Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Pendahuluan
Gagal ginjal akut adalah sindrom yang ditandai oleh penurunan yang cepat pada laju
filtrasi glomerulus dalam waktu beberapa hari sampai beberapa minggu disertai akumulasi
dari zat sisa metabolisme nitrogen.1
Sindrom ini sering ditemukan lewat peningkatan kadar kreatinin dan ureum serum
disertai dengan penurunan output urin. Penyebab dari gagal ginjal akut secara konvensional
dibagi menjadi prarenal, renal dan pascarenal.1
Pembahasan
1. Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari rangkaian
pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak langsung. Tujuan dari
anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan.
Informasi yang dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial, dan lingkungan
pasien, selain itu tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter pasien
yang profesional dan optimal.2
Anamnesis terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang dan riwayat
penyakit dahulu.3
1. Mengidentifikasi Data Pribadi Pasien3
Nama
:-
Usia
: 60 tahun
Jenis kelamin
: laki-laki
Status pernikahan
:-
Tempat tinggal
:-
Status pendidikan
:-
Pekerjaan
:-
2. Keluhan Utama:3 Muntah 7x/hari berisi makanan dan air; dan diare 7x/hari dengan
konsistensi cair, warna coklat, tidak ada ampas, lendir, maupun darah sejak 2 hari yang
lalu.
3. Riwayat Penyakit Sekarang:4
Apakah ada keluhan lainnya?3
Bagaimana
pola
berkemih
pasien?
Tujuannya
untuk
mendeteksi
Adakah disuria?
Adakah urgensi?
Adakah nyeri panggul atau pinggang? Nyeri panggul atau pinggang biasanya
pada infeksi saluran kemih bagian atas.
Adakah riwayat pernah menderita batu ginjal? Ada, 3 tahun yang lalu.
2. Pemeriksaan Fisik
2.1 Tanda-tanda Vital:2
Keadaan umum
: sakit sedang
Tekanan darah
: 150/90 mmHg
Denyut nadi
: 90x/menit
Frekuensi nafas
: 18x/menit
Suhu
: 37,2 oC
Berat badan
: 65 kg
Tinggi badan
: 170 cm
Pemeriksaan fisik yang dilakukan dimulai dari pengamatan umum, menilai status gizi
pasien, mengukur tanda-tanda vital, kemudian pemeriksaan abdomen lengkap (inspeksi,
palpasi, perkusi, auskultasi).6
Pemeriksaan abdomen paling baik dilakukan pada pasien dalam keadaan berbaring
dan relaks, kedua lengan berada disamping, dan pasien bernapas melalui mulut. Pasien
diminta untuk menekukkan kedua lutut dan pinggulnya sehingga otot-otot abdomen menjadi
2
relaks. Tangan pemeriksa harus hangat untuk menghindari terjadinya refleks tahanan otot oleh
pasien.7
2.1 Inspeksi6
Pada inspeksi abdomen, lihat apakah ada vena-vena kolateral pada dinding anterior
abdomen, apakah ada caput medusae, apakah ada massa tumor sehingga abdomen tampak
tidak simetris, dan dilihat juga apakah ada pembuncitan abdomen.
2.4 Auskultasi6
Pada auskultasi didengarkan suara bising usus, ada tidaknya bruit sistolik yang dapat
didengar pada aneurisma aorta, pada pembesaran hati karena hepatoma, atau pada stenosis
arteri renalis.
3. Pemeriksaan Penunjang8
3.1 Temuan Diagnosis Kunci pada Penyakit Utama8
Gagal Ginjal Akut:
-
Untuk skrining urin pasien dan penyakit ginjal dan saluran kemih.
