Você está na página 1de 15

Bab I

Pendahuluan
1.1.

Latar Belakang
Kondisi genting dalam situasi krisis menempatkan perempuan dan anak-anak,
yang merupakan 80 % dari 35 juta pengungsi dunia sebagai pengungsi, rentan terhadap
kekerasan seksual dan rentan tertular infeksi menular seksual dan HIV. Ini didasarkan
pada tidak dimilikinya rincian pelayanan dasar terhadap wanita , pria, dan anak-anak
terhadap akses kesehatan dan obat-obatan, termasuk kurangnya pasokan dassr (sandangpangan-papan). Meskipun kemajuan terus dilakukan dalam mengatasi kebutuhan pria,
wanita, dan anak-anak dalam situasi krisis, kesenjangan tetap terus terjadi.
Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) adalah merupakan salah satu komponen
dari kesehatan reproduksi. KRR bukan merupakan intervensi prioritas di dalam PPAM,
karena PPAM difokuskan pada kegiatan penyelamatan nyawa serta mencegah kesakitan,
kecacadan dan kematian. Meskipun KRR bukan merupakan dari PPAM, tapi pengetahuan
dan pemahaman tentang isu KRR akan bermanfaat untuk diterapkan pada situasi bencana
apabila tersedia sumber daya manusia yang mencukupi atau apabila situasi mulai stabil.
Remaja memiliki kebutuhan khusus disetiap situasi dan setiap kelompok umur di
masyarakat, memiliki masalah dan kebutuhan yang berbeda. Pada situasi pengungsian
dimana umumnya sulit untuk mendapatkan pelayanan Kespro dasar untuk seluruh
msayarakat, maka petugas kesehatan harus juga mempertimbangkan dan memenuhi
kebutuhan remaja apabila sumber daya manusia dan kondisi memungkinkan atau ketika
kondisi sudah mulai stabil. Remaja sangat fleksibel memiliki sumberdaya dan energik,
mereka dapat membantu sesamanya dengan konseling pendidikan dan mereka dapat
membantu petugas kesehatan secara sukarela.

1.2.

Tujuan
a. Tujuan Umum
Setelah mempelajari materi ini diharapkan dapat memahami tentang kesehatan
reproduksi remaja pada situasi darurat bencana.

b. Tujuan Khusus
Setelah mempelajari materi ini mahasiswa mampu mengerti dan memahami
mengenai:
1. Kesehatan Reproduksi Pengungsi
2. PPAM Kesehatan Reproduksi
3. Remaja Pada Situasi Pengungsian
4. Prinsip Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja
5. Menilai Kebutuhan Kesehatan Reproduksi Remaja
6. Cara Menanggapi Kebutuhan Kesehatan Reproduksi Remaja
7. Program Berbasis Masyarakat dan Pendidik Sebaya
8. Pertimbangan-Pertimbangan Ketika Menyusun Program untuk Remaja
1.3.

Manfaat
1. Penulis
Menambah pengetahuan dan pemahaman tentang kesehatan reproduksi remaja pada
krisis kesehatan.
2. Institusi Pendidikan
Menambah referensi dalam bidang pendidikan sehingga dapat menyiapkan caloncalon bidan yang berkompeten khususnya dalam kesehatan reproduksi remaja pada
krisis kesehatan yang terjadi pada bencana.
3. Pembaca
Memberikan tambahan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja pada krisis
kesehatan.

