Você está na página 1de 9

AMALAN-AMALAN YANG PALING DICINTAI OLEH ALLAH SWT

TUGAS MENTHORING
KELOMPOK 4

Arif Rahman
170110140028

AMALAN-AMALAN YANG PALING DICINTAI OLEH ALLAH SWT


Tiga Amalan yang Paling Dicintai Allah
1.Shalat
Asal makna shalat menurut bahasa Arab berarti doa, kemudian yang dimaksud di sini
adalah: ibadat yang tersusun dari beberapa perkataan dan beberapa perbuatan yang dimulai
dengan takbir, diakhiri dengan salam dan menurut beberapa syarat yang ditentukan. Shalat
adalah rukun Islam yang kedua, ia adalah tiangnya agama. Barang siapa yang mendirikan
shalat berarti ia telah menegakkan agamanya, dan barang siapa yang meninggalkannya ia
telah menghancurkan agamanya (al-Hadits). Demikian pula shalat adalah ibadah yang
pertama kali dihisab oleh Allah swt. Bila seorang muslim shalat maka amal ibadah yang
lainnya akan diperhitungkan oleh Allah swt. tetapi bila dia tidak shalat maka amaliyahnya
tidak dianggap (al-Hadits).
Urgensi Shalat
Sebagaimana telah kita maklumi bersama, bahwa shalat adalah tiang agama.
Kewajiban dan syi'ar agama Islam yang paling utama adalah shalat.

"Shalat adalah tiang agama. Orang yang telah mendirikan shalat, dia telah mendirikan
agama, namun bagi siapa saja yang meninggalkan shalat berarti dia telah
menghancurkan agama."
Shalat juga merupakan ibadah yang pertama kali akan dimintakan pertanggung
jawabannya dari manusia pada hari kiamat kelak.

( ) .
Sesungguhnya amal ibadah seseorang yang paling pertama kali dihisab adalah
shalatnya. Jika shlalatnya di nilai baik, maka bahagia dan tenanglah dia. Namun jika
shalatnya rusak, maka rugi dan sengsaralah dia. Adapun jika di antara shalatnya ada
yang kurang sempurna, maka Allah Azza wajalla berfirman: periksalah kembali wahai
para malaikat, apakah dia suka melaksanakan shalat sunah. Jika ada, sempurnakanlah
shalatnya dengannya shalat sunnahnya tersebut. Seperti itulah perhitungan amal
ibadahnya yang lain. (HR. Tirmidzi, Ahmad dan Nasai).
Shalat merupakan garis pemisah antara keimanan dan kekufuran. Ia adalah sesuatu
yang membedakan antara orang-orang yang beriman dengan orang-orang yang inkar,
sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah Saw dalam hadisnya:


( : )

:

"Batas antara seseorang dengan kekufuran adalah meninggalkan shalat. (HR.


Nasai, Tirmidzi dan Ahmad). Bahkan shalat merupakan senjata ampuh bagi manusia
untuk mencegahnya dari perbuatan keji dan munkar.
(45 : )

