Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
TINJAUAN PUSTAKA
.1 Definisi
Pneumoni merupakan infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang mengenai parenkim paru
(Alveolus dan jaringan interstial). Pada anak penyakit pneumoni di bedakan menjadi 3 :
1) Pneumoni lobaris
2) Pneumoni interstial (bonkitis)
3) Pneumoni lobularis (bronkopneumoni)
Penyakit-penyakit ini salah satu penyakit yang bisa menyebabkan kematian utama pada balita
dan diperkiran pneumoni sendiri banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan.
Bronkopneumoni atau pneumoni lobaris adalah peradangan pada parenkim paru yang
terlokalisir biasaya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya berupa
distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution) seperti terlihat pada gambar, yang
sering menimpa anak-anak dan balita disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur dan benda asing. Beberapa factor yang dapat meningkatkan resio untuk
terjadinya dan beraatnya pneumonia antara lain adalah defek anatomi bawaan, deficit
imunologi, polusi, aspirasi, GER, dll.
.2 Klasifikasi
.3 Etiologi
Semua infeksi pada neonatus dianggap oportunisitik dan setiap bakteri mampu
menyebabkan sepsis. Berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur dapat
menyebabkan infeksi berat yang mengarah kepada terjadinya sepsis. Pola kuman penyebab
sepsis pun berbeda-beda antar negara dan selalu berubah dari waktu ke waktu. Bahkan di
negara berkembang sendiri ditemukan perbedaan pola kuman, walaupun bakteri gram negatif
rata-rata menjadi penyebab utama dari sepsis neonatorum. Penyebab paling sering dari sepsis
ialah Escherichia coli dan SGB (dengan angka morbiditas sekitar 50 70 %). Diikuti dengan
malaria, sifilis, dan toksoplasma. Streptococcus grup A, dan streptococcus viridans, patogen
1
lainnya gonokokus, Candida alibicans, virus herpes simpleks (tipe II) dan organisme listeria,
rubella, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza dan parotitis. Pola penyebab sepsis ternyata
tidak hanya berbeda antar klinik dan antar waktu, tetapi terdapat perbedaan pula bila awitan
sepsis tersebut berlainan.4
Dari survei yang dilakukan oleh NICHD Neonatal Network Survey pada tahun 19982000 terhadap 5447 pasien BBLR (BL<1500 gram) dengan SAD dan pada 6215 pasien
BBLR dengan SAL, didapatkan hasil bakteremia sebanyak 1,5% pada SAD dan 21,1% pada
SAL. Pada SAD, ditemukan bakteri gram negatif pada 60,7% kasus bakteremia, dan pada
SAL bakteremia lebih sering disebabkan oleh bakteri gram positif (70,2%). Bakteri gram
negatif tersering pada SAD adalah E.coli (44%) sedangkan Coagulase-negative
Staphylococcus merupakan penyebab tersering (47,9%) pada SAL. Selain itu, faktor lain
seperti pertolongan persalinan yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan,
kelahiran kurang bulan, BBLR dan cacat bawaan dapat menyebabkan terjadinya infeksi dan
kemudian sepsis.4
.4 Faktor Resiko4
Faktor resiko ada yang membaginya menjadi 3 bagian besar yaitu berdasarkan onsetnya,
berdasarkan subjeknya (ibu dan anak) dan ada pula yang membaginya sebagai faktor resiko
mayor dan minor.
Faktor resiko yang terkait dengan early onset neonatal sepsis adalah:
1. Bayi prematur
2. Ibu dengan infeksi saluran kencing
3. Chorioamnionitis
4. Bayi dengan apgar skor rendah (<6 pada 1 atau 5 menit pertama)
5. Ibu yang mengalami demam > 38C
6. Nutrisi ibu yang rendah
7. Riwayat ibu dengan aborsi
8. Bayi dengan BBLR
9. Bayi lahir dengan asfiksia
10. Anomali kongenital
Faktor resiko yang terkait dengan late onset neonatal sepsis adalah:
1. Bayi lahir prematur
2. Kateterisasi vena sentral (>10 hari)
2
.5 Patofisiologi 4
Selama dalam kandungan, janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman karena
terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, korion, dan beberapa
faktor anti infeksi pada cairan amnion. Walaupun demikian, kemungkinan kontaminasi
kuman dapat timbul melalui berbagai jalan. Blanc (1961) membaginya dalam 3 golongan,
yaitu:
1. Masa antenatal atau sebelum lahir
Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilicus, masuk
kedalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah
mikroorganisme yang dapat menembus plasenta, antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo,
koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini antara lain
malaria, sifilis dan toksoplasma, triponema pallidum dan listeria.