Bab II
Pembahasan
2.1 KESEHATAN REPRODUKSI PENGUNGSI
a. Kesehatan Reproduksi
Keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh dan bukan hanya bebas dari
penyakit dan kecacatan, dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem
reproduksi serta prosesnya.
b. Hak Kesehatan Reproduksi Pengungsi
1. Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan fisik dan mental
2. Hak untuk memperoleh akses pelayanan kesehatan
3. Hak untuk reproduksi (seimbang laki-laki-perempuan)
4. Hak untuk mendapatkan informasi terkait kesehatan reproduksi
5. Hak untuk menikah dan mencari keluarga yg hilang
c. Kebutuhan dalam Pelayanan Kesehatan Reproduksi
1) Risiko peningkatan kekerasan seksual
2) Risiko peningkatan penularan IMS/HIV
3) Kehamilan yang tidak diinginkan
4) Komplikasi kehamilan
5) Tempat persalinan kurang memadai
6) Kurangnya akses pelayanan gawat darurat obstetric yang komprehensif
2.2 PPAM KESEHATAN REPRODUKSI
Paket Layanan Awal Minimum (PPAM) untuk Kesehatan Reproduksi adalah
seperangkat kegiatan prioritas terkoordinasi yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan
kesehatan reproduksi penduduk pada permulaan suatu keadaan darurat. PPAM juga
menentukan layanan kesehatan reproduksi manakah yang paling penting untuk mencegah
kesakitan dan kematian, menangani akibat dari kekerasan seksual, khususnya di kalangan
perempuan dan anak-anak perempuan dalam situasi bencana.
Sejak awal respon di setiap situasi bencana sektor kesehatan harus menetapkan satu
organisasi sebagai koordinator kesehatan reproduksi. Bisa berupa sebuah LSM
internasional, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) atau lembaga PBB,h arus segera
menugaskan seorang petugas kesehatan reproduksi tetap untuk jangka waktu minimal tiga
3

bulan guna memberi dukungan teknis dan operasional kepada mitra kesehatan dan untuk
memastikan bahwa kesehatan reproduksi adalah prioritas serta mencapai cakupan yang
baik untuk layanan PPAM.
1. Mencegah kekerasan seksual
Kekerasan seksual telah dilaporkan dari kebanyakan situasi darurat bencana, termasuk
yang disebabkan oleh bencana alam. Semua pelaku dalam situasi kemanusiaan harus
menyadari risiko kekerasan seksual dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan
multisektoral untuk mencegah dan melindungi penduduk yang terdampak, khususnya
perempuan dan anak perempuan.
2. Transfusi darah yang aman
Penggunaan darah secara rasional dan aman untuk transfusi darah sangat penting
untuk mencegah penularan HIV dan infeksi-infeksi lain yang dapat menular melalui
transfusi (TTI/Transfusion-Transmissible Infection) seperti hepatitis B, hepatitis C
dan sifilis. Jika darah yang tercemar HIV ditransfusikan, maka penularan HIV kepada
penerima hampir 100%. Transfusi darah tidak boleh dilakukan jika fasilitas,
perlengkapan dan staf yang terlatih tidak ada.
3. Membuat kondom gratis tersedia
Kondom merupakan metode perlindungan
penting untuk mencegah penularan HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS) lainnya.
Meskipun tidak semua orang tahu tentang kondom, dalam kebanyakan populasi ada
beberapa orang yang akan menggunakan kondom. Pastikan bahwa kondom untuk
lakilaki dan perempuan tersedia sejak hari-hari permulaan respon kemanusiaan dan
pesan segera persediaan kondom untuk laki-laki dan perempuan yang berkualitas baik
dalam jumlah yang cukup .
6. Rencanakan untuk mengintegrasikan layanan kesehatan reproduksi komprehensif ke
dalam layanan kesehatan dasar
Mulailah merencanakan integrasi kegiatan kesehatan reproduksi komprehensif
ke dalam pelayanan kesehatan dasar pada fase awal respon darurat. Jika tidak
dilakukan, ini dapat menyebabkan penundaan yang tidak perlu dalam penyediaan
layanan ini, yang meningkatkan risiko terjadinya kehamilankehamilan yang tidak
diinginkan, penularan IMS (infeksi menular seksual), komplikasi dalam kekerasan
berbasis gender, serta kesakitan dan kematian pada ibu dan bayi baru lahir.

