Você está na página 1de 10

Abses Hati Amebik

McGirt Lamberth Robert Uniplaita 102011088


Agnes Christie 102011396
Octaviani Sanjaya Jamin 102012012
Maria Firstly 102012162
Frans Pirman Sahala 102012188
Constantia Evelin Kwandang 102012284
Egidius Ian Andrian 102012346
Jessica 102012373
Nadia Cecilia 102012513

Pendahuluan
Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses. Abses hepar masih
merupakan masalah kesehatan dan sosial pada beberapa negara berkembang. Prevalensi yang
tinggi sangat erat hubungannya dengan sanitasi yang jelek, status ekonomi yang rendah, serta
gizi yang buruk.
Secara umum abses hepar terdiri atas dua jenis, yaitu : abses hepar amebik (AHA) dan
abses hepar piogenik (AHP). Abses hepar amebik merupakan salah satu komplikasi amebiasis
ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropis/subtropik termasuk di Indonesia.
Abses hepar amebik lebih sering terjadi di daerah endemik negara berkembang
dibandingkan abses hepar piogenik.
Abses hepar amebik terutama disebabkan oleh Entamoeba Histolytica, sedangkan abses
hepar piogenik paling banyak disebabkan oleh bakteri gram negatif, yang terbanyak yaitu
Escherichia coli, Klebsiella Pnemoniae, juga terjadi akibat komplikasi apendisitis ataupun
dari sistem billiaris.
Tujuan penulisan tinjauan pustaka ini agar dapat mengetahui lebih lanjut mengenai
abses hepar mulai dari etiologi, epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosa,
komplikasi dan juga pengobatan maupun pencegahannya.

Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien
(auto-anamanesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis).
Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat obstetri dan ginekologi (khusus wanita), riwayat
penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan sistem dan anamnesis pribadi (meliputi keadaan
sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan, lingkungan).
Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama
orang tua atau suami atau isteri atau penanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku
bangsa dan agama. Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa pasien yang dihadapi
memang benar pasien yang dimaksud. Selain itu, identitas ini juga perlu untuk data
penelitian, asuransi, dan lain sebagainya. Dari skenario, diperoleh identitas laki-laki berusia
38 tahun.
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang pergi ke dokter. Dalam
menuliskan keluhan utama, harus disertai dengan indikator waktu, berapa lama pasien
mengalami hal tersebut. Dari skenario, keluhan utamanya adalah nyeri perut kanan atas sejak
1 hari yang lalu.
Riwayat penyakit sekarang yang merupakan cerita yang kronologi, terinci dan jelas
mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang
berobat. Riwayat perjalanan penyakit disusun dalam Bahasa Indonesia yang baik sesuai
dengan apa yang diceritakan oleh pasien.
Dalam melakukan anamnesis, harus diusahakan mendapat data-data seperti sejak
kapan nyerinya, nyerinya menetap atau hilang-timbul, lokasi nyerinya dan penyebarannya
(menjalar atau menetap), hubungannya dengan waktu, misalnya pagi lebih sakit daripada
siang atau sore, atau sebaliknya, atau terus menerus tidak mengenal waktu, hubungannya
dengan aktifitas, misalnya bertambah berat bila melakukan aktivitas atau bertambah ringan
bila melakukan istirahat, keluhan-keluhan yang menyertai serangan, misalnya keluhan yang
mendahului serangan, atau keluhan lain yang bersamaan dengan serangan, keluhannya baru
pertama kali atau sudah berulang, faktor resiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor

yang memperberat atau meringankan serangan, apakah ada saudara atau teman dekat yang
menderita keluhan yang sama, riwayat perjalanan ke daerah yang endemis untuk penyakit
tertentu, perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi, dan upaya yang
telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang diminum oleh pasien, juga
tindakan medik lain yang berhubungan dengan penyakit yang saat ini diderita Selain itu,
pertanyaan lain yang perlu ditanyakan yang berhubungan dengan kasus adalah seperti
bagaimana dengan urinnya, apakah warnanya seperti teh, ada kuning atau tidak (di sklera,
kulit), fesesnya bagaimana (darah, lendir), dan sebagainya. Dari skenario diperoleh RPS
keluhan nyeri pada sisi kanan dibawah dada dan nyei memburuk saat tidur terlentang dan
berkurang bila kaki ditekuk atau agak membungkuk.
Riwayat penyakit dahulu, menanyakan apakan pasien sebelumnya sudah pernah sakit
seperti ini karena akan sangat bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan
adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakit sekarang.1

