Você está na página 1de 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang
menerima rangsangan cahaya. Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat
terorganisir, yang terdiri dari lapisan-lapisan badan sel dan prosesus sinaptik.
Walaupun ukurannya kompak dan tampak sederhana apabila dibandingkan dengan
struktur saraf misalnya korteks serebrum, retina memiliki daya pengolahan yang
sangat canggih. Pengolahan visual retina diuraikan oleh otak, dan persepsi warna,
kontras, kedalaman, dan bentuk berlangsung di korteks.1,2
Retina merupakan jaringan neurosensoris yang terbentuk dari perpanjangan sistem
saraf pusat sejak embriogenesis. Retina berfungsi untuk mengubah energi cahaya
menjadi impuls listrik yang kompleks yang kemudian ditransmisikan melalui saraf
optik, chiasma optik, dan traktus visual menuju korteks occipital sehingga
menghasilkan persepsi visual. Bagian sentral retina atau daerah makula sebagian
besar terdiri dari fotoreseptor kerucut yang digunakan untuk penglihatan sentral dan
warna (penglihatan fotopik), sedangkan bagian perifer retina sebagian besar terdiri
dari fotoreseptor batang yang digunakan untuk penglihatan perifer dan malam
(skotopik).2,3
Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut
dan sel batang retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen
masih melekat erat dengan membran Brunch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel
batang retina tidak terdapat suatu perlengketan struktural dengan koroid atau pigmen
epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis.
Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel akan
mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila
berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi penglihatan yang menetap.1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi Mata
2.1.1.Anatomi mata
Mata adalah indera penglihatan. Mata dibentuk untuk menerima rangsangan
berkas berkas cahaya pada retina, lalu dengan perantaraan serabut- serabut nervus
optikus, mengalihkan rangsangan ini ke pusat penglihatan pada otak, untuk ditafsirkan.
Adapun anatomi organ penglihatan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:
a. Adneksa Mata
Merupakan jaringan pendukung mata yang terdiri dari: Kelopak mata berfungsi
melindungi mata dan berkedip serta untuk melicinkan dan membasahi mata. Konjungtiva
adalah membran tipis yang melapisi dan melindungi bola matabagian luar. Sistem saluran
air mata (Lakrimal) yang menghasilkan cairan air mata, dimana terletak pada pinggir luar
dari alis mata. Rongga orbita merupakan rongga tempat bola mata yang dilindungi oleh
tulang-tulang yangkokoh. Otot -otot bola mata masing-masing bola mata mempunyai 6
(enam) buah otot yang berfungsi menggerakkan kedua bola mata secara terkoordinasi
pada saat melirik
b. Bola Mata
Jika diurut mulai dari yang paling depan sampai bagian belakang, bola mata
terdiri dari: Kornea disebut juga selaput bening mata, jika mengalami kekeruhan akan
sangat mengganggu penglihatan. Kornea bekerja sebagai jendela bening yang melindungi
struktur halus yang berada dibelakangnya, serta membantu memfokuskan bayangan pada
retina. Kornea tidak mengandung pembuluh darah. Sklera yaitu lapisan berwarna putih di
bawah konjungtiva serta merupakan bagian dengan konsistensi yang relatif lebih keras
untuk membentuk bola mata. Bilik mata depan merupakan suatu rongga yang berisi
cairan yang memudahkan iris untuk bergerak. Uvea terdiri dari 3 bagian yaitu iris, badan
siliar dan koroid. Iris adalah lapisan yang dapat bergerak untuk mengatur banyaknya
cahaya yang masuk ke dalam mata. Badan siliar berfungsi menghasilkan cairan yang
mengisi bilik mata, sedangkan koroid merupakan lapisan yang banyak mengandung
pembuluh darah untuk memberi nutrisi pada bagian mata.
Pupil merupakan suatu lubang tempat cahaya masuk kedalam mata, dimana
lebarnya diatur oleh gerakan iris. Bila cahaya lemah iris akan berkontraksi dan pupil
membesar sehingga cahaya yang masuk lebih banyak. Sedangkan bila cahaya kuat iris
akan berelaksasi dan pupil mengecil sehingga cahaya yang masuk tidak berlebihan.

