Você está na página 1de 43

ASUHAN KEPERAWATAN ASMA BRONKIAL

DUDUT TANJUNG, S.Kp.


Fakultas Kedokteran
Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
Pengertian
Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible
dimana trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya
penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara
spontan maupun hasil dari pengobatan ( The American Thoracic Society ).
Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,
yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan
aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya
suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor
pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan
asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang
tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan
oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi
lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang
menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma
gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik.
Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronkhial.
a. Faktor predisposisi
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alerg
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma
bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas
saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

2
2003 Digitized by USU digital library
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya

serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim,


seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan
dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala
asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami
stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum
bisa diobati.
Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal
ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya
terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma
tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi
mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal
dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast
yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan
bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut
meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin,
zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor
kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini
akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi
mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus
sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada
selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa

2003 Digitized by USU digital library


menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka
sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan
obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat
melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi.
Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru
menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan
udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
Manifestasi Klinik
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala
klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah,
duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja
dengan keras.
Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ),
batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala
tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan.
Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin

banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada,
tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada
malam hari.
Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinopil.
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
2. Pemeriksaan darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi.
Pencetus :
Allergen
Olahraga
Cuaca
Emosi
Imun
respon
menjadi
aktif
Pelepasan
mediator
humoral
Histamine
SRS-A
Serotonin
Kinin
Bronkospasme
Edema mukosa
Sekresi meningkat
inflamasi
Penghambat
kortikosteroid

2003 Digitized by USU digital library


Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada
waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah
sebagai berikut:
Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah.
Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen
akan semakin bertambah.

Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru


Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada
paru-paru.
2. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
3. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi
menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada
empisema paru yaitu :
perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clock wise rotation.
Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB
( Right bundle branch block).
Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan
VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
4. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara
selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
5. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis
asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan
spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting
untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa
keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema

5
2003 Digitized by USU digital library
6. Deformitas thoraks
7. Gagal nafas
Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai
penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya
sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan
bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1. Pengobatan non farmakologik:
Memberikan penyuluhan
Menghindari faktor pencetus
Pemberian cairan
Fisiotherapy

Beri O2 bila perlu.


2. Pengobatan farmakologik :
Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2
golongan :
a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent)
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup,
suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose
inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin
Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent,
Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi
aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
b. Santin (teofilin)
Nama obat :
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara
kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya
saling memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada
serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke
pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau
sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita
yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat
ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya
dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita
karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau
lambungnya kering).
Kromalin

2003 Digitized by USU digital library


Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan
asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anakanak.
Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang
lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya
diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah
dapat diberika secara oral.
Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:
Riwayat kesehatan yang lalu:
Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
Kaji riwayat pekerjaan pasien.
Aktivitas
Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitas sehari-hari.
Tidur dalam posisi duduk tinggi.
Pernapasan
Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.

Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.


Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan
hidung.
Adanya bunyi napas mengi.
Adanya batuk berulang.
Sirkulasi
Adanya peningkatan tekanan darah.
Adanya peningkatan frekuensi jantung.
Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
Kemerahan atau berkeringat.
Integritas ego
Ansietas
Ketakutan
Peka rangsangan
Gelisah
Asupan nutrisi
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
Penurunan berat badan karena anoreksia.
Hubungan sosal
Keterbatasan mobilitas fisik.
Susah bicara atau bicara terbata-bata.
Adanya ketergantungan pada orang lain.

7
2003 Digitized by USU digital library
Seksualitas
Penurunan libido
Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : Tak efektif bersihan jalan nafas b/d bronkospasme.
Hasil yang diharapkan: mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi bersih dan
jelas.
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Auskultasi bunyi nafas, catat
adanya bunyi nafas, ex: mengi
Kaji / pantau frekuensi
pernafasan, catat rasio inspirasi /
ekspirasi.
Catat adanya derajat dispnea,
ansietas, distress pernafasan,
penggunaan obat bantu.
Tempatkan posisi yang nyaman
pada pasien, contoh :
meninggikan kepala tempat tidur,
duduk pada sandara tempat tidur
Pertahankan polusi lingkungan
minimum, contoh: debu, asap dll
Tingkatkan masukan cairan
sampai dengan 3000 ml/ hari
sesuai toleransi jantung
memberikan air hangat.
Kolaborasi
Berikan obat sesuai dengan
indikasi bronkodilator.
Beberapa derajat spasme
bronkus terjadi dengan

obstruksi jalan nafas dan


dapat/tidak dimanifestasikan
adanya nafas advertisius.
Tachipnea biasanya ada pada
beberapa derajat dan dapat
ditemukan pada penerimaan
atau selama stress/ adanya
proses infeksi akut.
Disfungsi pernafasan adalah
variable yang tergantung pada
tahap proses akut yang
menimbulkan perawatan di rumah sakit.
Peninggian kepala tempat
tidur memudahkan fungsi
pernafasan dengan
menggunakan gravitasi.
Pencetus tipe alergi
pernafasan dapat mentriger
episode akut.
Hidrasi membantu
menurunkan kekentalan
sekret, penggunaan cairan
hangat dapat menurunkan
kekentalan sekret,
penggunaan cairan hangat
dapat menurunkan spasme
bronkus.
Merelaksasikan otot halus dan
menurunkan spasme jalan
nafas, mengi, dan produksi
mukosa.

2003 Digitized by USU digital library


Diagnosa 2: Malnutrisi b/d anoreksia
Hasil yang diharapkan : menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang
tepat.
INTERVENSI RASIONALISASI
Mandiri
Kaji kebiasaan diet, masukan
makanan saat ini. Catat derajat
kerusakan makanan.
Sering lakukan perawatan oral,
buang sekret, berikan wadah
khusus untuk sekali pakai.
Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan
selama makan sesuai indikasi.
Pasien distress pernafasan akut
sering anoreksia karena
dipsnea.
Rasa tak enak, bau menurunkan
nafsu makan dan dapat
menyebabkan mual/muntah
dengan peningkatan kesulitan
nafas.
Menurunkan dipsnea dan

meningkatkan energi untuk


makan, meningkatkan masukan.
Diagnosa 3 : Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen
(spasme bronkus)
Hasil yang diharapkan ; perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan edukuat.
INTERVENSI RASIONALISASI
Mandiri
Kaji/awasi secara rutin kulit
dan membrane mukosa.
Palpasi fremitus
Awasi tanda vital dan irama
jantung
Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan
sesuai dengan indikasi hasil
AGDA dan toleransi pasien.
Sianosis mungkin perifer
atau sentral keabu-abuan
dan sianosis sentral mengindikasi
kan beratnya
hipoksemia.
Penurunan getaran vibrasi
diduga adanya pengumplan
cairan/udara.
Tachicardi, disritmia, dan
perubahan tekanan darah
dapat menunjukan efek
hipoksemia sistemik pada
fungsi jantung.
Dapat memperbaiki atau
mencegah memburuknya
hipoksia.

9
2003 Digitized by USU digital library
Diognasa 4: Risiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuat imunitas.
Hasil yang diharapkan :
- mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko
infeksi.
- Perubahan ola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman.
INTERVENSI RASIONALISASI
Mandiri
Awasi suhu.
Diskusikan kebutuhan nutrisi
adekuat
Kolaborasi
Dapatkan specimen sputum
dengan batuk atau pengisapan
untuk pewarnaan
gram,kultur/sensitifitas.
Demam dapat terjadi karena
infeksi dan atau dehidrasi.
Malnutrisi dapat mempengaruhi
kesehatan umum
dan menurunkan tahanan
terhadap infeksi
untuk mengidentifikasi

organisme penyabab dan


kerentanan terhadap
berbagai anti microbial
Diagnosa 5: Kurang pengetahuan b/d kurang informasi ;salah mengerti.
Hasil yang diharapkan :
menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
INTERVENSI RASIONALISASI
Jelaskan tentang penyakit
individu
Diskusikan obat pernafasan,
efek samping dan reaksi yang
tidak diinginkan.
Tunjukkan tehnik penggunaan
inhakler.
Menurunkan ansietas dan dapat
menimbulkan perbaikan
partisipasi pada rencana
pengobatan.
Penting bagi pasien memahami
perbedaan antara efek samping
mengganggu dan merugikan.
Pemberian obat yang tepat
meningkatkan keefektifanya.

