Você está na página 1de 11

http://www.pediatrik.com/buletin/20060220-4biezw-buletin.

doc
Gagal ginjal akut (GGA) pada bayi baru lahir merupakan masalah yang serius. Keadaan
ini biasanya disertai dengan oliguria atau anuria. Namun pada beberapa kasus dapat
terjadi tanpa disertai penurunan produksi urin, yang disebut gagal ginjal akut non
oliguria. GGA non oliguria sering ditemukan sebagai akibat obat obatan khususnya
golongan aminoglikosida (1).
Untuk mengetahui penyebab GGA pada neonatus perlu memperhatikan beberapa hal
yaitu adanya kelainan kongenital, keadaan perinatal, penyakit atau keadaan ibu, obat
obatan yang dipergunakan, disamping mencari kemungkinan penyebab prerenal, renal
dan post renal (2).
Angka kejadian GGA menurut Fitzpatrick berkisar 1 3 % pertahun, sedang beberapa
penelitian mendapatkan 23% (3,4). GGA pada neonatus walaupun jarang ditemukan,
tidak semua penanganan yang dilakukan dapat berhasil dengan baik.oleh karena banyak
kesulitan yang ditemukan terutama pada pelaksanaan terapi pengganti fungsi ginjal.
Namun berbagai upaya dilakukan untuk dapat menyelamatkan bayi tersebut walaupun
mempunyai prognosis yang kurang baik(2).
Definisi gagal ginjal akut pada neonatus adalah keadaan dimana terjadi penurunan fungsi
ginjal secara mendadak, disertai peningkatan kadar kreatinin dalam darah serta
penurunan produksi urin ( < 0,5-1 ml/kg BB/jam) sampai anuria. Anuria bila produksi
urin < 1ml/kg BB/hari (2,3,5).
Pada umumnya (100%) bayi baru lahir akan kencing pada 48 jam pertama setelah lahir
(4). Dalam keadaan normal, setelah lahir produksi urin bayi berkisar 1-3 ml/kg BB/jam.
Oliguria pada neonatus, bila produksi urin < 0,5-1 ml/kg BB/jam. Keadaan anuria pada
bayi baru lahir pada 24 jam pertama biasanya masih dianggap normal, oleh karena sering
bayi telah kencing pada saat setelah lahir ( masih diruang persalinan) (2).
Pembentukan organ ginjal
Pada manusia, nefrogenesis mulai terjadi 5 sampai 6 minggu setelah terjadinya fertilisasi
yang diawali dengan pembentukan metanefros. Sedang metanefrik glomeruli mulai
terbentuk minggu ke 9. Nefrogenesis terus berlangsusng dan lengkap setelah mencapai
minggu ke 36. Jumlah nefron pada manusia diperkirakan berkisar 1 juta pada tiap ginjal.
Namun demikian jumlah nefron ini dapat dipengaruhi faktor faktor prenatal misalnya
gangguan pertumbuhan pada fetus, kekurangan protein, kekurangan vitamin A, serta
beberapa obat obatan misalnya gentamisin, amino-penisilin, cyclosporine A serta
glukokortikoid. Ibu dengan hiperglikemia juga dapat menyebabkan gangguan
pembentukan jumlah nefron. Walaupun jumlah nefron dapat dipengaruhi banyak faktor,
fungsi filtrasi dari ginjal tampaknya tidak banyak dipengaruhi oleh karena adanya
kemampuan untuk meningkatkan filtrasi pada ginjal(6, 7). Walaupun belum ada
penelitian penelitian yang menunjang, penurunan jumlah nefron diduga akan
meningkatkan resiko terjadinya hipertensi dan gagal ginjal kronik (6, 8).
Pada pertumbuhan ginjal, dikenal adanya immunoreactiv COX-2 yang ditemukan pada
saat embriologi ginjal. COX-2 akan merangsang induksi sel sel morfogenesis selama
nefrogenesis. COX-2 ini relatif rendah setelah lahir. Bukti bukti menunjukkan bahwa
hambatan pada COX-2 akan mempengaruhi perumbuhan dan fungsi ginjal. Penggunaan

obat obatan pada trimester ke 2 dan ke 3 dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan


yang dikenal dengan nama ACEI Fetopathy . Gangguan utama adalah pada tubulus
ginjal dimana terjadi dysplasi tubulus ginjal. Gangguan lain yang ditemukan adalah
hipokalemia, gangguan pertumbuhan intra uterin, pattern ductus arteriosus (PDA).
Gangguan ini merupakan akibat hipotensi karena pengguanaan angiotensin converting
enzym inhibitor (ACEI), menurunnya angiotensin serta meningkatnya bradikinin (2).
Aliran darah pada ginjal
Pada neonatus, ginjal menerima aliran darah 15 20 % dari cardiac output. Keadaan ini
berbeda dengan orang dewasa yang menerima aliran darah 25% dari cardiac output.
Segera setelah lahir darah akan mencapai ginjal dan mengisi seluruh bagian ginjal.
Setelah beberapa hari akan terjadi peningkatan aliran darah pada ginjal. Regulasi aliran
darah ini diatur oleh beberapa macam vasoaktif faktor yaitu sistim syaraf pada ginjal,
vaso presin, adenosin, eicosonoid, sistem kalikrein serta renin angiotensin. (1).
Aliran darah pada ginjal atau renal blood flow pada bayi yang lahir dengan umur
kehamilan 28 minggu dengan melakukan pemeriksaan klearan paraamino hippurate
(PAH) adalah 10 ml/min/m2, sedang pada umur kehamilan 35 minggu 35 ml/min/m 2.
Setelah lahir akan terus meningkat dan mencapai 2 kali lipat pada saat umur 2 minggu,
serta matur pada umur 2 tahun. Peningkatan renal blood flow pada bayi merupakan reflek
peningkatan renal blood flow terutama pada daerah kortek ginjal. Renal blood flow diatur
oleh 2 faktor yaitu cardiac out put dan ratio dari tahanan pembuluh darah ginjal dan
sistemik. Setelah lahir terjadi peningkatan cardiac out put serta terjadi penurunan tahan
pembuluh darah ginjal. Penurunan tahanan pembuluh darah ginjal ini lebih besar dari
pada penurunan tahan pembuluh darah sistemik, sehingga berakibat terjadinya
peningkatan renal blood flow. (6,7).
Penurunan tahanan pembuluh darah ginjal pada neonatus dihubungkan dengan
peningkatan renin angiotensin maupun ensim converting angiotensin pada ginjal.
Angiotensin 2 (AT2) reseptor mempunyai effek sebagai vasokonstriksi, apoptosis pada
saat organogenesis dan perkembangan dari saluran saluran ginjal, dengan melakukan
rangsangan proliferasi dan deferensiasi dari otot polos dari ureter. AT2 reseptor juga akan
merangsang produksi dari prostaglandin, nitric oxide, endotelin yang mempunyai efek
sebagai vaso dilatasi dan menyebabkan maturasi sehingga akan terjadi peningkatan dari
renal blood flow (6).
Laju filtrasi glomerulus (LFG) .
Pada saat setelah lahir, tekanan darah bayi sangat rendah dan tahanan dalam pembuluh
darah sangat tinggi, sehingga filtrasi pada glomerulus sangat rendah. Keadaan ini juga
terjadi karena jumlah area filtrasi juga masih minimal. Laju filtrasi yang sangat rendah ini
menyebabkan terbatasnya kemampuan fungsi ginjal baik dalam pengaturan air, elektrolit,
hemostasis dan ekskresi dari bahan bahan atau sampah metabolik (1)
Dalam kurun waktu 1 bulan, LFG meningkat secara cepat oleh karena terjadi peningkatan
tekanan darah, turunnya resistensi atau tahanan pembuluh darah ginjal dan lebih
meningkatnya permukaan filtrasi dari ginjal. Laju filtrasi glomerulus pada neonatus
adalah sesuai dengan umur kehamilan. Pada kehamilan 30 minggu LFG <10
ml/min/1.73m2, kehamilan 34 minggu <15 ml/min/1.73m2, dan pada kehamilan 40