Lensa mata adalah suatu struktur biologis yang tidak umum. Transparan dan
cekung, dengan kecekungan terbesar berada pada sisi depan. Lensa adalah organ fokus
utama, yang membiaskan berkas - berkas cahaya yang terpantul dari benda - benda yang
dilihat, menjadi bayangan yang jelas pada retina. Lensa berada dalam sebuah kapsul
elastik yang dikaitkan pada korpus siliare khoroid oleh ligamentum suspensorium.
Dengan mempergunakan otot siliare, permukaan anterior lensa dapat lebih atau agak
kurang dicembungkan, guna memfokuskan benda - benda dekat atau jauh. Hal ini disebut
akomodasi visual. Badan Kaca (Vitreus) bagian terbesar yang mengisi bola mata, disebut
juga sebagai badan kaca karena konsistensinya yang berupa gel dan bening dapat
meneruskan cahaya yang masuk sampai ke retina. Retina merupakan reseptor yang peka
terhadap cahaya. Retina adalah mekanisme persyarafan untuk penglihatan. Retina
memuat ujung-ujung nervus optikus. Bila sebuah bayangan tertangkap (tertangkap oleh
mata) maka berkas - berkas cahaya benda yang dilihat, menembus kornea, aqueus humor,
lensa dan badan vitreus guna merangsang ujung - ujung saraf dalam retina. Rangsangan
yang diterima retina bergerak melalui traktus optikus menuju daerah visuil dalam otak,
untuk ditafsirkan. Kedua daerah visuil menerima berita dari kedua mata, sehingga
menimbulkan lukisan dan bentuk (Papil saraf optik berfungsi meneruskan rangsangan
cahaya yang diterima dari retina menuju bagian otak yang terletak pada bagian belakang
kepala (korteks oksipital).
Bagian mata yang sangat penting dalam memfokuskan bayangan pada retina
adalah kornea, aqueus humor, lensa dan badan vitreus. Seperti yang selalu terjadi dalam
menafsirkan semua perasaan yang datang dari luar, maka sejumlah stasiun penghubung
bertugas untuk mengirimkan perasaan, dalam hal ini penglihatan. Sebagian stasiun
penghubung ini berada dalam retina. Sebelah dalam tepi retina, terdapat lapisan- lapisan
batang dan kerucut yang merupakan sel-sel penglihat khusus yang peka terhadap cahaya.
Sela-sela berupa lingkaran yang terdapat diantaranya, disebut granula. Ujung proximal
batang-batang dan kerucut-kerucut itu membentuk sinapsis (penghubung) pertama dengan
lapisan bipoler dalam retina. Proses kedua yang dilakukan sel-sel itu adalah membentuk
sinapsis kedua dengan sel-sel ganglion besar, juga dalam retina. Axon-axon sel-sel ini
merupakan serabut - serabut dalam nervus optikus. Serabut -serabut saraf ini bergerak ke
belakang, mula-mula mencapai pusat yang lebih rendah dalam badan-badan khusus
talamus, lantas akhirnya mencapai pusat visuil khusus dalam lobus oksipitalis otak, di
mana penglihatan ditafsirkan.

2.1.2. Fisiologi mata


Gelombang cahaya dari benda yang diamati memasuki mata melalui lensa
mata dan kemudian jatuh ke retina kemudian disalurkan sampai mencapai otak
melalui saaf optik, sehingga mata secara terus menerus menyesuaikan untuk melihat
suatu benda. Iris bekeja sebagai diafragma, mengatur banyak sedikitnya cahaya yang
masuk ke dalam pupil. Pada keadaan gelap pupil membesar dan pada suasana terang
pupil akan mengecil. Mekanisme tersebut berjalan secara otomatis, jadi di luar
kesadaran kita. Pada saat yang sama ajakan saraf yang lainnya masuk lebih jauh ke
dalam otak dan mencapai korteks sehingga memasuki saraf kesadaran. Sistem yang
terdiri dari mata dan alur saraf yang mempunyai peranan penting dalam melihat
disebut alat visual. Mata mengendalikan lebih dari 90 % dari kegiatan sehari-hari.
Dalam hampir semua jabatan visual ini memainkan peranan yang menentukan. Organ
visual ikut bertanggung jawab atas timbulnya gejala kelelahan umum.

2.2 Ablasi Retina


2.2.1 Definisi

Ablasi retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan sel batang retina dari
sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan
membran bruch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu
perlekatan.1
2.2.2. Epidemiologi
Insiden ablasio retina di Amerika Serikat adalah 1:15.000 populasi dengan prevalensi
0,3%. Sumber lain menyatakan bahwa insiden ablasio retina retina di Amerika Serikat adalah
12,5:100.000 kasus per tahun atau sekitar 28.000 kasus pertahun.
Secara internasional, faktor penyebab ablasio retina terbanyak adalah niopia 40-50%.
Operasi katarak (afakia, pseudofakia) 30-40% dan trauma okuler 10-20%. Ablasio retina
lebih banyak terjadi pada usia 40-70 tahun, tetapi bisa terjadi pada anak-anak dan remaja
lebih banyak karena trauma.4
Ablasio retina regmatogenosa merupakan ablasio retina yang paling sering terjadi.
Sekitar 1 dari 10.000 populasi normal akan mengalami ablasio retina regmatogenosa.
Kemungkinan ini akan meningkat pada pasien:

yang memiliki miopia tinggi


telah menjalani operasi katarak terutama jika operasi ini mengalmi komplikasi

kehilangan vitreus
pernah mengalami ablasio retina pada mata kontralateral
Baru mengalami trauma mata berat.5