Untuk merancang suatu program layanan kesehatan reproduksi yang


komprehensif dan terintegrasi ke dalam pelayanan kesehatan dasar. para petugas
kesehatan reproduksi dan manajer program kesehatan reproduksi harus bekerja dalam
sektor/cluster kesehatan untuk:
a. memesan peralatan dan bahan kesehatan reproduksi
b. mengumpulkan data latar belakang yang ada
c. mengidentifikasi tempat yang sesuai untuk menyelenggarakan layanan kesehatan
reproduksi yang komprehensif di masa depan
d. menilai kapasitas staf untuk memberikan layanan kesehatan reproduksi yang
komprehensif dan membuat rencana untuk pelatihan/pelatihan kembali.
7. Pemesanan peralatan dan perlengkapan kesehatan reproduksi
Setelah pelayanan awal minimum kesehatan reproduksi berjalan, bekerjalah
bersama piha-kpihak yang berwenang di bidang kesehatan dan melalui sektor/cluster
kesehatan untuk menganalisa situasi, membuat estimasi penggunaan obat-obatan dan
bahan habis pakai, menilai kebutuhan penduduk dan memesan lagi perlengkapan
sesuai kebutuhan. Hindari pemesanan RH kits yang terus menerus. Memesan supply
kesehatan reproduksi berdasarkan permintaan akan lebih menjamin keberlanjutan
program kesehatan reproduksi dan menghindari kekurangan beberapa perlengkapan
maupun kelebihan perlengkapan lain yang tidak digunakan dalam situasi yang ada.
Pemesanan lebih lanjut untuk supply kesehatan reproduksi dapat dilakukan
melalui jalur supply medis yang biasa di negara bersangkutan. Juga pertimbangkan
jalur pengadaan yang digunakan oleh LSM atau melalui Cabang Layanan Pengadaan
UNFPA (UNFPA Procurement Services Branch)
2.3 REMAJA PADA SITUASI PENGUNGSIAN
Remaja umumnya memiliki kemampuan adaptasi yang lebih baik terhadap situasi baru
dibandingkan dengn orang tua mereka. Mereka dapat belajar beradaptasi dalam sistem
tertentu lebih cepat untuk memahami dan memenuhi kebutuhan mereka. Hal-hal yang
perlu diperhtikan adalah :
1. Remaja membutuhkan waktu untuk memiliki hubungan dekat yang khusus
Pada situasi normal sebagian informasi diperolah dari teman sebaya dan dari tokoh
panutan dilingkungan keluarga atau masyarakat remaja tersebut. Petugas kesehatan

kemungkinan dapat menjadi tokoh panutan penting bagi remaja pengaruh potensial ini
harus disadari oleh petugas kesehatan.
2. Remaja sering tidak memiliki orientasi masa depan yang jelas hal ini dapat
diperburuk oleh status mereka sebagai pengungsi
Kegiatan yang memberikan kesempatan bagi remaja untuk melihat masa depan akan
membantu mereka dalam mempertimbangkan konsekuensi kegiatan seksual yang
tidak aman dan mereka harus bertanggung jawab atas kegiatan yang telah mereka
lakukan
3. Perilaku remaja di daerah pengungsi mungkin tidak menjadi subjek perhatian
yang sama dengan situasi kondisi normal
Perpisahan dari orang tua dan tradisi dapat menyebabkan situasi yang kurang
terkontrol secara sosial, hal ini menyebabkan resiko yang lebih tinggi terhadap
kehamilan remaja, infeksi menular seksual (IMS), penyalahgunaan obat, kekerasan,
dan sebagainya.
4. Remaja tidak homogen
Kebutuhan remaja sangat bervariasi sesuai usia, jenis kelamin, pendidikan, status
pernikahan dan karakteristik psikososial. Remaja wanita lebih rentan terhadap
masalah kespro umum daripada laki-laki dan mereka menanggung hampir semua
konsekuensinya. Remaja berusia 10-14 tahun memiliki kebutuhan yang berbeda
dengan kelompok yang berusia 16-18 tahun. Beberapa budaya mengharapkan
pernikahan seorang gadis pada usia 14 tahun sedangkan menurut budaya lain hal ini
tidak dapat diterima.
5. Remaja mengalami masa pubertas
Periode dalam perkembngn remaja yang terjadi pada usia 10-12 tahun untuk
perempuan dan 12-15 tahun untuk laki-laki. Pada masa ini terjadi pematangan alat
reproduksi yang ditandai dengan menstruasi pada perempuan dan mimpi basah pada
laki-laki. Petugas kesehatan dapat memberikan kejelasan untuk menjaga kebersihan
mereka (mengganti pembalut, membersihkan kelamin saat mandi) selama menstruasi
dan menghindari kehamilan sebelum nikah.
6. Di negara dengan tingkat prevalensi IMS/HIV tinggi, remaja merupakan
kelompok yang paling rentan
Ketidakberdayaan perempuan atas kehidupan seksual dan reproduksi mereka
menyebabkan memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap kehamilan yang tidak