Untuk membantu mendeteksi penyakit metabolic dan sistemik yang tidak terkait
Temuan normal yang dapat kita temui dalam pemeriksaan urinalisis rutin adalah:
4
Makroskopik:
Warna:
kekuning-kuningan sampai
Mikroskopik:
Eritrosit:
0-2/LPB
kuning tua
Leukosit:
0-5/LPB
Sel epitel:
0-5/LPB
Penampakan: jernih
Silinder:
Berat jenis:
1,005-1,035
hialin/LPK
pH:
4,5-8
Kristal:
Protein:
negatif
Bakteri:
negatif
Glukosa:
negatif
Sel ragi:
negatif
Bau:
sedikit bau
Parasit:
ada
negatif
negatif
Urobilinogen: negatif
Hemoglobin: negatif
Eritrosit:
negatif
Nitrit:
negatif
Leukosit:
negatif
Nilai rujukan:
5
Normalnya kadar kreatinin urin pada laki-laki adalah berkisar dari 14-26 mg/kgBB/24
Jam (SI 124-230 mol/kgBB/hari), pada perempuan 11-20 mg/kgBB/24 Jam (SI 97-177
mol/kgBB/hari).
Temuan abnormal:
Penurunan kadar kreatinin urin dapat disebabkan oleh gangguan perfusi ginjal
(misalnya akibat syok) atau akibat penyakit ginjal yang disebabkan penyakit obstruksi saluran
kemih. Pielonefritis bilateral kronis, glomerulonefritis akut atau kronis, dan penyakit ginjal
polikistik juga dapat menekan kadar kreatinin. Peningkatan kadarnya biasanya memiliki arti
diagnostik kecil.
Tujuan:
-
Nilai rujukan:
Bersihan kreatinin normal berbeda-beda sesuai usia. Pada laki-laki berkisar antara 94
140 mL/menit/1,73 m2 (SI 0,911,35 mL/detik/m2), dan pada perempuan 72-110
mL/menit/1,73 m2 (SI 0,69-1,06 mL/detik/m2)
Temuan abnormal:
Bersihan kreatinin yang rendah dapat disebabkan oleh penurunan aliran darah ginjal
(akibat syok atau obstruksi arteri renalis), necrosis tubular akut, glomerulonefritis akut atau
kronik, pielonefritis, kronis bilateral lanjut, lesi ginjal bilateral (pada ginjal polikistik, TBC
ginjal, dan kanker), nefrosklerosis, gagal jantung, atau dehidrasi berat.
6
Nilai Rujukan:
Nilai GDA yang normal berkisar sebagai berikut:
-
Temuan abnormal
Kadar kreatinin serum yang tinggi umumnya menunjukkan adanya penyakit ginjal
yang 50% nefronnya telah mengalami kerusakan serius. Kadar yang tinggi mungkin juga
dihubungkan dengan gigantisme dan akromegali.
Nilai rujukan:
Nilai BUN yang normal berkisar antara 8-20 mg/dl (SI 2,9-7,5 mmol/L), sedikit
meninggi pada pasien lebih tua.
Temuan abnormal:
Kadar BUN yang tinggi terdapat pada penyakit ginjal, aliran darah yang menurun
(akibat dehidrasi), obstruksi traktus urinaria, dan katabolisme protein yang meningkat (seperti
pada luka bakar).
Kadar BUN yang rendah terdapat pada kerusakan hati yang berat, malnutrisi, dan
hidrasi yang berlebihan.
3.8 Radiologi5
3.9 Imunologi5
Kadar komplemen rendah pada SLE dan glomerulonefritis post-infeksi.
Antiglomerular basement membrane antibodies menunjukkan sindrom Goodpasture,
antineutrophil cytoplasmic antibodies (ANCAs) menunjukkan vaskulitis. Antinuclear
antibodies atau dsDNA menunjukkan SLE. Protein Bence Jones pada urin menunjukkan
myeloma.
Kebanyakkan GGA timbul di rumah sakit dari deplesi cairan, sepsis, atau toksisitas
obat, terutama setelah operasi, trauma, atau luka bakar. Biasanya ada penurunan output urin,
dan peningkatan serum urea dan kreatinin. Output urin yang kurang dari 400mL/hari disebut
oliguria.5
Perjalanan GGA dapat:
1.
2.
3.
4.
