan.
220. Konstruksi Dalam Pengerjaan biasanya merupakan aset yang dimaksudkan
digunakan untuk operasional pemerintah daerah atau dimanfaatkan oleh
masyarakat dalam jangka panjang dan oleh karenanya diklasifikasikan dalam
aset tetap.
221. Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke pos aset tetap yang
bersangkutan jika kriteria berikut ini terpenuhi:
(a) Konstruksi secara substansi telah selesai dikerjakan; dan
(b) Dapat memberikan manfaat/jasa sesuai dengan tujuan perolehan;
222. Suatu Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke aset tetap yang
bersangkutan setelah pekerjaan konstruksi tersebut dinyatakan selesai dan
siap digunakan sesuai dengan tujuan perolehannya.

Lampiran IX - 34

Akuntansi Aset

PENGUKURAN KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN


223. Konstruksi Dalam Pengerjaan dicatat dengan biaya perolehan.
Biaya Konstruksi
224. Nilai konstruksi yang dikerjakan secara swakelola antara lain:
(a) biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi;
(b) biaya yang dapat diatribusikan pada kegiatan pada umumnya dan dapat
dialokasikan ke konstruksi tersebut; dan
(c) biaya lain yang secara khusus dibayarkan sehubungan konstruksi yang
bersangkutan.
225. Biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan suatu kegiatan konstruksi
antara lain meliputi:
(a) Biaya pekerja lapangan termasuk penyelia;
(b) Biaya bahan yang digunakan dalam konstruksi;
(c) Biaya pemindahan sarana, peralatan, dan bahan-bahan dari dan ke
lokasi pelaksanaan konstruksi;
(d) Biaya penyewaan sarana dan peralatan;
(e) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang secara langsung
berhubungan dengan konstruksi. Biaya rancangan dan bantuan teknis
tersebut dianggarkan dalam belanja modal.
(f) Biaya-biaya yang dapat diatribusikan ke kegiatan konstruksi pada
umumnya dan dapat dialokasikan ke konstruksi tertentu meliputi:
(a) Asuransi;
(b) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung
berhubungan dengan konstruksi tertentu.
(c) Biaya-biaya lain yang dapat diidentifikasikan untuk kegiatan konstruksi
yang bersangkutan seperti biaya inspeksi. Biaya semacam itu
dialokasikan dengan menggunakan metode yang sistematis dan rasional
dan diterapkan secara konsisten pada semua biaya yang mempunyai
karakteristik yang sama. Metode alokasi biaya yang digunakan adalah
metode rata-rata tertimbang atas dasar proporsi biaya langsung.
226. Nilai konstruksi yang dikerjakan oleh kontraktor melalui kontrak konstruksi
meliputi:
(a) Termin yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan
tingkat penyelesaian pekerjaan;
(b) Kewajiban yang masih harus dibayar kepada kontraktor berhubung
dengan pekerjaan yang telah diterima tetapi belum dibayar pada
tanggal pelaporan;
(c) Pembayaran klaim kepada kontraktor atau pihak ketiga sehubungan
dengan pelaksanaan kontrak konstruksi.
227. Kontraktor meliputi kontraktor utama dan subkontraktor.
228. Pembayaran atas kontrak konstruksi pada umumnya dilakukan secara
bertahap (termin) berdasarkan tingkat penyelesaian yang ditetapkan dalam
kontrak konstruksi. Setiap pembayaran yang dilakukan dicatat sebagai
penambah nilai Konstruksi Dalam Pengerjaan.