minggu berkisar 40 ml/min/1.73m2 . Pada umur 2 tahun LFG anak sama dengan dewasa.
(1, 6)
Walaupun fungsi ginjal pada neonatus masih kurang sempurna dibandingkan pada anak
anak atau pada orang dewasa namun demikian fungsi ginjal pada neonatus sudah dapat
bekerja dengan baik untuk mengatasi pengaruh fisiologis dan mempertahankan
perkembangan dan maturasi dari ginjal. Tetapi, kemampuan untuk menghadapi stress
masih sangat terbatas misalnya pada keadaan sakit atau oleh karena tindakan medis yang
dilakukan. Pada terapi sinar, walaupun bayi dalam keadaan dehidrasi tidak mampu
melakukan adaptasi. Sehingga produksi kencing bayi tidak berkurang walaupun dalam
keadaan dehidrasi. Bila keadaan ini terjadi akan membahayakan keadaan bayi tersebut.
(1).
Hemostasis cairan pada neonatus
Total body water (TBW) sesaat setelah lahir sangat tinggi lebih kurang 75% dari total
masa tubuh, dimana 40% dari total masa tubuh adalah cairan ekstra sel. Dalam beberapa
hari akan terjadi perubahan dimana cairan ekstra sel akan masuk kedalam sel. Setelah
bayi berumur 2 bulan cairan dalam intra sel menjadi 43% dan ekstra sel menjadi 30%
dari berat badan. Saat umur 9 bulan TBW menjadi 62%, dimana 35% adalah cairan intra
sel dan 27% cairan ekstra sel.
Ciri khas pembuluh darah ginjal sesaat setelah lahir adalah mudah bocor. Sehingga bila
diberi cairan non koloid misalnya normal salin atau ringer lactat, akan mudah merembes
ke interstitiel. Keadaan ini disertai penurunan LFG, dapat menjelaskan terjadinya
keterlambatan pengeluaran urin pada bayi baru lahir (1).
Kemampuan untuk mengkonsentrasikan dan mengencerkan urin.
Pada fetus, metanefrik mulai memproduksi urin saat umur kehamilan 8 minggu. Pada
bayi baru lahir, kemampuan ginjal untuk memekatkan atau mengkonsentrasikan urin
masih sangat terbatas. Sehingga bayi sangat mudah mengalami dehidrasi pada keadaan
diare, muntah muntah maupun pada saat dilakukan terapi sinar. Namun demikian bukan
berarti ginjal pada bayi mudah mengeluarkan air. Kemampuan ginjal untuk mengeluarkan
air juga terbatas oleh karena fungsi dari glomerulus masih rendah. (1, 8).
Pengaturan asam basa pada bayi
Dalam keadaan normal asam basa tubuh diatur oleh sistem buffer ekstra dan intra seluler,
sistem respirasi dan adaptasi dari ginjal. Pada bayi baru lahir sistem buffer sudah dapat
bekerja dengan baik. Namun kemampuan adaptasi ginjal terhadap perubahan asam basa
masih rendah oleh karena LFG masih rendah. Demikian pula kemampuan tubulus ginjal
ginjal untuk melakukan transport bikarbonat dan hidrogen masih rendah. Kemampuan
ginjal beradaptasi seperti dewasa setelah umur bayi mencapai1 tahun (1, 8)
Tabel1. Kadar nilai ambang bikarbonat pada bayi dan dewasa (1).
Bayi prematur
NaHCO3 14 mmol/l
Bayi aterm
NaHCO3 18 mmol/l
dewasa
NaHCO3 24-26 mmol/l
Rendahnya nilai ambang NaHCO3 pada bayi akan memperburuk keadaan bayi dengan
terjadinya asidosis metabolik seperti pada sepsis, asfeksi dan dehidrasi (1).

