Você está na página 1de 13

TUGAS

ALIRAN PEMIKIRAN DALAM ISLAM


MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Kelas : Refinery I B
Nama Anggota :
1. Krishna Bayu Ramadhan
14121026
2. M. Choirul Rizal
14121028
3. Mad Tarmizi
4. Maulana Aditya Yudha
14121032
5. Mohamad Andy Triyono
14121034
6. Muhammad Iqbal Rafiqy
14121036

14121030

KEMENTRIAN ENERGI DAN SUMBER


DAYA MINERAL BADAN PENDIDIKAN
DAN PELATIHAN ENERGI SUMBER DAYA

MINERAL PTK STEM-AKAMIGAS


SEKOLAH TINGGI ENERGI MINERALAKADEMI MINYAK DAN GAS BUMI
Cepu, Maret 2015
PERMASALAHAN
1. Apakah pengertian dari aliran pemikiran dalam ilmu kalam?
2. Apakah pengertian dari ilmu kalam, ilmu tauhid, dan ilmu aqaid?
3. Jelaskan pengertian aliran pemikiran dan sebab sebab timbulnya aliran
berikut dalam teologi Islam!
a. Khawarij
b. Murjiah
c. Qadariyah
d. Jabariyah
e. Mutazilah
f. Asyariyah

PEMBAHASAN

1. Aliran Pemikiran dalam Ilmu Kalam adalah


Ilmu yang berisi alasan-alasan yang mempertahankan kepercayaankepercayaan iman dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi
bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaankepercayaan aliran golongan salaf dan ahli sunnah.
2. A. Ilmu Kalam
Ilmu Kalam adalah ilmu yang membahas tentang Tuhan dengan
mendasarkan pada argument logika atau rasio sebagai pembuktian terhadap
argument naqli atau teks.
Pengertian ilmu Kalam (Teologi Islam)
Menuurut Ibnu Kaldum, sebagaimana dikutip A. Hanafi, ilmu kalam adalah ilmu
yang berisi alasan-alasan yang mempertahankan kepercayaan=kepercayaan iman
dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi bantahan terhadap orang-orang
yang menyeleweng dari kepercayaan-kepercayaan aliran golongan salaf dan ahli
sunnah.

Setelah itu pula yang mengatakan bahwa ilmu kalam ialah ilmu yang
membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaan-kepercayaan keagamaan
dengan bukti-bukti yang meyakinkan. Di dalam Ilmu ini dibahas tentang cara
marifat (mengetahui secara mendalam) tentang sifat-sifat Allah dan para
Rasul-Nya dengan menggunakan dalil-dalil yang pasti guna mencapai
kebahagian hidup abadi. Ilmu ini termasuk induk ilmu agama dan paling
utama bahkan paling mulia, karena berkaitan dengan zat Allah, zat para
Rasul-Nya.
Sejarah Munculnya Teologi

Di masa Nabi Muhammad umat Islam belum mengenal namanya teologi.


Karena sumber penyelesaian segala permasalahan masa di tangan Nabi.
Setelah wafatnya Nabi barulah mulai muncul sedikit permasalahan yang
penyelesaiannya agak rumit. Persoalan pertama itu adalah masalah siapa yang
akan menggantingan Nabi. Namun persoalan ini masi bisa diselesaikan,
terpilihnya Abu Bakar menjadi khalifah. Hingga di zaman Umar bin Khattab
persoalan teologi belum muncul.

