Você está na página 1de 9

UPAYA PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN MANFAAT

TAMAN OBAT KELUARGA (TOGA) UNTUK KESEHATAN


Oleh :
Djoko Santosa
Bagian Biologi Farmasi Fakultas Farmasi UGM
email : santosadjoko5346@yahoo.co.id HP : 08159423437
PENDAHULUAN
Minat masyarakat untuk kembali memanfaatkan tumbuhan guna
memelihara

dan

meningkatkan

kesehatan

atau

bahkan

mengobati

penyakit semakin berkembang. Sejak pemerintah mencanangkan gerakan


kembali ke alam (back to nature) tahun 1997 sudah terbangun kesadaran
masyarakat untuk menggali kearifan lokal tentang jamu yang diperoleh
dari nenek moyang kita secara turun-temurun. Bagi sebagian masyarakat
kesempatan ini dimanfaatkan untuk mendirikan berbagai usaha yang
terkait

dengan

jamu

atau

herbal.

Produk-produk

minuman

instan

berbahan baku tumbuhan obat semakin banyak jumlah dan macamnya.


Hal yang tidak kalah menarik adalah semakin banyaknya produk-produk
kosmetika alami, seperti sabun, lulur termasuk aromaterapi.
Indonesia sebagai negara dengan kekayaan hayati yang sangat
besar

mampu

mendukung

program

pemerintah

untuk

memanfaatkan tumbuhan obat. Sampai saat ini tidak kurang

kembali
900 jenis

tumbuhan telah digunakan untuk pengobatan dan kosmetika alami. Dari


jumlah tersebut, belum semua jenis tumbuhan telah dimanfaatkan untuk
produksi jamu baik oleh Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) maupun
Industri Obat Tradisional (IOT). Peningkatan pertumbuhan industri jamu
atau herbal tidak pernah diimbangi dengan penyediaan bahan baku.
Persoalan sering muncul mulai dari jenis tumbuhan yang tidak benar
untuk bahan baku jamu, seringnya terjadi pemalsuan bahan baku dan
mengganti ramuan dengan jenis tumbuhan lain yang sebenarnya
mempunyai efek berbeda atau pengambilan secara insidental yang
mempercepat hilangnya biodiversitas.
Salah satu upaya untuk membantu penyediaan bahan baku jamu
adalah melalui Taman Obat Keluarga (TOGA). Program pemerintah ini
Pertemuan Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat dalam Kesehatan Tradisional melalui Pemanfaatan
TOGA, Dinas Kesehatan Provinsi DIY, 9 April 2012

Page 1

sering berhenti pada tujuan jangka pendek, yaitu lomba. Sebetulnya


program ini sangat bagus untuk upaya pemberdayaan masyarakat sebab
TOGA dapat dikembangkan baik di lahan yang sempit ataupun luas.
Pengembangan TOGA tidak berhenti pada masalah tumbuhan semata
tetapi bahan baku tumbuhan dapat dikembangkan menjadi produk-produk
unggulan disesuaikan dengan habitat atau lingkungan tumbuhan yang
dibudidayakan.
TAMAN OBAT KELUARGA
Jumlah penduduk Indonesia yang sangat banyak didukung dengan
letak geografis yang 70% wilayah negara kita berupa lautan maka tidak
semua penduduk akan siap dengan obat modern. Mengingat hal tersebut
maka pemerintah mencanangkan program Taman Obat Keluarga (TOGA)
dengan

tujuan

untuk

mendukung

peningkatan

derajat

kesehatan

penduduk. Istilah TOGA merupakan pengganti dari istilah APOTEK HIDUP.