Etiologi
Pada neonatus dan bayi penyebab gagal ginjal akut yang sering dijumpai adalah:
Prerenal yaitu:
-Perdarahan perinatal, twin twin tranfusion, komplikasi amniosintesis, abruptio
plasenta, troma kelahiran, dehidrasi, hipoalbumin, NEC
-Perdarahan neonatal, perdarahan intra ventrikel, perdarahan adrenal.
-Asfeksi perinatal, hipoksia, hyalin membrane disease
-Peningkatan tahanan pembuluh darah ginjal yaitu pada polisitemia, NSAID
Interinsik/renal
-Tubular nekrosis akut dapat terjadi akibat asfeksi perinatal, pemakainan obat
obatan aminoglikosida, NSAID yang diberikan saat hamil.
-Angiotensin converting enzym (ACE) inhibitor, dapat menembus plasenta
sehingga dapat mengganggu hemodinamik dan dapat mengakibatkan terjadinya
gagal ginjal akut
-Glomerulonefritis akut (jarang terjadi), merupakan akibat antibodi dari ibu yang
dapat menembus plasenta dan menimbulkaan reaksi dengan glomerulus. Juga
transfer penyakit penyakit kronik yaitu syfilis, sitomegalo virus dapat
menyebabbkan gagal ginjal akut.
Post renal
- Kelainan kongenital pada saluran kencing merupakan penyebab post renal
yang sering ditemukan.
(9, 2)
Asfeksi dan sepsis merupakan penyebab GGA tersering pada bayi. Pada kasus kasus di
perawatan intensif, kombinasi dehidrasi, sepsis, renjatan atau syok dan pemakaian obat
nefrotoksik sering ditemukan sebagai penyebab GGA pada neonatus. Namun keadaan ini
sering reversibel bila diketahui dan ditangani dengan tepat dan segera.
Obstruksi seyogyanya dapat dideteksi antenatal. Keterlambatan penanganan akan
memperburuk prognosis . Pada kasus prenatal diagnosis dengan obstruksi, pemeriksaan
ultrasonografi dan voiding cystourography harus dilakukan pada hari pertama setelah
lahir.
Trombosis dapat menyebabkan GGA dan hipertensi juga sering ditemukan.
Obat obatan yang dipakai ibu merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan.
Pemakaian obat obatan harus hati hati pada trimester ke 2, namun yang paling beresiko
pada trimester terakhir. Pada saat kehamilan mencapai 34 minggu, nefron ginjal telah
mencapai 1 juta, namun maturasi glomerulus dan tubulus terus berlanjut sampai 2 bulan
setelah lahir.
Urutan penyebab GGA setelah dilakukan observasi selama 1 tahun dari 36 kasus
(congress nephrology internet 2003) (2)
-Asfeksi
5 kasus
- Respiratori distress
4 kasus
- Neonatal sepsis
17 kasus
- Obat obatan :
Nimesulid
2 kasus
Aminoglikosida
2 kasus
- Obstruksi
2 kasus

- Kelainan jantung bawaan

2 kasus

Patofisiologi (10, 11)


Gagal ginjal akut merupakan gangguan yang bersifat multifaktor meliputi gangguan
hemodinamik renal, obstruksi intratubular, gangguan sel serta metabolik dan gangguan
suseptibel nefron yang spesifik. Vasokontriksi renal diduga memegang peranan utama
terjadinya GGA.
Penelitian pada manusia dan binatang menunjukkan bahwa penurunan LFG terjadi
sebagai akibat persisten vasokonstriksi, yang terutama terjadi akibat peningkatan solut
pada makula densa, serta menyebabkan aktifasi feedback dari tubulus dan glomerulus.
Telah terbukti bahwa terjadi peningkatan tonus, peningkatan respon atau reaktifitas
terhadap bahan yang menyebabkan vasokonstriksi, dan penurunan respon vasodilatasi
pada arteriol pembuluh darah ginjal. Perubahan struktur dari cytoskeleton pada arteri,
arteriol, sel mural atau pericytes dari vasarecta setelah terjadi iskemi, akan menyebabkan
hilangnya autoregulasi dari aliran darah ginjal serta aktifitas pembuluh darah yang tidak
normal.
Terjadinya persisten vasokonstriksi preglomerulus diduga sebagai penyebab utama
gangguan LFG. Bahan yang menyebabkan vasokonstriksi ginjal adalah angiotensin II,
thromboxane A2, leukotrienes C4, dan D4, endothelin-1, adenosine, endhotheliumderived prostaglandin H2 serta rangsangan sjaraf sympatis. Pada keadaan iskemia ginjal
terjadi peningkatan kadar endothelin-1. Pemberian anti-endothelin antibodies atau
endothelin reseptor antagonis diduga dapat melindungi ginjal dari keadaan iskemia.
Nitric oxide (NO), merupakan vasodilator, dapat menurunkan ekspresi dan aktifasi
endotel oleh endothelin. Pada binatang percobaan terbukti bahwa adenosin mempunyai
efek vasokonstriksi yang dapat memperburuk GGA. Namun demikian rangsangan
adenosin A2 reseptor terbukti mempunyai efek sebagai anti inflamasi yang kuat pada
keadaan iskemia maupun reperfusi ginjal. Diduga bahan yang dapat menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah ginjal terjadi secara sinergi.Walaupun vasokonstriksi
diduga merupakan penyebab utama patofisiologi GGA, namun pemberian vasodilator
misalnya dopamin, atrial nitriuretic peptid tidak terbukti dapat dipakai sebagai
pencegahan maupun terapi iskemia pada GGA.
Peningkatan solut di nefron bagian distal terjadi akibat hilangnya polaritas dari tubulus
proximalis dengan berpindahnya posisi ensim Na+K+ATPase serta gangguan integritas
dari tight junction. Akibatnya, terjadi penurunan absorbsi dari sodium pada transellular.
Penurunan aliran darah daerah outer medulla pada pembuluh darah bagian medulla
diduga memegang peranan utama gangguan fungsi ginjal pada GGA. Penurunan aliran
darah didaerah medula ini akan menyebabkan tubulus ginjal dalam keadaan hipoksia dan
terjadi kerusakan dari sel tubulus, oleh karena terjadi ketidak seimbangan antara
kebutuhan dan masukkan oksigen. Disamping itu, terjadi sumbatan serta timbunan lekosit
pada pembuluh darah bagian medulla akan memperburuk keadaan pada GGA.
Tampaknya selain vasokonstriksi, kerusakan dan aktifasi endotel, inflamasi, lekosit dan
sel adhesi juga memegang peranan penting terjadinya gangguan fungsi ginjal. Aktifasi
endotel dan peningkatan regulasi dari sel adhesi akan menyebabkan terjadinya
pembengkakan dan hilangnya fungsi barrier dari sel endothel. Selain itu terjadi
peningkatan reaksi antara lekosit dan endotel pembuluh darah. Akibatnya akan terjadi