Persoalan yang benar-benar merisaukan umat Islam setelah wafatnya khalifah


yang ke-3 Utsman bin Affan. Kemudian dilanjutkan oleh Ali bin Abi Thalib.
Di mana pemerintahan di kala itu sangat kacau balau. Bahkan terjadi di antara
umat Islam itu sendiri. Yaitu perang jamal, Aisya binti Abu Bakar dengan Ali
bin Abi Thalib. Namun perang ini dapat diselesaikan oleh khalifah. Peran
selanjutnya dikenal dengan nama perang shiffin terjadi pada abad ke-7 M,
anatara Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin Abi Sofyan.
Di sinilah awal perpecahan umat Islam yang benar-benar tampak. Di saat
pasukan Muawiyah yang dipimpin oleh Amr bin Ash nyaris mengalami
kekalahan, kemudian Amr mengangkat al-Quran sebagai isyarat perdamaian.
Usulan ini kemudian diterima. Sehingga diadakan perundingan. Hasilnya Ali
diturunkan dari jabatannya dan Muawiyah diangkat menjadi Khalifah.
Dari kelompok Ali tidak sepenuhnya mengikuti keputusan sang khalifah,
ada yang sepakat kemudian disebut syiah dan yang tidak sepakat disebut
khawarij.Khawarij, dianggap sebagai kelompok politik pertama yang
kemudian memunculkan persoalan teologi yakni tuduhan siapa yang kafir di
kalangan kaum muslimin. Mereka memandang bahwa orang yang berdosa
besar telah berubah menjadi kafir. Orang-orang yang terlibat dan menyetujui
perundingan pascaperang shiffin adalah orang-orang berdosa besar.
Kelompok inilah yang paling ekstrim, mereka menganggap hanya dirinyalah
yang benar. Sehingga Ali dan Muawiyah harus dibunuh. Dan hal itu terwujud
pada Ali, namun Muawiyah tidak berhasil.
Lebih khususnya mazhab teologi atau ilmu kalam yang pertama dalam
Islam adalah Qadhariyah dan Jabariyah. Qadhariyah didirikan oleh Mabad
bin Khalid al-Juhani (79 H/699 M) dan Jabariyah Jahm bin Shafwan (127
H/745 M).

B. Ilmu Tauhid
Tauhid dalam bahasa artinya menjadikan sesuatu esa. Yang dimaksud
disini adalah mempercayai bahwa Allah itu esa. Sedangkan secara istilah ilmu
Tauhid ialah ilmu yang membahas segala kepercayaan-kepercayaan yang
diambil dari dalil dalil keyakinan dan hukum-hukum di dalam Islam termasuk
hukum mempercayakan Allah itu esa.
Ilmu tauhid adalah ilmu yang membahas pengokohan keyakinankeyakinan agama Islam dengan dalil-dalil naqli maupun aqli yang pasti
kebenarannya sehingga dapat menghilangkan semua keraguan, ilmu yang
menyingkap kebatilan orang-orang kafir, kerancuan dan kedustaan mereka.

Dengan ilmu tauhid ini, jiwa kita akan kokoh, dan hati pun akan tenang
dengan iman. Dinamakan ilmu tauhid karena pembahasan terpenting di
dalamnya adalah tentang tauhidullah (mengesakan Allah). Allah swt.
berfirman:




Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan
kepadamu dari Tuhanmu itu benar, sama dengan orang yang buta? Hanyalah
orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran. (Ar-Rad:
19).

C. Ilmu Aqaid
Aqaid artinya simpulan, yakni kepercayaan yang tersimpul dalam hati,
menjadikan rasa yakin pada diri tanpa tercampuri oleh keraguan dan
kebimbangan.
Ilmu Aqaid adalah ilmu yang membahas kepercayaan-kepercayaan
fundamental (mendasar) dalam Islam.
Pengertian Ilmu Aqoid
Ilmu aqoid sebagai salah satu asas dalam memahami Islam secara
sempurna kaffah-, kini mulai jarang disentuh. Bahkan hampir mengalami
kepunahan. Buktinya, jarang sekali kita mendengar istilah aqoid, apalagi
Selanjutnya diterangkan bahwa ilmu aqoid sebagaimana diterangkan dalam
kitab Bajuri dan Jamul Jawami sebagai:

Pengetahuan yang terikat dalam masalah keyakinan keagamaan yang


diambil dari dalil-dalil syara.
Adapun guna mempelajari ilmu aqoid adalah untuk membetulkan dan
meneguhkan iman manusia kepada Tuhan Allah Taala. Iman yang benar akan
mengesahkan segala amal ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lainlannya. Dan surga menjadi pahala balasan di akhirat nanti. Namun, jika iman
seseorang tidak dalam posisi yang benar, maka semua amal itu akan sia-sia.
Dan di akhirat nanti neraka sebagai ganjarannya..