Survei

yang

dilakukan

oleh

Badan

Kesehatan

Dunia

(WHO)

menyebutkan bahwa sebanyak 80% anggaran pendapatan belanja negara


berkembang habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan pengobatan
bagi 20% jumlah penduduknya. Hal ini hanya menjangkau penduduk yang
tinggal di kota-kota besar sebab di daerah tersebut tersedia rumah sakit
dengan fasilitas kesehatan yang lengkap. Pertanyaan kita kemudian
bagaimana dengan saudara-saudara kita di daerah pelosok ataupun
daerah yang tidak terjangkau layanan kesehatan yang lengkap?. WHO
memberikan saran agar penduduk memanfaatkan jenis-jenis tumbuhan
yang ada di sekitar penduduk untuk memelihara, mengobati penyakit
rakyat dan meningkatkan status gizi.
Jika melihat saran WHO tersebut maka TOGA bermanfaat untuk : (1)
pemeliharaan kesehatan misalnya ramuan tradisional setelah melahirkan,
saat menyusukan bayi, saat menstruasi, dan kosmetika alami; (2)
penanggulangan penyakit rakyat seperti cacingan, masuk angin dan
diare; (3) peningkatkan status gizi masyarakat. Selain manfaat dalam
bidang kesehatan, TOGA juga mempunyai manfaat : (4) pemenuhan
Pertemuan Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat dalam Kesehatan Tradisional melalui Pemanfaatan
TOGA, Dinas Kesehatan Provinsi DIY, 9 April 2012

Page 2

kebutuhan bahan baku jamu atau herbal; (5) pelestarian keanekaragaman


hayati dan lingkungan hidup; (6) kebun wisata edukasi agromedesin; (7)
peningkatan pendapatan masyarakat.
Berdasarkan manfaat tersebut maka tidak bijaksana jika TOGA
hanya berhenti kepada kegiatan rutin berupa lomba. Sebab jika kegiatan
berhenti

dengan

keberlanjutan.

lomba

sudah

Padahal

begitu

dapat

dipastikan

potensialnya

tidak

kegiatan

aka

nada

TOGA

bagi

masyarakat secara luas. Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan


sinergi

antar

mendukung

berbagai

kementerian

keberhasilan

dan perguruan

pemberdayaan

masyarakat

tinggi

untuk

dalam

bidang

kesehatan melalui TOGA.


PENDIDIKAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Mengingat pentingnya TOGA bagi masyarakat maka lebih tepat jika
pengembangan

TOGA

diarahkan

melalui

program

pemberdayaan

masyarakat. Salah satu program yang dapat digunakan untuk model


dalam pemberdayaan masyarakat adalah Program Pendidikan untuk
Pembangunan Berkelanjutan atau Education for Sustainable Development
(ESD). Secara ringkas program ini ditujukan untuk menyadarkan kepada
semua penduduk pentingnya pembangunan yang berkelanjutan melalui
pendidikan baik pendidikan formal, non-formal maupun informal dengan
mengintegerasikan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Pembangunan
yang kita laksanakan tentunya tidak hanya dinikmati oleh kita saat ini
tetapi kita berharap untuk dapat dinikmati oleh anak cucu kita sesuai
dengan cita-cita kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Kesadaran untuk membangun secara berkelanjutan akan tercipta
jika kita paham akan makna hidup dan kehidupan dengan segala budaya
yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita. Dalam hal tumbuhan obat,
nenek moyang kita sudah mampu membuat formula jamu yang rasional,
aman, manjur dan berkualitas dengan pendekatan secara holistik
meskipun belum ada takaran yang jelas. Saat ini perihal dosis, takaran,
formula jamu telah dilakukan kajian secara mendalam dan berkembang
terus menerus melalui Saintifikasi Jamu. Telaah yang mendalam perihal
Pertemuan Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat dalam Kesehatan Tradisional melalui Pemanfaatan
TOGA, Dinas Kesehatan Provinsi DIY, 9 April 2012

Page 3

jamu dari sisi sain dan teknologi sangat bermanfaat bagi pengembangan
jamu di tengah-tengah masyarakat. Apabila pemahaman tentang TOGA
dan manfaatnya juga sudah diterima dengan baik oleh masyarakat maka
bukan mustahil masyarakat akan mudah diberdayakan yang pada
akhirnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Aspek ekonomi sebuah kegiatan TOGA dapat diinventarisasi antara
lain: lahan yang akan disiapkan untuk menanam, jenis pupuk organik
yang tersedia sebagai limbah ternak, penghitungan jumlah panen
tumbuhan obat untuk dijadikan bahan baku jamu atau herbal, jumlah
keuntungan penjualan bahan baku atau bahan setengah jadi yang berupa
simplisia, dan jumlah keuntungan dari produk-produk jamu atau herbal.
Aspek sosial sebuah kegiatan TOGA antara lain berupa kesempatan
kaum wanita dalam pengambilan keputusan sebab pengembangan TOGA
membutuhkan musyawarah warga untuk permufakatan, peningkatan
kemampuan masyarakat melalui pelatihan-pelatihan yang mendukung
kegiatan