interaksi dengan sel lekosit, platelet dan terjadi sumbatan mekanik pada pembuluh darah
kecil di ginjal.
Aktifasi lekosit disebabkan oleh beberapa faktor yaitu cytokines, chemokines, eicosanoid
serta reactive oxygen species (ROS) dengan akibat akan terjadi peningkatan regulasi dari
sel adhesi. Selain itu akibat paparan lekosit oleh cytokines akan menyebabkan terjadinya
deformitas dari lekosit sehingga lekosit akan di sequestered. Lekosit yang disequestered
ini akan meningkatkan kerusakan dari tonus pembuluh darah dengan mengeluarkan ROS
dan eicosanoid.

Gambar1.
Patofisiologi GGA iskemi
MICROVACULAR
Glomerulus Medullary

TUBULAR
O2

Vasocostriction in response to:


endothelin, adenosin
angiotensinII, thromboxan A2
lekotrien, sympathetic nerve
activity
obstruction
Vasodilatasi in response to:
nitric oxide, PGE2, acetylcholin
bradikinin
Endothelial and vascular smooth
muscle cell structural damage
Leukocyte-Endothelial adhesion
vascular obstruction, leukocyte
activation and inflamation

Cytoskeletal breakdown
Loss of polarity
Apoptosis&Necrosis
Desquamation of viable
and necrotic cells
Tubular
Backleak