10

2003 Digitized by USU digital library


DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja, K. (1990) Asma Bronchiale, dikutip dari Ilmu Penyakit Dalam,
Jakarta : FK UI.
Brunner & Suddart (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Jakarta : AGC.
Crockett, A. (1997) Penanganan Asma dalam Penyakit Primer, Jakarta :
Hipocrates.
Crompton, G. (1980) Diagnosis and Management of Respiratory Disease, Blacwell
Scientific Publication.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) Rencana Asuhan
Keperawatan, Jakarta : EGC.
Guyton & Hall (1997) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta : EGC.
Hudak & Gallo (1997) Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Volume 1, Jakarta :
EGC.
Price, S & Wilson, L. M. (1995) Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
Jakarta : EGC.
Pullen, R. L. (1995) Pulmonary Disease, Philadelpia : Lea & Febiger.
Rab, T. (1996) Ilmu Penyakit Paru, Jakarta : Hipokrates.
Rab, T. (1998) Agenda Gawat Darurat, Jakarta : Hipokrates.
Reeves, C. J., Roux, G & Lockhart, R. (1999) Keperawatan Medikal Bedah, Buku
Satu, Jakarta : Salemba Medika.
Staff Pengajar FK UI (1997) Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta : Info Medika.
Sundaru, H. (1995) Asma ; Apa dan Bagaimana Pengobatannya, Jakarta : FK UI.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ASTHMA


BRONCHIAL
posted Dec 21, 2011 6:26 AM by Hoshi Yorin
Definisi
Asthma disebut juga sebagai reactive air way disease (RAD), adalah suatu penyakit obstruksi
pada jalan nafas secara riversibel yang ditandai dengan bronchospasme, inflamasi dan
peningkatan sekresi jalan napas terhadap berbagai stimulan.
Patofisiologi
Astma pada anak terjadi adanya penyempitan pada jalan nafas dan hiperaktif dengan
respon terhadap bahan iritasi dan stimulus lain.

Dengan adanya bahan iritasi atau allergen otot-otot bronkus menjadi spasme dan zat
antibodi tubuh muncul ( immunoglobulin E atau IgE ) dengan adanya alergi. IgE di
muculkan pada reseptor sel mast dan akibat ikatan IgE dan antigen menyebabkan
pengeluaran histamin dan zat mediator lainnya. Mediator tersebut akan memberikan
gejala asthma.

Respon astma terjadi dalam tiga tahap : pertama tahap immediate yang ditandai
dengan bronkokontriksi ( 1-2 jam ); tahap delayed dimana brokokontriksi dapat
berulang dalam 4-6 jam dan terus-menerus 2-5 jam lebih lama ; tahap late yang
ditandai dengan peradangan dan hiperresponsif jalan nafas beberapa minggu atau
bulan.

Astma juga dapat terjadi faktor pencetusnya karena latihan, kecemasan, dan udara
dingin.

Selama serangan asthmatik, bronkiulus menjadi meradang dan peningkatan sekresi


mukus. Hal ini menyebabkan lumen jalan nafas menjadi bengkak, kemudian
meningkatkan resistensi jalan nafas dan dapat menimbulkan distres pernafasan

Anak yang mengalami astma mudah untuk inhalasi dan sukar dalam ekshalasi
karena edema pada jalan nafas.Dan ini menyebabkan hiperinflasi pada alveoli dan
perubahan pertukaran gas.Jalan nafas menjadi obstruksi yang kemudian tidak adekuat
ventilasi dan saturasi 02, sehingga terjadi penurunan p02 ( hipoxia).Selama serangan
astmati, CO2 terthan dengan meningkatnya resistensi jalan nafas selama ekspirasi,
dan menyebabkan acidosis respiratory dan hypercapnea. Kemudian sistem pernafasan
akan mengadakan kompensasi dengan meningkatkan pernafasan (tachypnea),
kompensasi tersebut menimbulkan hiperventilasi dan dapat menurunkan kadar CO2
dalam darah (hypocapnea).

Alergen, Infeksi, Exercise ( Stimulus Imunologik dan Non Imunologik )

|||
Merangsang sel B untuk membentuk IgE dengan bantuan sel T helper
|||
IgE diikat oleh sel mastosit melalui reseptor FC yang ada di jalan napas
|||
Apabila tubuh terpajan ulang dengan antigen yang sama, maka antigen tersebut akan diikat
oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastosit
|||
Akibat ikatan antigen-IgE, mastosit mengalami degranulasi dan melepaskan mediator radang
( histamin )
|||
Peningkatan permeabilitas kapiler ( edema bronkus )
Peningkatan produksi mukus ( sumbatan sekret )
Kontraksi otot polos secara langsung atau melalui persarafan simpatis ( N.X )
|||
Hiperresponsif jalan napas
|||
Astma
|||
Gangguan pertukaran gas, tidak efektif bersihan jalan nafas, dan tidak efektif pola
nafas berhubungan dengan bronkospasme, edema mukosa dan meningkatnya produksi
sekret.

Fatigue berhubungan dengan hypoxia meningkatnya usaha nafas.

Kecemasan berhubungan dengan hospitalisasi dan distress pernafasan

Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan meningkatnya pernafasan dan


menurunnya intake cairan

Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi kronik

Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit dan pengobatan

Komplikasi
Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas

Chronik persistent bronchitis

Bronchiolitis

Pneumonia

Emphysema.

Etiologi
Faktor ekstrinsik :reaksi antigen- antibodi; karena inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk,
bulu-bulu binatang).
Faktor intrinsik; infeksi : para influenza virus, pneumonia,Mycoplasma..Kemudian dari
fisik; cuaca dingin, perubahan temperatur. Iritan; kimia.Polusi udara ( CO, asap rokok,
parfum ). Emosional; takut, cemas, dan tegang. Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi
faktor pencetus.
Manifestasi klinis
Auskultasi :Wheezing, ronki kering musikal, ronki basah sedang.
Dyspnea dengan lama ekspirasi; penggunaan otot-otot asesori pernafasan, cuping hidung,
retraksi dada,dan stridor.
Batuk kering ( tidak produktif ) karena sekret kental dan lumen jalan nafas sempit.
Tachypnea, orthopnea.
Diaphoresis
Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernafasan.
Fatigue.
Tidak toleransi terhadap aktivitas; makan, bermain, berjalan, bahkan bicara.
Kecemasan, labil dan perubahan tingkat kesadaran.
Meningkatnya ukuran diameter anteroposterior (barrel chest) akibat ekshalasi yang sulit
karena udem bronkus sehingga kalau diperkusi hipersonor.
Serangan yang tiba-tiba atau berangsur.
Bila serangan hebat : gelisah, berduduk, berkeringat, mungkin sianosis.
X foto dada : atelektasis tersebar, Hyperserated
Pemeriksaan Diagnostik
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
Foto rontgen
Pemeriksaan fungsi paru; menurunnya tidal volume, kapasitas vital, eosinofil biasanya
meningkat dalam darah dan sputum
Pemeriksaan alergi
Pulse oximetri
Analisa gas darah.
Penatalaksanaan serangan asma akut :
Oksigen nasal atau masker dan terapi cairan parenteral.
Adrenalin 0,1- 0,2 ml larutan : 1 : 1000, subkutan. Bila perlu dapat diulang setiap 20 menit
sampai 3 kali.
Dilanjutkan atau disertai salah satu obat tersebut di bawah ini ( per oral ) :
a. Golongan Beta 2- agonist untuk mengurangi bronkospasme :
Efedrin : 0,5 1 mg/kg/dosis, 3 kali/ 24 jam
Salbutamol : 0,1-0,15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
Terbutalin : 0,075 mg/kg/dosis, 3-4 kali/ 24 jam
Efeknya tachycardia, palpitasi, pusing, kepala, mual, disritmia, tremor, hipertensi dan
insomnia, . Intervensi keperawatan jelaskan pada orang tua tentang efek samping obat dan
monitor efek samping obat.