diinginkan, aborsi yang tidak aman, infeksi IMS/HIV semua ini sering terjadi di
daerah pengungsian.
2.4 PRINSIP PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA
Layanan kesehatan dapat memegang peranan penting dalam mempromosikan dan
melindungi kesehatan remaja. Meskipun demikian, terdapat banyak sekali bukti bahwa
remaja melihat layanan kesehatan yang tersedia sebagai layanan yang tidak merespon
terhadap kebutuhan mereka. Remaja tidak mempercayai layanan dan menghindari
penggunaan layanan atau hanya mencari pertolongan ketika mereka sudah putus asa dan
memerlukan perawatan. Salah satu strategi penting dalam memfasilitasi akses remaja
terhadap layanan kesehatan reproduksi dan penggunaan layanan kesehatan reproduksi
oleh remaja adalah memastikan bahwa layanan yang tersedia berkualitas tinggi dan
ramah remaja. Pada saat yang sama, remaja perlu dibuat menyadari tentang keberadaan
layanan ramah remaja. Layanan kesehatan reproduksi ramah remaja memiliki
karakteristik-karakteristik yang membuatnya lebih responsif terhadap kebutuhan
kesehatan reproduksi khusus dari remaja, termasuk penyediaan kontrasepsi, kontrasepsi
darurat, layanan aborsi aman, diagnosis dan pengobatan IMS, konseling, test dan
perawatan HIV serta layanan kehamilan dan pasca kehamilan.
Prinsip utama untuk dapat bekerja secara efektif dengan remaja adalah dengan
mendorong partisipasi, kemitraan dan kepemimpinan remaja. Akibat adanya hambatanhambatan yang dihadapi remaja ketika mengakses pelayanan kespro, mereka harus
terlibat dalam semua aspek penyusunan program. Misalnya, akan sangat membantu jika
dapat mengidentifikasi remaja yang dapat berperan sebagai pemimpin muda atau
pendidik sebaya di komunitas mereka.
Para pemuda ini akan membantu mengungkap kebutuhan teman sebaya mereka
selama perancangan program dan dapat membantu implementasi kegiaan-kegiatan
seperti, pendidikan sebaya, monitoring pelayanan kesehatan yang peduli remaja dan
rujukan ke konselor untuk masalah kekerasan berbasis gender. Pelayanan akan lebih dapat
diterima jika pelayanan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan yang
diidentifikasi oleh remaja itu sendiri.
Meningkatkan partisipasi mereka sebagai sebuah kelompok, remaja umumnya
mempunyai kebiasaan yang berlaku dengan norma dan nilai tertentu. Mereka mungkin
tidak akan menanggapi pelayanan kesehatan yang dirancang untuk orang dewasa mereka