Sembuh sempurna
Penurunan faal ginjal sesuai dengan tahap-tahap GGK (CKD tahap1-4)
Eksaserbasi berupa naik turunnya progresivitas GGK tahap 1-4
Kerusakan tetap dari ginjal (GGK tahap 5)
6. Etiopatogenesis5
Acute kidney injury (AKI/gagal ginjal akut) terjadi ketika ada penurunan akut dari
GFR dan zat-zat yang biasanya diekskresi oleh ginjal terakumulasi di dalam darah. AKI dapat
disebabkan oleh hipoperfusi ginjal (prerenal), penyakit ginjal intrinsik (renal), dan obstruksi
traktus urinarius (postrenal). Sekitar 50-65% kasus adalah kasus prerenal, 15% kasus
postrenal, dan 20-35% kasus renal. Pada negara berkembang, komplikasi dari obstetri dan
infeksi seperti malaria adalah penyebab yang penting. Jumlah mortalitas secara keseluruhan
sekitar 30-70%, bergantung pada umur dan keberadaan dari kegagalan atau penyakit organ
lain. Pada pasien yang tetap hidup, 60% memperoleh fungsi normal ginjal kembali, tetapi 1530% memiliki fungsi ginjal yang rusak dan sekitar 5-10% mengarah menuju end stage renal
disease. Tingkat keparahan AKI diklasifikasikan dengan sistem RIFLE, yang dihitung dari
peningkatan kreatinin dan kehilangan dari output urin.
Obstruksi dari aliran urin mengakibatkan tekanan mundur yang menghambat filtrasi.
Sebagai akibatnya, pembengkakkan menekan pembuluh darah, menyebabkan iskemia. AKI
hanya timbul ketika kedua ginjal terobstruksi atau jika hanya ada satu ginjal yang berfungsi
dan ginjal tersebut terobstruksi. Penyebab obstruksi dapat berasal dari traktus urinarius
(seperti batu), diantara dinding dari traktus urinarius (seperti tumor atau striktur), atau diluar
dinding traktus urinarius (seperti kompresi oleh massa atau proses fibrotik).
11
7. Epidemiologi
Frekuensi kejadian GGA cukup tinggi yaitu sekitar 25-50 kasus per juta penduduk
pertahun. GGA ini merupakan 1% dari jumlah penderita yang dirawat di rumah sakit dan 25% dari penderita yang dirawat di unit perawatan intensif. 10
Insidens tahunan gagal ginjal akut di Negara berkembang adalah 180/1.000.000
kasus.1
8. Manifestasi Klinis
Umumnya manifestasi GGA lebih didominasi oleh faktor-faktor presipitasi atau
penyakit utamanya.9
Sindrom ini sering ditemukan lewat peningkatan kadar kreatinin dan ureum serum
disertai dengan penurunan output urin. Gejala dari gagal ginjal akut termasuk hal-hal yang
menjadi faktor pencetus (misal syok, sepsis) dan hal-hal yang merupakan akibat dari gagal
ginjal itu sendiri seperti kelebihan cairan, mual, malaise dan ensefalopati.1
9. Penatalaksanaan11
Perbedaannya dengan gagal ginjal kronik adalah pasien memiliki kemungkinan lebih
besar memerlukan terapi spesifik dengan cepat, lebih terlihat sakit, lebih jelas oliguria, dan
12
lebih terpapar kemungkinan komplikasi akut seperti hiperkalemia dan perdarahan saluran
cerna.
Penatalaksanaan yang terpenting adalah mengetahui di mana letak kelainannya.
Kemudian gagal ginjal ditatalaksana sampai fungsinya kembali. Bila kelainannya praginjal,
perbaikan dapat langsung terjadi bila faktor penyebabnya dihilangkan. Namun pada beberapa
kasus, perbaikan baru terjadi setelah beberapa jam. Pada kasus obstruksi, penyebab harus
dihilangkan secara permanen karena dapat menyebabkan gangguan fungsi tubulus yang berat.
Diuresis masif dapat terjadi setelah obstruksi akut dihilangkan. Jika kehilangan cairan tidak
segera diganti, dapat terjadi dehidrasi berat atau hipernatremia.
refrakter terhadap terapi konservatif. Ureum tidak boleh melebihi 30-40 mmol/L.
Secara umum continuous haemofiltration dan dialisis peritoneal paling baik dipakai di
ruang intensif, sedangkan hemodialisis intermiten dengan kateter subklavia ditujukan
untuk pasien lain dan sebagai tambahan untuk pasien katabolik yang tidak adekuat
dengan dialisis peritoneal atau hemofiltrasi.
