Você está na página 1de 4

Dokter Wida Dibui 10 Bulan,

Pasien Anak Hiperkalemia Meninggal Karena Malpraktik ?

Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi jaksa atas kasus malpraktik dengan terdakwa dr
Wida Parama Astiti. MA memutuskan dr Wida telah melakukan malpraktik sehingga
pasien berusia 3 tahun meninggal dunia dan dijatuhi 10 bulan penjara. Seperti dilansir
dalam website Mahkamah Agung (MA), Jumat (22/3/2013), kasus tersebut bermula saat dr
Wida menerima pasien Deva Chayanata (3) pada 28 April 2010 pukul 19.00 WIB datang ke
RS Krian Husada, Sidoarjo, Jatim. Deva datang diantar orang tuanya karena mengalami
diare dan kembung dan dr Deva langsung memberikan tindakan medis berupa
pemasangan infuse, suntikan, obat sirup dan memberikan perawatan inap. Keesokan
harinya, dr Wida mengambil tindakan medis dengan meminta kepada perawat untuk
melakukan penyuntikan KCL 12,5 ml. Saat itu, dr Wida berada di lantai 1 dan tidak
melakukan pengawasan atas tindakan perawat tersebut dan Deva kejang-kejang. Akibat
hal ini, Deva pun meninggal dunia. Berdasarkan keterangan ahli, seharusnya
penyuntikan KCL dapat dilakukan dengan cara mencampurkan ke dalam infuse sehingga
cairan KCL dapat masuk ke dalam tubuh penderita dengan cara masuk secara pelanpelan, demikian papar dakwaan jaksa.
Lantas, dr Wida diproses secara hukum dan pada 1 Juni 2011 Kejaksaan Negeri Sidoarjo
menuntut dr Wida dijatuhkan hukuman 18 bulan penjara karena melanggar Pasal 359 KUHP.
Tuntutan ini dipenuhi majelis hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo pada 19 Juli 2011. Namun
terkait lamanya hukuman, majelis hakim memutuskan dr Wida harus mendekam 10 bulan karena
menyebabkan matinya orang yang dilakukan dalam melakukan suatu jabatan atau pekerjannya.
Putusan ini dikuatkan Pengadilan Tinggi Surabaya pada 7 November 2011. Namun jaksa tidak
puas dan melakukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Putusan Pengadilan Tinggi sangat
ringan sehingga tidak memenuhi rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat dan tidak membuat
jera pelaku atau orang lain yang akan melakukan perbuatan yang sama, demikian alasan kasasi
jaksa. Namun, MA berkata lain. Menolak permohonan kasasi dari Jaksa Penuntut Umum
Kejaksaan Negeri Sidoarjo, demikian putus MA yang diketok olah majelis hakim Dr Artidjo
Alkostar, Dr Sofyan Sitompul dan Dr Dudu D Machmuddin pada 28 September 2012 lalu.
Kelalaian Dokter atau Perawat
Dalam hal tersebut memang kesalahan paling fatal adalah pemberian KCl secara bolus (langsung
tanpa diencerkan). Hal tersebut memang harus dipilah-pilah bila dokter telah menulis lengkap
dalam advisnya bahwa harus diencerkan maka yang harus diperiksa atau yang dituntut adalah
perawatnya. Karena dokter tidak harus selalu menunggu setiap pemberian obat. Dalam
perawatan pasien perawat memberi obat lebih dari 3 kali perhari dan setiap dalam pemberian
tersebut dokter selalu tidak harus mendampingi perawat. Jadi vonis hukum tidak benar apabila
dokter tersebut salah karena tidak mendampingi perawat saat pemberian injeksi. Sehingga dalam