b. Golongan Bronkodilator, untuk dilatasi bronkus, mengurangi bronkospasme dan


meningkatkan bersihan jalan nafas.
Aminofilin : 4 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
Teofilin : 3 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
Pemberian melalui intravena jangan lebih dari 25 mg per menit.Efek samping tachycardia,
dysrhytmia, palpitasi, iritasi gastrointistinal,rangsangan sistem saraf pusat;gejala toxic;sering
muntah,haus, demam ringan, palpitasi, tinnitis, dan kejang. Intervensi keperawatan; atur
aliran infus secara ketat, gunakan alat infus kusus misalnya infus pump.
c. Golongan steroid, untuk mengurangi pembengkakan mukosa bronkus. Prednison : 0,5 2
mg/kg/hari, untuk 3 hari (pada serangan hebat).
ASUHAN KEPERAWATAN
1 Pengkajian
1.1 Identitas
Pada asma episodik yang jarang, biasanya terdapat pada anak umur 3-8 tahun.Biasanya oleh
infeksi virus saluran pernapasan bagian atas. Pada asma episodik yang sering terjadi,
biasanya pada umur sebelum 3 tahun, dan berhubungan dengan infeksi saluran napas akut.
Pada umur 5-6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas.Biasanya orang tua
menghubungkan dengan perubahan cuaca, adanya alergen, aktivitas fisik dan stres.Pada asma
tipe ini frekwensi serangan paling sering pada umur 8-13 tahun. Asma kronik atau persisten
terjadi 75% pada umur sebeluim 3 tahun.Pada umur 5-6 tahun akan lebih jelas terjadi
obstruksi saluran pernapasan yang persisten dan hampir terdapat mengi setiap hari.Untuk
jenis kelamin tidak ada perbedaan yang jelas antara anak perempuan dan laki-laki.
1.2 Keluhan utama
Batuk-batuk dan sesak napas.
1.3 Riwayat penyakit sekarang
Batuk, bersin, pilek, suara mengi dan sesak napas.
1.4 Riwayat penyakit terdahulu
Anak pernah menderita penyakit yang sama pada usia sebelumnya.
1.5 Riwayat penyakit keluarga
Penyakit ini ada hubungan dengan faktor genetik dari ayah atau ibu, disamping faktor yang
lain.
1.6 Riwayat kesehatan lingkungan
Bayi dan anak kecil sering berhubungan dengan isi dari debu rumah, misalnya tungau, serpih
atau buluh binatang, spora jamur yang terdapat di rumah, bahan iritan: minyak wangi, obat
semprot nyamuk dan asap rokok dari orang dewasa.Perubahan suhu udara, angin dan
kelembaban udara dapat dihubungkan dengan percepatan terjadinya serangan asma.
1.7 Riwayat tumbuh kembang
1.7.1 Tahap pertumbuhan
Pada anak umur lima tahun, perkiraan berat badan dalam kilogram mengikuti patokan umur
1-6 tahun yaitu umur ( tahun ) x 2 + 8. Tapi ada rata-rata BB pada usia 3 tahun : 14,6 Kg,
pada usia 4 tahun 16,7 kg dan 5 tahun yaitu 18,7 kg. Untuk anak usia pra sekolah rata rata
pertambahan berat badan 2,3 kg/tahun.Sedangkan untuk perkiraan tinggi badan dalam senti
meter menggunakan patokan umur 2- 12 tahun yaitu umur ( tahun ) x 6 + 77.Tapi ada ratarata TB pada usia pra sekolah yaitu 3 tahun 95 cm, 4 tahun 103 cm, dan 5 tahun 110 cm.
Rata-rata pertambahan TB pada usia ini yaitu 6 7,5 cm/tahun.Pada anak usia 4-5 tahun fisik

cenderung bertambah tinggi.


1.7.2 Tahap perkembangan.
Perkembangan psikososial ( Eric Ercson ) : Inisiatif vs rasa bersalah.Anak punya insiatif
mencari pengalaman baru dan jika anak dimarahi atau diomeli maka anak merasa bersalah
dan menjadi anak peragu untuk melakukan sesuatu percobaan yang menantang ketrampilan
motorik dan bahasanya.
Perkembangan psikosexsual ( Sigmund Freud ) : Berada pada fase oedipal/ falik ( 3-5
tahun ).Biasanya senang bermain dengan anak berjenis kelamin berbeda.Oedipus komplek
( laki-laki lebih dekat dengan ibunya ) dan Elektra komplek ( perempuan lebih dekat ke
ayahnya ).
Perkembangan kognitif ( Piaget ) : Berada pada tahap preoperasional yaitu fase
preconseptual ( 2- 4 tahun ) dan fase pemikiran intuitive ( 4- 7 tahun ). Pada tahap ini kanankiri belum sempurna, konsep sebab akibat dan konsep waktu belum benar dan magical
thinking.
Perkembangan moral berada pada prekonvensional yaitu mulai melakukan kebiasaan
prososial : sharing, menolong, melindungi, memberi sesuatu, mencari teman dan mulai bisa
menjelaskan peraturan- peraturan yang dianut oleh keluarga.
Perkembangan spiritual yaitu mulai mencontoh kegiatan keagamaan dari ortu atau guru
dan belajar yang benar salah untuk menghindari hukuman.
Perkembangan body image yaitu mengenal kata cantik, jelek,pendek-tinggi,baik-nakal,
bermain sesuai peran jenis kelamin, membandingkan ukuran tubuhnya dengan kelompoknya.
Perkembangan sosial yaitu berada pada fase Individuation Separation . Dimana sudah
bisa mengatasi kecemasannya terutama pada orang yang tak di kenal dan sudah bisa
mentoleransi perpisahan dari orang tua walaupun dengan sedikit atau tidak protes.
Perkembangan bahasa yaitu vokabularynya meningkat lebih dari 2100 kata pada akhir
umur 5 tahun. Mulai bisa merangkai 3- 4 kata menjadi kalimat. Sudah bisa menamai objek
yang familiar seperti binatang, bagian tubuh, dan nama-nama temannya. Dapat menerima
atau memberikan perintah sederhana.
Tingkah laku personal sosial yaitu dapat memverbalisasikan permintaannya, lebih banyak
bergaul, mulai menerima bahwa orang lain mempunyai pemikiran juga, dan mulai menyadari
bahwa dia mempunyai lingkungan luar.
Bermain jenis assosiative play yaitu bermain dengan orang lain yang mempunyai
permainan yang mirip.Berkaitan dengan pertumbuhan fisik dan kemampuan motorik halus
yaitu melompat, berlari, memanjat,dan bersepeda dengan roda tiga.

1.8 Riwayat imunisasi


Anak usia pre sekolah sudah harus mendapat imunisasi lengkap antara lain : BCG, POLIO
I,II, III; DPT I, II, III; dan campak.
1.9 Riwayat nutrisi
Kebutuhan kalori 4-6 tahun yaitu 90 kalori/kg/hari.Pembatasan kalori untuk umur 1-6 tahun
900-1300 kalori/hari. Untuk pertambahan berat badan ideal menggunakan rumus 8 + 2n.
Status Gizi
Klasifikasinya sebagai berikut :

Gizi buruk kurang dari 60%


Gizi kurang 60 % - <80 %
Gizi baik 80 % - 110 %
Obesitas lebih dari 120 %
1.10 Dampak Hospitalisasi
Sumber stressor :
1. Perpisahan
a. Protes : pergi, menendang, menangis
b. Putus asa : tidak aktif, menarik diri, depresi, regresi
c. Menerima : tertarik dengan lingkungan, interaksi
2. Kehilangan kontrol : ketergantungan fisik, perubahan rutinitas, ketergantungan, ini akan
menyebabkan anak malu, bersalah dan takut.
3. Perlukaan tubuh : konkrit tentang penyebab sakit.
4. Lingkungan baru, memulai sosialisasi lingkungan.
1.11 Pemeriksaan Fisik / Pengkajian Persistem
1.11.1 Sistem Pernapasan / Respirasi
Sesak, batuk kering (tidak produktif), tachypnea, orthopnea, barrel chest, penggunaan otot
aksesori pernapasan, Peningkatan PCO2 dan penurunan O2, sianosis, perkusi hipersonor,
pada auskultasi terdengar wheezing, ronchi basah sedang, ronchi kering musikal.
1.11.2 Sistem Cardiovaskuler
Diaporesis, tachicardia, dan kelelahan.
1.11.3 Sistem Persyarafan / neurologi
Pada serangan yang berat dapat terjadi gangguan kesadaran : gelisah, rewel, cengeng
apatis sopor coma.
1.11.4 Sistem perkemihan
Produksi urin dapat menurun jika intake minum yang kurang akibat sesak nafas.
1.11.5 Sistem Pencernaan / Gastrointestinal
Terdapat nyeri tekan pada abdomen, tidak toleransi terhadap makan dan minum, mukosa
mulut kering.
1.11.6 Sistem integumen
Berkeringat akibat usaha pernapasan klien terhadap sesak nafas.
2 DIAGNOSA KEPERAWATAN, TUJUAN, KRITERIA HASIL, RENCANA INTERVENSI
1. Gangguan pertukaran gas, tidak efektif bersihan jalan nafas, dan tidak efektif pola nafas
berhubungan dengan bronkospasme, udem mukosal dan meningkatnya sekret.
Tujuan : Anak menunjukkan pertukaran gas yang normal, bersihan jalan nafas yang efektif
dan pola nafas dalam batas normal.
Kriteria hasil : PO2 dan CO2 dalam batas nilai normal, tidak sesak nafas, batuk produktif,
cianosis tdak ada, tidak ada tachypnea,ronki dan wheesing tidak ada
Intervensi :
Pertahankan kepatenan jalan nafas; pertahankan support ventilasi bila diperlukan ( oksigen
2 ml dengan kanule ).
Kaji fungsi pernafasan; auskultasi bunyi nafas, kaji kulit setiap 15 menit sampai 4 jam.
Berikan oksigen sesuai program dan pantau pulse oximetry.
Kaji kenyamanan posisi tidur anak.
Monitor efek samping pengobatan; monitor serum darah;theophyline dan catat kemudian
laporkan dokter. Normalnya 10-20 ug/ml pada semua usia.