Dikutip dari Journal of the American Sociaty of Nephrrology 14:8;2003

Pada keadaan post iskemi GGA, beberapa peneliti yaitu Leaf pada tahun 1972
menjelaskan terjadinya pembengkakan sel endotel pada post iskemi GGA. Sedang
Goligorsky mendapatkan pada binatang dengan mempergunakan intravital vidio
microscopy, terdapat aliran retrograde melalui kapiler peritubular pada daerah kortek
setelah terjadi periode iskemia. Basile pada binatang percobaan mendapatkan terjadinya
penurunan jumlah pembuluh darah kecil didaerah outer medulla pada 4, 8, 40 minggu
setelah terjadi iskemi berkisar 60 menit pada GGA. Keadaan ini dihubungkan dengan
terjadinya fibrosis dari tubulus interstitialis dan gangguan kemampuan ginjal untuk
mengkonsentrasikan urin.
Peranan infiltrasi neutrofil dan mononuklear pada iskemi maupun post iskemi GGA
masih kontrofersi. Pada beberapa penelitian mendapatkan bahwa dengan mencegah
peningkatan sel neutrofil setelah terjadi periode iskemia, dapat mencegah kerusakan
ginjal lebih lanjut. Peneliti lain mendapatkan bahwa selain peningkatan neutrofil juga
didapat peningkatan makrofag dan T limfosit, walaupun tidak mudah dibedakan. Bukti
bukti lain mendapatkan bahwa dengan memblok T sel CD28-B7 pada tikus, akan
menghambat infiltrasi T sel dan makrofag di ginjal, sehingga dapat memproteksi
kerusakan ginjal. Pada periode post iskemia, T sel, monosit/makrofag terperangkap di
vasarecta, serta didapat peningkatan regulasi dari paparan B7-1 protein. Dengan memberi
anti B7-1 protein sebelum dilakukan percobaan, dapat mencegah terjadinya peningkatan
dari T sel, monosit/makrofag.
Peranan chemokines sebagai kemotaktik dan immunomodulator pada lekosit, dengan
merangsang cytokines misalnya IL-1 dan TNF-. Setelah terjadi iskemi 30 menit pada
ginjal, akan terjadi peningkatan TNF- mRNA, sedang TNF- transcription factor dan
NF-B akan diaktifasi setelah 15 menit terjadinya iskemi pada ginjal. Pemberian infus
TNF- binding protein akan menurunkan aktifitas TNF- serta infiltrasi dari netrofil,
sehingga dapat mempertahankan fungsi ginjal. Angiotensin II sebagai vasokonstriksi
bekerja dengan meningkatkan produksi chemokines oleh sel endotel sehingga
meningkatkan interaksi antara lekosit dan endotel. Sedang nitric oxide bekerja dengan
menghambat TNF- sehingga dapat mmelindungi ginjal dari kerusakan akibat iskemi.
Akibat jangka panjang dari GGA pada manusia masih belum diketahui dengan pasti dan
masih kontroversi. Beberapa pendapat menyatakan tergantung dari penyebab GGA dan
lamanya observasi. Beberapa penelitian pada orang dewasa didapatkan bahwa Briggs
melakukan observasi 4-75 bulan, Lewers observasi 2-15 tahun, Bonomini observasi 1 &
15 tahun, Kjellstrand observasi <1 tahun mendapatkan bahwa 35 sampai 71% penderita
setelah mengalami GGA fungsi ginjal tidak kembali sempurna. Gangguan yang sering
ditemukan adalah ketidak mampuan ginjal mengkonsentrasikan urin. Bonomini
melaporkan adanya penurunan GFR dalam kurun waktu 1-5 tahun observasi. Sedang
Lewers mendapatkan adanya penurunan fungsi ginjal yang terus berlanjut. Namun
demikian penderita penderita tersebut tanpa disertai gejala yang nyata. Basile
menyimpulkan bahwa walaupun struktur dan fungsi ginjal dapat diperbaiki setelah terjadi
GGA iskemi, namun gangguan pada microvacular akan menetap. Keadaan ini harus
diwaspadai efek jangka panjang pada GGA iskemi (12, 13).
Diagnosis (2)
Riwayat penyakit memegang peranan penting.
Riwayat penyakit prenatal:

Keadaan ibu
Obat obatan NSID, COX-2 inhibitor, ACEI, Angiotensin reseptor bloker
Oligohidramnion menggambarkan bahwa terjadi penurunan produksi urin
pada janin. Keadaan ini sering dihubungkan dengan agenesis ginjal, displasi
ginjal, penyakit policystic, obstruksi. Adanya peningkatan fetoprotein pada
cairan amnion sering dihubungkan dengan sindroma nefrotik kongenital
Riwayat keluarga:
Adanya keluarga dengan kelainan ginjal, penyakit policystic dan gangguan
tubulus ginjal.
Riwayat persalinan
- Fetal distress
- Asfeksi perinatal
- Syok oleh karena kekurangan cairan
Pemeriksaan klinis
- Adanya masa abdomen yang diduga ada hubungannya dengan gangguan
saluran kencing.
- Kelainan anomali yang sering disertai dengan kelainan ginjal yaitu:
low set ear
meningocele
genitalia ambiguous
pneumothorax
atresia anal
hemihipertrophy
defect dinding abdomen
persistent urachus
Anomali vertebra
hipospadia
Kriptorkidism
Untuk membedakan GGA prerenal dan GGA interinsik dengan melakukan pemeriksaan
sebagai berikut:
- Urea yang melebihi proporsi terhadap kreatinin
- Gagal ginjal indeks yaitu serum kreatinin, fraksi ekskresi natrium, osmolaritas
urin.
- Melakukan challenge secara hati hati mempergunakan Ringer Lactat 10-20
ml/kg BB selama 1-2 jam. Bila urin keluar dalam 1 jam berarti GGA prerenal.
Bila tidak ada urin yang diproduksi dalam 1 jam setelah pemberian cairan,
diberikan furosemid 1 mg/kg BB. Bila urin tetap tidak diproduksi
kemungkinan suatu gagal ginjal dengan penyebab interinsik.
Terapi (2)
Penanganan awal penderita dengan ARF adalah koreksi cairan, keseimbangan elektrolit,
disamping mencari penyebab dari ARF. Kekurangan cairan pada bayi dapat diatasi
dengan pemberian cairan. Namun demikian harus diingat bahwa pada bayi terutama bayi
prematur, severe prematur, terutama bayi dengan berat badan < 1250 gram, kemampuan
ginjal masih terbatas.Hal hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
Keterbatasan untuk mengkonsentrasikan urin. maksimum
Berat jenis 1.021 sampai 1.025
Terbatasnya kemampuan untuk absosbsi dan ekskresi air.
Keterbatasan regulasi dari glukose