Sesungguhnya shalat mencegah manusia dari perbuatan keji dan mukar (Al-Ankabut:
45)
Namun pada kenyataannya, mengapa ada dari kita yang tidak menjadikan shalat
sebagai pencegah kekejian dan kemunkaran? Mengapa ibadah shalat kita tidak
mempunyai pengaruh sama sekali dalam kehidupan kita sehari-hari? Mengapa ada
dari kita, bahkan tidak sedikit, ia juga mendirikan shalat tapi ia juga berbohong. Dia
shalat, tapi dia juga mencuri. Dia shalat, tapi dia juga mempermainkan perempuan,
dia tidak segan-segan berkata cabul dan jorok. Dia shalat, tapi di lain waktu dia juga
tidak pernah alpa untuk selalu hadir di depan televisi menonton acara-acara vulgar
dan tidak mendidik.
Makna Khusyu
Disebutkan dalam Tafsir Al-Wasith yang ditulis oleh Syeikh Al-Azhar,
Muhammad Ali Tonthowi , makna khusyuk adalah: ketakutan dalam hati kepada
Allah Subhanahu wa Taala, yang terlihat pada anggota badan, menjadikannya tenang
dan merasakan bahwa berdiri menghadap Allah Subhanahu wa Taala. Tentu saja ini
adalah pekerjaan yang berat dan harus dilatih terus menerus. Adapun beberapa
langkah untuk lebih khusyuk dalam shalat, secara umum telah dibahas dalam banyak
kitab-kitab , Di antaranya sebagai berikut:
Pertama: Menyadari fungsi dan pentingnya shalat. Ia tidak lagi merasa shalat sebagai
sebuah kewajiban, tetapi sebagai sebuah kebutuhan yang akan berakibat baik bagi
dirinya sendiri, di dunia maupun akhirat.
Kedua: Istihdhor Al-Qalb (Konsentrasi). Yakni mengosongkan hati dari hal hal yang
mengganggu dan mencampuri konsentrasi ketika shalat. Karenanya disyariatkan niat
di awal shalat sebagai pintu awal menata hati dan menghadirkannya.
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. juga mengingatkan godaan syetan ketika
manusia tengah shalat . Dari Utsman bin Abi Ash, ia mendatangi
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. dan mengatakan: Wahai Rasulullah,
sesungguhnya syaitan telah menghalangi shalatku dan mengganggu bacaanku. Maka
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. berkata: itu adalah syaitan yang bernama
Khonzab, jika engkau merasakan maka bertaawudzlah (minta perlindungan kepada
Allah), dan meludahlah ka arah kiri tiga kali (HR. Bukhari).
Ketiga: Tafahum li manal Kalam (Mengetahui Arti lafal). Dengan memahami makna
bacaan yang kita lafalkan, maka akan membantu kekhusyukan dalam shalat, karena
kita menghayati sepenuhnya doa-doa yang ada di dalamnya.
Keempat: Tadzhiim lillah (Penghormatan dan Pengagungan). Yaitu merasakan
keagungan Allah dan sebaliknya kekerdilan kita sebagai hamba-Nya. Hal ini akan
memunculkan ketakutan saat sedang menjalani Shalat. Tidak ada kesombongan
sedikit pun saat kita shalat.

Kelima: Dzkirul Maut (Mengingat Mati). Kita merasa bahwa shalat kita ini adalah
yang terakhir yang akan kita kerjakan, di mana setelahnya malaikat maut datang
menjemput ajal kita. Perasaan ini menumbuhkan suasana kebatinan yang luar biasa,
membantu shalat kita jauh lebih khusyuk dari sebelumnya.Karenanya,
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

"
Ingatlah mati dalam shalatmu , karena sesungguhnya jika orang mengingat
mati dalam shalatnya tentu ia akan memperbagus shalatnya. Shalatlah seperti orang
tidak yakin ia akan dapat melakukan shalat selainnya. (HR. Dailami, dishahihkan oleh
Albani)
Tujuan dan Hikmah Shalat
Shalat adalah ibadah yang diwajibkan oleh Allah kepada orang-orang yang
beriman sebagai sarana untuk meraih kebahagiaan (Q.S. Al-Baqarah/ 2 : 45).
Artinya: Jadikanlah sabar dan Shalat sebagai penolongmu. Dan
sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang
khusyu
Karena Allah Mengetahui bahwa manusia butuh kebahagiaan maka Shalat
diwajibkan kepada orang yang beriman. Sedangkan tujuan Shalat dalam Islam adalah
untuk menjadikan manusia yang menegakkannya selalu ingat kepada Allah Swt. Allah
berfirman dalam QS. 20:14 :
Artinya: Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan yang hak
selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah Shalat untuk mengingat-Ku.
Bila seorang muslim dalam hari-harinya senantiasa ingat kepada Allah Swt.
maka hatinya akan menjadi tenang. Bila hatinya sudah tenang, maka dia akan
merasakan kebahagiaan. Sedang pengertian kebahagiaan yang dipahami kaum
materialis adalah materi. Firman Allah QS. Yunus/10 : 7-8.
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya
akan) pertemuan dengan kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa
tentram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat kami.
Mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan (QS.
Yunus: 7-8).
Shalat yang dapat mendatangkan kebahagiaan bagi pelakunya adalah mereka
yang mendirikan Shalat sebagaimana Shalatnya Nabi Muhammad Saw. Sebagaimana
sabda Nabi:


:

Artinya:Shalatlah kamu sekalian sebagaimana kamu melihat saya Shalat.
(HR. Bukhari). Dari Hadits ini dapat dipahami bahwa gerak dalam shalat bukan
sembarang gerak, tetapi harus seperti geraknya Nabi dan bacaan dalam shalat bukan
sembarang bacaan, tetapi harus seperti membacanya Nabi saw. Sabda Nabi
Muhammad SAW.



