Você está na página 1de 30

Apabila

kamu diberi salam dengan ucapan


salam, maka balaslah salam tersebut
dengan yang
lebih baik atau balaslah (dengan yang
serupa). (An-Nisa: 86)

JOHN MEREDEY N
M.KEMAL THORIQ M.P

Ketahuilah rekan-rekan semua, seorang muslim


yang beriman kepada Allah dan hari akhir akan
mengimani wajibnya memuliakan tamu sehingga
ia akan menempatkannya sesuai dengan
kedudukannya.
Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam,

Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari
akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya.
(HR. Bukhari)

Tata Cara Menerima


Tamu:

Segera membuka pintu untuk tamu.


Menyapa tamu: selamat pagi Pak/Bu.
Mempersilahkan tamu untuk masuk: mari Pak/Bu, silahkan
masuk.
Mempersilahkan tamu untuk duduk.
Menanyakan siapa tamu tersebut dan dari mana: boleh
tahu dengan Bapak/Ibu siapa dan dari instansi mana?
Menanyakan keperluannya dengan kalimat yang sopan:
ada yang bisa kami bantu Pak/Bu?
Jika tamu berkepentingan dengan orang lain, minta tamu
menunggu sebentar untuk dipanggilkan orang yang
bersangkutan.
Layani dengan sopan, ramah, dan sikap membantu.
Sabar dan jangan terpancing jika tamu kurang
menyenangkan.
Apabila tamu hendak pulang, antar sampai pintu pagar.

Hal-hal yang perlu


diperhatikan:

Apabila sudah ada janji, tepati waktu, apabila


sedang ada tugas di luar kantor harus
memberitahukan dan minta maaf untuk datang
terlambat (prioritas perlu dipertimbangkan).
Apabila tamu masuk, Anda hendaknya berdiri,
tersenyum, dan bersalaman.
Berikan sapaan ramah kepada tamu.
Seorang perempuan dilarang menerima tamu
ketika dia ditinggal suaminya dan sendirian
dirumah.

Undangan jamuan hendaknya tidak diniatkan


berbangga-bangga dan berfoya-foya, akan tetapi
niat untuk mengikuti sunnah Rasululloh SAW dan
membahagiakan teman-teman sahabat, ataupun
syukuran dalam rangka bersyukur atas nikmat
yang telah diberikan Allah SWT.
Tidak memaksakan diri untuk mengundang tamu.
Di dalam hadits Anas Radhiallaahu anhu ia
menuturkan:Pada suatu ketika kami ada di sisi
Umar, maka ia berkata: Kami dilarang memaksa
diri (membuat diri sendiri repot). (HR. Al-Bukhari)

Etika Menerima Tamu

1. Menjawab Salam
Dari Abu Hurairoh berkata: Saya mendengar Rosulullah bersabda:
"Hak orang muslim terhadap muslim lainnya ada lima; Menjawab
salam" (HR. Bukhari)
Wa idzaa huyyiitum bi tahiyyatin fa hayyuu bi ahsana minhaa au
rudduuhaa .. Dan, apabila kamu diberi ucapan Salaam,
maka ucapkanlah Salaam yang lebih baik dari itu, atau paling
tidak, balasan yang sama.(An Nisaa, 4:87)

2. Boleh Menanyakan Siapa Namanya


Ketika sohibul bait (tuan rumah) mengetahui ada
tamu yang sedang
meminta izin masuk ke rumahnya sedangkan dia
tidak mengenal sebelumnya,
maka boleh menanyakan namanya. Misalnya
dengan menggunakan pertanyaan:
Siapa nama Anda?, Siapa itu?
atau pertanyaan serupa lainnya.
Dari Qotadah dia berkata: Aku pernah bertanya
kepada sahabat Anas: Apakah berjabat
tangan itu ada pada zaman sahabat Nabi Maka
dia menjawab:
Ya.