GGA yang disebabkan oleh penyakit ginjal intrinsik seperti glomerulonefritis akut
atau vaskulitis dapat memberi respons pada terapi glukokortikoid, obat alkil, dan/atau
plasmaforesis bergantung pada patologi primernya. Glukokortikoid tampak mempercepat
remisi pada beberapa kasus nefritis interstisialis alergika. Kontrol agresif dari tekanan arteri
sistemik sangat penting dalam membatasi cedera ginjal pada nefrosklerosis atau hipertensi
maligna, toksemia pada kehamilan, dan penyakit vskuler lainnya. Hipertensi dan GGA yang
berkaitan dengan skleroderma dapat sangat sensitif diterapi dengan inhibitor ACE.
9.2.3 GGA Pascarenal11
Obstruksi pada uretra atau leher kandung kemih biasanya dapat diatasi sementara
dengan pemasangan kateter kandung kemih transuretra atau suprapubik sementara lesi
obstruktif diidentifikasi dan diterapi. Demikian pula, dengan obstruksi ureter yang awalnya
dapat diterapi dengan kateterisasi perkutan dari pelvis ureter atau ureter yang berdilatasi;
14
sebenarnya lesi obstruktif (misalnya, kalkulus, atau papila yang lepas) sering dapat
dihilangkan secara perkutan atau membuat pintasan (misalnya, karsinoma) dengan insersi
sebuah stent ureter. Hampir semua pasien mengalami diuresis selama beberapa hari yang
menyertai hilangnya obstruksi; kira-kira 5% berkembang sementara menjadi sindroma
pelepasan garam yang memerlukan pemberian salin intravena untuk mempertahankan tekanan
darah.
10. Komplikasi9
GGA menghalangi pengeluaran natrium ginjal, kalium, dan air; hemostasis kation; dan
mekanisme pengasaman urin. Sebagai akibatnya, GGA sering terkomplikasi oleh volume
intravaskuler yang melebihi batas, hiponatremia, hiperkalemia, hiperurisemia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, hipermagnesemia, dan asidosis metabolik. Lagipula, pasien
tidak bisa mengeluarkan sisa buangan nitrogen dan dapat menghasilkan sindroma uremia.
Pada umumnya, beratnya komplikasi mencerminkan derajat kerusakan ginjal dan keadaan
katabolik.
Pembebanan volume intravaskuler ini merupakan konsekuensi dari hilangnya
ekskresi garam dan air, khususnya pada individu yang menderita oliguria atau anuria.
Meskipun bentuk yang lebih ringan ditandai dengan ronki, peningkatan tekanan vena, edema
perifer, dan berat badan yang meningkat, pertambahan volume yang berat dapat menyebabkan
timbulnya edema paru yang mengancam jiwa. Pembebanan volume merupakan masalah
khusus pada pasien yang mendapat terapi intravena multipel, natrium bikarbonat untuk
mengkoreksi asidosis, atau nutrisi enteral atau parenteral. Hipertensi tidak lazim dan biasanya
ringan pada GGA iskemik atau nefrotoksik. Hipertensi sedang atau berat memberi kesan
nefrosklerosis hipertensif, glomerulonefritis, stenosis arteri renalis atau penyakit vaskular
ginjal lainnya. Minum cairan yang berlebihan atau pemberian cairan yang tidak sesuai dapat
menyebabkan hiponatremia, yang bila berat dapat mengakibatkan edema otak.
Asidosis Metabolik. Metabolisme protein makanan menghasilkan asam yang tidak
mudah menguap (nonvolatil), yang terfiksir sebanyak 50-100 mmol/hari yang biasanya
diekskresikan oleh ginjal. Akibatnya GGA sering dipersulit oleh asidosis metabolik dan
peningkatan celah anion. Asidosis mungkin yang paling berat jika terjadi peningkatan
produksi asam endogen oleh mekanisme lain (misalnya, ketoasidosis pada diabetes atau
15
kelaparan; asidosis laktat yang menyebabkan komplikasi pada hipoperfusi jaringan yang
menyeluruh, penyakit hati atau sepsis; metabolisme etilen glikol). Hiperurisemia ringan
asimtomatik sebesar 700 sampai 900 mmol/L (12 sampai 15 mg/dL) sering ditemukan karena
asam urat dibersihkan dari darah melalui filtrasi glomerulus dan sekresi melalui sel tubulus
proksimal. Kadar yang lebih tinggi memberi kesan produksi asam urat yang meningkat seperti
setelah terapi penyakit mieloproliferatif atau limfoproliferatif.