:

Artinya: Bila seseorang di antara kalian sedang shalat, maka sesungguhnya
dia sedang bermohon (sedang berbisik, sedang berdialog) dengan Tuhannya (Allah
Swt). (HR. Bukhari ).
Sekarang kita bertanya: Apa benar waktu saya sedang shalat saya sedang
berbisik, sedang bermohon padanya? ataukah kita sedang berbicara sendirian
karena tidak mengerti apa yang sedang kita ucapkan.? Jawabannya ada dalam diri
kita masing-masing. Namun lebih jelasnya Allah swt. berfirman dalam surat An-Nisaa
ayat 43:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu Shalat, sedang
kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan
(An-Nisaa: 43).
Bila seorang muslim dengan shalat yang didirikannya menjadikan dia ingat
kepada Allah sehingga terhindar dari perbuatan yang keji dan mungkar, maka jiwanya
akan tentram sebagaimana firman Allah dalam surat Ar-Ra'du ayat 28:
Artinya: Orang-orang yang beriman dan hati mereka tentram dengan
mengingat Allah, ketauhilah dengan mengingat Allah hati menjadi tentram (QS. ArRa'du: 28)
Dan bila hati kita sudah tentram, maka jelas hidup akan bahagia, karena bahagia itu
adanya dalam ketentraman hati. Karena tujuan shalat untuk mengingat Allah, maka bacaan
shalat dari takbir sampai dengan salam kalau dipahami dan diperhatikan, tidak ada satu
kalimatpun yang tidak mengantarkan pelakunya dari mengingat Allah.
2.Berbakti Kepada Ibu Bapak
Berbuat baik terhadap orang tua (birrul walidain) adalah memberi kebaikan atau
berkhidmat kepada keduanya serta mentaati perintahnya (kecuali yang masiat) dan
mendoakannya apabila keduanya telah wafat. Ibu dan Bapak sebagai orang tua sudah
selayaknya mendapatkan kebaikan dan penghormatan dari anaknya. Islam sangat perhatian
mengenai masalah ini, sebagaimana sangat jelas ditegaskan dalam firman Allah yang
berbunyi:
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) terhadap kedua orang tuanya;
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah, bahkan menyusukan
pula selama kurang lebih 2 tahun. Maka dari itu bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua
orang tuamu, hanya kepada-Ku sajalah tempat kamu kembali (QS.31:15). Juga dapat dilihat
dalam surat (4:36).
Jelaslah bahwa Birrul Walidain adalah kewajiban setiap anak dalam kerangka taat
kepada perintah Allah. Suatu hari ada seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam. Dia bertanya, Wahai Rasulullah, aku mempunyai harta
kekayaan dan anak. Sementara ayahku berkeinginan menguasai harta milikku dalam
pembelanjaan. Apakah yang demikian ini benar? Maka jawab Rasulullah, Dirimu dan harta
kekayaanmu adalah milik orang tuamu. (Riwayat Ibnu Majah dari Jabir bin Abdillah).