3. Boleh Menolak Tamu


Alloh memberi wewenang kepada shohibul bait untuk
menentukan
sikap terhadap tamu yang datang antara menerima dan
menolak. Jika
memang harus menolaknya karena suatu hal, maka
hendaknya dia menolak
dengan sopan, menyampaikan udzurnya dan dengan adab
yang baik.
Dari Abu Hurairah dari Nabi Beliau berkata:
barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhir
maka hendaknya
memuliakan tamunya, dan barang siapa yang beriman kepada
Alloh dan
hari akhir maka hendaknya bicara yang benar atau diam.

4. Boleh Saling Berpelukan dan Berjabat Tangan


Dari Sya'bi dengan sanadnya: "Sesungguhnya
sahabat Nabi apabila mereka bertemu, mereka
saling berjabat tangan dan bila datang dari
bepergian mereka berpeluk-pelukan. Dari Abu
Jafar dia berkata: Ketika aku datang menghadap
Rosulullah dari Najasi beliau menjumpaiku lalu
memelukku.
Dari Ummu Darda dia berkata: Ketika Salman
tiba, dia bertanya "Dimana saudaraku?" Lalu aku
menjawab: "Dia di masjid", lalu dia menuju ke
masjid dan setelah melihatnya, dia memeluknya,
sedangkan sahabat yang lain saling berpelukpelukan pula. (Syarh Ma'anil Atsar:4/281.)

5 Tidak Memasukkan Tamu Lain Jenis


Dari Ibnu Abbas dari Nabi beliau bersabda:
"Janganlah seorang laki-laki menyepi dengan
seorang perempuan kecuali ada mahromnya, lalu
ada seorang laki-laki berdiri seraya bertanya:
"Wahai Rosulullah, istriku akan menjalankan haji,
sedangkan aku telah mewajibkan diriku untuk
mengikuti perang ini dan ini?" Beliau berkata:
"Kembalilah dan berangkatlah haji bersama
istrimu ". (HR. Bukhori)

6. Menyambut Tamu Dengan Gembira


Hendaknya shohibul bait menyambut tamunya dengan
penuh gembira, wajah berseri-seri sekalipun hati kurang
berkenan karena melihat sikap atau akhlaknya yang jelek.
Dari Aisyah ia berkata: "Sesungguhnya ada seorang yang
mints izin kepada Nabi. Ketika Nabi melihatnya sebelum
dia masuk, beliau berkata: "Dialah saudara golongan
terjelek, dialah anak golongan terjelek" Kemudian setelah
dia duduk, Nabi berseri-seri wajahnya, dan
mempersilakan padanya. Setelah lakilaki itu pergi, Aisyah
berkata kepada Rosulullah: "Wahai Rosulullah ketika
engkau lihat laki-laki itu tadi, engkau berkata begini dan
begitu, kemudian wajahmu berseri-seri dan engkau
mempersilakan padanya?" Maka Rosulullah bersabda:
"Wahai Aisyah, kapan engkau tahu aku mengucap kotor?
Sesungguhnya sejelek-jelek manusia di sisi Allah pada
hari Qiamat adalah orang yang ditinggalkan manusia
karena takut akan kejelekannya ". (HR. Bukhari)

7. Menjamu Tamu Sesuai Kemampuan


Dari Abu Hurairoh, sesungguhnya ada seorang lakilaki bertamu kepada Nabi, lalu beliau menyuruh
utusan untuk meminta makanan kepada istrinya.
Sang istri berkata: "Kita tidak mentpunyai apa-apa
kecuali air". Lalu Rosulullah bertanya kepada
sahabatnya: "Siapa yang bersedia menjamu dan
menanggung tamu ini?" Ada salah seorang
sahabatAl-Anshor berkata: "Saya sanggup wahai
Nabi." Maka dibawalah tamu tersebut ke rumah
istrinya, lalu sahabat itu berkata kepada istrinya:
"Jamulah tamu Rosulullah ini". Istrinya menjawab:
"Kita tidak punya apa-apa kecuali makanan untuk
anak-anak kita yang masih kecil ini". Sahabat itu
berkata: "Siapkan makananmu itu sekarang.
Nyalakan lampu, tidurkan anakmu bila dia ingin
makan malam ".