Ilmu aqoid dinamakan demikian Ilmu aqoid karena pengetahuan ini


berisikan satu bundelan (ikatan) mengenai sahnya iman dan Islam yang
jumlahnya 50, yang terkenal dengan istilah aqoid seket. Dengan perincian 20
sifat wajib bagi Allah, 20 sifat mustahil bagi Allah, 1 sifat jaiz bagi Allah, 4
sifat wajib bagi Rasul, 4 mustahil bagi Rasul dan 1 sifat jaiz bagi Allah.
Semuanya itu terkandung di dalam kalimah La Ilaha Illallah.
Ilmu aqoid juga disebut ilmu ushuluddin, yaitu ilmu mengenai pokoknya
agama. Karena itu barang siapapun orangnya beribadah siang malam, tetapi
tidak memiliki pengetahuan ilmu ini, maka ibadah itu dianggap tidak sah.
Selain itu, ilmu ini juga disebut dengan ilmu kalam (ilmu bicara), karena
siapapun tidak akan dapat memahami ilmu aqoid ini secara benar, apabila
belum dibicarakan dengan panjang lebar dan penuh perhatian. Bahkan perlu
digaris bawahi bahwa memahami ilmu aqoid ini tidak cukup dengan
membaca buku saja tetapi harus melalui seorang guru (digurukan).

3. A. Aliran Khawarij
Secara etimologis kata khawarij berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja
yang berarti
keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Ini yang
mendasari Syahrastani untuk menyebut khawarij terhadap orang yang
memberontak imam yang sah. Berdsarkan pengertian etimologi ini pula,
khawarij berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam.
Adapun yang dimaksud khawarij dalam terminologi ilmu kalam adalah
suatu sekte / aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan
barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima
arbitrase ( tahkim ), dalam Perang Siffin pada tahun 37 H / 648 M, dengan
kelompok bughat ( pemberontak ) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal

persengketaan khilafah. Kelompok Khawarij pada mulanya memandang Ali


dan pasukannya barada di pihak yang benar karena Ali merupakan khalifah
sah yang telah dibaiat mayoritas umat Islam, sementara Muawiyah berada di
pihak yang salah karena memberontak khalifah yang sah. Lagi pula
berdasarkan estimasi Khawarij, pihak Ali hampir memperoleh kemenangan
pada peperangan itu, tetapi karena Ali menerima tipu daya licik ajakan damai
Muawiyah, kemenangan yang hampir diraih itu menjadi raib.
Ali sebenarnya sudah mencium kelicikan di balik ajakan damai kelompok
Muawiyah sehingga ia bermaksud untuk menolak permintan itu. Namun,
karena desakan sebagian pengikutnya, terutama ahli qurra seperti Al-Asyats
bin Qais, Masud bin Fudaki At-Tamimi, dan Zaid bin Husein Ath-Thai,
dengan sangat terpaksa Ali memerintahkan Al-Asytar ( komandan
Pasukannya ) untuk menghentikan peperangan.
Setelah menerima ajakan damai, Ali bermaksud mengirimkan Abdullah
bin Abbas sebagai delegasi juru damai ( hakam ) nya, tetapi orang-orang
Khawarij menolaknya. Mereka beralasan bahwa Abdullah bin Abbas berasal
dari kelompok Ali sendiri. Kemudian mereka mengusulkan agar Ali mengirim
Abu Musa Al-Asyari dengan harapan dapat memutuskan perkara
berdasarkan Kitab Allah. Keputusan tahkim yakni Ali diturunkan dari
jabatannya sebagai khalifah oleh utusannya, dan mengangkat Muawiyah
menjadi khalifah pengganti Ali sangat mengecewakan orang-orang Khawarij.
Mereka membelot dengan mengatakan, Mengapa kalian berhukum pada
manusia. Tidak ada hukum selain hukum yang ada di sisi Allah. Imam Ali
menjawab, Itu adalah ungkapan yang benar, tetapi mereka artikan dengan
keliru. Pada sat itu juga orang-orang Khawarij keluar dari pasukan Ali dan
langsung menuju Hurura. Itulah sebabnya Khawarij disebut dengan nama
Hururiah. Kadang-kadang mereka disebut dengan syurah dan Al-Mariqah.
Dengan arahan Abdullah Al-Kiwa, mereka sampai di Hurura. Di Hurura,
kelompok Khawarij ini melanjutkan perlawanan kepada Muawiyah dan juga
kepada Ali. Mereka mengangkat seorang pemimpin yang bernama Abdullah
bin Shahab Ar-Rasyibi.

