Você está na página 1de 21

I.

PENDAHULUAN
Pada saat ini banyak sekali kejadian atau kasus kehamilan pada remaja,
bahkan kasus tersebut paling banyak dialami pada saat para remaja belum menikah
atau hamil di luar nikah. Data dari CDC tahun 2012 menunjukkan sekitar 86.000
remaja usia 15-17 melahirkan pada tahun itu. Ada sekitar 1 atau lebih dari 4 remaja
melahirkan pada usia 15-17 tahun. Tentunya sebelum remaja itu menyelesaikan
sekolahnya. Sekitar 1.700 remaja usia 15-17 tahun melahirkan tiap minggunya. 1
Sedangkan menurut WHO, sekitar 16 juta wanita yang berumur 15-19 tahun
melahirkan setiap tahunnya, dan menyumbangkan 11% dari kelahiran bayi diseluruh
dunia.2

Gambar 1. Grafik angka kelahiran per 1000 wanita umur 15-19 tahun, berdasarkan ras dan tahun di Amerika

Kehamilan pada remaja akan menimbulkan masalah bagi bayi dan ibunya.
Data dari WHO menunjukkan 14% dari seluruh kejadian aborsi yang tidak aman
dilakukan oleh wanita yang berumur 15-19 tahun, atau sekitar 2,5 juta remaja telah
melakukan aborsi tidak aman setiap tahunnya. Tentunya hal ini sangat
1

membahayakan dan dapat menimbulkan komplikasi pada ibunya di masa depan.


Selain itu masih banyak lagi masalah yang ditimbulkan pada wanita yang hamil
diusia dini seperti anemia, malaria, HIV dan infeksi penyakit menular seksual,
perdarahan postpartum dan gangguan mental seperti depresi.2
Sedangkan akibat yang ditimbulkan kepada bayi ditunjukkan dengan angka
kematian bayi dan bayi yang mati dalam minggu pertama kehidupannya lebih besar
dari 50% dialami oleh bayi yang lahir dari ibu yang berumur dibawah 20 tahun
dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu yang berumur 20-29 tahun. Selain itu
bayi yang lahir preterm, BBLR, dan asfiksia lebih tinggi dialami oleh bayi yang lahir
dari ibu yang masih remaja.2
Masalah sosial yang dikaitkan dengan kehamilan pada remaja antara lain
banyaknya wanita muda yang tidak mampu menyelesaikan pendidikannya, banyak
yang menjadi pengangguran atau memilih pekerjaan yang pendapatannya kecil dan
tidak aman. Hal ini menimbulkan beban finansial bagi wanita muda yang hanya
bermodalkan usaha yang kecil. Bila dibandingkan dengan wanita dengan umur yang
lebih tua, wanita yang berumur lebih muda berada pada risiko yang lebih besar
mengalami gangguan mental, seperti depresi pasca melahirkan, hal ini diperberat
karena kurangnya dukungan, isolasi dari teman-teman dan anggota keluarga, atau
tekanan keuangan.3
Indonesia menerapkan Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974 Pasal 7
bahwa perkawinan diizinkan bila laki-laki berumur 19 tahun dan wanita berumur 16
tahun.4 Namun Pemerintah mempunyai kebijakan tentang perilaku reproduksi
manusia yang ditegaskan dalam UU No.52 tahun 2009 Pasal 20 yang menyebutkan
bahwa untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas,
pemerintah menetapkan kebijkan keluarga berencana melalui penyelenggaraan
program keluarga berenca.5 Banyak risiko kehamilan yang akan dihadapi pada usia

muda, untuk perkawinan diizinkan pada usia 21 tahun bagi laki-laki dan perempuan
berumur 19 tahun. Sehingga perkawinan usia muda adalah perkawinan yang
dilakukan pada laki-laki yang berusia kurang dari 21 tahun dan perempuan berusia
kurang 19 tahun.
II.

FISIOLOGI MASA PUBERTAS


Pubertas merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa

dewasa. Tidak ada batasan yang tegas antara akhir masa kanak-kanak dan awal masa
pubertas, akan tetapi dapat dikaitkan bahwa pubertas mulai dengan awal berfungsinya
ovarium. Pubertas berakhir pada saat ovarium sudah berfungsi mantap dan teratur.6
Secara klinis pubertas mulai dengan timbulnya ciri-ciri kelamin sekunder dan
berakhir jika sudah ada kemampuan reproduksi. Pubertas pada wanita mulai kira-kira
8-14 tahun dan berlangsung kurang lebih selama 4 tahun.6
Awal pubertas jelas dipengaruhi oleh bangsa, iklim, gizi, dan kebudayaan.
Pada abad ini secara umum ada pergeseran permulaan pubertas ke arah umur yang
lebih muda, yang diterangkan dengan meningkatnya kesehatan umum dan gizi.6
Kejadian yang penting dalam pubertas ialah pertumbuhan badan yang cepat,
timbulnya ciri-ciri kelamin sekunder, menarche, dan perubahan psikis. Apa yang
primer menyebabkan mulainya pubertas belum diketahui. Yang diketahui ialah bahwa
ovarium mulai berfungsi di bawah pengaruh hormon gonadotropin dari hipofisis, dan
hormon ini dikeluarkan atas pengaruh Releasing Factor dari hipotalamus. Dalam
ovarium folikel mulai tumbuh dan walaupun folikel-folikel itu tidak sampai menjadi
matang karena sebelumnya mengalami atresia, namun folikel-folikel tersebut sudah
sanggup mengeluarkan estrogen. Pada saat yang kira-kira bersamaan korteks kelenjar
suprarenal mulai membentuk androgen, dan hormon ini memegang peranan dalam
pertumbuhan badan.6

Pengaruh peningkatan hormon yang pertama-tama tampak ialah pertumbuhan


badan anak yang lebih cepat, terutama ekstremitasnya, dan badan lambat laun
mendapat bentuk sesuai dengan jenis kelamin. Walaupun ada pengaruh hormon
somatotropin, diduga bahwa pada wanita kecepatan pertumbuhan terutama
disebabkan oleh estrogen. Estrogen yang ini pula pada suatu waktu menyebabkan
penutupan garis epifisis tulang-tulang, sehingga pertumbuhan badan berhenti.
Pengaruh estrogen yang lain ialah pertumbuhan genitalia interna, genitalia eksterna,
dan ciri-ciri kelamin sekunder. Dalam masa pubertas genitalia eksterna dan genitalia
interna lambat laun tumbuh untuk mencapai bentuk dan sifat seperti pada masa
dewasa.6
III.

KONDISI

MENTAL

REMAJA

DALAM

MENERIMA

SUATU

KEHAMILAN
Remaja yang paling mungkin untuk memiliki bayi adalah (1) dari keluarga
dan masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi, (2) tidak belajar dengan baik di
sekolah dan memiliki harapan yang rendah untuk pendidikannya sendiri, (3) dari
keluarga yang bermasalah, dan (4) dengan masalah perilaku dan kekerasan pada
remaja.7
Kehamilan usia dini akan menimbulkan krisis bagi wanita yang mengandung
dan keluarganya. Reaksi yang umum yang timbul seperti rasa marah, bersalah, dan
penolakan. Remaja yang hamil mungkin tidak mencari tempat pelayanan kesehatan
untuk memeriksakan kehamilannya, berakibat pada meningkatnya risiko komplikasi
kehamilan yang diterima oleh remaja tersebut. Remaja yang hamil menolak diberikan
pemahaman khusus, pelayanan kesehatan, dan edukasi sehubungan dengan nutrisi,
infeksi, dan komplikasi dari kehamilan.8 Mereka malah mencoba untuk menggunakan
rokok, alkohol, dan obat-obatan, yang dapat merusak pertumbuhan janinnya. ibu yang
masih remaja lebih cenderung untuk berhenti melanjutkan sekolah dan memilih

menjadi orang tua tunggal, dan jarang hadir dalam perkuliahan daripada mereka yang
hamil di umur yang lebih tua.7
Kurangnya dukungan dari keluarga dan masyarakat disekitarnya, serta
kurangnya keterlibatan dalam kegiatan sekolah dan rekreasi atau kegiatan setelah
program sekolah, menyebabkan remaja kurang berinteraksi dengan keluarga, sekolah,
dan masyarakat, sehingga menggunakan obat-obatan dan alkohol, dan keterbatasan
pengetahuan tentang pendidikan kesehatan, seks dan seksualitas.7
Seringkali organisasi pelayanan sosial, lembaga keagamaan, pemerintah, dan
kelompok-kelompok budaya menggunakan kata-kata untuk menjelaskan masalah ini
dengan pesan-pesan negatif. Mengidentifikasi kehamilan remaja sebagai krisis,
epidemi, tragedi pribadi atau bencana, sehingga memposisikan kehamilan remaja
sebagai masalah sosial dengan konsekuensi serius untuk remaja, anak-anak mereka
dan masyarakat pada umumnya.9
IV.

RISIKO KEHAMILAN DI USIA DINI BAGI IBU


Kehamilan remaja merupakan kehamilan yang berisiko. Wanita remaja

dihadapkan pada risiko yang sangat besar pada komplikasi obstetri dibandingkan
dengan wanita lainnya. Risiko ini akan sangat besar bagi mereka yang sangat buruk
diet dan perawatan antenatalnya. Risiko kehamilan pada remaja antara lain:
IV.1 Meningkatnya Kasus Aborsi
Setiap tahun, satu juta wanita di dunia memutuskan untuk mengakhiri
kehamilannya dengan aborsi. Diperkirakan aborsi di dunia sekitar 28 per 1000
wanita. Eropa barat merupakan daerah yang paling rendah kasus aborsinya sekitar 12
aborsi per 1000 wanita berbanding terbalik dengan wanita di eropa timur sekitar 43
aborsi per 1000 wanita.10 Setiap tahun 22 juta wanita melakukan aborsi yang tidak
aman. Wanita muda lebih banyak melakukan aborsi dibandingkan dengan wanita
yang tua utamanya pada trimester kedua. Remaja sering menimbulkan komplikasi

yang berat setelah melakukan aborsi yang tidak aman karena perawatannya yang
terlambat, perawatan dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kemampuan dan tidak
menghubungi pelayanan kesehatan ketika komplikasi sudah muncul. 11 Pada tahun
2008 WHO meperkirakan sekiar 12 % kematian ibu di dunia, atau 47.000 jiwa
meninggal karena melakukan prosedur aborsi yang tidak aman.12

Gambar 2. Grafik kehamilan, kelahiran dan aborsi pada remaja

IV.2 Anemia Dalam Kehamilan


Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan
produksi eritropoetin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan sel darah merah
(eritrosit) meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi
yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi
penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb) akibat hemodilusi.13
Penyebab anemia
tersering
adalah
defisiensi
zat-zat
nutrisi. Seringkali
Gambar 2.
Grafik 1 : grafik
kehamilan,
kelahiran dan aborsi
pada remaja
defisiensinya bersifat multiple dengan manifestasi klinik yang disertai infeksi, gizi
buruk, atau kelainan herediter seperti hemoglobinopati. Namun, penyebab mendasar
anemia nutrisional meliputi asupan yang tidak cukup, aborsi yang penanganannya
tidak adekuat, bertambahnya zat gizi yang hilang, kebutuhan yang berlebihan, dan
kurangnya penyerapan nutrisi hemopoetik.13

Ibu yang masih remaja memiliki insiden yang lebih tinggi untuk terserang
anemia. Diperkirakan insidensi anemia pada kehamilan remaja sekitar 17,1 %.
peningkatan resiko komplikasi ini dikaitkan buruknya status gizi dan rendahnya
kalori yang dikonsumsi oleh ibu muda.14
IV.3 Pregnancy Induced Hypertension (PIH)
Remaja yang hamil memiliki risiko lebih tinggi terkena tekanan darah tinggi
dibandingkan dengan wanita hamil yang berusia lebih tua. Banyak penelitian
menunjukkan adanya peningkatan insidens terjadinya PIH dan eklampsia pada remaja
yang hamil, namun menurut WHO masalah ini bukanlah risiko khusus yang
ditimbulkan oleh ibu yang masih remaja. Bagaimana pun, hipertensi adalah
komplikasi yang paling sering dari kehamilan anak pertama dan komplikasi yang
paling sering dari ibu yang masih remaja.15
IV.4 Penyakit Menular Seksual dalam Kehamilan
Perkiraan terbaru menunjukkan bahwa 25 % dari setiap populasi yang aktif
melakukan hubungan seksual, usia 15-24 tahun hampir setengahnya merupakan
penderita baru dari penyakit menular seksual. Infeksi penyakit menular seksual lebih
banyak diderita oleh perempuan dibandingkan laki-laki. Hal ini disebabkan karena
remaja lebih cenderung melakukan hubungan seksual yang tidak direncanakan dan
tanpa kondom, menempatkan mereka pada risiko terjangkit Human Immunodefisiensi
Virus (HIV/AIDS) dan PMS lainnya. Sebanyak 53,3 % remaja mengatakan bahwa
alasan utama mereka tidak menggunakan alat kontrasepsi karena sebelumnya telah
menggunakan obat-obatan terlarang dan meminum alkohol.16
Pada tahun 2007 data dari American Collage of Obstetricians and
Gynecologist, wanita yang berumur 15-19 tahun adalah kelompok yang tertinggi yang
terinfeksi dengan clamydia, dengan 3000 kasus per 100.000 perempuan pada setiap
kelompok umur. Centers for Disesase Control memperkirakan lebih dari 1 pada 10
wanita remaja yana aktif melakukan hubungan seks terjangkit clamydia, sedangkan
untuk kasus gonorrea, wanita dengan kelompok umur 15-19 dan 20-24 tahun

merupakan kelompok terbanyak terinfeksi gonorrea (647,9 kasus dan 614,5 kasus per
100.000). Sekitar 1.743 kasus baru HIV/AIDS didiagnosis pada remaja umur 13-19
tahun. Human papiloma virus (HPV) pada wanita umur 14-19 tahun diperkirakan
prevalensinya sekitar 24,5%. Sifilis pada wanita umur 15-19 tahun meningkat dari 1,5
kasus pada tahun sebelumnya menjadi 2,4 kasus per 100.000 penduduk. 16

3. Gonore
pada remaja
dibandingkan
dengan
populasi.
Tahun 1975-2007
DampakGambar
infeksi
menular
seksual
(IMS)
pada
kehamilan
bergantung pada

organisme penyebab, lamanya infeksi, dan usia kehamilan pada saat perempuan
terinfeksi. Hasil konsepsi yang tidak sehat seringkali terjadi akibat IMS, misalnya
kematian janin (abortus spontan atau lahir mati), bayi berat badan rendah (akibat
prematuritas, atau retardasi pertumbuhan janin dalam rahim), dan infeksi kongenital
atau perinatal (kebutaan, pneumonia neonatus, dan retardasi mental).17

Kematian janin, baik dalam bentuk abortus spontan maupun lahir mati, dapat
ditemukan pada 20-25% perempuan hamil yang menderita sifilis dini, 7-54%
perempuan hamil dengan herpes genitalia primer, dan pada 4-10% pada perempuan
hamil yang tidak menderita IMS. Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) dapat
dijumpai pada 10-25% perempuan hamil dengan vaginosis bakteri, 11-15% pada
perempuan dengan trikomoniasis, 30-35% herpes genitalia primer, 15-50% sifilis
dini, dan 2-12% pada perempuan hamil tanpa IMS. Infeksi kongenital atau perinatal
dapat ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh 40-70% perempuan hamil dengan
infeksi dengan sifilis dini, 30-50% perempuan hamil dengan herpes genitalia primer,
dan tidak ditemukan pada perempuan hamil tanpa IMS.17
IV.5 Karsinoma Serviks
Insidensi lebih tinggi ditemukan pada gadis yang koitus pertama (coitarche)
dialami pada usia muda (<16 tahun), insidensi meningkat dengan tingginya paritas,
apa lagi bila jarak persalinan terlampau dekat, aktivitas seksual yang sering bergantiganti pasangan, pada wanita yang mengalami infeksi HPV. Karsinoma serviks timbul
di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis
servikalis yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ). Histologik antara
epitel gepeng berlapis (Squamous Complex) dari porsio dengan epitel kuboid/silindris
pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis servikalis. Pada wanita muda SCJ ini
berada diluar ostium uteri eksternum, sedang pada wanita berumur >35 tahun, SCJ
berada di dalam kanalis servikalis.18
IV.6 Depresi postpartum
Penelitian dari Molloborn dkk, yang membandingkan tingkat stress antara
remaja yang telah mempunyai bayi dengan remaja lainnya, didapatkan remaja yang
telah mempunyai bayi memiliki tingkat stress yang lebih berat 2 kali dibandingkan
remaja lainnya. Lalu dengan menggunakan skor dari Early Childhood Longitudinal
Study-Birth Cohort (ECLS-B) penelitian ini membandingkan antara tingkat stress ibu
remaja yang telah postpartum 9 bulan dan ibu yang telah melahirkan anak
9

pertamanya diatas usia 20 tahun didapatkan ibu yang masih remaja mendapat skor
nilai 56 sedangkan ibu yang berusia lebih tua bernilai 38. Stress yang dialami ibu
yang telah memiliki anak ini sudah ada sejak mereka sebelum hamil.19
V.

RISIKO KEHAMILAN DI USIA DINI PADA BAYI

V.1 Prematur dan Berat Badan Lahir Rendah


Remaja memiliki risiko tinggi melahirkan bayi yang kecil dari usia gestasinya.
Hal ini terjadi karena pada remaja terjadi gangguan pada perkembangan plasenta dan
transfer nutrisi dari ibu ke janin. Pada penelitian yang dilakukan Christina dkk,
menemukan bahwa wanita yang hamil di usia muda mengalami penurunan placental
amino acid transport yang menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah.
Untuk mengeksplorasi mekanisme yang mendasari kurangnya placental transport
pada remaja, maka dilakukan pengukuran ekspresi mRNA dari isoform system A
transporter. Ada kecenderungan rendahnya SLC38A placental gene expression pada
remaja dibandingkan orang dewasa. bayi yang kecil dari usia kehamilan yang
dilahirkan oleh ibu yang masih remaja secara signifikan memiliki SLC38A1 yang
rendah dibandingkan dengan orang dewasa (P<0,05).20
Penelitain lain menunjukkan rendahnya pendidikan dan kurangnya perawatan
antenatal meningkatkan risiko bayi lahir dengan berat badan rendah dan persalinan
preterm.14
Persalinan preterm adalah komplikasi tersering yang dialami oleh remaja yang
hamil. Insidensi persalinan preterm pada remaja yang hamil sekitar 20%. Peningkatan
risiko persalinan preterm dikaitkan dengan gizi yang buruk, kurangnya perawatan
antenatal, dan rendahnya edukasi.14
V.2

Cacat Bawaan
Penelitian dari Ya li luo ddk, menemukan wanita yang hamil dibawah umur 25

tahun memiliki risiko tinggi memiliki bayi yang polidaktil dibandingkan dengan
wanita yang berumur diatas 25 tahun. Demikian pula pada wanita yang hamil diusia
muda memiliki risiko untuk memiliki anak dengan talipes equinovarus.21
10

VI.

UPAYA PREVENTIF DALAM KEHAMILAN REMAJA


Beberapa penelitian di Amerika telah menyelidiki hubungan antara kehamilan

pada remaja berdasarkan status sosial ekonomi, dinamika keluarga, dan lingkungan
sekitarnya sebagai faktor utama yang berkontribusi. Hasil penelitian itu menjelaskan
bahwa pada remaja perempuan dan laki-laki yang berasal dari keluarga yang lengkap
(memiliki ayah-ibu) lebih cenderung menggunakan alat kontrasepsi dan lebih sedikit
kecenderungan untuk hamil dibandingkan pada remaja yang berasal dari keluarga
dengan orang tua tunggal. Selain itu, kualitas dari hubungan suatu keluarga
mempengaruhi perilaku seksual yang berisiko yang berhubungan dengan kehamilan
pada remaja seperti pada remaja yang memiliki komunikasi yang baik dengan
keluarga dan dukungan penuh dan pengawasan dari orang tua cenderung menolak
melakukan aktivitas seksual yang lebih awal, memiliki pasangan sex yang sedikit,
dan lebih tinggi kesadarannya menggunakan kondom. Sebaliknya, gangguan
hubungan dengan orang tua dan pengaruh dari pasangan yang tidak sehat
berhubungan dengan kecenderungan remaja untuk terlibat dalam perilaku seksual
yang berisiko menyebabkan kehamilan.22
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi remaja terdiri dari
empat kategori besar:23

Sikap dan perilaku individu


Keluarga dan orang tua
Rekan- rekan dan faktor sekolah lainnya
Pasangan

Faktor lain, seperti pengaruh sosial ekonomi dan budaya, juga tampaknya
membentuk keinginan untuk menjaga kesehatan reproduksi dan perilaku, meskipun
perannya masih kurang jelas.23

11

VI.1 Peranan Sikap Dan Perilaku Individu


Mengubah sikap dan keyakinan tentang perilaku seksual dan keinginan untuk
hamil dapat mempengaruhi risiko perilaku, termasuk terlibat dalam aktivitas seksual
dan tidak menggunakan kontrasepsi.23
Keinginan remaja untuk memiliki atau tidak memiliki bayi merupakan hal
penting dalam mengekspresikan pandangan ambivalen atau positif tentang menjadi
seorang ibu di usia remaja, hal ini merupakan faktor risiko untuk kehamilan remaja.
Sebagian besar remaja mengatakan mereka tidak ingin hamil. Namun, remaja ras latin
dibandingkan pemuda lainnya lebih cenderung untuk mengungkapkan keinginan
untuk melahirkan dini atau lebih ambivalen tentang hal tersebut.23
Prestasi akademik yang tinggi dan keterlibatan dalam kegiatan akademik
terkait dengan penundaan aktivitas seksual. Di antara semua remaja, intervensi
sekolah yang lebih baik secara langsung berhubungan dengan penundaan masa
seksual, sementara keterikatan sekolah dan keterlibatannya terkait dengan kurangnya
pengambilan risiko seksual dan tingkat kehamilan yang lebih rendah. Salah satu studi
nasional menemukan remaja yang putus sekolah tinggi lebih mungkin untuk hamil
dibandingkan mereka yang tidak putus sekolah. Mendapatkan nilai yang baik juga
terkait dengan faktor risiko lebih kecil berhubungan dengan persalinan remaja seperti
penundaan aktivitas seksual, pengambilan risiko seksual yang minimal dan tingkat
kehamilan yang lebih rendah.23
VI.2 Peran Keluarga Dan Orang Tua
Faktor spesifik terkait dengan persalinan remaja latin mencakup intensitas
komunikasi antara orang tua dan anak, isi komunikasi orangtua-anak, persetujuan
atau ketidaksetujuan orangtua terhadap aktivitas seksual remaja, pengawasan
orangtua, dan hubungan orangtua-remaja yang berkualitas. Frekuensi komunikasi
orangtua-anak tampaknya mengurangi kemungkinan yang dimiliki seorang remaja,
meskipun faktor-faktor seperti akulturasi dapat mengurangi efek positif dari

12

komunikasi yang sering. Beberapa studi

menemukan bahwa lebih seringnya

komunikasi orangtua-anak dikaitkan dengan penurunan risiko seksual, hubungan


seksual yang jarang dan sedikitnya pasangan seksual, dan penggunaan kontrasepsi
atau kondom yang konsisten.23
Konten komunikasi orangtua-anak juga penting. Bukti menunjukkan bahwa
orang tua mungkin lebih menghidari membicarakan seks dan kesehatan reproduksi
dengan anak-anak mereka. Selain itu, ketika keluarga melakukan diskusi tentang
aktivitas seksual, sebagian besar diskusi dengan remaja berfokus untuk menghindari
sex. Namun, percakapan langsung antara orang tua dan remaja tentang pengendalian
aktivitas seks dan kelahiran pada remaja, berbicara tentang pengalaman mereka
sendiri yang dapat membantu meningkatkan pengetahuan remaja tentang kondom dan
istilah seksual yang sesuai.23
Beberapa penelitian menemukan hubungan antara sikap orang tua dan harapan
tentang seks, melahirkan, dan penggunaan kontrasepsi serta perilaku remaja. Remaja
yang berpikir orangtua mereka memiliki sikap permisif tentang aktivitas seksual
mereka mungkin lebih cenderung untuk terlibat dalam perilaku seksual yang beresiko
dibandingkan remaja lain. Sikap ketidaksetujuan orang tua terhadap seks remaja telah
dikaitkan dengan penurunan tingkat kehamilan pada remaja dan dengan sedikit
pasangan seksual.23
Pengawasan orang tua dapat menurunkan risiko yang dapat menyebabkan
kehamilan remaja. Beberapa studi telah menemukan bahwa pengawasan orang tua
dikaitkan dengan keinginan yang kurang untuk melakukan hubungan seks,
berkurangnya jumlah pasangan seksual, dan penundaan aktivitas seksual remaja.
Dalam sebuah penelitian, Remaja yang kurang pengawasan dari orang tua lebih
mungkin melakukan hubungan seks, tidak menggunakan kontrasepsi setidaknya
sekali atau terakhir kali mereka berhubungan seks, dan laporan mereka akan menjaga
bayi kalau mereka hamil.23

13

Relatif sedikit penelitian yang meneliti kualitas hubungan remaja dengan


orang tua mereka, tetapi mereka yang telah memiliki hubungan yang baik dapat
mencegah kehamilan remaja. Hubungan orangtua-remaja yang lebih kuat
berhubungan dengan penundaan seks pertama, tetapi tidak dengan penggunaan
kondom. Selanjutnya, wawancara dengan remaja dan orang tua mereka menemukan
bahwa konflik lebih dalam sebuah keluarga dikaitkan dengan keterlibatan dalam
sejumlah besar perilaku seksual yang berisiko.23
VI.3 Peran Teman Dan Sekolah
Hubungan dengan teman dapat menjadi aspek penting dari pengalaman
pendidikan remaja karena banyak kelompok sebaya terbentuk di antara siswa dari
sekolah atau kelas yang sama. Penelitian menemukan bahwa karakteristik dan
perilaku teman-temannya dapat mempengaruhi kesehatan seksual, perilaku dan sikap
remaja, secara positif. Faktor sekolah juga berperan dalam membentuk perilaku dan
sikap remaja.23
Beberapa karakteristik teman, termasuk tingkat pelanggaran yang tinggi dan
prestasi akademis yang buruk, telah dikaitkan dengan perilaku seksual berisiko.
Remaja yang berpikir teman temannya tidak berperilaku beresiko cenderung untuk
berhubungan seks lebih jarang dan remaja yang berpikir rekan-rekan mereka terlibat
dalam perilaku yang lebih berisiko cenderung berniat untuk berhubungan seks lebih
dini.23
Remaja yang berpikir teman-teman mereka yang tegas tentang seks yang
aman lebih mungkin untuk terlibat dalam perilaku seksual sendiri yang aman pula.
Penelitian menunjukkan bahwa remaja yang percaya teman-teman mereka
mendorong praktek seks yang aman lebih cenderung untuk menggunakan kondom
secara konsisten, ingin menghindari kehamilan, dan memiliki lebih sedikit pasangan
seksual. Dalam hal yang sama, penelitian menunjukkan bahwa remaja yang berpikir
bahwa teman-teman mereka telah melakukan hubungan seks dan tidak menggunakan
kondom atau tidak suka menggunakannya berdampak pada peningkatan risiko
14

melakukan hubungan seks dengan tidak menggunakan kondom. Penelitian diambil


dari beberapa kelompok sampel menemukan bahwa remaja latino lebih berniat untuk
melakukan hubungan seks jika mereka percaya hal itu akan membuat mereka
populer, sedangkan penelitian lain menemukan bahwa resistensi terhadap tekanan
teman sebaya dikaitkan dengan keterlambatan aktivitas seksual.23
VI.4 Kontrasepsi
Ada berbagai jenis program pencegahan kehamilan remaja. Studi pada
pencegahan kehamilan remaja telah berusaha untuk mengatasi banyak sisi aktivitas
seksual

remaja,

penggunaan

kontrasepsi

dan

kehamilan.

Studi

ini

telah

mengidentifikasi lima kategori utama program pencegahan kehamilan remaja:


pendidikan, meningkatkan akses terhadap kontrasepsi, edukasi untuk orang tua dan
keluarga,

multikomponen

pencegahan

dan

pengembangan

generasi

muda.

Pencegahan primer terfokus pada edukasi seksual di sekolah. Namun, studi evaluasi
terhadap intervensi khusus, serta ulasan dan meta-analisis efek dari strategi saat ini,
menunjukkan bukti efektivitas yang berbeda.24
Pencegahan sekunder ditujukan pada remaja yang sudah aktif berhubungan
seksual, melalui penggunaan dan penyediaan kontrasepsi. Kondom adalah
kontrasepsi yang paling sering digunakan pada masa remaja tetapi remaja relatif
jarang menggunakannya sebagai pelindung. Penggunaan gabungan dari kondom
ditambah pil kontrasepsi adalah kemungkinan pilihan yang paling efektif.
Menggunakan pil kombinasi dalam cincin vagina dapat membantu untuk
meningkatkan kepatuhan. Kontrasepsi jangka panjang tidak banyak digunakan dan
dapat membantu untuk mengurangi kehamilan remaja tetapi tidak melindunginya
terhadap IMS. Kontrasepsi darurat tidak boleh digunakan sebagai alternatif
kontrasepsi regular dan tidak melindungi terhadap IMS, tetapi memiliki potensi untuk
mencegah sebagian besar kehamilan remaja yang tidak direncanakan. bagaimanapun,
kesulitan dalam mengakses kontrasepsi darurat dapat disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan tentang metode ini, kesulitan dalam menemukannya dan biayanya.

15

Barang ini tersedia di apotek, tetapi remaja di bawah usia 16 tahun memerlukan resep
untuk mengaksesnya.24
Meningkatkan ketersediaan layannan kontrasepsi di klinik bagi perempuan
muda berhubungan dengan mengurangi tingkat kehamilan. Peranan dokter umum
adalah yang terpenting: lebih dari 70% konsultasi kontrasepsi di Inggris terjadi di
praktek umum. Di Inggris, 91% dari remaja yang hamil memiliki setidaknya satu kali
kunjungan ke dokter umum dalam tahun sebelumnya, 71,3% dari mereka khusus
datang untuk berkonsultasi tentang kontrasepsi. Tempat pelayanan juga sangat
penting. Menurut remaja, ada beberapa faktor yang menentukan apakah mereka
menggunakan jasanya atau tidak. Ini termasuk: kerahasiaan, pendekatan yang tidak
menghakimi, aksesibilitas dan apakah mereka diobati oleh dokter perempuan atau
laki-laki. Pelayanan kontrasepsi harus mudah diakses, rahasia, murah atau gratis dan
aman. Mereka juga akan mendapat manfaat dari hubungan dengan layanan terkait
seperti klinik IMS, program penghentian rokok, penyalahgunaan obat, pelayanan
sosial, dan rumah sakit bersalin.24
VII.

MANAGEMENT DALAM KEHAMILAN REMAJA

VII.1 Tindakan Umum


Sementara belum ada bukti, sampai saat ini intervensi medis yang secara
khusus dapat meningkatkan hasil luaran kehamilan, kita harus memastikan bahwa
remaja menerima perawatan pendukung dan menunjukkan dukungan sosial yang
mereka butuhkan. Penghentian merokok harus ditargetkan dan mengikutkan ke klinik
antenatal. Selain itu, efektifitas konseling postnatal, khususnya mengenai kontrasepsi,
dapat membantu mencegah kehamilan berikutnya dan IMS.24
VII.2 Terminasi Kehamilan
Kehamilan remaja sering dipandang sebagai sesuatu yang tidak direncanakan
dan tidak diinginkan. Bagaimanapun juga, kenyataannya lebih kompleks. Meskipun
sekitar 40% dari remaja di Inggris mengakhiri kehamilan mereka, mayoritas memilih
16

untuk melanjutkannya. Lebih dari 25% akan hamil lagi selama masa remaja mereka,
termasuk 18% dari mereka yang telah mengakhiri kehamilan pertamanya. Angkaangka ini menunjukkan bahwa banyak remaja hamil sebetulnya karena kecelakaan.
Walaupun demikian, terminasi sangat umum dilakukan dalam situasi seperti ini.
Remaja lebih mungkin untuk menunda terminasi, lebih mungkin untuk menggunakan
jasa praktisi yang tidak terampil dan metode berbahaya, dan ketika komplikasi
timbul, mereka lebih sering datang terlambat.24
Sementara terminasi dan adopsi adalah pilihan yang tersedia dan harus
disampaikan kepada remaja hamil, kenyataannya adalah bahwa sebagian besar remaja
memilih untuk melanjutkan kehamilan mereka dan menjaga bayi mereka. Oleh
karena itu, penting bahwa setiap upaya dilakukan untuk mendorong remaja hamil
untuk mengakses pelayanan antenatal dan perawatan yang mereka terima sesuai
dengan kebutuhan khusus pada kelompok umur ini. Tenaga kesehatan harus
menyadari kemungkinan komplikasi dan saat yang baik untuk melakukan intervensi.24
VII.3 Antenatal Care
Remaja harus didorong untuk mengikuti pelayanan antenatal sejak tahap awal
karena kedatangannya seringkali rendah. Usia kehamilan harus dikonfirmasi dengan
USG sedapat mungkin pada tahap awal, meskipun banyak remaja datang terlambat.
Ini adalah kesempatan untuk memberikan nasehat tentang gizi dan kebiasaan buruk
seperti merokok dan penggunaan alkohol. Dukungan sosial penting dan banyak
remaja dapat mengambil manfaat dari penanganan oleh tenaga kesehatan. informasi
mengenai perawatan antenatal dan persalinan harus disediakan dalam bentuk yang
dapat diakses dan mudah dipahami. Pengasuh harus peka terhadap kemungkinan
masalah yang dengan penyajian informasi secara tertulis, karena sejumlah besar
remaja memiliki kesulitan dalam membaca.24

VII.4 Perawatan Persalinan Dan Melahirkan

17

Dimana usia adalah satu-satunya faktor risiko, manajemen biasanya sama


dengan persalinan lainnya. Namun, pada remaja yang sangat muda ada kemungkinan
peningkatan persalinan macet karena panggul yang sempit.24
VII.5 Management Postnatal
Periode postnatal memberikan kesempatan konseling dan edukasi dari dokter
kandungan, bidan, dokter umum, petugas kesehatan dan ibu pekerja sosial. Remaja
lebih mungkin untuk memiliki kebiasaan yang tidak sehat yang menempatkan
bayinya pada risiko yang lebih besar untuk mengalami pertumbuhan terhambat, dan
infeksi. Dibawah usia 20 tahun, maka semakin muda ibunya, semakin besar risiko
bayinya meninggal pada tahun pertama kehidupan. Makanan bayi, pertumbuhan dan
kebutuhan akan rasa aman untuk diamati. Memiliki anak pertama selama masa
remaja membuat perempuan lebih mungkin untuk memiliki anak lagi. Wanita dalam
kelompok ini juga kurang mungkin untuk menerima tunjangan anak dari ayah
biologisnya: lebih dari 50% anak dari remaja yang hamil tidak pernah hidup dengan
ayah biologisnya. Mereka cenderung menyelesaikan pendidikannya dan membangun
kemandirian dan keuangan yang memungkinkan mereka untuk membiayai diri
mereka sendiri dan anak-anak mereka tanpa bantuan dari luar.24

DAFTAR PUSTAKA

18

1. Centers for Disease Control and Prevention. Preventing Pregnancies in Younger


Teens. Vital Sign [cited 2015 march 7th] Availeble from: http:// www.cdc.gov
/vitalsigns
2. World Health Organization, Adolescent Pregnancy [cited 2015 march 7th]
Aveileble
from:http://www.who.int/maternal_child_adolescent/topics/maternal/adolescent_p
regnancy/en/.
3. Better Health Channel, Teenage Pregnancy. [cited 2015 march 7th] Availeble
from:
http://www.betterhealth.vic.gov.au/bhcv2/bhcarticles.nsf/pages/Teenage_pregnanc
y?open
4. Presiden Republik Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia No.1 tahun
1974 pasal 7 tentang perkawinan. Lembaran Negara RI tahun 1974. Sekretariat
Negara. Jakarta, 1974;3
5. Presiden Republik Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia No.52 tahun
2009 pasal 20 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga.
Lembaran Negara RI tahun 2009. Sekretariat Negara. Jakarta, 2009;16
6. Sastrawinata S. Wanita dalam berbagai masa kehidupan. Dalam: Winknjosastro
H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, eds. Ilmu kandungan. Edisi kedua. Jakarta: PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009;127
7. Chen CK, Ward C, Williams K, Abdullah A. Investigating risk factors affecting
teenage pregnancy rates in the United States. Tennessee, U.S.A: European
International Journal of Science and Technology, 2013; 41
8. Child & Adolescent Psychiatry, When children have children. [cited 2015 march
7th] Availeble from:http://www.aacap.org/AACAP/Families_and_Youth
9. Sex Information and Education Council of Canada (SIECCAN). Teen pregnancy
prevention: exploring out of school approaches. Toronto: Newborn and Early
Child Development Resource Center, 2008;5

19

10. Lohr PA, Fjerstad M, Desilva U, Lyus R. Clinical review: Abortion. London, UK:
British Medical Journal, 2014;1
11. Renner RM, Guzman A, Brahmi D. Review article: Abortion care for adolesecent
and young women. USA: International Journal of Gynecology and Obstetricals,
2013;1
12. Zamberlin N, Romeo M, Ramos S. Latin american womens experiences with
medical abortion in setting where abortion is legally restricted. Argentina:
Reproductive Health Journal BioMed Central, 2012;2
13. Abdulmuthalib. Kelainan hematologik. Dalam: Saifuddin AB, Rachimhadhi T,
Wiknjosastro GH, eds. Ilmu kebidanan. Edisi keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 2010;775,777
14. Watcharaseranee N, Pinchantra P, Piyaman S. The incidence and complications of
teenage pregnancy at Chonburi Hospital. Department of Obstetric and
Gynecology, Chonburi Hospital. Chonburi: J Med Assoc Thai, 2006;121
15. Thaker RV, Panchal MV, Vyas RC, Shah SR, Parul TS, Deliwala KJ. Study of
fetomaternal outcome of teenage pregnancy at tertiary care hospital. India:
Gujarat Medical Journal, 2013;102
16. American Collage of Obstetricians and Gynecologist. Adolescent facts pregnancy,
births and STDs. Washington DC: ACOG Womens Health Care Physicians,
2009:3-5
17. Daili SF. Infeksi menular seksual pada kehamilan. Dalam: Saifuddin AB,
Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, eds. Ilmu kebidanan. Edisi keempat. Jakarta:
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2010;923
18. Mardjikoen P. Tumor ganas alat genital. Dalam: Winknjosastro H, Saifuddin AB,
Rachimhadhi T, eds. Ilmu kandungan. Edisi kedua. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 2009;381
19. Molloborn S and Morningstar E. Investigating the relationship between teenage
childbearing and psychological distress using logitudinal evidance. Colorado: J
Health Soc Behav, 2009;9
20. Hayward CE, Greenwood SL, Jones RL. Effect of maternal age and growth on
placental nutrient transport: Potensial mechanisms for teenagers predisposition to

20

small for gestational age brith. Manchester, UK: Am J Physiol Endocrinol Metab,
2011;1,6
21. Luo YL, Cheng YL, Gao XH, Tan SQ, Li JM, Wang W, Chen Q. Maternal age,
parity and isolated birth defects: A population-based case-control study in
Shenzhen, China. Department of Epidemiology Southem Medical University,
Guangzhou: Plosone, 2013:2-4
22. Lang DL, Rieckmann T, Diclemente RJ, Crosby RA, Brown LK, and Donenberg
GR. Multi-level factors associated with pregnancy among urban adolescent
women seeking psychological services. USA: Journal The New York Academy of
Medicine, 2012;213
23. Scott ME, Berger A, Caal S, Hickman S, Moore K. Preventing teen pregnancy
among latinos: Recommendation from research, evaluation, and practitioner
experience. Scarupa HJ, ed. USA: Research Brief Child Trends, 2014;3-7
24. Horgan RP, and Kenny LC. Review management of teenage pregnancy. UK:
Royal Collage of Obsterician & Gynecologist, 2007:156-8

21

Você também pode gostar

  • Daftar Hadir Bedah
    Daftar Hadir Bedah
    Documento1 página
    Daftar Hadir Bedah
    Hardiyanti S Malik
    Ainda não há avaliações
  • Timpanometri
    Timpanometri
    Documento26 páginas
    Timpanometri
    Hardiyanti S Malik
    Ainda não há avaliações
  • Kasus Medikolegal - Portofolio Trauma Benda Tajam
    Kasus Medikolegal - Portofolio Trauma Benda Tajam
    Documento8 páginas
    Kasus Medikolegal - Portofolio Trauma Benda Tajam
    Hardiyanti S Malik
    Ainda não há avaliações
  • Portofolio DBD
    Portofolio DBD
    Documento13 páginas
    Portofolio DBD
    Hardiyanti S Malik
    Ainda não há avaliações
  • Anti Lapsus
    Anti Lapsus
    Documento20 páginas
    Anti Lapsus
    Muhammad Zulkifli
    Ainda não há avaliações
  • TIMPANOMETRI
    TIMPANOMETRI
    Documento18 páginas
    TIMPANOMETRI
    Hardiyanti S Malik
    Ainda não há avaliações
  • Case Ortopedi Anti
    Case Ortopedi Anti
    Documento23 páginas
    Case Ortopedi Anti
    Hardiyanti S Malik
    Ainda não há avaliações
  • MENYEDIAKAN PENDENGARAN
    MENYEDIAKAN PENDENGARAN
    Documento25 páginas
    MENYEDIAKAN PENDENGARAN
    Matra Adi Prawira
    Ainda não há avaliações
  • Stroke Rsud
    Stroke Rsud
    Documento16 páginas
    Stroke Rsud
    Hardiyanti S Malik
    Ainda não há avaliações
  • Lapsus Nstemi
    Lapsus Nstemi
    Documento5 páginas
    Lapsus Nstemi
    Hardiyanti S Malik
    Ainda não há avaliações
  • PENJERATAN
    PENJERATAN
    Documento15 páginas
    PENJERATAN
    Hardiyanti S Malik
    Ainda não há avaliações
  • ENFALOPATI BAB I
    ENFALOPATI BAB I
    Documento13 páginas
    ENFALOPATI BAB I
    Hardiyanti S Malik
    100% (1)
  • Lapsus Anti Kaki Diabetik Fixxx
    Lapsus Anti Kaki Diabetik Fixxx
    Documento28 páginas
    Lapsus Anti Kaki Diabetik Fixxx
    Hardiyanti S Malik
    Ainda não há avaliações
  • PENJERATAN
    PENJERATAN
    Documento15 páginas
    PENJERATAN
    Hardiyanti S Malik
    Ainda não há avaliações
  • Case Ortopedi Anti
    Case Ortopedi Anti
    Documento23 páginas
    Case Ortopedi Anti
    Hardiyanti S Malik
    Ainda não há avaliações
  • Abses Perianal ST - Hardiyanti.sm
    Abses Perianal ST - Hardiyanti.sm
    Documento20 páginas
    Abses Perianal ST - Hardiyanti.sm
    Hardiyanti S Malik
    Ainda não há avaliações
  • SARS
    SARS
    Documento28 páginas
    SARS
    Hardiyanti S Malik
    Ainda não há avaliações
  • Lapsus CA Recti Anti
    Lapsus CA Recti Anti
    Documento32 páginas
    Lapsus CA Recti Anti
    Hardiyanti S Malik
    Ainda não há avaliações
  • Horse Shoe Kidney
    Horse Shoe Kidney
    Documento17 páginas
    Horse Shoe Kidney
    Hardiyanti S Malik
    Ainda não há avaliações
  • Thala Semi A
    Thala Semi A
    Documento13 páginas
    Thala Semi A
    Hardiyanti S Malik
    Ainda não há avaliações
  • Carcinoma Mammae Sinistra Latest
    Carcinoma Mammae Sinistra Latest
    Documento27 páginas
    Carcinoma Mammae Sinistra Latest
    Hardiyanti S Malik
    Ainda não há avaliações
  • Thala Semi A
    Thala Semi A
    Documento13 páginas
    Thala Semi A
    Hardiyanti S Malik
    Ainda não há avaliações