Pemeriksaan Fisik
Tanda fisik umum dilihat keadaannya sadar, mengantuk atau tampak kesakitan.
Kemudian tanda-tanda vital (TTV) yang terdiri dari suhu, tekanan darah, frekuensi nadi dan
pernapasan. Dari kasus diperoleh suhu 36,5oC, TD: 100/60, FN: 86x/menit, FP: 19x/menit.
Pemeriksaan fisik abdomen yang dilakukan meliputi inspeksi, melihat distensi,
benjolan, asites, dan vena kolateral. Setelah inspeksi maka dilakukan palpasi untuk meraba
perbesaran hepar ataupun lien dan untuk mengidentifikasi adanya rasa nyeri pada penekanan,
perkusi untuk meneteksi adanya asites dan juga untuk mengkonfirmasi pembesaran hati
ataupun lien (hepatomegali dan splenomegali), dan yang terakhir adalah auskultasi dapat
mendeteksi bruit dari hepatoma. Dari kasus diperoleh nyeri tekan abdomen kanan atas.2

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan lab: leukositosis, anemia, peningkatakn laju endap darah.
b. Pemeriksaan fungsi hati: peningkatan alkali fosfatase, peningkatan

enzim

transaminase. Peningkatan bilirubin serum, berkurangnya kadar albumin serum dan


waktu protrombin yang memanjang menunjukan bahwa terdapat kegagalan fungsi
hati yang disebabkan AHP. Alfa feto protein (AFP pada hepatoma akan mencapai
kadar >500 ng/ml).
c. USG, sukar membedakan antara abses hati amebik (AHA) dan abses hati piogenik
(AHP), struktur hipoekoik sampai cairan (anekoik) dengan adanya bercak-bercak
hiperekoik di dalamnya. Tepinya tegas, ireguler yang makin lama makin bertambah
3

tebal. Sedangkan hasil USG pada hepatoma adalah lesiya bisa soliter maupun
multiple, relatif hipoekoik dengan adanya area-area anekoik (cairan) sebagai akibat
nekrosis dan terdapat permukaan hati yang bergelombang (humps sign).
d. CT Scan, pada abses hepar lebih sering terjadi pada lobus kanan dan pada CT Scan
tampak sebagai lesi densitas rendah dan seringkali menunjukan penguatan yang
menyerupai cincin di bagian perifer setelah penyuntikan kontras intravena. Kadangkadang, gas terlihat di bagian sentral dari lesi hati memastikan diagnosis abses.
e. Foto toraks dan foto polos abdomen pada abses hepar maka didapatkan gambaran
diafragma kanan meninggi, efusi pleura, atelektasis basiler, empiema atau abses paru.
f. Pungsi abses. Pada pungsi abses di hepar, apabila didapatkan cairan berwarna tengguli
(coklat merah tua) maka diagnosisnya adalah AHA sedangkan apabila yang
didapatkan cairan pus (coklat muda) maka diagnosisnya adalah AHP.
g. Tes serologi ameba (AHA), Kultur darah (AHP). 1,4,5

Diagnosis Banding
a. Abses hati piogenik (AHP). Abses hati merupakan infeksi pada hati yang disebabkan
oleh infeksi bakteri, parasit, jamur, yang berasal dari sistem gastrointestinal dan bilier
yang ditandai dengan proses supurasi dengan pembentukan pus, yang terdiri dari
jaringan hati nekrotik, sel inflamasi, dan sel darah dalam parenkim hati.
AHP biasanya terjadi pada usia yang lebih tua dibanding AHA dan lebih sering
menyerang pria. Abses hepar piogenik paling banyak disebabkan oleh bakteri gram
negatif, yang terbanyak yaitu Escherichia coli, Klebsiella Pnemoniae, juga terjadi
akibat komplikasi apendisitis ataupun dari sistem billiarisManifestasi klinis AHP
biasanya lebih berat dari pada abses hati amebik. Dicurigai adanya AHP apabila
ditemukan sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang ditandai
dengan jalan membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya.
Demam/panas tinggi merupakan keluhan paling utama dengan tipe remiten,
intermiten atau febris kontinu, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas
abdomen (68 %), mual dan muntah (39%), berat badan menurun (46%). Setelah
pemakain antibiotik yang adekuat, gejala dan manifestasi klinis AHP adalah malaise,
demam yang tidak terlalu tinggi dan nyeri tumpul pada abdomen yang menghebat
dengan adanya pergerakan. Apabila abses hati piogenik letaknya dekat dengan
diafragma, maka akan terjadi iritasi diafragma sehingga terjadi nyeri pada bahu
sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektasis. Gejala lainnya adalah rasa mual dan
muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan, kelemahan badan,
ikterus, buang air besar berwarna seperti kapur dan buang air kecil berwarna gelap.
4