2. Masa intranatal atau saat persalinan
Infeksi melalui cara ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain. Infeksi saat
persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan
amnion, akibatnya terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilkus
masuk ke tubuh bayi. Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan
lebih berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk ke dalam rongga
uterus dan bayi dapat terkontaminasi kuman melalui saluran pernafasan ataupun saluran
cerna. Kejadian kontaminasi kuman pada bayi yang belum lahir akan meningkat apabila
ketuban telah pecah lebih dari 18-24 jam. Selain melalui cara tersebut diatas infeksi pada
janin dapat terjadi melalui kontak langsung pada kuman saat bayi melewati jalan lahir yang
terkontaminasi seperti herpes genitalis, Candida albicans dan gonorea.
pula bermacam gambaran gejala klinis pada pasien. Tergantung dari perjalanan penyakit,
gambaran klinis yang terlihat akan berbeda. Oleh karena itu, pada penatalaksanaan selain
pemberian antibiotika, harus memperhatikan pula gangguan fungsi organ yang timbul akibat
beratnya penyakit.
Respons inflamasi
Sepsis terjadi akibat interaksi yang kompleks antara patogen dengan pejamu.
Meskipun memiliki gejala klinis yang sama, proses molekular dan selular yang memicu
respon sepsis berbeda tergantung dari mikroorganisme penyebab, sedangkan tahapannya
sama dan tidak bergantung pada organisme penyebab.
Respon
sepsis
terhadap
bakteri
gram
negatif
dimulai
dengan
pelepasan
.6 Manisfestasi Klinis 4
Gambaran klinis pasien sepsis neonatus tidak spesifik. Gejala sepsis klasik yang
ditemukan pada anak jarang ditemukan pada neonatus, namun keterlambatan dalam
menegakkan diagnosis dapat berakibat fatal bagi kehidupan bayi. Gejala klinis yang terlihat
sangat berhubungan dengan karakteristik kuman penyebab dan respon tubuh terhadap
masuknya kuman. Janin yang terkena infeksi akan menderita takikardia, lahir dengan asfiksia
dan memerlukan resusitasi karena nilai Apgar rendah. Setelah lahir, bayi tampak lemah dan
tampak gambaran klinis sepsis seperti hipo/hipertermia, hipoglikemia dan kadang-kadang
hiperglikemia, tampak tidak sehat dan malas minum. Selanjutnya akan terlihat berbagai
kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh. Selain itu, terdapat kelainan susunan saraf pusat
(letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah kadang-kadang terdengar high pitch cry, bayi
menjadi iritabel dan dapat disertai kejang), kelainan kardiovaskular (hipotensi, takikardi,
bradikardi, pucat, sianosis, dingin dan clummy skin). Bayi dapat pula memperlihatkan
kelainan
hematologik
(ikterus,
splenomegali,
ptekie,
dan
pendarahan),
kelainan
Keadaan umum
Sistem Gastointestinal
Perut
kembung,
muntah,
diare,
9
hepatomegali
Sistem Pernapasan
Sistem Kardiovaskuler
Sistem Hematologi
Sistem Ginjal
Oliguria
SIRS
10
SEPSIS
SEPSIS BERAT
tunggal
Sepsis berat disertai hipotensi dan kebutuhan
SYOK SEPTIK
Kriteria SIRS
Usia Neonatus
Suhu
Jumlah
menit
menit
leukosit X
103/mm3
>38,5C
>50
>34
<36C
Usia 7-30 hari
>38,5C atau
>40
<36C
Sumber: Goldstein B, Giroir B, Randolph A.Pediatr Crit Care Med 2005; 6(1): 2-8
11
Sepsis
Sepsis berat
Sepsis
yang
disertai
disfungsi
organ
Sumber: Goldstein B, Giroir B, Randolph A.Pediatr Crit Care Med 2005; 6(1): 2-8
Untuk
pemeriksaan
penunjang
dilakukan
berbagai
pemeriksaan
termasuk
pemeriksaan darah rutin untuk memeriksa hemoglobin (Hb), leukosit, trombosit, laju endap
darah (LED), Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT), dan Serum Glutamic
Pyruvic Transaminase (SGPT). Analisa kultur urin dan cairan sebrospinal (CSS) dengan
lumbal fungsi dapat mendeteksi kuman. Laju endap darah, dan protein reaktif-c (CRP) akan
meningkat menandakan adanya inflamasi. Tetapi sampai saat ini pemeriksaan biakan darah
merupakan baku emas dalam menentukan diagnosis sepsis. Pemeriksaan ini mempunyai
kelemahan karena hasil biakan baru akan diketahui dalam waktu minimal 3-5 hari. Kultur
darah dapat dilakukan baik pada kasus sepsis neonatorum awitan dini maupun lanjut.