Hiperkalemia umum dijumpai. Kalium serum secara khas meningkat 0,5 mmol/L per
hari pada pasien oliguria dan anuria yang disebabkan oleh gangguan ekskresi. Asidosis
metabolik dapat menimbulkan eksaserbasi hiperkalemia dengan meningkatkan pengeluaran
kalium dari sel. Hiperkalemia ringan (<6,0 mmol/L) biasanya asimptomatis. Kadar yang
tinggi berhubungan dengan abnormalitas rekaman EKG, termasuk pelebaran kompleks QRS,
dan deviasi aksis ke kiri. Perubahan rekaman EKG ini dapat mengakibatkan aritmia jantung
yang mengancam jiwa, termasuk bradikardia, blik hantaran jantung, takikardia atau fibrilasi
ventrikel, dan asistole. Selain itu, hiperkalemia juga dapat menyebabkan disfungsi
neuromuskuler, termasuk parestesia, hiporefleksia, kelemahan, paralisis flasid asenden, dan
gagal napas. Hiperfosfatemia ringan hampir selalu ditemukan pada GGA. Hiperfosfatemia
berat timbul pada pasien dengan katabolisme yang tinggi. Timbunan kalsium fosfat metastasis
dapat mengakibatkan hipokalsemia, terutama jika konsentrasi produk kalsium serum (mg/dL)
dan fosfat (mg/dL) melebihi 70. Faktor lain yang berperan dalam timbulnya hipokalsemia
termasuk resistensi jaringan terhadap PTH dan penurunan kadar 1,25 dihidroksivitamin D.
Hipokalsemia biasanya asimtomatik, mungkin berhubungan dengan efek keseimbangan balik
dari asidosis pada perangsangan neuromuskuler. Namun, hipokalsemia dapat timbul secara
simtomatik bersama dengan rhabdomiolisis atau pankreatitis akut atau setelah terapi asidosis
yang memakai bikarbonat. Manifestasi hipokalsemia termasuk parestesia perioral, kram otot,
bangkitan kejang, halusinasi dan kebingungan, dan pemanjangan interval QT dan perubahan
gelombang T non-spesifik pada rekaman EKG. Hipermagnesemia asimtomatik ringan adalah
lazim pada GGA oligurik diakibatkan oleh gangguan ekskresi magnesium yang ditelan
(magnesium dari makanan, laksan, atau antasid yang mengandung magnesium).
