Você está na página 1de 3

ARTIKEL TENTANG BORAKS

Makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat akhir-akhir ini tidak


lagi dapat dikatakan bebas dari bahaya fisik, kimia maupun biologi. Salah satu
contoh adalah penggunaan bahan-bahan tambahan kimia sebagai bentuk pola
hidup atau gaya hidup masyarakat yang menghendaki segala sesuatu serba cepat
dan praktis sehingga menjadikan masyarakat berbuat diluar batas. Seringkali
ditemukan dalam makanan terdapat bahan tambahan makanan berupa pengawet
diluar dosis yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Menurut Harsojo dan Kadir (2013) bahwa bahan tambahan makanan yang
juga sering digunakan adalah boraks dengan nama kimianya sodium tetraborat
deksahidrat dan senyawa kimia turunan dari logam berat boron (B). Senyawa
tersebut sedikit larut dalam air dingin dan sangat larut dalam air panas. Komposisi
dan bentuk asam borat mengandung 99,0% dan 18 100% H3BO3. Mempunyai
bobot molekul 61,83 dengan B = 17,50% ; H = 4,88% ; O = 77,62% berbentuk
serbuk hablur kristal transparan atau granul putih tak berwarna dan tak berbau
serta agak manis (Cahyadi, 2008). Sifat fisik boraks meliputi: tidak berwarna
(putih), bentuk kristal dan powder (tepung halus). Selain itu Riandini (2008)
menyatakan bahwa karekteristik boraks antara lain sebagai berikut:
a) Warna adalah jelas bersih
b) Kilau seperti kaca
c) Kristal ketransparanan adalah transparan ke tembus cahaya
d) Sistem hablur adalah monoklin
e) Perpecahan sempurna di satu arah
f) Warna lapisan putih
g) Mineral yang sejenis adalah kalsit, halit, hanksite, colemanite, ulexite dan
garam asam bor yang lain.
h) Karakteristik yang lain: suatu rasa manis yang bersifat alkali.
Namun kini, penggunaan bahan tambahan makanan ini sudah tidak lagi
diizinkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Dalam Peraturan Menteri
Kesehatan No. 722/ MenKes/Per/IX/1988 boraks dinyatakan sebagai bahan

berbahaya dan dilarang untuk digunakan dalam pembuatan makanan. Dalam


makanan boraks akan terserap oleh darah dan disimpan dalam hati. Karena tidak
mudah larut dalam air boraks bersifat kumulatif. Boraks bersifat toksik untuk
semua sel dan jaringan termasuk ginjal. Dapat menimbulkan radang pada saluran
pencernaan, degenerasi/pengecilan hati, pembengkakan pada otak (Mahdi, 2013).
Boraks dipakai sebagai antiseptik (penghapus hama), bahan pembersih,
pelunak air, zat antikarat, sebagai bahan solder, bahan gigi palsu, namun kini
disalahgunakan sebagai pengawet makanan. Selain itu, boraks juga dapat
menimbulkan efek racun pada manusia, tetapi mekanisme toksisitasnya tidak
langsung dirasakan. Boraks yang terdapat dalam makanan akan diserap oleh tubuh
dan disimpan secara kumulatif dalam hati, otak, atau testis (buah zakar), sehingga
dosis boraks dalam tubuh menjadi tinggi . Pada dosis cukup tinggi, boraks dalam
tubuh akan menyebabkan timbulnya gejala pusing-pusing, muntah, mencret, dan
kram perut. Menurut Mahdi (2013) tanda-tanda keracunan boraks yaitu badan
lesu, berat badan turun, sering muntah- muntah, diare ringan, pada kulit timbul
bercak- bercak, rambut rontok, kejang- kejang dan anemia. Penggunaan boraks
terlalu berlebihan dapat menimbulkan efek samping jangka panjang berupa
karsinogenik. Hal itu dibuktikan dari hasil percobaan dengan tikus menunjukkan
bahwa boraks bersifat karsinogenik. Selain itu boraks juga dapat menyebabkan
gangguan pada bayi, gangguan proses reproduksi, menimbulkan iritasipada
lambung, dan menyebabkan gangguan pada ginjal, hati, dan testis (Suklan , 2002).
Boraks merupakan senyawa yang bisa memperbaiki tekstur makanan,
sehingga menghasilkan tekstur dan bentuk yang bagus, misalnya bakso dan
krupuk. Bakso yang menggunakan borak, memliki kekenyalan khas, berbeda
dengan bakso yang kandungan dagingnya tinggi . Uji adanya kandungan boraks
pada makanan secara mudah dan cepat dengan menggunakan larutan Reagent
BMR produksi BioChem (Mahdi, 2013).
Ada berbagai metode yang dapat digunakan untuk menguji kandungan
boraks pada makanan. Uji tersebut dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu uji
kandungan boraks secara kualitatif dan uji kandungan boraks secara kuantitatif.
Uji kandungan boraks secara kualitatif hanya mampu menunjukkan apakah suatu

bahan makanan mengandung boraks atau tidak tanpa mampu menunjukkan


seberapa banyak kandungan boraks di dalamnya. Uji secara kuantitatif selain bisa
menujukkan apakah suatu makanan mengandung boraks atau tidak juga
menunjukkan berapa besar kandungan boraks tersebut (Rohman dan Sumantri,
2007). Uji kandungan boraks secara kualitatif meliputi metode sentrifugasi,
metode eazy test boraks sedangkan uji kuantitatif meliputi metode titimetri.

DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, W. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan Edisi
2 Cetakan I. Jakarta: Bumi Aksara.
Dirjen
POM.
1988.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
722/Menkes/Per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan. Jakarta:
Depertemen Kesehatan Republik Indonesia.
Harsojo dan Kadir I. Penggunaan Formalin dan Boraks serta Kontaminasi Bakteri
pada Otak-Otak. Jurnal Iptek Nuklir Genendra !6(1): 9-17.
Mahdi, Chanif. 2013. Mengenal Bahaya Formalin, Boraks dan Pewarna
Berbahaya dalam Makanan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Riandini, N. 2008. Bahan Kimia dalam Makanan dan Minuman. Bandung: Shakti
Adiluhung.
Rohman, A. dan Sumantri. 2007. Analisis Makanan. Bandung : Institut Teknologi
Bandung.
Suklan, H. Apa dan Mengapa Boraks Dalam Makanan. Penyehatan Air dan
Sanitasi (PAS). Vol IV Nomor 7.

Você também pode gostar