Berikan cairan yang adekuat per oral atau peranteral


Pemberian terapi pernafasan; nebulizer, fisioterapi dada, ajarkan batuk dan nafas dalam
efektif setelah pengobatan dan pengisapan sekret ( suction ).
Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan pada anak untuk menurunkan kecemasan.
Berikan terapi bermai sesuai usia.
2. Fatigue berhubungan dengan hipoksia dan meningkatnya usaha nafas.
Tujuan : Anak tidak tampak fatigue.
Kriteria : Tidak iritabel, dapat beradaptasi dan aktivitas sesuai dengan kondisi.
Intervensi :
Kaji tanda dan gejala hypoxia; kegelisahann fatigue, iritabel, tachycardia, tachypnea.
Hindari seringnya melakukan intervensi yang tidak penting yang dapat membuat anak lelah,
berikan istirahat yang cukup.
Intrusikan pada orang tua untuk tetap berada didekat anak.
Berikan kenyamanan fisik; support dengan bantal dan pengaturan posisi.
Berikan oksigen humidifikasi sesuai program.
Berikan nebulizer; kemudian pantau bunyi nafas, dan usaha nafas setelah terapi.
Setelah krisis, ajarkan untuk aktivitas yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan untuk meningkatkan ventilasi,dan memperluas perkembangan psikososial.
3. Kecemasan berhubungan dengan hospitalisasi dan distres pernafasan.
Tujuan : Kecemasan menurun
Kriteria : Anak tenang dan dapat mengekspresikan perasaannya, orang tua merasa tenang dan
berpartisipasi dalam perawatan anak.
Ajarkan teknik relaksasi; latihan nafas, melibatkan penggunaan bibir dan perut, dan ajarkan
untuk berimajinasi.
Pertahankan lingkungan yang tenang ; temani anak, dan berikan support.
Ajarkan untuk ekspresi perasaan secara verbal
Berikan terapi bermain sesuai dengan kondisi.
Informasikan tentang perawatan, pengobatan dan kondisi anak.
Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan.
4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan meningkatnya pernafasan dan
menurunnya intake cairan.
Goal : Status hidrasi adekuat
Kriteria : Turgor kulit elastis, membran mukosa lembab, intake cairan sesuai dengan usia dan
berat badan, output urine > 2 ml/ kg per jam.
Monitor intake dan output, mukosa membran, turgor kulit, pengeluaran urin, ukur grapitasi
urin atau berat jenis urin ( nilai 1.003-1030 ).
Monitor elektrolit
Kaji warna sputum, konsistensi dan jumlah
Pertahankan terapi parenteral bila indikasi, dan monitor kelebihan caiaran ( overload )
Berikan intake cairan per oral bila toleran, hati-hati minuman yang dapat meningkatkan
bronkospasme ( air dingin ).
Setelah fase akut, ajarkan anak dan orang tua untuk minum 3-8 gelas (750-2000 ml),
tergantung usia dan berat badan.
5. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi kronik.
Goal : Orang tua mendemonstrasikan koping yang tepat
Kriteria : Mengekspresikan perasaan dan perhatian serta memberikan aktivitas yang sesuai

usia atau kondisi dan perkembangan psikososial pada anak.


Berikan kesempatan pada orang tua untuk ekspresi perasaan.
Kaji mekanisme koping sebelumnya pada waktu stress
Jelaskan prosedur dan pengobatan yang diberikan
Informasikan kepada orang tua tentang kondisi anak
Identifikasi sumber-sumber psikososial keluarga dan financial

6. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit dan pengobatan.


Goal : Orang tua secara verbal memahami proses penyakit dan pengobatan dan mengikuti
regimen terapi yang diberikan.
Kriteria : Berpartispasi dalam memberikan perawatan pada anak sesuai dengan program
medik atau perawatan, misalnya memberikan makan dan minum yang cukup, memberi
minum obat oral pada anak sesuai program.
Kaji pengetahuan anak dan orang tua tentang penyakit, pengobatan dan intervensi.
Bantu untuk mengidentifikasi faktor pencetus.
Jelaskan tentang emosi dan stres yang dapat menjadi faktor pencetus.
Jelaskan tentang pentingnya pengobatan; dosis, efek samping, waktu pemberian dan
pemeriksaan darah.
Informasikan tanda dan gejala yang harus dilaporkan dan kontrol ulang.
Informasikan pentingnya program aktivitas dan latihan nafas.
Jelaskan tentang pentingnya terapi bermain sesuai usia.
Perencanaan Pemulangan
Jelaskan proses penyakit dengan menggunakan gambar-gambar atau phantom.
Fokuskan pada perawatan mandiri di rumah.
Hindari faktor pemicu; kebersihan lantai rumah, debu-debu, karpet, bulu binatang dan
lainnya.
Jelaskan tanda-tanda bahaya akan muncul.
Ajarkan penggunaan nebulizer.
Keluarga perlu memahami tentang pengobatan; nama obat, dosis, efek samping, waktu
pemberian.
Ajarkan strategi kontrol kecemasan, takut dan stress.
Jelaskan pentingnya istirahat dan latihan, termasuk latihan nafas.
Jelaskan pentingnya intake cairan dan nutrisi yang adekuat.
DAFTAR PUSTAKA
Panitia Media Farmasi dan Terapi. (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi LAB/UPF Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya
Soetjningsih. (1998). Tumbuh kembang anak . Cetakan kedua. EGC. Jakarta
Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Percetakan
Infomedika Jakarta.
Suriadi dan Yuliana R.(2001) Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1 Penerbit CV Sagung
Seto Jakarta.

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Nn. M DENGAN ASMA BRONCHIALE
DI IRDA RSDK SEMARANG
I. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan tanggal 2 Agustus 2004 jam 10.45 WIB
a. Identitas Pasien
Nama : Nn. M
Umur : 16 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Status : Belum Kawin
Alamat : Kalisari, Semarang
No Register : 381478
Diagnosa Medis: Asma Bronchiale
b. Penanggung Jawab
Nama : Ny. S
Umur : 45 tahun
Hubungan dengan pasien: Ibu
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Kalisari, Semarang
II. PENGKAJIAN PRIMER
a. Airway
Batuk tidak produktif, sekret kental lengket sulit keluar, wheezing, suara
dasar bronkial expirasi diperpanjang, ronkhi basah area paru.
b. Breathing
Sesak napas, RR 30 x/menit, tarikan nafas dangkal dan cepat irama
teratur, inspirasi memendek, ekspirasi memanjang, tarikan otot
intercosta, nafas cuping hidung
9
c. Circulation
Tekanan darah 90/50 mmHg, nadi 112 x/menit, suhu 36,80 C, akral
dingin, gelisah, sianosis, diaforesis
III. PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Keluhan utama
Klien mengeluh sesak nafas terus menerus dan rasanya ampeg.
2. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengeluh sesak nafas sejak tadi malan. Batuk disertai sekret kental
yang sulit keluar. Selama tiga minggu terakhir ini klien sudah tiga kali
mengalami serangan asma. Bila ada serangan klien terbiasa minum
amoxilin 500 mg dan salbutamol. Karena sesak yang dirasakan tidak
berkurang kemudian klien dibawa ke RSDK.
3. Riwayat penyakit dahulu
Klien mempunyai riwayat sesak nafas sejak kecil. Akhir-akhir ini serangan
sesak nafas sering kambuh dan keluarga baru mengetahui kalau klien

menderita asma. Sesak kambuh terutama bila klien mengalami stres,


banyak pikiran dan masalah terutama masalah tugas di sekolah dan
keluarga.
4. Riwayat penyakit keluarga
Ibu klien mempunyai riwayat sesak nafas sejak kecil tapi sekarang sudah
tidak pernah kambuh.
5. Pola kebiasaan
Klien sehari-hari membantu ibunya jualan makanan di rumah setelah
pulang dari sekolah.
6. Pemeriksaan fisik
Kepala : bentuk mesochepal, rambut hitam lurus tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : terdapat sekret/ingus berwarna bening
Telinga : ada serumen sedik
it, pendengaran berfungsi normal
Mulut : mukosa bibir agak kering, gigi bersih, bibir sianosis
Leher : tak ada pembesaran kelenjar limpha dan tiroid
10
Paru - paru
I : bentuk simetris, gerakan dada simetris, tarikan otot intercosta
Pa :Fremitus kanan = kiri
Pe : sonor seluruh lapang paru
Au : Ronchi basah dan Whezing seluruh lapang paru, suara dasar
bronkial expirasi diperpanjang
Jantung
I : Ictus cordis tidak tampak
Pa : Ictus cordis teraba di SIC V, 2 cm mid LMCS
Pe : Pekak
Au : Bj S1-S2 murni
Abdomen
I : datar
Au : bising usus (+), 32x/menit
Pa : hepar dan lien tak teraba
Pe : timpani
Genetalia: keadaan bersih
Ekstrimitas:
Atas: akral dingin, sianosis, edema (-)
Bawah: akral dingin, edema (-), varises (-)
7. Data Penunjang
Hb :10, 65 gr%
Ht : 43 %
Leukosit : 8500/ul
Trombosit : 253.000/ul
GDS : 110 mg/dl
8. Terapi
- Nebulezer : (Atrovent 1cc + berotec 1cc + bisolvon 1cc) dan nacl 0,9
% 6 cc
- Aminophilin drip 1 ampul
- infus RL 20 tetes/men
11

ANALISA DATA

No Data Fokus Etiologi Masalah


1 Ds: Klien mengatakan sesak

nafas terus menerus


Do:
- sesak nafas, nafas dangkal
dan cepat
- tarikan otot intercosta
- Auskultasi : wheezing di
bronkus dan area paru
- Batuk tidak produktif,
sekret kental lengket sulit
keluar
- RR= 30 kali permenit
Bronkospasme dan sekret yang
kental
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
2. Ds : Klien mengatakan
dadanya terasa ampeg
Do :
- Auskultasi ronkhi basah
kedua basal paru
- Sesak nafas, nafas dangkal
cepat
- Dyspnea dengan ekspirasi
yang lama inspirasi
pendek
- RR 30 x/menit
- SaO2 95 %, akral dingin
Hiperinflasi alveoli, perubahan
ventilasi-perfusi
Kerusakan pertukaran
gas
3. Ds : Klien mengatakan
badannya terasa lemas
Do:
- TD 90/50 mmHg, nadi
112 x/menit, suhu 36,8
derajat
- Sianosis, diaforesis, akral
Hipoksia, kurangnya suplai
oksigen ke jaringan
Perubahan perfusi
jaringan

12

dingin, gelisah
- SaO2 95 %
4. Ds: klien sering menanyakan
kapan sesaknya akan
berkurang
DO:
- Pasien tampak
gelisah, tegang
- Sesak nafas terus
menerus
- Nadi: 112x/menit,

RR : 30 x/menit, TD:
90/50 mmHg
Kesulitan bernafas, takut
serangan berulang
Cemas

Diagnosa keperawatan yang muncul;


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d bronkospasme, sekret yang
kental
2. Kerusakan pertukaran gas b.d hiperinflasi alveoli, perubahan ventilasiperfusi
3. Perubahan perfusi jaringan b.d hipoksia, kurangnya suplai oksigen ke
jaringan
4. Cemas b.d kesulitan bernafas, takut serangan ulang
13
NURSING CARE PLAN
NO DP TUJUAN INTERVENSI TTD
1. Ketidakefektifan

bersihan jalan nafas


b.d bronkospasme,
sekret yang kental
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1jam ,
bersihan jalan nafas
menjadi lebih efektif
dengan kriteria hasil :
- sesak nafas
berkurang/hilang
- RR 16-24 x/menit
- Tak ada wheezing
dan sekret lebih
encer
- Kaji frekuensi dan kedalamam
pernapasan
- Auskultasi bunyi nafas
tambahan
- Kaji jenis batuk dan produksi
batuk
- Kolaborasi pemberian beta 2
agonist untuk mengurangi
bronkospasme (nebulizer)
- Fisioterapi dada bila ada
indikasi
- Ajarkan batuk dan nafas dalam
efektif setelah pengobatan dan
pengisapan sekret
- Berikan cairan hangat
- Pertahankan kepatenan jalan
nafas
2. Kerusakan
pertukaran gas b.d
hiperinflasi alveoli,
perubahan
ventilasi-perfusi
Setelah dilakukan

tindakan keperawatan
selama 1 jam,
kerusakan pertukaran
gas berkurang,
dengan kriteria hasil :
- Nafas dalam
irama teratur 1624 x/mnt
- Ronkhi basah
berkurang
- GDA dalam batas
normal
- Kaji fungsi pernafasan;
auskultasi bunyi nafas, kaji
kulit setiap menit sampai 4
jam
- Berikan support ventilasi
- Berikan oksigen sesuai
program dan pantau pulse
oximetry
- Berikan posisi nyaman semi
fowler
- Monitor efek samping
pemberian pengobatan
- Periksa kadar BGA

14

3. Perubahan perfusi

jaringan b.d
hipoksia,
kurangnya suplai
oksigen ke jaringan
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1 jam, perfusi
jaringan meningkat,
dengan kriteria hasil :
- Tidak ada hipoksia,
iritabel
- Akral hangat
- SaO2 100 %
- Kaji tanda dan gejala hypoxia;
kegelisahan, fatigue, iritabel,
tachycardia, tachypnea
- Berikan kenyamanan fisik;
support dengan bantal dan
pengaturan posisi
- Berikan oksigen dengan
humidifikasi
- Monitor efek pemberian
nebulizer; kemudian pantau
bunyi nafas dan usaha nafas
setelah terapi
4 Cemas b.d
kesulitan bernafas,
serangan ulang
Setelah dilakukan

tindakan keperawatan
selama 1jam, cemas
pasien berkurang
/hilang dengan
kriteria hasil:
- Pasien tampak
lebih rileks
- Nadi 60-100
x/menit
- Pasien mengerti
dan kooperatif
untuk setiap
tindakan
keperawatan yang
dilakukan
- Kaji tingkat kecemasan pasien
- Jelaskan setiap prosedur yang
dilakukan
- Jelaskan tentang perawatan
dan pengobatan pasien
- Ajarkan tehnik relaksasi
dengan nafas dalam
- Anjurkan kelaurga untuk
menemani klien saat serangan

15
CATATAN KEPERAWATAN
TGL/JAM NO.
DP
IMPLEMENTASI EVALUASI TTD
2-8-04
10.45
11.00
1 - Mengkaji frekuensi dan kedalaman
pernapasan
R : RR 30 x/menit, nafas dangkal cepat,
ekspirasi lebih panjang dari inspirasi
- Mengauskultasi bunyi nafas
R : Ada Whezing di lapang paru dan
bronkus
- Memberikan nebulezer (atrovent 1 cc,
bisolvon 1 cc, berotec 1 cc dan Nacl 0,9
% 6 cc)
R : Pasien mengatakan jalan nafasnya
menjadi lebih longgar dan sesak
berkurang, klien batuk, keluar ingus di
hidung
- Mengajarkan pasien nafas dalam dan
batuk efektif setelah diberikan nebulizer
R : sekret dapat keluar, lebih encer
Jam 12.00
S : pasien mengatakan
sesak sudah berkurang
O:
- RR 24 x/menit
- Masih ada wheezing di
sebagian paru

- Ekspirasi masih sedikit


memanjang
- Klien batuk
mengeluarkan dahak
A: masalah teratasi
sebagian
P : lanjutkan untuk
pemberian
Aminophilin 1 ampul
drip lewat infus RL di
ruangan jika tekanan
darah sistole diatas
100 mmHg
2-8-2004
10.50
10.55
2 - Memberikan posisi fowler pada pasien
R : pasien mengatakan nyaman dengan
posisi duduk
- Memberikan O2 3 liter/menit
R : binasal kanul, sesak tidak berkurang
- Mengkaji frekuensi dan kedalaman
pernapasan
R : RR 30 x/menit, nafas dangkal cepat,
ekspirasi lebih panjang dari inspirasi
- Mengauskultasi bunyi nafas
R : Ada ronchi seluruh lapang paru dengan
Jam 12.00
S : pasien mengatakan
sesak sudah berkurang
O:
- RR 24 x/menit
- Masih ada ronkhi basah
- Ekspirasi masih sedikit
memanjang
- dyspnea berkurang
- SaO2 98 %
A: masalah teratasi

16
suara dasar bronkial ekspirasi
memanjang
- Memonitor efek dari pemberian
nebulizer terhadap perubahan ventilasi
perfusi
R : dyspnea berkurang
sebagian
P : lanjutkan monitor
adanya gangguan
keseimbangan asam basa
2-8-2004
11.05
11.30
3 - Mengkaji tanda dan gejala hypoxia
R : Klien gelisah, nadi 110x/mnt, takipnea,
akral dingin, diaforesis
- Memberikan posisi yang nyaman

sehingga melancarkan perfusi perifer


R : posisi fowler
- Memberikan oksigen dengan
humidifikasi
R : O2 3 lt/mnt, sesak sedikit berkurang
- Memberikan cairan RL loading
R : cairan masuk, TD 90/50 mmHg
- Memantau efek pemberian nebulizer
terhadap kecukupan sirkulasi ke perifer
serta efek sampingnya
R : nadi 98 x/mnt, SaO2 99%, akral masih
dingin
Jam 12.00
S : Klien mengatakan
badannya masih agak
lemah
O:
- TD 95/60 mmHg
- Nadi 98x/menit
- RR 24x/mnt
- Suhu 36,9 derajat
- Akral agak dingin,
tidak sianosis
A : masalah teratasi
sebagian
P : lanjutkan monitor
tingkat perfusi jaringan di
ruangan
7-7-04
11. 40
11.45
2 - Mengkaji tingkat kecemasan pasien
R : Pasien mengatakan kecemasan yang
sangat disaat sesak tidak berkurang
- Menjelaskan tentang pengobatan dan
perawatan
R : Pasien mengangguk tanda mengerti
dan memperhatikan penjelasan
perawat
- Mengajarkan tehnik relaksasi dengan
nafas dalam
R : Pasien mengikuti yang diajarkan dan
Jam 12.00
S : Pasien mengatakan
sudah tidak begitu cemas
O: Pasien lebih rileks
Pasien tampak tiduran
Nd= 98x/menit
A= masalah teratasi
sebagian
P= anjurkan pada
keluarga untuk selalu

17
11.50
mengatakan lebih nyaman
- Menganjurkan pasien tiduran dan

istirahat
R : pasien kooperatif
- Menemani pasien disaaat cemas
R : pasien merasa lebih tenang
- Memonitor TTV
R= TD 95/60 mmHg
RR= 24x/menit
S= 36,90 C
Nd= 96x/menit
menemani klien terutama
saat serangan

Tugas EPTM | Asthma Bronchiale 1

Tugas EPTM ASTHMA BRONCHIALE


(Sesak Nafas) Dosen Pembimbing: Dr. Djamal, M.Si.

Disusun Oleh: Riky Suprogo NPM. 04410014 Septiana RDS. NPM.


04410015 Suci Amaliza Y. NPM. 04410016 Suparman NPM. 04410017

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS


MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG 2008 Tugas EPTM | Asthma
Bronchiale 2

I. PENDAHULUAN
Pembangunan secara umum sering diartikan sebagai upaya multidimensi untuk mencapai kualitas
hidup seluruh penduduk yang lebih baik. Pembangunan kesehatan di Indonesia diselenggarakan
secara menyeluruh dan berkesinambungan, dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Pembangunan ini semakin penting mengingat kesehatan adalah hak asasi
manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan investasi untuk pembangunan bangsa. Oleh
banyak negara, termasuk Indonesia dan Provinsi Lampung, pembangunan kesehatan dimaknakan
sebagai proses yang terus menerus dan progresif untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang setinggitingginya (Dinkes Provinsi Lampung, 2005). Status atau derajat kesehatan masyarakat ditentukan
oleh berbagai faktor seperti, lingkungan, perilaku masyarakat dan pelayanan kesehatan. Dalam
mengatasi masalah kesehatan faktor-faktor tersebut perlu mendapat perhatian serta penanganan
sebagai satu kesatuan. Untuk menjunjung upaya kesehatan agar mencapai derajat kesehatan yang
optimal, maka upaya di bidang kesehatan lingkungan dan perorangan perlu mendapat perhatian,
salah satunya adalah penyakit pernafasan yaitu asthma (Hendarto, dkk, 2003).
Penyakit Asthma Bronchiale merupakan suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea
dan brochus terhadap rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas
dan derajat yang dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun dari berbagai alergen. Penyakit
Asthma Bronchiale dapat menyerang semua tingkat usia pada setiap lapisan masyarakat baik
dengan status ekonomi lemah maupun status ekonomi cukup, pada pasien asthma dengan sebab
apapun akan mengalami patofisiologi yang dapat mengganggu pola nafas, pertukaran gas,
keseimbangan cairan, nutrisi, aktivitas rasa nyaman dan dapat terjadi berbagai Tugas EPTM |
Asthma Bronchiale 3

komplikasi. Umumnya penyakit asthma disebabkan oleh udara dingin, debu, protein, bulu halus
binatang, kelelahan dan zat kimia serta riwayat keluarga yang mempunyai penyakit yang sama
(Soeparman dkk., 1999). Penyebab penyakit pada manusia jarang bersifat sederhana. Hanya
beberapa keadaan yang disebabkan oleh penyebab tunggal, sedangkan yang lainnya bersifat
multifaktor seperti sifat-sifat keturunan (faktor umum yang dalan masalah alergi),
ketidakseimbangan gizi, faktor stress elemen emosi atau psikologi dan lain-lain. Ada bukti-bukti
yang menunjang adanya pandangan oseopatik dan kiropatik bahwa seringkali terdapat elemen
struktural dan mekanik (terutama pada kasus asthma) sebagai predisposisi suatu penyakit atau
disfungsi. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis sangat tertarik untuk lebih
jauh memahami tentang aspek klinis dan aspek epidemiologis penyakit asthma bronchiale. Tugas
EPTM | Asthma Bronchiale 4

II. TINJAUAN TEORI


A. DEFINISI
Asthma merupakan penyakit yang ditandai dengan timbulnya serangangan dalam periode waktu
yang pendek dan bersifat kumat-kumatan, dimana diantara serangan terdapat kondisi bebas
gejala. Gejala yang timbul berupa batuk-batuk, nafas berbunyi (wheezing) dan sesak nafas,
merupakan manifestasi akibat adanya tahanan pada aliran udara pernafasan. Gejala-gejala
tersebut akan berkurang hilang secara menyeluruh dengan obat-obatan bronchodilator dan steroid
(Kodim, Nasrin, 2003). Menurut International Consensus Report on Diagnosis and Treatmen of
Asthma (1992) asthma merupakan kelainan kronis pada saluran pernafasan berupa inflamsi
dimana banyak sel-sel yang memegang peranan di dalamnya. Pada orang-orang dengan kelainan
asthma. Sedangkan definisi menurut Mc. Fadden dan Frank Austen (1980) dalam Kodim, Nasrin
(2003) bahwa asthma merupakan penyakit saluran pernafasan yang ditandai oleh meningkatnya
kepekaan pada batang tracheobronchial terhadap berbagai stimuli/rangsang. Asthma secara
fisiologis bermanifesasi sebagai menyempitnya secara meluas jalan udara yang dapat sembuh
secara spontan ataupun dengan pengobatan. Soeparman, dkk (1999) mengartikan asthma sebagai
suatu penyakit yang ditandai oleh hipersensitivitas cabang-cabang trakeabronkial terhadap
berbagai jenis rangsangannya. Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran
pernafasan secara periodik dan reversibel akibat bronkospasme (penyempitan bronkus). Tugas
EPTM | Asthma Bronchiale 5

Mansjoer, Arif (1999) mendefinisikan asthma yaitu merupakan gangguan inflamasi kronik jalan
nafas yang melibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus
dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan nafas, dan gejala pernafasan (mengi dan sesak). Obstruksi
jalan nafas umumnya bersifat reversibel, namun dapat menjadi kurang reversibel bahkan relatif
nonreversibel tergantung berat dan lamanya penyakit. Dari berbagai definisi di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa asthma merupakan gangguan berupa penyempitan yang terjadi pada jalan
pernafasan.
B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya asthma bronchiale diantaranya adalah sebagai berikut (Soeparman, dkk,
1999):
1. Faktor Ekstrinsik (alergi)
Asthma yang terjadi disebabkan karena kepekaan individu terhadap alergen biasanya protein
serbuk sari yang terhirup, bulu halus binatang, susu atau coklat (jarang)
2. Faktor Intrisik (Non alergi)
Asthma terjadi karena :
- Demam, emosi, latihan fisik

- Infeksi traktus respiratoris (jalan nafas)

- Lingkungan kerja yang berpolusi (asap rokok)


Bentuk aretima yang paling sering adalah campuran
C. PATOFISIOLOGI
Asthma yang disebabkan karena obstruksi saluran pernapasan bagian bawah mempunyai satu
atau lebih dari tiga gejala di bawah ini
1. Kontraksi otot brenkus yang menyebabkan penyempitan saluran pernapasan
2. Oedema membran bronchus
3. Sputum yang kental pada bronchus
Tugas EPTM | Asthma Bronchiale 6

Selain ketiga diatas astma juga disebabkan karena mediator kimia yang menyebabkan asthma
bronchiale, yaitu histamin, bradikinin, subtan yang bereaksi lambat terhadap ana pilaksis (ECF
A) dan faktor-faktor lain yang menimbulkan reaksi antigen dan anti bodi Antigen bereaksi dengan
anti bodi monoglobolin E (19 E) menyebabkan terjadinya degranulasi dari masalalu (reaksi
allergen) mediator breaksi dengan reseptor sepesipik pada membran-membran otot halus, odem
mukosa dan meningkatkan sekresi bronchus Nervus nervus bersipat mengatur otot-otot
bronchus melalui sistem syaraf. Parasimptis pada astma intrisik rangsangan disebabkanoleh
faktor infeksi, latihan sehingga mengembalikan autokolin Penyebab langsung kotreksi bronkhus
yang disebabkan oleh rangsang kimia, penderita astma mempunyai respon syaraf simpatik yang
rendah, seorang penderita astma senderung meningkat zat kimianya dan menyebabkan kotreksi
otot-otot halus (Soeparman, dkk, 1999).
D. TANDA DAN GEJALA
1. Serangan sering terjadi pada malam hari.
2. Sesak napas
3. Bunyi napas wheezing (mengik)
4. Terjadi sianosis (pucat)
5. Serangan terjadi antara 30 60 menit
6. Batuk produktif (berdahak)
7. Diarhotorosis
E. GAMBARAN KLINIS
1. Gejala asthma terdiri dari tiga sekawan yakni sesak nafas, batuk dan wheezing
2. Kebanyakan kasus asthma memberikan gambaran khusus berupa serangan yang bersifast
episodik disertai gejala di atas muncul bersama-sama.
Tugas EPTM | Asthma Bronchiale 7

3. Serangan sering muncul pada malam hari tapi dapat juga muncul secara tiba-tiba setelah
terpapar oleh suatu allergen tertentu, olahraga, infeksi saluran pernafasan, ataupun karena
perubahan emosi.
4. Pada waktu serangan pasien merasakan suatu perasaan sesak, sering disertai batik yang bersifat
tidak produktif.
5. Respirasi menjadi terdengar lebih keras, wheezing dapat timbul baik pada waktu inspirasi
maupun expirasi, respirasi sering menjadi lebih cepat, dan ekspirasi menjadi lebih panjang.
6. Kalau serangan yang terjadi berat dan berlangsung lama otot-otot pernafasan biasanya menjadi
lebih aktif, batuk menjadi produktif, sputum bersifat kental dan lengket.
7. Pada keadaan esktrim, wheezing justru menghilang, batuk-batuk tidak efektif lagi untuk
mengeluarkan sputum, pasien menjadi tersenggal-tenggal.
8. Sebagian kecil kasus asthma mempunyai ciri khusus yakni serangan hanya muncul setelah
olahraga/bekerja.
9. Beratnya serangan asthma sangat bervariasi.
(Kodim Nasrin, 2003).
F. FAKTOR-FAKTOR PENCETUS PADA PENYAKIT ASTHMA
Menurut Kodim, Nasrin (2003) terdapat faktor-faktor pencetus timbulnya serangan asthma, yaitu
sebagai berikut:
1. Allergen
a. Faktor-faktor alergi mempunyai peranan yang penting pada sebagian besar penyakit asthma
pada anak.
b. Serangan asthma yang disebabkan oleh adanya stimulus zat alergi pada saluran pernafasan
biasanya ditandai dengan timbulnya gejala-gejala asthma yang berlangsung secara cepat,
obstruksi pulmo berlangsung dengan cepat dan dapat berangsur pulih dalam waktu beberapa jam.
c. Proses sensitisasi tergantung pada lamanya dan intensitas keterpaparan terhadap substansi
allergen.
Tugas EPTM | Asthma Bronchiale 8

d. Pola dari sensitivitas secara berkembang sesuai dengan bertambahnya usia. Pada bayi dan
balita, sensitivitas tinggi terhadap debu rumah yang dapat berupa, tungau, bulu binatang, spora
dan jamur di dalam rumah. Pada anak yang lebih besar, mereka lebih sensitif terhadap debu atau
serbuk tumbuh-tumbuhan atau jamur yang terdapat di luar rumah, serbuhk dari bunga tumbuhan
dapat bersifat musiman, sehingga pada usia tersebut mulai didapat pola musiman timbulnya
serangan asthma pada anak.
2. Infeksi
a. Serangan asthma terutama pada bayi dan balita sering dihubungkan dengan adanya infeksi
saluran pernafasan akut karena virus.
b. Pada bayi dengan bronchiolitis yang disebabkan oleh virus (respiratory sycncytal virus) terjadi
obstruksi pada bronchus dan bronchiolus.
c. Pada infeksi oleh karena influenza virus, obstruksi pada pulmo baru terlihat nyata pada anakanak yang mempunyai kepekaan pada saluran pernafasannya.
d. Secara umum sulit memisahkan antara alergi dengan infeksi respirasi bagian atas kalau
keduanya muncul bersamaan.
e. Secara invitro dapat dibuktikan bahwa infeksi dapat meningkatkan pelepasan mediator dari selsel radang.
3. Irritant
a. Keterpaparan terhadap asap, debu dan zat-zat tertentu dapat memicu serangan asthma pada
individu penderita asthma.
b. Sejumlah irritan yang bertindak sebagai pemicu serangan asthma seperti hairspray, parfum,
asap rokok, bau dari cat dinding, air dingin, udara yang kering dapat memicu serangan asthma
dengan mekanisme non immune.
c. Iritasi pada hidung dan saluran nafas lain seperti pada tenggorokan dapat memicu terjadinya
batuk-batuk dan menyebabkan timbulnya reflek kontriksi pada bronchus.
Tugas EPTM | Asthma Bronchiale 9

4. Faktor fisik
a. Serangan asthma dapat dipicu oleh perubahan-perubahan pada lingkungan si penderita
misalnya, perubahan temperatur, tekanan udara dan kelembaban udara.
b. Olahraga seperti lari, bersepeda juga dapat memicu obstruksi saluran pernafasan.
5. Faktor emosi
a. Serangan asthma dapat timbul pada saat-saat stres, sedih atau terlalu gembira.
b. Kegelisahan dapat menyebabkan hyperventilasi, dalam hal mekanisme serangan asthma dapat
terjadi karena terjadinya refleks kontriksi pada bronchus sebagai akibat udara yang mengalir
dalam saluran nafas menjadi lebih dingin, hal ini terlihat nyata pada pasien seperti ini akan
membaik bila yang bersangkutan disuruh menghisap udara yang hangat dan lembab.
c. Aspirin dapat menyebabkan timbulnya serangan asthma dengan derajat sedang sampai berat
hampir 30% orang dewasa. Pada orang dewasa aspirin dapat menyebabkan obstruksi bronchus
yang berat bahkan dapat menyebabkan reaksi anafilaksi yang berat.
d. Pada anak-anak belum diketahui reaksinya apakah sama dengan orang dewasa
e. Obat-obat non steroid anti inflamasi lain yang dapat menyebabkan timbulnya serangan asthma
tapi dalam jumlah yang kecil adalah endomethacin dan ibuprofen
f. Reaksi dari obat-obatan tersebut di atas terhadap timbulnya serangan asthma lebih dipikirkan
sebagai reaksi daripada reaksi allergi.
Tugas EPTM | Asthma Bronchiale 10

6. Radang/inflamasi saluran pernafasan bagian atas


a. Infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas akut ataupun sinusitis kronis dapat memicu
terjadinya serangan asthma pada orang dewasa maupun pada anak.
b. Terjadinya serangan dapat dipikirkan sebagai akibat adanya mekanisme iritasi ataupun refleks.
c. Obstruksi nasal menyebabkan orang bernafas melalui mulut, sehingga udara lebih dingin dan
hal ini memicu adanya reflek konstriksi pada bronchus.
7. Faktor endokrin
a. Pada beberapa wanita serangan asthma timbul pada fase akhir dari siklus menstruasinya yaitu
beberapa waktu sebelum timbul mens.
b. Walaupun diketahui ada alergi terhadap faktor hormonal, pada kebanyakan kasus serangan
asthma timbul karena adanya perubahan pada keseimbangan air dan garam yang mempengaruhi
terjadinya perubahan irritabilitas dari bronchus.
c. Kehamilan dapat meningkatkan, menurunkan atau tidak berpengaruh terhadap serangan asthma
8. Keterkaitan antara faktor-faktor pencetus
a. Serangan asthma dapat terjadi sebagai akibat dari beberapa faktor pencetus terjadi bersamasama.
b. Sebagai contoh infeksi virus saluran respirasi terjadi pada saat pasien mengalami hayfever
akan menyebabkan serangan asthma yang lebih berat.
Tugas EPTM | Asthma Bronchiale 11

G. PENANGGULANGAN
1. Inhalasi
Tujuannya agar polanapas kembali efektif Alat yang digunakan :
a. Pengalas
b. 2 buah handuk
c. 5 cemiti / penjepit.
d. Waskom
e. Air hangat
f. Minyak angin / minyak kayu putih
2. Minum Air Hangat
a. Minum air hangat yang sudah matang sebanyak mungkin
b. Tujuannya
- mengencerkan dahak
3. Latihan Batuk Efektif
a. Casande congh
- Intruksikan pasien untuk tarik napas dalam
- Kemudian batuk dengan keras sehingga terasa tidakada udara tertinggal di paru
Menufer batuk ini untuk mengeluarkan sekret (dahak) dilakukan sampai beberapa kali
b. Huff cough
- Perintahkan pasien untuk tarik napas dalam .
- Kemudian dengan membuka mulut lakukan seri eksfresi huff
- Setelah diulang beberapakali barulah pasien melakukan batuk
c. End expratori cough
- Perintahkan pasien untuk tarik napas dalam dan exspresi secara berlahan
Tugas EPTM | Asthma Bronchiale 12

- Ketika dirasakan paru sudah kosong lakukan batuk manufer ini tidak menghasilkan skret
(dahak) tetapi dapat dilakukan untuk mengeluarkan skret (dahak)
- Setelah dilakukan beberapa kali lakukan casande congh mungkin akan lebih efektif
d. Quad assist cough
- dilakukan untuk membantu pasien dengan menurunkan kemampuan otot expiratori
- perawat membantu otot pasien dengan mendorong lepas dengan satu tangan di bawah proecsus
xiphoild ketika pasien mencoba untuk batuk
- bila memungkin kan pasien akan condong kedepan
Cara Kerja
1) Posisi pasien dalam keadaan duduk
2) Pasang pengalas diatas paha
3) Letakkan waskom yang sudah di isi air hangat diatas pahayang diberi pengalas
4) Masukan / beri minyak angin / kayu putih beberapa tetes / secukupnya
5) Kemudian pasang handuk diatas kepala hingga tertutup lalu diberi cemitisupaya tidak jatuh
6) Kemudian dihirup mellui hidung hingga napas terasa longgar
4. Melakukan Posisi Semi Fowler
a. Duduk pasien diatas tempat tidur atau diatas kursi
b. Atur kemiringan 450 (drajat)
c. Kemudian bagian punggung di beri bantal untuk mengganjal
d. Tujuan untuk membantu melonggarkan pernapasan
Tugas EPTM | Asthma Bronchiale 13

5. Melakukan Olah Raga (Relaksasi)


Caranya :
a. bisa sambil duduk atau berdiri
b. kemudian gerakan bagian dada untuk membantu agar otot paru dapat mengembung,
Tujuan untuk membantu melegakan pernapasan
6. Melakukan Latihan Napas Dalam
Caranya :
a. Pasien duduk ditempat tidur atau kursi.
b. Hirup udara melalui hidung.
c. Kemudian mengeluarkan udara melalui mulut dengan brlahan lahan.
d. Lakukan ssebanyak 3x lalu batukkan.
Tujuannya: Untuk memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh dfan mengeluarkan skret/dahak
Tugas EPTM | Asthma Bronchiale 14

III. GAMBARAN KASUS


Meskipun kasus kejadian asthma masih banyak ditemukan diberbagai belahan dunia yang
disebabkan oleh banyak faktor seperti etnis, atopik, orangtua perokok, infeksi saluran respirasi
bagian bawah dan faktor sosio-ekonomi, namun tidak tidak sedikit faktor yang disebabkan oleh
etnis diantaranya di Amerika, prevalensi asthma 50% lebih tinggi pada kulit hitam daripada pada
kulit putih. Adanya perbedaan prevelansi diantara kulit hitam dan kulit puh menunjukkan bahwa
faktor genetik dan faktor etnis mempengaruhi risiko terjadinya penyakit asthma tapi dapat juga
perbedaan tersebut disebabkan oleh karena perbedaan life-style yang mempengaruhi lingkungan
dimana mereka hidup. Penelitian di Inggris (1987), dengan lingkungan hidup yang sama di
London tapi ras yang berbeda tidak menunjukkan adanya perbedaan prevalensi yang signifikikan
adanya riwayat wheezing antara anak Eropa dan anak Afrika dan anak Indian. Anak Eropa
dilaporkan lebih banyak bronchitis, batuk rejan, dan batuk pilek daripada rekan-rekannya dengan
kulit berwarna. Tampaknya faktor lingkungan lebih mendominasi faktor genetik dan ras dalam
mempengaruhi prevalence rate penyakit asthma, hal ini tampak juga pada penelitian di New
Zealand (1986) yang menunjukkan adanya peningkatan prevalensi penyakit asthma pada anakanak Maori yang mula-mula tinggal di suatu pulau Tokelauan kemudian direlokasikan ke New
Zealand, sekarang prevalence rate penyakit asthma pada anak-anak Maori tersebut hampir sama
dengan anak-anak Eropa lainnya. Tugas EPTM | Asthma Bronchiale 15

IV. PEMBAHASAN
Contoh kasus tersebut di atas merupakan salah bentuk dari faktor timbulnya asthma yang
disebabkan oleh faktor etnis, meskipun diketahui bahwa masih terdapat banyak kasus asthma
yang terjadi pada masyarakat yang disebabkan oleh atopik, orangtua perokok, infeksi saluran
respirasi bagian bawah dan faktor sosio-ekonomi. Sebagaimana diketahui bahwa asthma dapat
diobati, maka tindakan pengobatan dapat dilakukan dengan melihat kondisi-kondisi tertentu yang
ditimbulkan oleh penyakit ini. Meskipun asthma adalah suatu keadaan menahun yang
eksaserbasi. Pengobatan yang diberikan harus berkesinambungan, mampu menghilangkan
keluhan dan mencegah kekambuhan serta mampu menekan timbulnya proses peradangan
menahun pada saluran nafas. Dengan melakukan pengobatan secara eksaserbasi diharapkan dapat
menghindari faktor pencetus, bagi penderita yang alergi dan juga mampu menghindari bahan
alergen. Sedangkan bagi kelompok yang toleransinya rendah terhadap latihan jasmani, serangan
malam hari yang berulang, terutama penderita asthma ringan sampai sedang, pemberian obatobatan yang mp sifat anti radang.
Maka dalam hal ini pengobatan asthma harus didasarkan pada mekanisme patofisiologi yang
telah disebutkan di tinjauan teori ini. Dengan melihat patofisiologi yang menyebabkan serangan
asthma, diharapkan untuk ditekankan pada bagaimana timbulnya peradangan saluran pernafasan
tersebut. Apakah karena jenis mediator spesifik yang menyebabkannya? Bila demikian, maka
pengobatan ini harus mampu menekan komponen-komponen keradangan yang menyebabkan
timbulnya keluhan penderita. Jadi, yang diharapkan adalah bagaimana pengobatan tersebut dapat
mencegah timbulnya obstruksi yang tak dapat pulih kembali (irreversible airways obstructin)
dengan tujuan dapat meyakinkan bahwa Tugas EPTM | Asthma Bronchiale 16

pengobatan tersebut dapat menyembuhkan serangan ekaserbasi akut, sehingga dapat menghindari
penyempitan saluran pernafasan lebih lanjut. Secara pengobatan asthma adalah suatu tindakan
yang melibatkan banyak hal, antara lain penyuluhan (edukasi) penderita pengawasan lingkungan
dan pemakaian obat-obatan untuk mengawasi secara obyektif perjalanan penyakit tersebut. Tugas
EPTM | Asthma Bronchiale 17

V. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Kemungkinan masih tingginya prevalensi asthma di dunia, maupun di Indonesia.
2. Ditemukan banyak faktor yang dapat menjadi pencetus kejadian penyakit asthma bronchiale
3. Kejadian asthma yang disebabkan oleh faktor etnis dapat terjadi di mana saja dan menyerang,
siapapun.
4. Pengobatan yang diberikan harus berkesinambungan, mampu menghilangkan keluhan dan
mencegah kekambuhan serta mampu menekan timbulnya proses peradangan menahun pada
saluran nafas.
B. Saran
1. Pengobatan terhadap penyakit asthma bronchiale yang diberikan harus berkesinambungan,
dengan harapan mampu menghilangkan keluhan dan mencegah kekambuhan serta mampu
menekan timbulnya proses peradangan menahun pada saluran nafas.
2. Bagi penderita asthma diharapkan dapat terus mengikuti pengobatan yang telah diikuti dengan
mengikuti aturan-aturan yang berhubungan dengan kesembuhan.
3. Bagi petugas kesehatan diharapkan dapat terus meningkatkan pendidikan kesehatan berupa
penyuluhan kepada masyarakat khususnya penderita asthma dengan harapan dapat lebih mengerti
tentang cara penanganan dan pengobatan penyakit tersebut.
Tugas EPTM | Asthma Bronchiale 18
DAFTAR PUSTAKA Arif Mansjoer, dkk, (2000). Kapita Selekta
Kedoteraan ; edisi ketiga, Media
Aesculapius: Jakarta. Dinkes Provinsi
Lampung, (2006). Profil Kesehatan
Lampung
Tahun
2006,
Dinkes
Provinsi Lampung, Lampung. Kodim,
Nasrin, (1999). Himpunan Bahan
Kuliah Epidemiologi Penyakit Tidak
Menular. FKM-UI. Jakarta. Soeparman,
dkk, (1999). Ilmu Penyakit Dalam.
FKUI. Jakarta.

Você também pode gostar