Sang istri itu mentaati suaminya, lalu dia menyiapkan


makanan untuk tamunya, menyalakan lampu dan
menidurkan anaknya. Lalu sang istri berdiri seolaholah hendak memperbaiki lampu lalu
mentadamkannya, maksudnya untuk meyakinkan
tamunya seolah-olah keduanya ikut makan, lalu
semalaman suanti istri tidur dengan menahan lapar.
Maka pada pagi hari dia pergi menuju ke nunah
Rosulullah. Lalu Rosulullah bersabda: "Tadi malam
Allah tertawa, atau heran (takjub) dengan perbuatan
kamu berdua ", maka turunlah ayat: Dan mereka
(yaitu sahabat. Al-Anshor) mengutamakan
kepentingan (sahabat muhajirin daripada kepentingan
dirinya sendiri), sekalipun mereka dalam keadaan
sangat membuutuhkan, dan barangsiapa yang dijaga
dari kebakhilan maka mereka itulah orang yang
beruntung. (Al-Hasyr:9)

Adab Bagi Tuan Rumah

1. Ketika mengundang seseorang, hendaknya


mengundang orang-orang yang bertakwa, bukan
orang yang fajir (bermudah-mudahan dalam
dosa), sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam,

,

Janganlah engkau berteman melainkan dengan
seorang mukmin, dan janganlah memakan
makananmu melainkan orang yang bertakwa!
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

2. Jangan hanya mengundang orang-orang kaya


untuk jamuan dengan mengabaikan/melupakan
orang-orang fakir. Rasululloh SAW
bersabda:Seburuk-buruk makanan adalah makanan
pengantinan (walimah), karena yang diundang hanya
orang-orang kaya tanpa orang-orang faqir. (Muttafaq
alaih).
3. Tidak mengkhususkan mengundang orang-orang
kaya saja, tanpa mengundang orang miskin,
berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,



Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah di
mana orang-orang kayanya diundang dan orangorang miskinnya ditinggalkan. (HR. Bukhari Muslim)

4. Disunahkan mengucapkan selamat datang


kepada para tamu sebagaimana hadits yang
diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu,
bahwasanya tatkala utusan Abi Qais datang
kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Beliau
bersabda,


Selamat datang kepada para utusan yang datang
tanpa merasa terhina dan menyesal. (HR.
Bukhari)

Berpakaian yang pantas


Sebagaimana orang yang bertamu, tuan rumah
hendaknya mengenakan pakaian yang pantas
pula dalam menerima kedatangan tamunya.
Berpakaian pantas dalam menerima kedatangan
tamu berarti menghormati tamu dan dirinya
sendiri. Islam menghargai kepada seorang yang
berpakaian rapih, bersih dan sopan. Rasululah
SAW bersabda yang artinya: Makan dan
Minunmlah kamu, bersedekahlah kamu dan
berpakaianlah kamu, tetapi tidak dengan sombong
dan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah amat
senang melihat bekas nikmatnya pada
hambanya. (HR Baihaqi)

5. Menghormati tamu dan menyediakan hidangan


untuk tamu makanan semampunya saja. Akan
tetapi, tetap berusaha sebaik mungkin untuk
menyediakan makanan yang terbaik. Allah taala
telah berfirman yang mengisahkan Nabi Ibrahim
alaihis salam bersama tamu-tamunya:

Dan Ibrahim datang pada keluarganya dengan


membawa daging anak sapi gemuk kemudian ia
mendekatkan makanan tersebut pada mereka
(tamu-tamu Ibrahim-ed) sambil berkata: Tidakkah
kalian makan? (Qs. Adz-Dzariyat: 26-27)

6. Dalam penyajiannya tidak bermaksud untuk


bermegah-megah dan berbangga-bangga, tetapi
bermaksud untuk mencontoh Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam dan para Nabi
sebelum beliau, seperti Nabi Ibrahim alaihis
salam. Beliau diberi gelar Abu Dhifan (Bapak
para tamu) karena betapa mulianya beliau dalam
menjamu tamu.
7. Hendaknya juga, dalam pelayanannya diniatkan
untuk memberikan kegembiraan kepada sesama
muslim.
8. Mendahulukan tamu yang sebelah kanan
daripada yang sebelah kiri. Hal ini dilakukan
apabila para tamu duduk dengan tertib.

9. Mendahulukan tamu yang lebih tua daripada


tamu yang lebih muda, sebagaimana sabda beliau
shallallahu alaihi wa sallam:

Barang siapa yang tidak mengasihi yang lebih
kecil dari kami serta tidak menghormati yang lebih
tua dari kami bukanlah golongan kami. (HR
Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad). Hadits ini
menunjukkan perintah untuk menghormati orang
yang lebih tua.

10. Jangan mengangkat makanan yang dihidangkan


sebelum tamu selesai menikmatinya.
11. Di antara adab orang yang memberikan hidangan
ialah mengajak mereka berbincang-bincang dengan
pembicaraan yang menyenangkan, tidak tidur sebelum
mereka tidur, tidak mengeluhkan kehadiran mereka,
bermuka manis ketika mereka datang, dan merasa
kehilangan tatkala pamitan pulang.
12. Mendekatkan makanan kepada tamu tatkala
menghidangkan makanan tersebut kepadanya
sebagaimana Allah ceritakan tentang Ibrahim alaihis
salam,

Kemudian Ibrahim mendekatkan hidangan tersebut pada
mereka. (Qs. Adz-Dzariyat: 27)

13. Mempercepat untuk menghidangkan makanan


bagi tamu sebab hal tersebut merupakan
penghormatan bagi mereka.
14. Merupakan adab dari orang yang memberikan
hidangan ialah melayani para tamunya dan
menampakkan kepada mereka kebahagiaan serta
menghadapi mereka dengan wajah yang ceria
dan berseri-seri.

15. Adapun masa penjamuan tamu adalah


sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam,

:

Menjamu tamu adalah tiga hari, adapun
memuliakannya sehari semalam dan tidak halal bagi
seorang muslim tinggal pada tempat saudaranya
sehingga ia menyakitinya. Para sahabat berkata: Ya
Rasulullah, bagaimana menyakitinya? Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam berkata: Sang tamu
tinggal bersamanya sedangkan ia tidak mempunyai
apa-apa untuk menjamu tamunya.

16) Lama waktu


Sesuai dengan hak tamu, kewajiban memuliakan
tamu adalah tiga hari, termasuk hari istimewanya.
Selebihnya dari waktu itu adalah sedekah
baginya. Sabda Rasulullah SAW:
( )

Artinya: Menghormati tamu itu sampai tiga hari.
Adapun selebihnya adalah merupakan sedekah
baginya,. (HR Muttafaqu Alaihi)

6) Antarkan sampai ke pintu halaman jika tamu


pulang
Salah satu cara terpuji yang dapat menyenangkan
tamu adalah apabila tuan rumah mengantarkan
tamunya sampai ke pintu halaman. Tamu akan
merasa lebih semangat karena merasa dihormati
tuan rumah dan kehadirannya diterima dengan
baik.

Wanita yang sendirian di rumah dilarang


menerima tamu laki-laki masuk ke dalam
rumahnya tanpa izin suaminya
Larangan ini bermaksud untuk menjaga fitnah dan
bahaya yang mungkin terjadi atas diri wanita
tersebut. Allah berfirman: Maka wanita yang
saleh, ialah yang taat kepada SAW lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh
karena SAW telah memelihara (mereka) (QS
An Nisa : 34

Rasulullah SAW bersabda;



)

(
Artinya: Wanita itu adalah (ibarat) pengembala di
rumah suaminya. Dia akan ditanya tentang
pengembalaannya (dimintai pertanggung jawaban).
(HR Ahmad, bukhari, Muslim, Abu Daud, Turmudzi
dan Ibnu Umar)
Oleh sebab itu, tamu lelaki cukup ditemui diluar
rumah saja, atau diminta datang lagi (jika perlu) saat
suaminya telah pulang bekerja. Membiarkan tamu
lelaki masuk ke dalam rumah padahal dia (wanita
tersebut) hany seorang diri, sama saja dengan
membuka peluang besar akan timbulnya bahaya bagi
diri sendiri. Bahaya yang dimaksud dapat berupa
hilangnya harta dan mungkin sekali akan timbul fitnah
yang mengancam kelestarian rumah tangganya.

Você também pode gostar