Keterbatasan untuk mengekskresi kelebihan natrium


Rendahnya nilai ambang terhadap kadar bikarbonat di proximal tubulus
Serta keterbatasan memproduksi amonia di tubulus distal
Keterbatasan ginjal mengekskresi obat obatan yang dipakai sehingga
pemakaian harus disesuaikan dengan kemampuan ginjal agar tidak terjadi
efek toksik dari obat.
Ekses pengeluaran air melalui kulit serta kondisi patologi misalnya syok
akan memperberat keadaan pada bayi.

Untuk itu diperlukan monitor ketat pada bayi dengan GGA meliputi:
1. Menimbang berat badan tiap 8 jam
2. Mengukur produksi urin tiap jam
3. Observasi linkaran abdomen atau tanda tanda ekses cairan
4. Instruksi terapi perlu dievaluasi dan ditulis kembali tiap 8 jam
Fluid challenge dilakukan bila ada dugaan hipovolemia. Cairan ringer lactat diberikan 1020 ml/kg BB dalam waktu lebih dari 1-2 jam.
Jenis cairan yang dapat dipergunakan:
1. Keadaan euglycemia, diberi cairan 10-20% dextrose
2. Keadaan isonatremia, terutama bayi dengan pretem cenderung terjadi
hiponatremia, dapat ditambahkan larutan salin hipertonik atau sodium
bikarbonat pada larutan dextrosa.
3. Hindari terjadinya hiperkalemia. Jangan memberi koreksi kalium sampai
produksi urin cukup adekwat.
Penggunaan dopamin tidak terbukti bermanfaat untuk terapi GGA pada bayi. Demikian
juga penggunaan manitol karena dapat berakibat overload dan sembab paru. Pemberian
derivat xantin misalnya aminophylline sebagai anti adenosine terbukti bermanfaat
terutama pada GGA karena hipovolemia, sepsis atau ikterus berat. Pemberian
aminophyllin dengan loading 5 mg/kg BB, dilanjutkan dengan 0,3 mg/kg BB/jam.
Pemberian dihentikan bila dalam 48 jam tidak ada tanda perbaikan fungsi ginjal. Bila
terdapat hiperkalemia harus ditangani dengan tepat.
Tabel2 (14)
Penanganan hiperkalemia
In non haemolysed blood, if potasium
Serum potasium 6 mmol/L,without ECG
changes
Serum potasium 7 mmol/L with normal
ECG

Arrithmias are appearing

management
Monitor k+ tiap 1-2 jam using gas analyser
1st
line:glucose-insulin
infusion
(0,15U/kg/hour insulin in 25% dextrose).
If
potasium rise persist: Salbutamol
infusion 4 g/kg in 5 mls water over 20
minutees (repeat as necessary). Evidence
base level 2
Give immediately:
IV 10% calsium gluconate.
If asidosis give bicarbonat (4.2% NaHCO3
ml=weight(kg)xbase defisitx0,3
9

Refractory hypekalemia

-Give calcium gluconat before bicarbonate


-Dont give calcium and bicarbonat in
the same line
AND
-1st line: glucose insulin infusion (0,15U/kg
BB/hour insulin in 25% dextrose given as
an intravenous infusion).
-If K+ rise persist: salbutamol infusion 4
g/kg BB in 5 mls water over 20 minutes
(repeat as necessary)
-Use both glucose/insulin and salbutamol
infusions
-Sodium resonium 1 g/kg BB per rectum
(up to 6 hourly as necessary)
-Red cell transfusion with washed packed
red cells.
-Consider dialysis

Dikutip dari: Department of Neonatal Medicine Protocol Book, Royal Prince alfred Hospital