Lampiran IX - 35

Akuntansi Aset

229. Klaim dapat timbul, umpamanya, dari keterlambatan yang disebabkan oleh
pemberi kerja, kesalahan dalam spesifikasi atau rancangan dan perselisihan
penyimpangan dalam pengerjaan kontrak.
230. Jika konstruksi dibiayai dari pinjaman maka biaya pinjaman yang timbul
selama masa konstruksi dikapitalisasi dan menambah biaya konstruksi,
sepanjang biaya tersebut dapat diidentifikasikan dan ditetapkan secara andal.
231. Biaya pinjaman mencakup biaya bunga dan biaya lainnya yang timbul
sehubungan dengan pinjaman yang digunakan untuk membiayai konstruksi.
232. Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi tidak boleh melebihi jumlah biaya
bunga yang dibayarkan pada periode yang bersangkutan.
233. Apabila pinjaman digunakan untuk membiayai beberapa jenis aset yang
diperoleh dalam suatu periode tertentu, biaya pinjaman periode yang
bersangkutan dialokasikan ke masing-masing konstruksi dengan metode
rata-rata tertimbang atas total pengeluaran biaya konstruksi.
234. Apabila kegiatan pembangunan konstruksi dihentikan sementara tidak
disebabkan oleh hal-hal yang bersifat force majeur maka biaya pinjaman
yang dibayarkan selama masa pemberhentian sementara pembangunan
konstruksi dikapitalisasi.
235. Pemberhentian sementara`pekerjaan kontrak konstruksi dapat terjadi karena
beberapa hal seperti kondisi force majeur atau adanya campur tangan dari
pemberi kerja atau pihak yang berwenang karena berbagai hal. Jika
pemberhentian tersebut dikarenakan adanya campur tangan dari pemberi
kerja atau pihak yang berwenang, biaya pinjaman selama pemberhentian
sementara dikapitalisasi. Sebaliknya jika pemberhentian sementara karena
kondisi force majeur, biaya pinjaman tidak dikapitalisasi tetapi dicatat
sebagai biaya bunga pada periode yang bersangkutan.
236. Kontrak konstruksi yang mencakup beberapa jenis pekerjaan yang
penyelesaiannya jatuh pada waktu yang berbeda-beda, maka jenis pekerjaan
yang sudah selesai tidak diperhitungkan biaya pinjaman. Biaya pinjaman
hanya dikapitalisasi untuk jenis pekerjaan yang masih dalam proses
pengerjaan.
237. Suatu kontrak konstruksi dapat mencakup beberapa jenis aset yang masingmasing dapat diidentifikasi sebagaimana kategori aset tetap yang telah
disebutkan diatas. Jika jenis-jenis pekerjaan tersebut diselesaikan pada titik
waktu yang berlainan maka biaya pinjaman yang dikapitalisasi hanya biaya
pinjaman untuk bagian kontrak konstruksi atau jenis pekerjaan yang belum
selesai. Bagian pekerjaan yang telah diselesaikan tidak diperhitungkan lagi
biaya pinjaman.
PENGUNGKAPAN KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN
238. Suatu entitas harus mengungkapkan informasi mengenai Konstruksi Dalam
Pengerjaan pada akhir periode akuntansi:
(a) Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat
penyelesaian dan jangka waktu penyelesaiannya;
(b) Nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaanya;
(c) Jumlah biaya yang telah dikeluarkan;
(d) Uang muka kerja yang diberikan;
Lampiran IX - 36

Akuntansi Aset

(e) Uang jaminan/retensi.


239. Kontrak konstruksi pada umumnya memuat ketentuan tentang retensi.
Misalnya, termin yang masih ditahan oleh pemberi kerja selama masa
pemeliharaan. Jumlah retensi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
Keuangan.
240. Aset dapat dibiayai dari sumber dana tertentu. Pencantuman sumber dana
dimaksudkan memberi gambaran sumber dana dan penyerapannya sampai
tanggal tertentu.
DANA CADANGAN
241. Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan
yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu
tahun anggaran. Dana cadangan dirinci menurut tujuan pembentukannya.
242. Pemerintah daerah dapat membentuk dana cadangan guna mendanai
kegiatan yang penyediaan dananya tidak dapat sekaligus/sepenuhnya
dibebankan dalam satu tahun anggaran.
243. Pembentukan dana cadangan ditetapkan dengan peraturan daerah.
244. Peraturan daerah mencakup penetapan tujuan pembentukan dana cadangan,
program dan kegiatan yang akan dibiayai dari dana cadangan, besaran dan
rincian tahunan dana cadangan yang harus dianggarkan dan ditransfer ke
rekening dana cadangan, sumber dana cadangan, dan tahun anggaran
pelaksanaan dana cadangan.
245. Rancangan peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan dibahas
bersamaan dengan pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD.
246. Penetapan rancangan peraturan daerah tentang pembentukan dana
cadangan ditetapkan oleh kepala daerah bersamaan dengan penetapan
rancangan peraturan daerah tentang APBD.
247. Dana cadangan dapat bersumber dari penyisihan atas penerimaan daerah,
kecuali dari dana alokasi khusus, pinjaman daerah dan penerimaan lain yang
penggunaannya dibatasi untuk pengeluaran tertentu berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
248. Dana cadangan ditempatkan pada rekening tersendiri.
249. Penerimaan hasil bunga/deviden rekening dana cadangan dan penempatan
dalam portofolio dicantumkan sebagai penambah dana cadangan berkenaan
dalam daftar dana cadangan pada lampiran rancangan peraturan daerah
tentang APBD.
250. Pembentukan dana cadangan dianggarkan pada pengeluaran pembiayaan
dalam tahun anggaran yang berkenaan.
ASET LAINNYA
251. Aset nonlancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya. Termasuk dalam
aset lainnya adalah aset tak berwujud, tagihan penjualan angsuran yang
jatuh tempo lebih dari 12 (dua belas) bulan, dan aset kerjasama dengan
fihak ketiga (kemitraan).