B. Aliran Murjiah

Nama Murjiah diambil dari kata irja atau arjaa yang bermakna
penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Kata arjaa mengandung arti
pula memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa
besaruntuk memperoleh pengampunan dan rahmat Allah. Selain itu, arjaa
berarti pula meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu rang yang
mengwemudikan amal dari iman. Oleh karena itu Murjiah, artinya orang
yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali
dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing, ke hari kiamat kelak.
Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan
Murjiah. Teori pertama mengatakan bahwa gagasan irja atau arja
dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan
kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik dan juga bertujuan untuk
menghindari sektarianisme. Murjiah, baik sebagai kelompok politik maupun
teologis, diperkirakan lahir bersamaan dengan kemunculan Syiah dan
Khawarij. Kelompok ini merupakan musuh berat Khawarij.
Teori lain mengatakan bahwa gagasan irja, yang merupakan basis doktrin
Murjiah, muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang oleh cucu Ali bin
Abi Thalib , Al-Hasan bin Muhammad al-Hanafiyah, sekitar tahun 695. Watt,
penggagas teori ini, menceritakan bahwa setelah 20 tahun kematian
Muawiyah, pada tahun 680, dunia Islam dikoyak oleh pertikaian sipil. AlMukhtar membwa faham Syiah ke Kuffah dari tahun 685 687; Ibnu Zubayr
mengklaim kekhalifahan di Mekah hingga yang berada di bawah kekuasaan
Islam. Sebagai respon dari keadaan ini, muncul gagasan irja atau
penangguhan ( postponenment ). Gagasan ini pertama kali digunakan sekitar
tahun 695 oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad AlHanafiyah, dalam sebuah surat pendeknya. Dalam surat itu Al-Hasan
menunjukkan sikap politiknya dengan mengatakan, Kita mengakui Abu
Bakar dan Umar, tetapi menangguhkan keputusan atas persoalan yang
terjadi pada konflik sipil pertama yang melibatkan Usman, Ali, dan Zubyr
( seorang tokoh pembelot ke Mekah ). Dengan sikap politik ini, Al-Hasan
mencoba menanggulangi perpecahan umat Islam. Ia kemudian mengelak
berdampingan dengan kelompok Syiah revolusioner yang terlampau
mengagungkan Ali dan para pengikutnya, serta menjauhkan diri dari
Khawarij yang menolak mengakui kekhalifahan Muawiyah dengan alasan
bahwa ia adalah keturunan si pendosa Usman.