Anemia berkembang dengan cepat pada GGA dan biasanya ringan dan asalnya
multifaktoral. Faktor yang turut berperan termasuk gangguan eritropoiesis, hemolisis,
perdarahan, hemodilusi, dan memendeknya masa hidup eritrosit. Memanjangnya waktu
perdarahan dan leukositosis juga sering ditemukan. Waktu perdarahan yang memanjang dapat
16
11. Prognosis
Angka mortalitas GGA kira-kira 50% dan telah mengalami perubahan dalam waktu 3
tahun, namun angka mortalitas tergantung kepada penyebab. Angka mortalitas lebih tinggi
pada orang tua, pasien dengan kondisi yang lemah, dan pasien dengan gagal fungsi organ
yang multipel. Dengan penatalaksanaan yang sesuai, kematian biasanya diakibatkan oleh
penyakit primer dan pada jarang disebabkan oleh uremia. Hampir semua pasien yang sembuh
dari episode GGA memperlihatkan fungsi ginjal yang cukup baik untuk dapat bertahan hidup
secara normal. Akan tetapi setengahnya memperlihatkan gangguan subklinis filtrasi
glomerulus dan konsentrasi urin atau mekanisme pengasaman atau memperlihatkan sisa
penyakit berupa jaringan parut pada pemeriksaan biopsi ginjal.11 Penyebab kematian tersering
adalah infeksi (30-50%), perdarahan terutama saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%),
gagal napas, dan gagal multiorgan dengan kombinasi hipotensi, septikemia dan sebagainya.12
17
12. Pencegahan
GGA dapat dicegah pada beberapa keadaan misalnya penggunaan zat kontras yang
dapat menyebabkan nefropati ialah dengan menjaga hidrasi yang baik, pemakaian Nasetylcystein serta pemakaian furosemid pada penyakit tropik perlu diwaspadai kemungkinan
GGA pada gastrointeristis akut, malaria dan demam berdarah. Pemberian kemoterapi dapat
menyebabkan ekskresi asam urat yang tinggi sehingga menyebabkan GGA.9
Kebanyakan kasus GGA dapat dicegah apabila fungsi kardiovaskuler dan volume
intravaskuler dilindungi dan pajanan terhadap obat yang nefrotoksik diminimalkan pada
keadaan risiko tinggi. Fungsi ginjal dapat dilindungi pada pasien yang menerima antibiotik
aminoglikosida atau siklosporin bila konsentrasi obat dalam serum dipantau dan dosis obat
disesuaikan. Diuretika, siklooksigenase, inhibitor ACE, dan vasodilator lainnya harus
digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan kecurigaan benar atau efektif akan
hipovolemia atau penyakit renovaskuler. Hipovolemia juga harus dihindari pada pasien yang
menerima obat nefrotoksik, karena hipoperfusi ginjal memudahkan timbulnya toksisitas pada
sebagian besar obat tersebut. Alupurinol membatasi generasi asam urat pada pasien yang
berisiko tinggi menderita nefropati urat akut, sementara diuresis cepat dan alkalinisasi urin
dapat mengurangi cedera ginjal akibat asam urat, metotreksat, atau rhabdomiolisis. Nasetilsistein membatasi cedera ginjal yang diinduksi oleh asetaminofen bila diberikan dalam
24 jam setelah makan, dan dimerkaprol, suatu kelasi, dapat mencegah nefrotoksisitas logam
berat. Etanol menghambat metabolisme etilen glikol menjadi asam oksalat dan metabolit
toksik lainnya dan merupakan tambahan yang penting pada hemodialisis dalam
penatalaksanaan darurat pada intoksikasi ini.11
Penutup
Acute Kidney Disease atau gangguan ginjal akut merupakan sebuah sindrom yang
ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin darah, serta oliguria yang dapat
disebabkan oleh gangguan pada prerenal, renal, dan postrenal.
18
AKI memiliki tingkat mortalitas yang cukup tinggi, akan tetapi bila dapat cepat
ditangani, serta belum timbul komplikasi, AKI dapat sembuh dengan sempurna.
Daftar Pustaka
1. Safitri A, penyunting. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga, 2006.h.256.
2. Soegondo S. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Jakarta: Pusat Penerbit
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005.h.35-7.
3. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002.h.27-33.
4. Gleadle J. At a glance: Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: EGC, 2003.h.98-9.
5. OCallaghan C. The renal system at a glance. Oxford: Wiley-Blackwell, 2009.p.18-9,88-91.
6. Dacre, Jane dan Kopelman, Peter. Buku saku keterampilan klinis. Cetakan pertama.
Jakarta: EGC, 2005.h.109-134.
7. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC, 2010.h.83-5.
8. Kowalak JP, Welsh W, editor. Buku pegangan uji diagnostik. Ed. 3. Jakarta: EGC, 2009.h.
172,423-7,472-4.
9. Markum HMS. Gangguan ginjal akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiadi S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing, 2009.h.1042-7.
10. Bakta IM, Suastika IK, penyuting. Gawat darurat di bidang penyakit dalam. Jakarta: EGC,
1999.h.87-97.
11. Isselbacher KJ. Harrisons principles of internal medicine. Singapore: McGraw-Hill Book
Co., 2009.
12. Mansjoer A, Triyanti K, dkk. Kapita selekta kedokteran. Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI, 2004.h.529-34.
19