Begitulah, syariat Islam menetapkan betapa besar hak-hak orang tua atas anaknya.
Bukan saja ketika sang anak masih hidup dalam rengkuhan kedua orang tuanya, bahkan
ketika ia sudah berkeluarga dan hidup mandiri. Tentu saja hak-hak yang agung tersebut
sebanding dengan besarnya jasa dan pengorbanan yang telah mereka berikan. Sehingga tak
mengherankan jika perintah berbakti kepada orang tua menempati ranking ke dua setelah
perintah beribadah kepada Allah dengan mengesakan-Nya. Allah berfirman, Dan sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah
kepada ibu bapakmu. (An-Nisa:36)
Sebagai anak, sebenarnya banyak hal yang dapat kita lakukan untuk mengekspresikan rasa
bakti dan hormat kita kepada kedua orang tua. Memandang dengan rasa kasih sayang dan
bersikap lemah lembut kepada mereka pun termasuk birrul walidain. Allah berfirman, Dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia, dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka
berdua dengan penuh kasih sayang. (Al-Isra:23).
Dalam kitab Adabul Mufrad, Imam Bukhari mengetengahkan sebuah riwayat
bersumber dari Ibnu Jarir dan Ibnu Mundzir melalui Urwah, menjelaskan mengenai firman
Allah : Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang.
Maka Urwah menerangkan bahwa kita seharusnya tunduk patuh di hadapan kedua orang tua
sebagaimana seorang hamba sahaya tunduk patuh di hadapan majikan yang garang, bengis,
lagi kasar.
Kisah Uwais al-Qorni
Dari Asir bin Jabir beliau mengatakan, Jika para gubernur Yaman menemui
khalifah Umar Ibnul Khatthab, maka khalifah selalu bertanya, Apakah diantara
kalian ada yang bernama Uwais bin Amir, sampai suatu hari beliau bertemu dengan
Uwais, beliau bertanya, engkau Uwais bin Amir?, Betul Jawabnya. Khalifah
Umar bertanya, Engkau dahulu tinggal di Murrad kemudian tinggal di daerah
Qorn?, Betul, sahutnya. Beliau bertanya, Dulu engkau pernah terkena penyakit
belang lalu sembuh akan tetapi masih ada belang di tubuhmu sebesar uang dirham?,
Betul. Beliau bertanya, Engkau memiliki seorang ibu. Khalifah Umar
mengatakan,
Aku
mendengar
Rasulullah shallallahu
alaihi
wa
sallam bersabda, Uwais bin Amir akan datang bersama rombongan orang
dari Yaman dahulu tinggal di Murrad kemudian tinggal di daerah Qorn.
Dahulu dia pernah terkena penyakit belang, lalu sembuh, akan tetapi masih
ada belang di tubuhnya sebesar uang dirham. Dia memiliki seorang ibu, dan dia
sangat berbakti kepada ibunya. Seandainya dia berdoa kepada Allah, pasti Allah akan
mengabulkan doanya. Jika engkau bisa meminta kepadanya agar memohonkan ampun
untukmu kepada Allah maka usahakanlah. Maka mohonkanlah ampun kepada Allah
untukku, Uwais al-Qarni lantas berdoa memohonkan ampun untuk Umar Ibnul
Khaththab. Setelah itu Umar bertanya kepadanya, Engkau hendak pergi ke mana?
Kuffah, jawabnya. Beliau bertanya lagi, Maukah ku tuliskan surat untukmu kepada
gubernur Kuffah agar melayanimu? Uwais al-Qorni mengatakan, Berada di tengahtengah banyak orang sehingga tidak dikenal itu lebih ku sukai. (HR. Muslim).
Bentuk-bentuk Birrul Walidain
Berbuat baik kepada orang tua dapat dilakukan dalam dua kesempatan:
- Saat orang tua masih hidup:

Mentaati selama bukan maksiat. Hadits Rasulullah: Tidak ada ketaatan kepada
makhluk dalam rangka maksiat kepada Allah.
Contoh: Kisah Saad bin Abi Waqosh.
Bersikap rendah hati dan berbicara lemah lembut (QS.17:23)
Memohonkan ampunan baginya kepada Allah (mendoakan) (QS.17:24)
Membantu dengan harta
Memintakan restunya terlebih dahulu atas perbuatan penting yang akan
dilakukan. Hadits Rasulullah: Ridho Allah ada dalam Ridho orang tua, Murka Allah
juga ada dalam Murkanya orang tua.
Saat orang tua telah wafat:

Menyelenggarakan
pengurusan
jenazahnya
seperti:
memandikannya,
mengkafaninya, menshalatkannya dan menguburkannya,dsb.
Senantiasa berdoa untuk memohonkan ampun atas segala dosanya.
Memenuhi segala janjinya semasa hidup yang belum terlaksana seperti: wasiat,
hutang piutang, dll.
Menghormati teman dan sahabat orang tua semasa keduanya masih hidup.
Rasulullah Muhammad S.A.W bersabda :
Seorang laki-laki dari golongan Anshar mendatangi Rasulullah , lalu
bertanya : Apakah yang tinggal bagiku untuk dapat berbuat kebaikan terhadap IbuBapakku setelah mereka meninggal ya Rasulullah ? Rasul menjawab : Ada 4 macam
yang dapat anda lakukan : menshalatkannya, memohonkan ampun segala dosanya,
memenuhi janjinya dan juga menghormati teman dan sahabatnya. (HR. Muslim).
Jangan Durhaka !
Durhaka kepada orang tua (uquuqul walidain) termasuk dalam kategori dosa besar.
Bentuknya bisa berupa tidak mematuhi perintah, mengabaikan, menyakiti,
meremehkan, memandang dengan marah, mengucapkan kata-kata yang menyakitkan
perasaan, sebagaimana disinggung dalam Al-Quran: Dan janganlah sekali-kali kamu
mengatakan ah kepada orang tua. (Al-Isra : 23). Jika berkata ah/cis/huh saja
nggak boleh, apalagi yang lebih kasar daripada itu.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, Barangsiapa membuat hati orang
tua sedih, berarti dia telah durhaka kepadanya. (Riwayat Bukhari). Dalam
kesempatan lain Rasulullah bersabda, Termasuk perbuatan durhaka seseorang yang
membelalakkan matanya karena marah. (Riwayat Thabrani).
Orang tua kita, siapa pun orangnya, memang harus dihormati, apalagi jika beliau
seorang muslim. Rasulullah pernah berpesan, Seorang muslim yang mempunyai
kedua orang tua yang muslim, kemudian ia senantiasa berlaku baik kepadanya, maka
Allah berkenan membukakan dua pintu surga baginya. Kalau ia memiliki satu orang
tua saja, maka ia akan mendapatkan satu pintu surga terbuka. Dan kalau ia membuat
kemurkaan kedua orang tua maka Allah tidak ridha kepada-Nya. Maka ada seorang
bertanya, Walaupun keduanya berlaku zhalim kepadanya? Jawab Rasulullah, Ya,
sekalipun keduanya menzhaliminya. (Riwayat Bukhari).
Berhubungan dengan orang tua memang harus hati-hati. Jangan sampai hanya
karena emosi, kelalaian, ketidaksabaran plus rasa ego kita yang besar, kita terjerumus
ke dalam uququl walidain yang berarti kemurkaan Allah. Naudzubillah. Bukankah