hal ini maka advis pemberian obat terhadap pasien yang dilakukan dokter harus jelas tertulis
dalam status pasien.
Dalam kasus tersebut dokter akan salah dan dianggap malpraktek bila salah menuliskan advis
dengan menulis jumlah dosis yang berlebihan dan ditulis advis injeksi intra vena bolus maka
dokter lalai dan benar mengalami malpraktek. Jadi hakim harus memeriksa dengan cermat
benarkah dokter menulis advis dalam status. Yang sudah sesuai dokternya dalam menulis advis
atau perawatnya tidak mengikuti advis yang ditulis dokter. Memang tidak mudah memutuskan
seorang dokter malpraktek atau tidak karena dalam pelayanan medis banyak tenaga kesehatan
yang terlibat. Jadi harus dicermati apakah kesalahan dokter, kesalahan perawat ataukan
kesalahan tenaga medis lainnya. Kesalahan advis pemberian obat yang dilakukan dan beresiko
terjadi kesalahan medis adalah pemberiamn injeksi KCl dan pembian Natrium Bicarbonas bila
tidak diencerkan menimbulkan efek samping yang berbahaya.
Hipokalemia dan Hiperkalemi
Hipokalemia adalah keadaan kadar kalium plasma kurang dari 3,5 mEq/l. Biasanya gejala akan
muncul sesuai dengan berat ringannya kekurangan. Penyebab hipokalemia adalah pemasukan
yang kurang, masuknya kalium ke dalam sel pada keadaan alkalosis dan hipersekresi insulin,
peningkatan pengeluaran kalium dari urin seperti pada hiperaldosteronisme, renal tubular
asidosis dan akibat pemberian diuretik, pengeluaran dari saluran pencernaan misalnya diare,
muntah muntah dan pengisapan cairan lambung. Gejala yang muncul antara lain kelemahan
umum, meteorismus, peristaltik usus yang menurun, gangguan irama dan melemahnya bunyi
jantung. Pada pemeriksaan EKG terdapat kelaian gelombang yang merendah dan melebar,
depresi segmen ST, munculnya gelombang U dan interval PR yang memanjang. Koreksi
hipokalemia dilakukan berdasarkan berat ringannya kekurangan dan gejala. Koreksi dapat
diberikan peroral ataupun intravena. Pemberian kalium secara intravena yang terlalu cepat dapat
mengakibatkan disritmia yang fatal yang dapat megancam jiwa anak segera.
Pemberian kalium intravena dianjurkan dengan dosis 3 7 mEq/kgBB dengan konsentrasi
maksimal 40 80 mEq/l. Hipokalemia dikoreksi bila kadar kalium kurang dari 2,5 mEq, dengan
rumus :

Defisit K (mEq/l) = ( 3,5 Kadar K sekarang )x 0,3x BB (diberikan dalam 24 jam)

Hiperkalemia

Keadaan hiperkalemia dapat disebabkan oleh pemasukan kalium yang terlalu banyak,
keluarnya kalium dari intrasel ke ekstrasel yang terjadi pada keadaan asidosis,
katabolisme jaringan yang meningkat, destruksi sel dan gangguan ekskresi di ginjal
misalnya pada gagal ginjal dan insufisiensi adrenal.

Pada EKG dapat terlihat perubahan depolarisasi dan repolarisasi atrium dan ventrikel.
Pertama-tama dapat kita lihat gelombang T yang tinggi dan sempit, interval QT yang
memendek yang menunjukan repolarisasi yang cepat, ini terjadi pada kadar kalium 6 7
mEq/l.

Bila kadar kalium 7 8 mEq/l akan terlihat melambatnya depolarisasi seperti komplek
QRS melebar dan gelombang P yang rendah, melebar atau menghilang. Bila kadar kalum
lebih meningkat lagi akan terjadi fibrilasi ventrikel dan cardiac standstill.

Pengobatan yang dianjurkan adalah sebagai berikut :

1. Semua pemberian kalium distop


2. Suntikan natriun bicarbonas intravena 2,5 mEq/kgBB untuk menaikan PH yang dapat
menurunkan sementara kalium serum
3. Berikan kalsium glukonas 10 % sebanyak 0,5 ml/kgBB secara intravena dalam waktu 2
4 menit dengan maksud mengurangi efek buruk kalium pada jantung
4. Berikan glukosa 10% intravena sebanyak 40ml/kgBB dan insulin 1 unit setiap 30 ml
glukosa 10 %. Dengan pemberian glukosa ini diharapkan kalium akan masuk ke dalam
sel.
5. Bila kadar kalium serum lebih dari 7 mEq/l dan terdapat anuria atau oliguria, harus
dilakukan dialisis peritoneal atau hemodialisis.

http://dokterindonesiaonline.com/2013/12/02/pasien-meninggal-karena-malpraktikdokter-wida-dibui-10-bulan/

Você também pode gostar