Lampiran IX - 37

Akuntansi Aset

KONSEP NILAI PEROLEHAN


252. Konsep nilai perolehan sebenarnya tidak hanya berlaku pada aset tetap saja,
melainkan berlaku juga untuk barang persediaan.
253. Belanja modal meliputi antara lain: belanja modal untuk perolehan tanah;
gedung dan bangunan; peralatan dan mesin; jalan, irigasi dan jaringan, aset
tetap lainnya dan aset lainnya.
254. Komponen perhitungan nilai perolehan aset tetap meliputi harga beli aset
tetap ditambah semua biaya lain yang dikeluarkan sampai aset tetap tersebut
siap untuk digunakan, misalnya biaya transportasi, biaya uji coba, biaya
administrasi pengadaan (biaya lelang), honorarium tim pelaksana dan lainlain. Demikian juga pengeluaran untuk belanja perjalanan dan jasa yang
terkait dengan perolehan aset tetap atau aset lainnya, termasuk di dalamnya
biaya konsultan perencana, konsultan pengawas, dan pengembangan
perangkat lunak (software), harus ditambahkan pada nilai perolehan.
Komponen-komponen tersebut harus merupakan bagian dari perhitungan
nilai perolehan aset tetap, yang penganggarannya dalam APBD dianggarkan
dalam belanja modal.
255. Contoh: Dinas Kesehatan merencanakan membeli peralatan kedokteran.
Adapun komponen biaya untuk perolehan peralatan medis tersebut adalah
sebagai berikut:
- Harga beli alat medis
Rp153.000.000
- Administrasi (dokumen lelang) Rp 3.000.000
- Perjalanan dinas
Rp 2.000.000
- Ongkos/transportasi alat medis Rp 7.000.000
- Honorarium tim pelaksana
Rp 10.000.000
- Biaya uji coba
Rp 5.000.000
Total biaya perolehan
Rp180.000.000
Harga perolehan peralatan medis tersebut adalah sebesar Rp180.000.000
yang berasal dari harga beli peralatan medis ditambah dengan semua biaya
yang dikeluarkan sampai peralatan medis tersebut siap untuk digunakan.
Rencana pengeluaran untuk perolehan peralatan medis (termasuk harga beli
alat medis, administrasi (biaya lelang), perjalanan dinas, ongkos/transportasi
alat medis, honorarium tim pelaksana, dan biaya uji coba) dicantumkan
dalam APBD sesuai jenis belanjanya dengan total anggaran sebesar
Rp.180.000.000. Demikian juga realisasi untuk perolehan alat medis dicatat
dan disajikan di Laporan Realisasi Anggaran sesuai dengan jenis belanjanya
dengan total realisasi pengadaan aset tetap sebesar Rp180.000.000.
256. Disamping belanja modal untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya,
belanja untuk pengeluaran-pengeluaran sesudah perolehan aset tetap atau
aset lainnya dapat juga dimasukkan sebagai Belanja Modal. Pengeluaran
tersebut dapat dikategorikan sebagai Belanja Modal jika memenuhi
persyaratan sebagai berikut:

Lampiran IX - 38

Akuntansi Aset

(a) Pengeluaran tersebut mengakibatkan bertambahnya masa manfaat,


kapasitas, kualitas dan volume aset yang telah dimiliki.
(b) Pengeluaran tersebut memenuhi batasan minimal nilai kapitalisasi aset
tetap/aset lainnya.
Terkait dengan kriteria pertama di atas, perlu diketahui tentang pengertian
berikut ini:
(a) Pertambahan masa manfaat adalah bertambahnya umur ekonomis yang
diharapkan dari aset tetap yang sudah ada. Misalnya sebuah gedung
semula diperkirakan mempunyai umur ekonomis 10 tahun. Pada tahun
ke-7 pemerintah daerah melakukan renovasi dengan harapan gedung
tersebut masih dapat digunakan 8 tahun lagi. Dengan adanya renovasi
tersebut maka umur gedung berubah dari 10 tahun menjadi 15 tahun.
(b) Peningkatan kapasitas adalah bertambahnya kapasitas atau kemampuan
aset tetap yang sudah ada. Misalnya, sebuah generator listrik yang
mempunyai output 200 KW dilakukan renovasi sehingga kapasitasnya
meningkat menjadi 300 KW.
(c) Peningkatan kualitas aset adalah bertambahnya kualitas dari aset tetap
yang sudah ada. Misalnya, jalan yang masih berupa tanah ditingkatkan
oleh pemerintah daerah menjadi jalan aspal.
(d) Pertambahan volume aset adalah bertambahnya jumlah atau satuan
ukuran aset yang sudah ada, misalnya penambahan luas bangunan
suatu gedung dari 400 m2 menjadi 500 m2.
257. Contoh 1 : Pemerintah daerah merencanakan untuk menganggarkan di APBD
pengeluaran belanja untuk perbaikan kantor dengan memperbaiki atapnya
yang sering bocor. Rencananya, atap kantor yang terbuat dari seng akan
diganti dengan atap yang lebih baik, yaitu menggunakan genteng keramik
dengan menelan biaya Rp30.000.000. Sebelum dialokasikan anggaran untuk
pengeluaran penggantian atap kantor perlu dilakukan analisis apakah
pengeluaran tersebut dimasukkan sebagai Belanja Modal atau Belanja
Pemeliharaan Rutin Berkala (belanja operasional). Rencana pengeluaran
untuk mengganti atap lama dengan atap baru dapat menambah kualitas atau
manfaat dari bangunan. Berarti kriteria pertama terpenuhi yaitu pengeluaran
tersebut mengakibatkan bertambahnya masa manfaat, kapasitas, kualitas
dan volume aset yang dimiliki. Demikian juga kriteria kedua, pengeluaran
tersebut memenuhi nilai minimal kapitalisasi aset tetap gedung dan
bangunan yang ditetapkan sebesar Rp20.000.000. Karena memenuhi kriteria
kapitalisasi aset tetap, pengeluaran tersebut harus dianggarkan di APBD
sebagai Belanja Modal-Gedung dan Bangunan sebesar Rp30.000.000.
Konsekuensinya, realisasi pengeluaran belanja tersebut dicatat dan disajikan
pada Laporan Realisasi Anggaran sebagai Belanja Modal-Gedung dan
Bangunan.
258. Contoh 2 : Suatu instansi telah melakukan renovasi atas gedung kantor yang
bukan miliknya. Secara umum, apabila renovasi gedung kantor telah
mengakibatkan peningkatan manfaat dan nilai teknis gedung kantor, maka
pengeluaran belanja tersebut diklasifikasikan sebagai Belanja Modal.
Permasalahannya disini adalah bahwa gedung kantor tersebut bukan milik

Lampiran IX - 39

Akuntansi Aset

instansi tersebut. Pemecahan kasus tersebut perlu dikaji dari teori akuntansi
kapitalisasi Aset Tetap-Renovasi, sebagai berikut:
(a) Apabila renovasi di atas meningkatkan manfaat ekonomik gedung,
misalnya perubahan fungsi gedung dari gudang menjadi ruangan kerja
dan kapasitasnya naik, maka renovasi tersebut dikapitalisasi sebagai
Aset Tetap-Renovasi. Apabila renovasi atas aset tetap yang disewa tidak
menambah manfaat ekonomik, maka dianggap sebagai Belanja
Operasional. Aset Tetap-Renovasi diklasifikasikan ke dalam Aset Tetap
Lainnya oleh instansi yang melakukan renovasi.
(b) Apabila manfaat ekonomik renovasi tersebut lebih dari satu tahun buku,
dan memenuhi butir (a) di atas, biaya renovasi dikapitalisasi sebagai
Aset Tetap-Renovasi, sedangkan apabila manfaat ekonomik renovasi
kurang dari tahun buku, maka pengeluaran tersebut diperlakukan
sebagai Belanja Pemeliharaan Rutin Berkala (Belanja Operasional)
tahun berjalan.

Lampiran IX - 40

Você também pode gostar