.8 Penatalaksanaan
12
Penanganan sepsis dilakukan secara suportif dan kausatif. Tindakan suportif antara
lain ialah dilakukan monitoring cairan elektrolit dan glukosa, koreksi jika terjadi
hipovolemia, hipokalsemia dan hipoglikemia, atasi syok, hipoksia, dan asidosis metabolik,
awasi adanya hiperbilirubinemia dan pertimbangkan nutrisi parenteral bila pasien tidak dapat
menerima nutrisi enteral. Tidakan kausatif dengan pemberian antibiotik sebelum kuman
penyebab diketahui. Pada fase inisial antibiotik yang diberikan dapat berupa:6
-
ruang perawatan, namun sebagai terapi inisial biasanya diberikan vankomisin dan
aminoglikosida atau sefalosforin generasi ketiga. Setelah didapat hasil biakan dan uji
sistematis, diberikan antibiotik yang sesuai. Terapi dilakukan selama 10-14 hari, bila terjadi
meningitis, antibiotik diberikan selama 14-21 hari dengan dosis sesuai untuk meningitis. 1,2,4
.9 Komplikasi
Komplikasi sepsis neonatorum antara lain ialah meningitis, neonatus dengan
meningitis dapat menyebabkan terjadinya hidrosefalus dan/atau leukomalasia periventrikular,
asidosis metabolik, koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan intrakranial dan
pada sekitar 60 % keadaan syok septik akan menimbulkan komplikasi Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS). Selain itu ada komplikasi yang berhubungan dengan penggunaan
aminoglikosida, seperti ketulian dan/atau toksisitas pada ginjal, komplikasi akibat gejala sisa
berupa defisit neurologis mulai dari gangguan perkembangan sampai dengan retardasi mental
dan komplikasi kematian. 1,2,4
.10 Prognosis
Angka kematian pada sepsis neonatal berkisar antara 10-40 %. Angka tersebut
berbeda-beda tergantung pada cara dan waktu awitan penyakit, agen etiologik, derajat
13
prematuritas bayi, adanya dan keparahan penyakit lain yang menyertai dan keadaan ruang
bayi atau unit perawatan. Angka kematian pada bayi BBLR adalah 2 kali lebih besar. Dengan
diagnosis dini dan terapi yang tepat, prognosis pasien baik, tetapi bila tanda dan gejala awal
serta faktor resiko sepsis neonatorum terlewat, akan meningkatkan angka kematian. Pada
meningitis terdapat gejala sisa gangguan neurologi pada 15-30% kasus neonatus. Rasio
kematian pada sepsis neonatorum 24 kali lebih tinggi pada bayi kurang bulan dibandingkan
bayi cukup bulan. Presentase kematian neonatus 50 % jika tidak diterapi. Rasio kematian
pada sepsis awitan dini adalah 15 40% (pada infeksi SGB pada SAD adalah 2 30 %) dan
pada sepsis awitan lambat adalah 10 20.
BAB III
KESIMPULAN
Sepsis merupakan suatu penyebab penting morbiditas dan mortalitas pada bayi-bayi
yang dirawat di rumah sakit dan pada bayi-bayi prematur. Terlihat dari masih tingginya angka
kejadian sepsis neonatorum baik secara global di dunia maupun di Indonesia. Berdasarkan
waktu terjadinya, sepsis neonatorum diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu sepsis
neonatorum awitan dini (early-onset neonatal sepsis) dan sepsis neonatorum awitan lambat
(late-onset neonatal sepsis). Penyebab tersering dari sepsis neonatorum adalah Escherichia
coli dan SGB. Gambaran klinis dari sepsis neonatorum ini adalah bayi tampak lemah,
hipo/hipertermia, hipoglikemia dan kadang-kadang hiperglikemia, tampak tidak sehat dan
malas minum. Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh.
Penanganan sepsis dilakukan secara suportif dan kausatif. Tindakan suportif antara
lain ialah dilakukan monitoring cairan elektrolit dan glukosa, koreksi jika terjadi
hipovolemia, hipokalsemia dan hipoglikemia, atasi syok, hipoksia, dan asidosis metabolik,
awasi adanya hiperbilirubinemia dan pertimbangkan nutrisi parenteral bila pasien tidak dapat
menerima nutrisi enteral. Tindakan kausatif dengan pemberian antibiotik sebelum kuman
penyebab diketahui. Dengan diagnosis dini dan terapi yang tepat, prognosis pasien baik,
tetapi bila tanda dan gejala awal serta faktor resiko sepsis neonatorum terlewat, akan
meningkatkan angka kematian.
14
DAFTAR PUSTAKA
Diunduh
dari:
http://www.who.int/bulletin/volumes/93/1/14-
139790/en/.
4. Anderson L Ann. Neonatal Sepsis. 2014.[27 Maret 2015]. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/978352-overview#showall
5. James L. Time for a Neonatal-Spesific Consensus Definition for Sepsis. 2014.
[27 Maret 2015] Pediatr Crit Care Med. 2014;15(6):523-528. Diunduh dari:
http://www.medscape.com/viewarticle/828787.
6. Soedarmo Sumarmo, Garna Herry. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis.
Edisi 3. Badan penerbit IDAI. Jakarta: 2012, Hal: 358-363.
15