dalam sebuah hadits Rasulullah pernah berpesan bahwa keridhaan Allah berada dalam
keridhaan orang tua, dan kemurkaan Allah berada dalam kemarahan orang tua? Dus,
selagi masih ada waktu dan kesempatan, tunjukkanlah cinta, sayang, hormat, dan
bakti kita kepada keduanya, hanya untuk satu tujuan: meraih cinta, ampunan, pahala,
dan ridha-Nya.

3.Jihad Di jalan Allah


Seperti diterangkan dalam al Quran dan as Sunnah kemudian dibukukan dalam
ratusan kitab fiqih oleh ulama salafus sholeh dan ulama-ulama zaman sekarang (dan
mutabar; jadi rujukan dan pegangan umat Islam), bisa diringkas; Secara bahasa kata aljihaad berasal dari kata jaahada, yang bermakna al-juhd (kesulitan) atau al-jahd
(tenaga atau kemampuan).Imam Ibnu Mandzur dalam Kitab Lisaan al-Arab nya, secara
bahasa, al-jihaad artinya;mengerahkan kemampuan dan tenaga yang ada, baik berupa
perkataan maupun perbuatan.
Dalam kitab Syarh al-Qasthalaani alaa Shahiih al-Bukhaariy dinyatakan sebagai
berikut Kata jihaad merupakan pecahan dari kata al-jahd, dengan huruf jim difathah yang
berarti: at-tab (lelah) dan al-masyaqqah (sulit). Sebab, kelelahan dan kesulitan yang ada di
dalamnya bersifat terus-menerus. Kata jihaad bisa merupakan bentuk pecahan dari kata aljuhd dengan jim didhammah, yang berarti: at-thaaqah (kemampuan atau tenaga). Sebab,
masing-masing mengerahkan tenaganya untuk melindungi shahabatnya.
Di dalam al-Quran dan Sunnah, kata jihaad diberi arti baru oleh syariat dari arti asal
(bahasanya) atau menuju makna yang lebih khusus, yaitu, mengerahkan seluruh kemampuan
untuk berperang di jalan Allah, baik secara langsung, dengan bantuan keuangan, pendapat
(pemikiran), memperbanyak kuantitas (taktsiir al-sawaad) ataupun yang lain (Ibn Abidiin,
Haasyiyah, juz III, hal. 336) Dengan demikian, ketika kata jihad disebut, secara otomatis
orang akan memaknainya dengan makna syariatnya berperang di jalan Allah, bukan dengan
makna bahasanya. Jihad dengan makna khusus ini, bisa ditemukan pada ayat-ayat
Madaniyah. Sedangkan kata jihad di dalam ayat-ayat Makkiyah, maknanya merujuk pada
makna bahasanya (bersungguh-sungguh).
Para ulama empat madzhab juga telah sepakat bahwa jihad harus dimaknai sesuai
dengan hakekat syariatnya, yakni berperang di jalan Allah baik secara langsung maupun tidak
langsung. Madzhab as-Syaafii, sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab al-Iqnaa,
mendefinisikan jihad dengan berperang di jalan Allah. Al-Siraazi juga menegaskan dalam
kitab al-Muhadzdzab; sesungguhnya jihad itu adalah perang.
Dalam masalah ini, Ibnu Qudamah dalam al Mughni-nya berkata: Ribaath (menjaga
perbatasan) merupakan pangkal dan cabang jihad. Beliau juga mengatakan: Jika musuh
datang, maka jihad menjadi fardlu ain bagi mereka. Jika hal ini memang benar-benar telah
ditetapkan, maka mereka tidak boleh meninggalkan (wilayah mereka) kecuali atas seizin
pemimpin (mereka). Sebab, urusan peperangan telah diserahkan kepadanya.
Jihad Ofensif dan Jihad Defensif
Dr. Mohammad Khair Haekal di dalam kitab al-Jihad wa al-Qital menyatakan, bahwa
sebab dilaksanakannya jihad fi sabilillah bukan hanya karena adanya musuh (jihad defensif),
akan tetapi juga dikarenakan tugas Daulah Islamiyyah dalam mengemban dakwah Islam ke
negara lain, atau agar negara-negara lain tunduk di bawah kekuasaan Islam (jihad ofensif).
Hanya saja, para ulama berbeda pendapat dalam menentukan batas minimal jihad yang
dilakukan oleh negara. Imam al-Mawardiy dalam kitab al-Iqnaa, hal.175 menyatakan,