Pemeriksaan fisik yang didapatkan febris biasa hingga demam/panas tinggi, pada
palpasi terdapat hepatomegali serta perkusi terdapat nyeri tekan hepar, yang
diperberat dengan adanya pergerakan abdomen, splenomegali didapatkan apabila
AHP telah menjadi kronik, selain itu bisa didapatkan asites, ikterus serta tanda-tanda
hipertensi portal. Adanya ikterus pada 24-52 % kasus biasanya menunjukkan adanya
penyakit sistem bilier yang disertai kolangitis dengan prognosis yang buruk.
Diagnosis AHP berdasarkan penyebab yang artinya dengan menemukan bakteri
penyebab pada pemeriksaan kultur hasil aspirasi dan ini merupakan standar emas
untuk diagnosis. 1,2
b. Hepatoma. Merupakan tumor ganas primer yang berasal dari hepatosit. Di Indonesia
HCC dtemukan tersering pada usia tua sekitar umur 50-60 tahun dengan predominasi
pada laki-laki. Mekanisme karsinogenesis HCC belum sepenuhnya diketahui.
Hepatoma mempunyai faktor resiko seperti pada penderita sirosis hati, hepatitis B dan
C, diabetes melitus, obesitas, NASH (Non-Alcoholic steato-hepatitis), penyakit hati
autoimun seperti hepatitis autoimun, dan sebagainya. Manifestasi klinisnya sangat
bervariasi, dari asimptomatik hingga yang gejala dan tandanya sangat jelas dan
disertai gagal hati. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri atau perasaan
tak nyaman di kuadran kanan atas abdomen atau teraba pembengkakan lokal di hepar
patut dicurigai menderita HCC. Keluhan gastrointestinal lain adalah anoreksia,
kembung, konstipasi atau diare. Sesak napas dapat dirasakan akibat besarnya tumor
yang menekan diafragma atau karena sudah ada metastasis di paru. Sebagian pasien
HCC sudah menderita sirosis hati, baik yang masih dalam stadium kompensasi,
maupun yang sudah menunjukkan tanda-tanda gagal hati seperti malaise, anoreksia,
penurunan berat badan dan ikterus. Temuan fisis tersering pada HCC adalah
hepatomegali (dengan/tanpa bruit hepatik), splenomegali, asites, ikterus, demam dan
atrofi otot. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan kadar AFP serum >500 ng/mL
disertai dengan pemeriksaan USG abdomen yang menunjang adanya karsinoma hepar
dan CT atau MRI yang menunjukkan daerah hipervaskularisasi arterial dari nodul.1

Diagnosis Kerja

Abses hati amebik (AHA). Abses hati amebik (AHA) merupakan salah satu komplikasi
amebiasis ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropis/subtropik termasuk di
Indonesia. Abses hepar amebik lebih sering terjadi di daerah endemik negara berkembang
dibandingkan abses hepar piogenik. Abses hepar amebik terutama disebabkan oleh
Entamoeba Histolytica, yang merupakan komensal di lumen usus besar. AHA lebih sering
menyerang pada usia yang lebih muda dibanding AHP dan sering juga menyerang laki-laki
dibandingkan perempuan. Umumnya gejalanya sama dengan AHP akan tetapi tidak seberat
seperti pada AHP. Pada AHA demamnya tidak terlalu tinggi dan leukositosis ringan. Pada
AHA umumnya absesnya soliter tetapi pada AHP absesnya multiple. Untuk memastikannya
juga dapat dilakukan tes serologi ameba.6,7

Etiologi
Abses hati amebik (AHA) merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal, paling
sering terjadi di daerah tropis/subtropis. AHA lebih sering terjadi endemik di negara
berkembang dibandingkan dengan AHP. AHA terutama disebabkan oleh Entamoeba
histolytica yang merupakan komensal di lumen usus besar.7