TOGA,

kesempatan

berorganisasi

bagi

semua

warga,

kesempatan memperoleh fasilitas yang sama melalui pengembangan


TOGA.
Aspek lingkungan dalam pengembangan TOGA meliputi pemilihan
jenis-jenis

tumbuhan

obat

yang

mudah

dibudidayakan,

jenis-jeis

tumbuhan yang semakin langka bahkan hampir punah mendapatkan


perhatian

untuk

dibudidayakan,

jenis-jenis

tumbuhan

yang

dapat

dimanfaatkan juga untuk sayur, peningkatan kualitas lingkungan melalui


pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk kandang, pemanfaatan kotoran
ternak untuk biogas, dan kegiatan lain untuk menjaga lingkungan.
ESD SEBAGAI MODEL PEMBERDAYAAN TOGA
Model pemberdayaan masyarakat melalui TOGA dapat dilakukan
dengan model ESD. Pihak terkait Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas
Kesehatan dapat bekerjasama dengan perguruan tinggi misalnya UGM
melalui Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN-

Pertemuan Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat dalam Kesehatan Tradisional melalui Pemanfaatan


TOGA, Dinas Kesehatan Provinsi DIY, 9 April 2012

Page 4

PPM UGM). Langkah-langkah untuk pemberdayaan masyarakat melalui


TOGA adalah sebagai berikut :
1. Sosialisasi program TOGA
Suatu program kegiatan akan diterima baik oleh masyarakat jika dapat
dikomunikasikan kepada seluruh lapisan masyarakat terutama melalui
pimpinan formal dan informal dalm masayarakat. Dalam sosialisasi
tersebut disampaikan tujuan program dan implementasi yang akan
dilaksanakan berbasis Education for Sustainable Development (ESD).
Selain itu disampaikan pula bahwa melalui TOGA dapat dihasilkan
produk-produk jamu atau herbal warisan nenek moyang kita. Pada
tahap ini ditekankan cerdasnya nenek moyang kita dalam menggali
ramuan yang rasional, aman, manjur dan berkualitas seperti ramuan
kunyit asam, beras kencur dan lain-lain. Tahap sosialisasi tidak dapat
dilakukan hanya satu atau dua kali pertemuan tetapi dilakukan berkalikali termasuk penyuluhan tentang swamedikasi dengan jamu atau
herbal.

Keunggulan

atau

kelebihan

penggunaan

jamu

yang

pendekatannya secara holistik dapat dijadikan modal untuk lebih


meyakinkan masyarakat akan kesadaran pemanfaatan tumbuhan obat
dan jamu itu sendiri.
2. Pelatihan budidaya tumbuhan obat dan pembuatan contoh TOGA
Masyarakat semakin paham dan tertarik dengan kegiatan TOGA jika ada
contoh. Warga masyarakat dikenalkan dengan pelatihan budidaya
tumbuhan obat secara organik. Dalam pelatihan tersebut juga diberikan
alasan-alasan budidaya secara organik dan berbagai penyakit yang
akibat penggunaan pestisida sintetik yang terjadi sekarang ini. Untuk
percontohan dapat diberikan dalam bentuk demonstrasi plot (demplot).
Lahan untuk demplot disesuaikan dengan lahan yang dimiliki oleh
warga masyarakat atau dapat dilakukan secara vertikultur. Dalam
pembuatan demplot sudah ditentukan jenis tumbuhan yang akan
ditanam berdasarkan kelompok dasawisma, RT, RW atau kelompokkelompok yang disepakati bersama warga masyarakat. Pada tahap ini
sekaligus juga dilakukan survei atau pemetaan lahan yang sesuai untuk
Pertemuan Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat dalam Kesehatan Tradisional melalui Pemanfaatan
TOGA, Dinas Kesehatan Provinsi DIY, 9 April 2012