C. Aliran Qadariyah

Qadariyah mula-mula timbul sekitar rahun 70 H/689 M, di pimpin oleh


Mabad al-Juhani al-Bisri dan Saad bin Dirham, pada masa pemerintahan
Khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705 M) dan merupakan penentang
kebijaksanaan politik Bani Umayyah yang dianggapnya kejam.
Sedangkan menurut Ahmad Amin, ada ahli teologi yang mengatakan
bahwa Qadariyah pertama sekali dimunculkan oleh Mabad al-Juhani dan
Ghailan al-Dimasqy. Sementara itu Ibnu Nabatah sebagaimana dikemukakan
oleh Ahmad Amin berpendapat bahwa paham Qadariyah itu pertama kali
muncul dari seseorang asal Irak yang menganut kristen dan kemudian masuk
Islam, tetapi kemudian masuk kristen lagi. Dari tokoh inilah Mabad alJuhani dan ghailan al-Dimasqy menerima paham Qadariyah. Ghailan alDimasqy adalah penduduk kota Damaskus, ayahnya seorang yang pernah
bekerja pada Khalifah Utsman bin Affan. Dia dikenal sebagai seorang alim,
mengutamakan hidup zuhud dan takwa serta giat berdakwah mengajak orang
mukmin untuk berpegang pada akidah yang benar : Allah Maha Esa dan
Maha Adil.
Qadariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata qadara yang artinya
kemampuan dan kekuatan. Adapun menurut pengertian terminologi,
Qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia
tidak diintervensi oleh Tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang
adalah pencipta bagi segala perbuatannya; ia dapat berbuat sesuatu atau
meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Sedangkan sebagai aliran dalam
ilmu kalam, Qadariyah adalah nama yang dipakai untuk suatu aliran yang
memberikan penekanan terhedap kebebasan dan kekuatan manusia dalam
menghasilkan perbuatan-perbuatannya. Bukan berasal dari pengertian bahwa
manusia terpaksa tunduk kepada qadar atau qada Tuhan.

D. Aliran Jabariyah
Kata Jabariyah berasal dari kata jabara, yang mengandung arti memaksa
dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Kalau dikatakan, Allah
mempunyai sifat al-Jabbar (dalam bentuk mubalaghah), itu artinya Allah
Maha Memaksa. Ungkapan al-insan majbur (bentuk isim maful) mempunyai
arti bahwa manusia dipaksa atau terpaksa. Selanjutnya, kata jabara (bentuk
pertama) setelah ditarik menjadi Jabariyah (dengan menambah ya nisbah),
memiliki arti suatu kelompok atau aliran (isme).
Dalam sejarah, tercatat bahwa orang yang pertama kali mengemukakan
paham Jabariyah dikalangan umat Islam adalah al-Jaad ibn Dirham.

Pandangan-pandangan jaad ini kemudian disebarluaskan oleh para


pengikutnya seperti Salim bin Safwan. Ia mengatakan bahwa perbuatanperbuatan manusia bukan dia yang mengadakan tetapi Allah sendiri, baik
berupa gerakan reflex atau gerak lain yang semacam atau perbuatanperbuatan yang kelihatannya dikehendaki atau disengaja, seperti berbicara,
berjalan dan sebagainya. Manusia tidak lain bagaikan bulu yang ditiup angin,
tidak mempunyai gerak sendiri. Dengan demikian, aliran Jabariyah telah
menurunkan derajat manusia kepada tingkatan yang lebih rendah daripada
binatang, bahkan sama dengan tumbuh-tumbuhan.
Mengenai kemunculan paham al-Jabbar ini, para ahli sejarah pemikiran
mengkajinya melalui pendekatan geokultural bangsa Arab, digambarkan
bahwa kehidupan bangsa Arab yang dikungkung oleh gurun pasir sahara
memberikan pengaruh besar ke dalam cara hidup mereka. Ketergantungan
hidup mereka kepada alam sahara yang ganas telah memunculkan sikap-sikap
penyerahan diri terhadap alam. Sebenarnya benih-benih al-Jabbar sudah
muncul jauh sebelum kedua tokoh di atas. Benih-benih itu terlihat dalam
peristiwa sejarah berikut ini :
1.

Suatu ketika Nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar


dalam masalah takdir Tuhan. Nabi melarang mereka memperdebatkan
masalah tersebut, agar terhindar dari kekeliruan penafsiran tentang
ayat-ayat Tuhan mengenai takdir.

2.

Khalfiah Umar bin Khattab pernah menangkap seseorang yang


ketahuan mencuri. Ketika diinterogasi, pencuri itu berkata : tuhan
telah menentukan aku mencuri. Mendengar ucapan itu, Umar marah
sekali dan menganggap orang itu telah berdusta kepada Tuhan. Oleh
karena itu, Umar memberikan dua jenis hukuman. Pertama, hukuman
potong tngan karena mencuri, kedua, hukuman dera karena
menggunakan dalil takdir Tuhan.

3.

Pada pemerintahan Daulah Bani Umayyah, pandangan tentang alJabbar semakin mencuat ke permukaan. Abdullah bin Abbas, melalui
suratnya memberka reaksi yang keras kepada penduduk Syiria yang
diduga berpaham Jabariyah.
Paparan di ats menjelaskan bahwa bibit paham al-Jabbar telah muncul
sejak awal periode Islam. Namun, al-Jabbar sebagai suatu pola pikir atau
aliran yang dianut, dipelajari dan dikembangkan, baru terjadi pada masa
pemerintahan Daulah Bani Umayyah, yakni oleh kedua tokoh yang telah
disebutkan di atas.
Berkaitan dengan kemunculan aliran Jabariyah, ada yang menyatakan
bahwa kemunculannya diakibatkan oleh pengaruh pemikiran asing, yaitu
pengaruh agama Yahudi bermazhab qurra dan agama Kristen bermazhab

yacobt. Namun, tanpa pengaruh asing itu, paham al-Jabbar akan muncul juga
di kalangan umat Islam.
E. Aliran Mutazilah
Secara harfiah, kata mutazilah berasal dari kata Itazala yang artinya
berpisah atau memisahkan diri, menjauh atau menjauhkan diri. Secara teknis
istilah mutazilah menuju kepada 2 golongan, yaitu :
1. Muncul sebagai respon politik murni. Golongan ini tumbuh sebagai
kaum netral politik, khususnya dalam arti bersifat lunak dalam
menangani pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dan lawanlawannya, terutama Muawiyah, Aisyah dan Abdullah bin Zubair.
Golongan inilah yang mula-mula disebut kaum Mutazilah karena
mereka menjauhkan diri dari pertikaian masalah khilafah.
2. Muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang
dikalangan khawarij dan murjiah akibat adanya peristiwa tahkim.
Golongan ini muncul karena mereka berbeda pendapat dengan
golongan Khawarij dan Murjiah tentang pemberian status kafir
kepada orang yang berbuat dosa besar. Golongan ini berpusat pada
peristiwa yang terjadi antara Wail bin Ata serta temannya, Amr bin
Ubaid, dan Hasan Al-Basri di Basrah. Ketika Wasil mengikuti
pelajaran yang diberikan Hasan AL-Basri di Mesjid Basrah, datanglah
seorang yang bertanya mengenai pendapat Hasan Al-Basri tentang
orang yang berdosa besar. Ketika Hasan Al-Basri berpikir, Wasil
mengemukakan pendapatnya dengan mengatakan: Saya berpendapat
bahwa orang yang berdosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula
kafir, tetapi berada diposisi di antara keduanya, tidak mukmin, tidak
kafir. Kemudian Wasil menjauhkan diri dari Hasan Al-Basri dan
pergi ke tempat lain di lingkungan mesjid. Di sana Wasil mengulangi
pendapatnya dihadapan para pengikutnya. Dengan adanya hal ini,
Hasan Al-Basri berkata: Wasil menjauhkan diri dari kita (Itazalla
anna).
F. Aliran Asariyah
Munculnya aliran ini berawal dari seseorang yang bernama Abdul Hasan
Ali bin Ismail Al-Asyary keturunan dari Abu Musa Al-Asyary salah seorang
perantara dalam sengketa antara Ali dan Muawiyah. Al-Asyari lahir tahun 260
H / 873 M dan wafat pada tahun 324 H / 935 M. Pada waktu kecilnya ia
berguru pada seorang Mutazilah terkenal, yaitu Al-Jubbai, mempelajari
ajaran-ajaran Mutazilah dan mendalaminya. Aliran ini diikutinya terus sampai
berusia 40 tahun dan tidak sedikit dari hidupnya untuk mengarang buku-buku
kemutazilahan.
Ketika mencapai usia 40 tahun ia bersembunyi di rumahnya selama 15
hari, kemudian eprgi ke Mesjid Basrah. Di depan orang banyak ia menyatakan
bahwa ia mula-mula mengatakan Quran adalah makhluk: Tuhan tidak dapat
dilihat matakepala; perbuatan buruk manusia sendiri yang membuatnya.