berada pada suatu tahap dimana mereka membutuhkan kemampuan untuk mengontrol
tubuh dan kesehatannya.
Pada saat yang sama karena usia yang relatif muda dan relatif tidak berpengalaman
mereka membutuhkan bimbingan sensitif dan meyakinkan, cara yang paling baik untuk
mendukung remaja bertpartisipasi adalah dengan mengembangkan kemitraan antara
mereka dengan tenaga kesehatan di bawah bimbingan dan tanggung jawab orang tua.
Pelayanan peduli remaja akan lebih diterima jika dirancang sesuai dengan ketersediaan
waktu mereka.
Prinsip lain yang perlu diingat sebagai berikut :
1. Petugas kesehatan harus 4s (senyum salam, sapa, sabar) memahami hal-hal sensitif,
dan memiliki informasi mengenai pelayanan untuk remaja. Tokoh masyarakat dan
orang tua dapat dilibatkan dalam mengembangkan program yang ditargetkan untuk
remaja. Petugas kesehatan dengan budaya yang sama akan lebih diterima dalam
memberikan pelayanan dibandingkan dengan petugas yang berasal dari luar.
2. Program yang disusun harus mendukung kepemimpinan dan komunikasi sebaiknya
dilakukan oleh dengan teman sebaya (peer educator) teman sebaya dianggap sebagai
sumber informasi yang aman dan terpecaya.
3. Remaja harus dijamin mendapat penanganan kespro yang memadai serta
membutuhkan bantuan berupa pelayanan kespro khusus untuk kasus-kasus kekerasan
seksual dan aborsi yang tidak aman.
4. Remaja membutuhkan privasi, masalah yang membawa mereka ke petugas kesehatan
umumnya masalah yang membuat mereka merasa malu dan bingung. Oleh sebab itu
mereka membutuhkan ruangan konsultasi yang aman dan nyaman di tempat
pengungsian.
5. Kerahasiaan harus dijamin. Petugas kesehatan harus menjamin kerahasiaan ketika
bekerja dengan remaja dan bersikap jujur mengenai masalah kesehatan mereka.
Informasi dapat menyebar dengan sangat cepat dikalangan remaja dan jika
kerahasiaan mereka dilanggar, bahkan satu kali saja, remaja tidak akan lagi
mendatangi pelayanan yang tersedia.
6. Remaja sebaiknya di layni oleh petugas kesehatan dengan gender yang sama. Jika
memungkinka, remaja harus dirujuk ke petugas kesehatan dengan jenis kelamin yang
sama kecuali jika remaja tersebut memintaa untuk bertemu dengan petugas dari jenis
kelamin berbeda. Pastikan bahwa remaja korban / penyintas kekerasan berbasis

gender yang sedang mencari dukungan dan perawatan di fasilitas kesehatan di


dampingi oleh pendamping perempuan ketika petugas laki-laki merupakan satusatunya petugas yang ada di ruang pemeriksaan. Keberadaan pendamping ini sangat
penting ketika korban adalah remaja putri tetapi penting pula untuk memberikan
pilihan ini kepada remaja putra yang menjadi korban/ penyintas kekerasan berbasis
gender.
2.5 MENILAI KEBUTUHAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
Dengan tidak tersedianya informasi tertentu mengenai remaja, petugas kesehatan
harus berasumsi bahwa masalah kespro remaja lebih beresiko pada situasi pengungsian.
Tidak tersedianya pelayanan kesehatan dan pendidikan dan tidak adanya aturan secara
umum mengindikasikan tidak adanya proteksi dan supervis maka peningkatan kekerasan
seksual lebih besar terjadi termasuk seksual komersial demi memenuhi kebutuhan makan,
penampungan, dan perlindungan. Penting mendapatkan informasi mengenai riwayat IMS,
status kehamilan, aborsi yang tidak aman, perkosaan dan bentuk kekerasan seksual
lainnya selain itu informasi mengeni penyalahgunaan NAPZA (narkotika, psikotropika
dan adiktif) dan minuman keras dibutuhkan petugas kesehatan untuk memberikan
pelayanan konseling pada remaja yang bermasalah.
2.6 CARA MENANGGAPI KEBUTUHAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
Remaja membutuhkan informasi dasar mengenai seksual dan reproduksi, mereka juga
membutuhkan informasi mengenai bagaimana mereka dapat melindungi kespronya.
Dibeberapa tempat pengungsian, pendidikan formal selesesai setelah sekolah dasar karna
itu informasi mengenai kespro harus dikomunikasikan dengan cara yang kreatif. Berbagai
bentuk kegiatan untuk remaja seperti olahraga, pemutaran video, kelompok kerajinan
tangan dapat menjadi waktu yang tepat untuk menyebarluaskan informasi mengenai
kespro remaja yang penting bagi mereka. Kegiatan ini dapat dilakukan apabila sumber
daya manusia mencukupi atau apabila situasi sudah mulai stabil.
Telah dibuktikan bahwa pendidikan seksual menyebabkan terjadinya perilaku yang
aman dan menghindari kegiatan seksual yang lebih dini atau lebih meningkat. Karena itu,
remaja harus diberi informasi mengenai IMS/HIV/AIDS dan kehamilan dini serta
penyuluhan yang memadai. Remaja harus memiliki keterampilan tertentu untuk dapat
mengambil keputusan yang bertanggung jawab atas perilaku seksual mereka, mereka
harus mampu menolak tekanan, bersikap tegas, melakukan negosiasi dan menyelesaikan
9