2.2.3 Anatomi Retina


Retina merupakan membran yang tipis, halus dan tidak berwarna, tembus pandang.
Yang terlihat pada fundus adalah warna koroid. Retina terdiri dari macam-macam jaringan,
jaringan saraf dang jaringan pengokoh yang terdiri dari serat-serat mueller, membrane
limitans interna dan eksterna, serta sel-sel gila.7
Pada kehidupan embrio, dari optic vesicle terbentuk optic cup, di mana lapisan luar
membentuk lapisan epitel pigmen dan lapisan dalam membentuk lapisan dalam lainnnya. Di
anatara kedua lapisan ini terdapat celah potensial. Bila terjadi robekan di retina, maka cairan
maka cairan badan kaca akan melalui robekan ini, masuk ke dalam celah potensial dan
melepaskan lapisan batang dan kerucut dari lapisan epitel pigmen, maka terjadilah ablasio

retina. Keadaan ini tidak boleh berlangsung lama, oleh karena lapisan batang dan kerucut
mendapat makanan dari kapiler koroid, sedang bagian-bagian lain dari retina mendapat
nutrisi dari pembuluh darah retina sentral, yang cabang-cabangnya terdapat di dalam lapisan
urat saraf.7
Retina menjalar ke depan dan makin kedepan, lapisannya berubah makin tipis dan
berakhir di ora serrata, di mana hanya didapatkan satu lapisan nuklear. Makin ke perifer
makin banyak batang daripada kerucut, batang-batang itu telah mengadakan modifikasi
menjadi tipis-tipis. Epitel pigmen dari retina kemudian meneruskan diri menjadi epitel
pigmen yang menutupi badan siliar dan iris.7
Di mana aksis mata memotong retina, terletak di makula lutea. Di tengah-tengahnya
terdapat lekukan dari fovea sentralis. Pada, funduskopi tampak makula lutea lebih merah dari
sekitarnya dan pada tempat fovea sentralis seolah-olah ada cahaya, yang disebut reflek fovea,
yang disebabkan lekukan pada fovea sentralis. Besar makula lutea 1-2mm. Daerah ini daya
penglihatannya paling tajam, terutama di fovea sentralis. Struktur makula lutea :
1. Tidak ada serat saraf
2. Sel-sel ganglion sangat banyak di pinggir-pinggirnya, tetapi di makula sendiri tidak
ada
3. Lebih banyak kerucut dari pada batang dan telah bermodifikasi menjadi tipis-tipis. Di
fovea sentralis hanya terdapat kerucut.

Nasal dari makula lutea, kira-kira pada jarak 2 diameter papil terdapat papilla nervi
optisi, yaitu tempat di mana N II menembus sklera. Papil ini hanya terdiri dari serabut saraf,
tidak mengandung sel batang dan kerucut sama sekali. Bentuk papil lonjong, berbatas tegas,
pinggirnya lebih tinggi dari retina sekitarnya. Bagian tengahnya ada lekukan yang tampak
agak pucat, besarnya 1/3 diameter papil, yang disebut exkavasi fisiologis. Dari tempat inilah
keluar arteri dan vena sentral yang kemudian bercabang-cabang ke temporal dan ke nasal,
juga ke atas dan ke bawah.7
Pada pemeriksaan funduskopi, dinding pembuluh darah tidak dapat dilihat. Yang
tampak pada pemeriksaan adalah kolom darah. Arteri diameternya lebih kecil, dengan
perbandingan a:v = 2:3. Warnanya lebih merah, bentuknya lebih lurus-lurus, ditengahnya
terdapat refleks cahaya. Vena lebih besar, warna lebih tua, bentuk lebih berkelok-kelok.7

Arteri retina sentralis mengurus makanan lapisan-lapisan retina sampai dengan


membrana limitans eksterna. Di daerah makula lutea, yang terutama terdiri dari sel batang
dan sel kerucut tidak terdapat cabang dari arteri retina sentralis, oleh karena daerah ini
mendapat nutrisi dari kapiler koroid.7
Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina dan terdiri atas
lapisan1:
1. Epitel pigmen retina (RPE) : terbentuk atas satu lapisan sel yang melekat longgar
pada retina kecuali di perifer (ora serata).
2. Fotoreseptor : merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi
4. Lapis nukleus luar : merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang.
Ketiga lapis diatas avaskuler dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid
5. Pleksiform luar : merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat sinapsis sel
fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal
6. Nukleus dalam : merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel muller. Lapis
ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral
7. