Você está na página 1de 12

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn A DENGAN


NYERI DI RUANG OK
RST Dr. SOEPRAOEN
MALANG
STASE KEPERAWATAN KDM

VICKY DIAN FEBRIANI


201420461011049

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015

BAB I
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
International Association for Study of Pain (IASP) menyatakan nyeri
adalah merupakan pengalaman sensoris subyektif dan emosional yang tidak
menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan yang nyata,
berpotensi rusak, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
B. Etiologi
a.

Agen cedera fisik : penyebab nyeri karena trauma fisik

b.

Agen cedera biologi : penyebab nyeri karena kerusakan fungsi organ atau
jaringan tubuh

c.

Agen cedera psikologi

: penyebab nyeri yang bersifat psikologik

seperti kelainan organik, neurosis traumatik, skizofrenia


d.

Agen cedera kimia : penyebab nyeri karena bahan/zat kimia.

C. Faktor Predisposisi
a.

Faktor fisiologis
Rangsang nyeri yang diterima oleh norireseptor berjalan melalui tulang
belakang dan naik ke spinotalamik lateral kemudian ke medulla, pons, dan
mesenchepalon. Selanjutnya rangsang nyeri tersebut dibawa ke serebrum
sehingga individu menyadari akan adanya nyeri, lokasinya, jenisnya dan
intensitasnya.

b.

Faktor psikososial
Beberapa faktor psikososial yang dapat mempengaruhi individu terhadap
persepsi nyeri seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai berkaitan dengan
nyeri, harapan keluarga, lingkungan, emosi dan budaya.

D. Patofisiologi

Stimulasi Nociceptor:
Ketika ambang nyeri tercapai dan/atau terdapat jaringan cedera,
maka akan dikeluarkan substansi antara lain: serotonin, histamin, ion
potasium, asam dan beberapa enzim. Substansi tersebut menstimulasi
reseptor nyeri (nociceptor). Area cedera juga akan mengeluarkan
bradykinin (vasodilator kuat dan dapat meningkatkan permeabilitas
pembuluh) dan dapat mendorong dilepaskannya histamin (zat kimiawi
penyebab inflamasi).
Bradykinin

& histamine

menyebabkan

area

injuri menjadi

kemerahan (rubor), bengkak (edema), dan melunak. Bradykinin juga


menstimulasi pelepasan prostaglandin. Prostaglandin dapat menstimulasi
reseptor nyeri dan mempertinggi efek bradykinin dan histamin.
Substansi P juga berperan sebagai stimulan terhadap nociceptor.
Substansi P merupakan neurotransmiter yang dapat mempertinggi
pergerakan impuls melewati sinap saraf dari primary afferent neuron ke
second-order neuron.Nociceptor dapat pula secara langsung distimulasi
oleh kerusakan pada sel reseptor atau akibat dilepaskannya zat-zat kimia
seperti bradykinin.

Jalur nyeri
1. Jalur Ascendens
Serat saraf C dan A- aferen yang menyalurkan implus nyeri
masuk ke medula spinalis di akar saraf dorsal.Serat-serat memisah
sewaktu masuk ke korda dan kemudian kembali menyatu di kornu
dorsalis posterior pada medula spinalis. Daerah ini menerima,
menyalurkan, dan memproses implus sensorik.Kornu dorsalis medula
spinalis dibagi menjadi lapisan-lapisan sel yang disebut lamina.Dua
dari lapisan ini, yang disebut substansia gelatinosa, sangat penting
dalam transmisi dan modulasi nyeri.Dari kornu dorsalis, implus nyeri
dikirim ke neuron-neuron yang menyalurkan informasi ke sisi
berlawanan medula spinalis di komisura anterior dan kemudian
menyatu di traktus lateralis, yang naik ke talamus dan struktur otak

lainnya.Dengan demikian, transmisi implus nyeri di medula spinalis


bersifat kontrlateral terhadap sisi tubuh tempat implus tersebut berasal.
Traktus neospinotalamikus adalah suatu sistem langsung yang
membawa informasi diskriminatif sensorik mengenai nyeri cepat atau
akut dari nosiseptor A- ke daerah talamus.Sistem ini barakhir di dalam
nucleus posterolateral ventralis hipotalamus.Nyeri disebut juga sensasi
thalamus mungkin karena dibawa kesadaran oleh talamus.Sebuah
neuron di thalamus kemudian memproyeksikan akso-aksonnya melalui
bagian posterior kapsula interna untuk membawa implus nyeri ke
korteks somatosensorik primer dan girus pascacentralis.Dipostulasikan
bahwa pola tersusun ini penting bagi aspek sensorik-diskriminatif nyeri
akut yang dirasakan yaitu, lokasi, sifat, dan intensitas nyeri.
Traktur paleospinotalamikus adalah suatu jalur multisinaps difus
yang membawa implus ke farmasio retikularis batang otak sebelum
berakhir di nukleus parafasikularis dan nukleus intralaminar lain di
talamus, hipotalamus, nukleus sistem limbik, dan korteks otak depan.
Karena implus disalurkan lebih lambat dari implus di traktus
neospinotalamikus, maka nyeri yang ditimbulkannya berkaitan dengan
rasa panas, pegal, dan sensasi yang lokalisasinya samar. Besar
kemungkinannya sensasi viseral disalurkan oleh sistem ini.Sistem ini
sangat penting pada nyeri kronik, dan memperantarai respons otonom
terkait,

perilaku

emosional,

dan

penurunan

ambang

sering

terjadi.Dengan demikian, jalur paleospinotalamikus disebut sebagai


suatu sistem nosiseptor motivasional.
2. Jalur Descendens
Salah satu jalur descendens yang telah diidentifikasi sebagai
jalur penting dalam sistem modulasi nyeri adalah jalur yang mencakup
tiga komponnen berikut:
a. Substans grisea periakuaduktus (PAG) dan substansia grisea
periventrikel (PVG) mesensefalon dan pons bagian atas yang
mengelilingi akuaduktus Sylvius.

Konduksi impuls noriseptif pada prinsipnya ada dua tahap yaitu :


a. Melalui sistem noriseptif
Reseptor di perifer lewat serabut aferen, masuk medulla spinalis
ke batang otak oleh mesenfalon / midbrain.
b. Melalui tingkat pusat
Impuls noriseptif mesenfalon ke korteks serebri di korteks asosiasinya
sensasi nyeri dapat dikenal karakteristiknya.
Impuls - impuls nyeri disalurkan ke sumsum tulang belakang oleh 2 jenis
serabut bermielin rapat A delta dan C dari syaraf aferen ke spinal dan
sel raat dan dan sel horn SG melepas P (penyalur utama impuls nyeri )
Impuls nyeri menyeberangi sumsum belakang pada interneuron
interneuron bersambung dengan jalur spinalis asenden.
Paling sedikit ada 6 jalur ascenden untuk impuls-impuls

nosireseptor

yang letak pada belahan vencral dari sumsum belakang

yang paling

utama : SST (spinathamic tract) = jalur spinareticuler trace) impulsimpuls ke batang otak dan sebagian ke thalamus mengaktifkan respon
automic dan limbic (pada kulit otak ) afektif dimotivasi.
E. Tanda dan Gejala
a. Klien melaporkan nyeri baik secara verbal atau non verbal
b. Tingkah laku ekspresif (gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel,
nafas panjang, mengeluh)
c. Menunjukkan kerusakan pada bagian tubuhnya.
d. Posisi untuk mengurangi nyeri.
e. Ada gerakan untuk melindungi.
f. Tingkah laku berhati-hati.
g. Fokus pada diri sendiri dan penurunan interaksi dengan lingkungan.
h. Perubahan dalam nafsu makan dan minum.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan mencakup pemeriksaan laboratorium
darah dan pemeriksaan radiologi.

G. Pathway

Fisik (Trauma)

Agen cedera (injury)

Biologis

Kimia

Psikologis

Gangguan sirkulasi
dan kelainan darah

Pelepasan medikator nyeri


(histamin, bradikinin,
prostaglandin, serotonin, ion
kalium

Peradangan

Merangsang sensori nyeri


Dihantarkan oleh
serabut A teta, C menuju
medulla spinalis

Nyeri

Kerusakan pada
bagian tubuh

Hipotalamus, sistem
limbik, talamus

Nafsu makan dan


minum menurun

Gangguan
nutrisi

Kerusakan
integritas kulit

Gangguan
mobilitas fisik

Defisit
Perawatan Diri

H. Pengkajian (Data Fokus)


a. Lokasi
Pengkajian lokasi nyeri mencakup 2 dimensi :
1) Tingkat nyeri, nyeri dalam atau superficial
2) Posisi atau lokasi nyeri
Nyeri superfisial biasanya dapat secara akurat ditunjukkan oleh klien,
sedangkan nyeri yang timbul dari bagian dalam (visceral) lebih dirasakan
secara umum. Nyeri dapat pula dijelaskan menjadi empat kategori yang
berhubungan dengan lokasi :
a) Nyeri terlokalisir : nyeri dapat jelas terlihat pada area asalnya.
b) Nyeri Terproyeksi : nyeri sepanjang saraf atau serabut saraf spesifik.
c) Nyeri Radiasi : penyebaran nyeri sepanjang area asal yang tidak dapat
dilokalisir.
d) Reffered Pain (Nyeri alih) : nyeri dipersepsikan pada area yang jauh
dari area rangsang nyeri.
b. Intensitas
Nyeri dapat berupa ringan, sedang, berat atau tak tertahankan. Perubahan
dari intensitas nyeri dapat menandakan adanya perubahan kondisi
patologis dari klien.
c. Waktu dan Lama (Time & Duration)
Perawat perlu mengetahui/mencatat kapan nyeri mulai timbul, berapa
lama, bagaimana timbulnya, interval tanpa nyeri dan kapan nyeri terakhir
timbul.
d. Kualitas
Deskripsi menolong orang mengkomunikasikan kualitas dari nyeri.
Anjurkan pasien menggunakan bahasa yang dia ketahui: nyeri kepala
mungkin dikatakan ada yang membentur kepalanya, nyeri abdominal
dikatakan seperti teriris pisau.

e. Skala nyeri
Beberapa contoh alat pengukur nyeri :
1) Anak-anak

2) Dewasa
Skala intensitas nyeri deskriptif

Skala identitas nyeri numerik

Skala analog visual

Skala nyeri menurut Bourbanis

Keterangan :
0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan, secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang, secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat, secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi
nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih
posisi nafas panjang dan distraksi.
10 : Nyeri sangat berat, pasien sudah tidak mampu lagi berinteraksi dengan
orang lain.
f. Perilaku Non Verbal
Beberapa perilaku nonverbal yang dapat kita amati antara lain : ekspresi
wajah, gemeretak gigi, menggigit bibir bawah dan lain-lain.
g. Faktor Presipitasi
Beberapa faktor presipitasi yang akan meningkatkan nyeri : lingkungan,
suhu ekstrim, kegiatan yang tiba-tiba, stressor fisik dan emosi.
I. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan agen injury fisik, biologis, kimia, dan
psikologis.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
faktor biologis.

J.

Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil


1. Nyeri
berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan
dengan agen injury selama 3 x 24 jam, diharapkan nyeri dapat
fisik, biologis, kimia, teratasi.
Pain Control
dan psikologis.
1. Mengenali faktor penyebab (5)
2. Mengenali gejala-gejala nyeri (5)
3. Mencari bantuan tenaga kesehatan (3)
4. Melaporkan gejala pada tenaga
kesehatan (5)
5. Menggunakan metode pencegahan non
analgetik untuk mengurangi nyeri (5)
6. Melaporkan
nyeri
yang
sudah
terkontrol (5)

2.

Kerusakan
kulit

integritas NOC :
Tissue Integrity : Skin and Mucous
Membranes
Wound Healing : primer dan sekunder
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama.. kerusakan integritas kulit
pasien teratasi dengan kriteria hasil:
Integritas kulit yang baik bisa
dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi, pigmentasi)

Intervensi
Pain Management
1. Kaji secara komprehensif tentang nyeri, meliputi : lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor presipitasi.
2. Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, khususnya
ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif
3. Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri
4. Kaji pengalaman individu terhadap nyeri
5. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi untuk mengatasi nyeri (ex.
relaksasi, massase)
6. Berikan informasi tentang nyeri : penyebab, berapa lama terjadi.
7. Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan.
8. Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
9. Berikan analgetik sesuai anjuran
NIC : Pressure Management
Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan
Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan
Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik,warna
cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi

Tidak ada luka/lesi pada kulit

3.

Gangguan
fisik

Menunjukkan pemahaman dalam proses


perbaikan kulit dan mencegah terjadinya
sedera berulang
Mampu melindungi kulit dan
mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami
Menunjukkan terjadinya proses
penyembuhan luka
mobilitas NOC :
Joint Movement : Active
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama.gangguan mobilitas fisik teratasi
dengan kriteria hasil:
Mengerti tujuan dari peningkatan
mobilitas
Memverbalisasikan perasaan dalam
meningkatkan kekuatan dan kemampuan
berpindah
Memperagakan penggunaan alat Bantu
untuk mobilisasi (walker)

traktus
Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka
Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin
Cegah kontaminasi feses dan urin
Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka

NIC :
Exercise therapy : ambulation
Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat
latihan
Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan
kebutuhan
Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap
cedera lain tentang teknik ambulasi
Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan
Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan
ADLs.
Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.

Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika


diperlukan

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Vol : 1. Jakarta: EGC
Potter & Perry . 2006. Fundamental Keperawatan. Vol: 2. Jakarta : EGC
Herdman. 2009. Nanda International : Diagnosis Keperawatan 2009-2011. Jakarta :
EGC
McCloskey, Joanne & Gloria M Bulechek, 2000, Nursing Outcome Classificatian
(NOC), Second Ed, New York, Mosby.
McCloskey, Joanne & Gloria M Bulechek 2005, Nursing Intervention
Classificatian (NIC), Second Ed, New York, Mosby.

Você também pode gostar