Pemberian nutrisi dengan meningkatkan kalori 25 kcal/kg, pembatasan protein 0,5 g/kg
BB/hari. Pembatasan fosfat dan suplemen kalsium.
Dialisis
Dialisis dilakukan bila dengan penanganan diatas tidak ada perbaikan. Terutama bila K+
>8mmol/L, asidosis berat dan overload cairan.
Namun sebelum melakukan dialysis harus mempertimbangkan hal hal sebagai berikut:
1. Apakah kelainan di ginjal bersifat reversibel
2. Berapa lama kira kira dialysis akan dilakukan
3. Problem medik yang lain apakah bersifat reversibel
4. Pendapat dari orang tua
Peritoneal dialysis:
Peritoneal dialysis lebih banyak dipakai pada neonatus. Pada umumnya mempergunakan
20-30 ml cairan dialysat secara kontinyu selama 24-48 jam. Bila dalam 2-3 hari GGA
menetap, dialysis dapat dilakukan intermiten. Peritoneal dialysis dengan mempergunakan
volume kecil lebih mudah diterima oleh bayi dengan GGA. Kateter yang dipergunakan
stiff peritoneal dialysis kateter atau Tenchoff kateter bila dialysis diduga akan
berlangsung dalam waktu lebih lama.
Hemodialysis:
Pelaksanaannya sulit oleh karena itu jarang dilakukan. Hemodialysis hanya dilakukan
disenter yang telah berpengalaman.
Daftar pustaka
1 . Guignard J. Drukker A. The neonate with renal disease. In Clinical Paediatric
Nephrology 3rd Ed. Editors Nicholas J.A. Postlethwaite R.J. Oxford Univ Press. 2003;
287-304

10

2. Balasubrammaniam J. Neonatal renal failure. Congress of Nephrology in internet


2003. http:/www.edu/Cin2003/conf/balas/balas.httm. (26/10/2004).
3 . Fitzpatrick M.M. Kerr S.J. Bradbury M.G. The child with acute renal failure. In
Clinical Paediatric Nephrology 3rd Ed. Editors Nicholas J.A. Postlethwaite R.J. Oxford
Univ Press. 2003;405-25.
4 . Gomella T.L. Ceeningham M.D. Eyal F.G. Zenk K.E. Renal diseases. In
Neonatology : management, procedures, on-call problems, diseases and drugs 4th Ed.
Appletan & Lange. USA. 1999: 515-19.
5 . Mohan P.V. Pai P.M. Renal insult in asphyxia neonatorum. Indian Pediatrics 2000; 37:
1102-06.
6 . Kon V. Ichikawa I. Glomerular circulation and function. In Pediatric Nephrology 5th
Ed. Editors Avner E.D. Harmon W.E. Niaudet P. Lippincot T Williams & Willkins. 2004;
28-43.
7 . Woolf A.S. Embryology. In Pediatric Nephrology 5th Ed. Editors Avner E.D. Harmon
W.E. Niaudet P. Lippincot T Williams & Willkins. 2004; 1-24.
8 . Sherbotie J. Developmental renal physiology. http://unmed.utah.edu/ms2/renal/word
%20files/p)%20pediatric%20nephrology.htm (20/9/2004)
9 . Sinert R. Peacock P.R. renal failure, Acute. www. Emedicine specialies/emergency
Medicine. (20/9/2004)
10. Bonventri J.V. Weinberg J.M. Recent advances in the pathophysiology of ischemic
acute renal failure. J.Am.Soc.Nephrol 2003;14:18
11. Achard J.M Cogny B. Pruna A. Fourmier A. Pathophysiology of acute tubular
necrosis. In Progress in acute renal failure 1998. Editors Contarovick. Rangoonwala B.
Verho M. Euromed communication ltd.USA. 1998; 23-47.
12. basile D.P. Donohoe D. Roethe K. Osborn J.L. Renal Ischemi injury results in
permanent damage to peritubular capillaries and influences long-term function. Am J
Physiol Renal Physiol, Nov 2001;281:887-89
13. Pagtalunan ME. Olson J.L. Tilney N.L. Meyer.T.W. Late Consequences of Acute
Ischemic Injury to a Solitary Kidney. J.Am.Soc.Nephrol 1999;10:366-377
14.Hyperkalemia. Department of Neonatal medicine Protocol Book. Royal Prince Alfred
Hospital.

11

Você também pode gostar