konflik. Penyuluhan oleh teman sebaya dapat sangat efektif untuk memantapkan
keterampilan dan sikap ini.
Remaja yang tidak bersekolah dan dinikahkan segera setelah mendapat menstruasi
biasannya sulit untuk dijangkau namun biasanya masyarakat terkadang mengijinkan
petugas kesehatan yang berkaitan dengan persiapannya untuk menjadi orangtua. Banyak
diantara korban perkosaan dan kekerasan seksual adalah remaja putri, tetapi remaja putra
pun rentan terhadap kekersan seksual harus mendapat pelayanan kesehatan segera dan
mendapat akses terhadap lingkungan yang aman.
Daerah pengungsian, remaja putri dan putra kadang-kadang terpaksa melakukan seks
komersial semata-mata untuk kelangsungan hidup mereka. Anggota komunitas pengungsi
harus dilibatkan dalam mengidentifikasi cara untuk melindungi gadis dan perempuan
terhadap kekerasan dan pemaksaan seksual. Jika remaja hamil, penting untuk
memberikan pelayan antenatal yang baik, karena umumnya remaja yang berusia dibawah
15 tahun rentan terhadap komplikasi selama kehamilan dan persalinan. Banyak remaja
yang hamil melakukan aborsi yang tidak aman, mereka membutuhkan pelayanan jika
terjadi komplikasi aborsi tidak aman.
Trauma yang dihadapi oleh pengalaman sebagai pengungsi menyebabkan kelompok
remaja enggan mencari pelayanan untuk kesehatan seksual mereka. Tetapi mereka perlu
mengetahui bahwa pelayanan ini tersedia untuk mereka dan mereka dapat memperoleh
pelayanan dan dukungan jika mereka membutuhkannya dan mereka tidak akan dihakimi
atau dihukum.
Informasi mengenai pelayanan ini harus diletakan di tempat-tempat berkumpulnya
remaja atau diberikan melalui kegiatan sosial dan lainnya, dukungan psikososial harus
diberikan oleh penyuluh terlatih jika dibutuhkan terutama dalam kasus kekerasan seksual
dan kehamilan yang tidak diiginkan. Remaja pria juga lebih rentan terhadap penyalah
gunaan napza terlebih lagi bila remaja tersebut memiliki kepribadian yang beresiko
seperti mudah cemas, depresi, berperilaku anti social, sudah meroko diusia muda, kurang
taat beragama, atau situasi sosial mendukung penyalahgunaan.
Oleh sebab itu petugas kesehatan harus jeli terhadap perubahan fisik dan perilaku
remaja khususnya remaja pria. Selain napza dan minum-minuman keras juga sangat
berbahaya bagi keutamaan fisik dan psikis remaja pria, oleh sebab itu petugas kesehatan
seyogyanya mengenal tanda-tanda keracunan dari minuman keras.
2.7 PROGRAM BERBASIS MASYARAKAT DAN PENDIDIK SEBAYA

10

Seorang yang berpengalaman dibidang pelayanan kespro harus dilibatkan dalam


menilai dan merencanakan program. Kelompok pemuda dari berbagai usia dapat
membantu perencanaan program dan memilih pemimpin. Selain penilaian kebutuhan dan
sumber daya tersedia, kelompok yang terdiri dari petugas dan remaja dapat menyusun
kegiatan yang dibutuhkan. Perencanaan dapat menentukan mekanisme untuk mengukur
dampak kegiatan, informasi ini juga dapat menjadi panduan untuk setiap modifikasi yang
dilakukan terhadap program, remaja dilibatkan dalam evaluasi dan modifikasi program.
Remaja juga dididik untuk menjadi pendidik dan pemberi informasi bagi kelompoknya /
pendidik sebaya.
Pelayanan kespro untuk remaja akan lebih efektif dan diterima jika dikaitkan dengan
kegiatannya seperti kegiatan rekreasi atau kerja. Pusat kegiatan remaja yang dibentuk di
daerah pengungsian akan memberikan kesempatan bagi remaja untuk belajar, bertukar
pikiran, dan menerima pelayanan kesehatan remaja dapat dilakukan pada waktu pulang
sekolah atau sehabis kerja. Remaja membutuhkan ruang fisik untuk interaksi sosial
mereka. Kesempatan ini merupakan saat yang tepat untuk memberikan pelayanan
kesehatan.
Pendidikan sebaya menawarkan banyak keuntungan karena teman sebaya biasanya
dipersepsikan sebagai sumber informasi yang aman dan dapat dipercaya. Program
pendidikan sebaya yang dirancang dengan baik, didasarkan pada kurikulum dan
disupervisi dapat merupakan program yang sukses untuk meningkatkan pengetahuan,
sikap dan keterampilan remaja terkait kesehatan reproduksi dan pencegahan HIV. Untuk
memastikan kualitas dalam program pendidikan sebaya:
Memberikan pelatihan berkualitas tinggi dan intensif kepada para pendidik sebaya
yang mencakup juga assessment rutin dan memperkuat kapasitas mereka untuk
memberikan informasi yang akurat kepada teman sebayanya
Menggunakan daftar periksa/check list standar dalam pengembangan dan
implementasi program pendidikan sebaya untuk meningkatkan kualitas.