(semuanya pendapat aliran Mutazilah). Kemudian ia mengatakan: Saya tidak


lagi memegangi pendapat-pendapat tersebut; saya harus menolak pahampaham orang Mutazilah dan menunjukkan keburukan-keburukan dan
kelemahan-kelemahannya.
Al-Ayari meninggalkan aliran Mutazilah selain karena merasa tidak puas
terhadap konsepsi aliran tersebut dalam soal-soal al-Ashlah (keharusan
mengerjakan yang terbaik bagi Tuhan), juga karena ia melihat ada perpecahan
di kalangan kaum Muslimin yang bisa melemahkan mereka, kalau tidak segera
diakhiri. Sebagai seorang muslim yang gairat akan kebutuhan kaum Muslimin,
ia sangat mengkhawatirkan kalau Al-Quran dan hadits-hadits Nabi akan
menjadi korban faham-faham aliran Mutazilah yang menurut pendapatnya
tidak dapat dibenarkan, karena didasarkan atas pemujaan kekuatan akal
pikiran, sebagaimana dikhawatirkan juga akan menjadi korban sikap ahli hadits
anthropomorphist yang hanya memegang lahir (bunyi) nas-nas agama dengan
meninggalkan jiwanya dan hampir menyeret Islam ke lembah kebekuan yang
tidak dapat dibenarkan.
Pemikiran aliran Asyariyah
-

Menentang dengan keras orang yang mengatakan bahwa pemakaian


akal pikiran dalam soal-soal agama atau membahas soal-soal yang
tidak pernah disinggung-singgung oleh Rasul merupakan suatu
kesalahan. Sahabat-sahabat Nabi sendiri, sesudah wafat beliau, banyak
membicarakan soal-soal baru dan meskipun demikian mereka tidak
disebut orang-orang yang sesat.

Menentang keras orang yang berkeberatan membela agama dengan


ilmu kalam (Thelogy Islam) dan argumentasi pikiran, keberatan mana
tidak ada dasarnya dalam Quran maupun hadits.

Mengingkari orang yang berlebih-lebihan menghargai akal pikiran


yaitu aliran Mutazilah. Karena aliran ini tidak mengakui sifat-sifat
Tuhan.

Dengan demikian jelaslah bahwa kedudukan Imam Al-Asyari seperti


yang dilukiskan oleh pengikut-pengikutnya sebagai seorang muslim
yang ikhlas membela kepercayaan dan mempercayai isi Quran dan
Hadits dengan menempatkannya sebagai dasar (pokok) di samping
menggunakan akal pikiran, di mana tugasnya tidak lebih daripada
memperkuat nas-nas tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
http://annisna.blogspot.com/2012/09/hubungan-dan-perbedaan-tauhiddengan.html
https://menantikau.wordpress.com/kumpulan-makalah/metodologi-studiislam/aliran-aliran-pemikiran-islam/
http://iain-s.blogspot.com/2013/04/aliran-aliran-dalam-pemikiran-islam.html
http://konsultasi-hukum-online.com/2013/06/aliran-aliran-dalam-ilmu-kalam/

Você também pode gostar