Epidemiologi
Abses hati pada umumnya lebih sering pada pria dibandingkan wanita dan berhubungan
dengan sanitasi yang jelek, status ekonomi rendah dan gizi buruk. Pada negara berkembang,
abses hati amebik (AHA) didapatkan secara endemik dibandingkan AHP. AHA biasanya
menyerang usia yang lebih muda dibandingkan AHP. Dan penularannya melalui fekal-oral
ataupun lewat vekor.6,7

Patofisiologi
Penularan abses hepar amebik terjadi secara fekal-oral, dengan masuknya kista infektif
bersama makanan atau minuman yang tercemar tinja penderita atau tinja karier amebiasis.
Di dalam usus, oleh pengaruh enzim tripsin dinding kista pecah dan keluarlah trofozoit.
Bentuk trofozoit dapat menginvasi jaringan, amoeba dapat menjadi patogen dengan
mensekresi enzim cysteine protease, sehingga dapat melisiskan jaringan maupun eritrosit dan
menyebar ke seluruh organ secara hematogen.
Amoeba yang masuk ke submukosa memasuki kapiler darah, ikut dalam aliran darah melalui
vena porta ke hati. Di hati Entamoeba Histolytica mensekresi enzim proteolitik yang
melisiskan jaringan hati dan membentuk abses. Didaerah sentral dari abses terjadi pencairan
yang berwarna coklat kemerahan, yang disebut anchovy sauce yang terdiri dari jaringan
6

hati nekrotik dan berdegenerasi. Amoebanya dapat ditemukan pada dinding abses dan sangat
jarang ditemukan di dalam cairan di bagian sentral abses. Kira-kira 25 % abses hati amoebik
mengalami infeksi sekunder sehingga cairan absesnya menjadi purulen dan berbau busuk.7

Manifestasi Klinis
Keluhan yang timbul dapat bermacam-macam. Gejala dapat timbul secara mendadak
(bentuk akut), atau secara perlahan-lahan (bentuk kronik). Dapat timbul bersamaan dengan
stadium akut dari amebiasis intestinal atau berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun
setelah keluhan intestinal sembuh.
Pada bentuk akut, gejalanya lebih nyata dan biasanya timbul dalam masa kurang dari
3 minggu. Keluhan yang sering diajukan yaitu rasa nyeri di perut kanan atas. Rasa nyeri
terasa seperti tertusuk tusuk dan panas, demikian nyerinya sampai ke perut kanan. Dapat
juga timbul rasa nyeri di dada kanan bawah, yang mungkin disebabkan karena iritasi pada
pleura diafragmatika. Pada akhirnya dapat timbul tanda tanda pleuritis. Rasa nyeri
pleuropulmonal lebih sering timbul pada abses hepatis jika dibandingkan dengan hepatitis.
Rasa nyeri tersebut dapat menjalar ke punggung atau skapula kanan. Pada saat timbul rasa
nyeri di dada dapat timbul batuk batuk. Keadaan serupa ini timbul pada waktu terjadinya
perforasi abses hepatis ke paru paru. Sebagian penderita mengeluh diare. Hal seperti itu
memperkuat diagnosis yang dibuat.
Gejala demam merupakan tanda yang paling sering ditemukan pada abses hepar.
Gejala yang non spesifik seperti menggigil, anoreksia, mual dan muntah, perasaan lemah
badan dan penurunan berat badan merupakan keluhan yang biasa didapatkan. Lebih dari 90
% didapatkan hepatomegali yang teraba nyeri tekan. Hati akan membesar kearah kaudal atau
kranial dan mungkin mendesak kearah perut atau ruang interkostal. Pada perkusi diatas
daerah hepar akan terasa nyeri. Konsistensi biasanya kistik, tetapi bisa pula agak keras seperti
pada keganasan. Pada tempat abses teraba lembek dan nyeri tekan. Dibagian yang ditekan
dengan satu jari terasa nyeri, berarti tempat tersebutlah tempatnya abses. Abses yang besar
tampak sebagai massa yang membenjol didaerah dada kanan bawah. Batas paru-paru hepar
meninggi. Ikterus jarang terjadi, kalau ada biasanya ringan. Gambaran klinik abses hati
amebik mempunyai spektrum yang luas dan sangat bervariasi, hal ini disebabkan lokasi
abses, perjalanan penyakit dan penyulit yang terjadi.1

Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Metronidazole adalah amebisid jaringan yang saat ini merupakan pilihan
pertama. Dosisnya bervariasi antara 3x750 mg hingga 3x800 mg per-hari selama 10
hari. Amebisid jaringan lainnya ialah klorokuin. Dosis yang diberikan 600 mg
klorokuin basa (4 tablet), lalu 6 jam kemudian 300 mg (2 tablet) selanjutnya 2x150
mg/hari selama 28 hari. Cara lain adalah klorokuin 1 gr/hari (4 tablet) selama 2 hari,
diteruskan 500 mg/hari (2 tablet) sampai 21 hari.
b. Aspirasi terapeutik dilakukan dengan tuntunan USG
Indikasi: Abses yang dikhawatirkan akan pecah; Dalam 48-72 jam tidak
respons terhadap terapi medikamentosa; Abses di lobus kiri karena abses disini mudah
pecah ke rongga perikardium atau peritoneum; Abses dengan serologi ameba
negative; Abses multiple
c. Tindakan pembedahan jarang dilakukan karena mortalitas tinggi
Indikasi: Abses yang sangat besar dan menonjol ke dinding abdomen atau
ruang interkostal; Bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil; Ruptur abses
ke dalam rongga pleura/ intraperitoneal/ prekardial.
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan adalah seperti ukuran abses, hipoalbuminemia dan
juga anemia.7

Komplikasi
Komplikasi yang paling sering adalah ruptur abses sebesar 5-5,6%. Ruptur dapat
terjadi ke pleura, paru, perikardium, usus, intraperitoneal, atau kulit. Kadang-kadang dapat
terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase. Saat diagnosis ditegakkan,
menggambarkan keadaan penyakit yang berat, seperti peritonitis generalisata dengan
mortalitas 6-7%, kelainan pleuropulmonal, gagal hati, perdarahan ke dalam rongga abses,
hemobilia, empiema, fistula hepatobronkial, ruptur ke dalam perikard atau retroperitoneum.
Sesudah mendapat terapi, sering terjadi diatesis hemoragik, infeksi luka, abses rekuren,
perdarahan sekunder dan terjadi rekurensi atau reaktivasi abses.7

Prognosis
8

Mortalitas abses hati piogenik yang diobati dengan antibiotika yang sesuai bakterial
penyebab dan dilakukan drainase adalah 10-16%. Prognosis buruk apabila terjadi
keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil kultur darah yang memperlihatkan
bakterial penyebab multipel, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus,
hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit lain.7

Kesimpulan
Laki-laki berusia 38 tahun tersebut menderita abses hati amebik (AHA). Terdapat nyeri tekan
pada sisi kanan atas dibawah dada. Tanda spesifik pada abses hati adalah orang tersebut
mengeluh nyeri saat tidur terlentang dan membaik sat membungkuk, dimana meupakan tanda
spesifik dari abses hati sehingga apabila orang tersebut berjalan maka agak sedikit
membungkuk dan memegang daerah yang sakit tersebut. Pada pemeriksaan fisik tidak
terdapat demam sedangkan pada abses hati piogenik justru terdapar demam dan leukositosis.
Akan tetapi pada AHA tidak separah AHP. Sedangkan terdapat nyeri tekan pada sisi kanan
atas dibawah dada.

Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Ed 5 (1). Jakarta: Interna Publishing; 2010. h. 25-7, 685-94.
2. Bickley LS. Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Ed 8. Jakarta: EGC; 2009. h.
344-7.
3. Sutarto AS, dkk. Radiologi diagnostik. Ed 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2005. h.
469.
4. Halim SL, Iskandar I, Edward H, Kosasih R,, Sudiono H. Patologi klinik kimia klinik.
Jakarta: Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran UKRIDA; 2013. h. 120.
5. Patel PR. Radiologi. Ed 2. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2005. h. 144-6.
9

6. Sulaiman A, Akbar N, Lesmana LA, Noer MS. Buku ajar ilmu penyakit hati. Ed 1.
Jakarta: Jayabadi; 2007. h. 487-92.
7. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterologi. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran
UKRIDA; 2013. h. 181-5.

10

Você também pode gostar