2.8

PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN
UNTUK REMAJA

11

KETIKA

MENYUSUN

PROGRAM

Sangatlah penting bahwa manajer program mengingat faktor-faktor yang mungkin


meningkatkan kerentanan remaja selama suatu kondisi darurat berikut ini:
Remaja putri memiliki kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
remaja putra: Perbedaan kekuatan dalam hubungan antara pria dan wanita yang
sudah ada sebelumnya dapat menjadi semakin tajam dalam suatu keadaan darurat.
Remaja putri seringkali diharapkan untuk mempertahankan normanorma sosial dan
budaya seperti patuh pada pria, merawat keluarga, tinggal di rumah dan menikah di
usia muda. Terlebih lagi, perubahan dimensi-dimensi kekuasaan yang terjadi sebagai
akibat dari percampuran populasi pengungsi dan populasi tuan rumah dapat
menempatkan remaja putri dalam risiko yang lebih tinggi. Kesulitan ekonomi akan
menyebabkan peningkatan eksploitasi seperti perdagangan manusia dan seks komersial
atau pertukaran seks dengan keperluan lain, dengan risiko-risiko kesehatan reproduksi
terkait (HIV, IMS, kehamilan dini dan aborsi tak aman). Remaja putri rentan terhadap
kekerasan yang berbasis gender termasuk kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah
tangga, sunat perempuan dan pernikahan dini yang dipaksakan. Risiko kehamilan bagi
seorang remaja putri dapat menjadi lebih parah dengan kondisi-kondisi kesehatan yang
telah ada sebelumnya seperti anemia. Remaja putri yang menikah muda seringkali
tidak memiliki suara dan kekuasaan untuk membuat keputusan dalam rumah tangga
akibat ketidaksetaraan kedudukan dengan suami.
Norma sosial dan dukungan sosial seringkali terganggu dalam suatu situasi
krisis: Terganggunya struktur sosial dapat bersifat melindungi jika praktek-praktek
bahaya menjadi terhenti tetapi dapat juga memunculkan risiko bagi kesehatan remaja.
Penggunaan waktu luang remaja dalam kondisi krisis mungkin tidak akan terawasi
seketat dalam kondisi normal. Ketika remaja terpisah dari keluarga, teman, guru,
anggota masyarakat dan budaya tradisionalnya, terdapat lebih sedikit kontrol sosial
terhadap perilaku berisiko. Tanpa akses terhadap informasi dan layanan yang memadai
remaja mungkin terpapar dengan praktek seks tak aman yang dapat mengakibatkan
kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi yang tidak aman, IMS dan HIV.
Krisis kemanusiaan dapat menganggu kemitraan remaja dan orang dewasa
ketika model panutan menjadi sangat penting: Dalam siatusi yang stabil, remaja
biasanya memiliki model panutan di keluarga dan masyarakat. Model panutan
semacam itu mungkin tidak jelas terlihat dalam situasi krisis. Petugas kesehatan atau