Page 5

jenis tumbuhan obat tertentu dan yang tidak kalah penting adalah
pembentukan kelembagaan atau kelompok-kelompok dengan berbagai
divisi yang akan dihasilkan.
3. Pelatihan pembuatan simplisia dan produk jamu
Pelatihan merupakan tahap yang menentukan sebab warga masyarakat
tidak

puas

jika

hanya

penyuluhan.

Masyarakat

perlu

diberikan

pengetahuan dan keterampilan pembuatan simplisia (bahan baku jamu


yang berbentuk kering dapat berupa rajangan, helaian daun atau
bentuk serbuk kering). Simplisia akan mempunyai nilai jual lebih tinggi
jika dibandingkan bahan baku mentah yang langsung dijual di pasaran.
Warga masyarakat juga perlu dilatih untuk membuat produk-produk
jamu atau herbal atau jenis minuman penyegar dengan teknologi tepat
guna secara sederhana. Aneka minuman seperti jahe instan, jamu
kunyit asam, beras kencur, sirup jahe, adalah wedang secang contohcontoh produk herbal yang saat ini diminati masyarakat luas. Formula
ramuan jamu seperti pelangsing juga dapat disampaikan dalam
pelatihan sebab bahan baku yang mudah dijumpai dan pembuatannya
mudah. Selain itu ramuan untuk masuk angin, cacingan dan diare bagi
anak-anak sangat dianjurkan sebab dapat dipraktikkan secara langsung
jika terdapat anggota keluarga yang sakit. Produk lain yang tidak kalah
menarik adalah produk-produk minyak atsiri untuk aromaterapi, sabun
dan kosmetika alami.

Dengan pelatihan semacam ini diharapkan

tercipta kesadaran masyarakat untuk kembali memanfaatkan jamu atau


untuk dipasarkan keluar daerah untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat secara kolektif.
4. Tahap implementasi TOGA
Setelah warga masyarakat saiyek saeka praya atau seiya sekata
maka

mudah

pemberdayaan

bagi

kita

masyarakat

untuk

mengimplementasikan

melalui

TOGA.

Seluruh

program
kelompok

masyarakat menanam tumbuhan obat sesuai dengan kesepakatan


bersama, misalnya dalam satu padukuhan

untuk warga RT 1-10

menanam jahe, RT 11-15 menanam serai, RT 15-20 menanam


Pertemuan Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat dalam Kesehatan Tradisional melalui Pemanfaatan
TOGA, Dinas Kesehatan Provinsi DIY, 9 April 2012

Page 6

temulawak, RT 21-25 menanam sambiloto, RT 25-30 menanam kunyit,


RT 31-35 menanam seledri, RT 36-40 menanam pegagan, dan
seterusnya.

Selama

pembudidayaan

tersebut

masyarakat

terus

mendapat pendampingan baik oleh Dinas Kesehatan atau mahasiswa


KKN-PPM atau instansi terkait lainnya.

Pada tahap implementasi ini

perlu dilakukan pengembangan kelembagaan sebab ada kemungkinan


kelompok warga masyarakat tertentu menginginkan produksi jenis
minuman herbal saja, kelompok lain ramuan jamu pelangsing, kelompok
lain cukup budidaya tumbuhan obat saja dan seterusnya. Tumbuhan
obat yang dibudidayakan inilah yang nantinya dibuat simplisia sampai
pengemasan

yang

baik

atau

dibuat

produk-produk

jamu

yang

berkaulitas.
5. Pendampingan pembentukan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Keberhasilan
dirasakan

pemberdayaan

manfaatnya

masyarakat

dengan

melalui

pembentukan

TOGA

semakin

UMKM.

Seluruh

masyarakat diajak musyawarah untuk menentukan bentuk UMKM


termasuk

nama

UMKM.