Hukum jihad adalah fardlu kifayah, dan imamlah yang berwenang melaksanakan jihadia
wajib melaksanakan jihad minimal setahun sekali, baik ia pimpin sendiri, atau mengirim
ekspedisi perang. Syeikh Imam Nawawi al-Bantani al-Jawi dalam kitab Nihayah Az-Zain,
Jihad itu adalah fardhu kifayah untuk setiap tahun, apabila orang-orang kafir berada di
negeri mereka. Paling sedikit satu kali dalam satu tahun, tapi apabila lebih tentu lebih utama,
selama tidak ada kebutuhan lebih dari satu kali. Jika jihad tidak dilakukan maka wajib atas
sebagian (kaum Muslimin) untuk mengajak jihad, dengan salah satu dari dua cara.
Berdasarkan pendapat di atas dapatlah disimpulkan bahwa jihad yang dilakukan oleh
kaum Muslim bisa berujud jihad ofensif maupun defensive. Jadi jihad itu bukan terorisme,
dan jihad tidak sama dan tidak identik dengan terminologi kekerasan.
Terakhir dan terpenting dari segalanya adalah bahwa jihad harus dilaksanakan demi
Allah, bukan untuk memperoleh tanda jasa, pujian, apalagi keuntungan duniawi. Firman
Allah dalam QS. al- Hajj (22): 78
Terjemahannya:
Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.
Mujahid adalah yang mencurahkan seluruh kemmpuannya dan berkorban dengan
nyawa atau tenaga, pikiran, emosi, dan apa saja yang berkaitan dengan diri manusia. Jihad
adalah cara untuk mencapai tujuan. Caranya disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai
dan dengan modal yang tersedia. Jihad tidak mengenal putus asa, menyerah, bahkan, tidak
pula pamrih.
Dengan demikian beraneka ragam jihad dari segi lawan dan buahnya. Ada jihad
melawan orang-orang kafir, munafik, setan, hawa nafsu dan lain-lain. Buahnyapun berbedabeda. Jihad seorang ilmuwan adalah pemanfaatan ilmunya; Pemimpin adalah keadailannya;
pengusaha adalah kejujurannya; Pemangkul senjata adalah kemerdekaan dan penaklukan
manusia yang zalim. Semua jihad, apapun bentuknya dan siapapun lawannya, harus karena
Allah dan tidak boleh berhenti sebelum berhasil atau kehabisan modal. Itula yang dimaksud
dengan ( ) haqq jihadihi dalam firman-Nya di atas.
Mereka yang berjihad pasti diberi petunjuk dan jalan untuk mencapai cita-citanya. Firman
Allah dalam QS. al-Ankabut (29): 69
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan
kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar
beserta orang-orang yang berbuat baik.
Disamping itu para mujahid akan memdapatkan ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia.
Firman Allah dalam QS. al-Anfal (8): 74; Akan diberikan derajat yang tinggi dan
mendapatkan kemenangan (QS. al- Taubah (9): 20; dan mendapatkan keberuntungan (QS. alMaidah (5): 35.

Você também pode gostar