12

pemberi layanan serta ketua klub remaja mungkin menjadi model panutan yang
penting dan harus menyadari potensi pengaruh mereka.
Krisis kemanusiaan tidak hanya menganggu kehidupan sehari-hari tetapi juga
mengganggu perspektif masa depan remaja: Untuk remaja, kondisi ini dapat
bermanifestasi menjadi pandangan buruk terhadap kehidupan dan mengarah ke
tindakan berisiko seperti kekerasan, penggunaan narkoba dan/atau kegiatan seksual
yang tidak aman. Remaja yang mengikuti kegiatan atau program yang membantu
mereka merencanakan masa depan harus dibekali segera dengan alasanalasan yang
harus mereka pertimbangkan terkait dengan konsekuensi kegiatan seksual yang tidak
aman dan pentingnya bertanggung jawab untuk tindakan mereka. Pelatihan untuk
meningkatkan kemampuan membuat keputusan, bernegosiasi dan keterampilan hidup
lain dapat merupakan pelatihan yang efektif untuk mendorong remaja agar berpikir
mengenai bagaimana cara mereka agar dapat memperbaiki kondisi mereka saat ini.
Remaja dapat mengambil peran orang dewasa dalam keadaan darurat: Remaja
dapat dipaksa untuk mengambil peran orang dewasa dan memerlukan keterampilan
menghadapi situasi yang jauh melebihi kapasitas usia mereka. Krisis kemanusiaan
dapat menyebabkan remaja menggunakan lebih banyak kekuasaan dibandingkan
dengan orang dewasa yang kemudian akan mengarah pada kebingungan sosial lebih
lanjut.
Kelompok rentan: Perhatian harus diberikan pada kerentanan yang bersifat spesifik
untuk usia, jenis kelamin, status pernikahan dan kondisi tertentu.

Bab III
Penutup

13

3.1 Kesimpulan
Menjadi dewasa merupakan periode yang penuh tekanan dan tantangan, bagi
remaja yang hidup di daerah pengungsian tekanan ini bahkan lebih besar. Tradisi dari
masa kanak-kanak ke dewasa menjadi lebih sulit karena todak adanya tokoh panutan serta
tidak berlakunaya system social dan kultural dimana mereka tinggal. Mereka mengalami
trauma pribadi seperti konflik bersenjata, kekerasan, rasa tidaak aman, pelecehan seksual,
cidera atau kehilangan anggota keluarga., kehilangan sekolah dan pekerjaan, persahabatan
serta dukungan keluarga dan masyarakat.
Para tenaga kespro, pengelola program kespro dan penyedia pelayanan pada
situasi bencana harus mempertimbangkan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan khusus
dari remaja yang sedang transisi ke masa dewasa bila sumber daya manusia dan kondisi
memungkinkan atau ketika kondisi sudah mulai stabil. Mereka secara khusus harus
mempertimbangkan remaja yang rentan, termasuk anak yang menjadi kepala keluarga,
remaja yang sudah menjadi ibu dan gadis-gadis berusia muda yang memiliki risiko yang
tinggi terhadap eksploitasi seksual.
3.2 Saran
Sebagai calon bidan yang profesional mahasiswa wajib mempelajari dan
memahami dari kesehatan reproduksi salah satunya tentang masalah kesehatan reproduksi
pada saat situasi darurat bencana, karena didalam materi ini kita dapat mengetahui dan
mempelajari bagaimana cara bekerja seorang bidan memberikan penyuluhan tentang
maslah kesehatan reproduksi kepada masyarakat setempat, agar menjadi calon bidan yang
baik dan professional dan kita juga dapat mengerti tentang masalah kesehatan reproduksi
pada saat situasi darurat bencana.

Daftar Pustaka

14

https://lovikarafflesiapitri.wordpress.com/2015/05/20/ppam-kesehatan-reproduksi-dalamsituasi-darurat-bencana/
http://www.komnasham.go.id/sites/default/files/dokumen/Kesehatan%20Reproduksi
%20Perempuan%20Pengungsi.pdf
IWGRHC. 2010. Buku Pedoman Lapangan Antar Lembaga Kesehatan Reprosuksi dalam
Situasi Darurat Bencana.
PP IBI dan IMA. 2008. Modul Bahan Ajar Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM)
Kesehatan Reproduksi (KESPRO) pada Krisis Kesehatan ( Situasi Tanggap Darurat
Bencana )

15

Você também pode gostar