Pendampingan

juga

dilakukan

untuk

menghasilkan produk berkualitas dengan menggandeng mitra seperti


Disperindagkop dan Lembaga Pengkajian Pangan Obat dan Kosmetika
(LPPOM) Majelis Ulama Indonesia.
6. Integerasi TOGA dalam Desa Mandiri Herbal
Manfaat

TOGA

yang

sudah

kita

ketahui

sebetulnya

dapat

diintegerasikan dalam bidang lain seperti terbentuknya Desa Mandiri


Herbal

yang

di

dalamnya

dapat

mencakup

bidang

kesehatan,

pendidikan, pertanian terpadu, kehutanan, dan pariwisata, yaitu dengan


terwujudnya wisata agromedesin. Dalam kawasan tersebut setiap orang
dapat

belajar

mengenali

jenis-jenis

tumbuhan

obat

beserta

kegunaannya, belajar usaha konservasi tumbuhan dan lingkungan,


budidaya secara organik, ramuan jamu, cara pembuatan ramuan jamu,
dan penjualan produk-produk jamu. Masyarakat secara luas mempunyai
kesempatan yang sama untuk menjadi pemandu wisata agromedesin.

Pertemuan Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat dalam Kesehatan Tradisional melalui Pemanfaatan


TOGA, Dinas Kesehatan Provinsi DIY, 9 April 2012

Page 7

Dengan demikian masyarakat mampu mewujudkan empowerment dan


diharapkan berdaya dan mandiri.

PENUTUP
Taman Obat Keluarga (TOGA) merupakan produk pemerintah
Indonesia sudah semestinya dapat digunakan untuk kepentingan yang
lebih luas, yaitu pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan taraf
kesehatan

dan

kesejahteraan

masyarakat.

Model

pemberdayaan

masyarakat untuk pengembangan TOGA dalam bidang kesehatan adalah


dengan

berbasis

Pendidikan

untuk

Pembangunan

Berkelanjutan

(Education for Sustainable Development) yang mengintegerasikan aspek


ekonomi, aspek sosial dan aspek lingkungan sehingga masyarakat
menjadi mandiri dan berdaulat.
PUSTAKA
Badan Litbang Kesehatan, 2011, Vademekum Tanaman Obat Untuk
Saintifikasi Jamu, jilid 2, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Cotton, C.M., 1997, Ethnobotany Principles and Applications, John Wiley &
Sons, Chicester.
Direktorat Obat Asli Indonesia, 2010, Acuan Sediaan Herbal, Volume V,
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Jakarta.
Djoko Santosa, 2011, Bahan Ajar Budidaya Tumbuhan Obat Untuk
Mahasiswa Minat Farmasi Bahan Alam, Fakultas Farmasi UGM.
Djoko Santosa, 2011, Rintisan Desa Mandiri Herbal : Good Agriculture
Practice Untuk Mendukung Pemberdayaan Masyarakat Desa
Tegaltirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman Melalui Usaha
Pengembangan Jamu, Fakultas Farmasi UGM-Program I-MHERE,
Laporan Dosen Pembimbing Lapangan Pelaksanaan KKN-PPM UGM
Berbasis ESD.
Djoko Santosa, 2011, Rintisan Desa Mandiri Herbal Melalui Pengenalan
Tumbuhan Obat
dan Peluang Agromedesin, Makalah Seminar
Festival Jamu 21 Juli 2011 di Pagelaran Kraton Yogyakarta.
Pertemuan Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat dalam Kesehatan Tradisional melalui Pemanfaatan
TOGA, Dinas Kesehatan Provinsi DIY, 9 April 2012

Page 8

Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid I-IV (Terjemahan),


Badan Litbang Departemen Kehutanan RI, Jakarta.
World Health Oraganization, 2003, WHO guidelines on good agriculture
and collection practice (GACP) for medicinal plants, Geneva.

Pertemuan Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat dalam Kesehatan Tradisional melalui Pemanfaatan


TOGA, Dinas Kesehatan Provinsi DIY, 9 April 2012

Page 9

Você também pode gostar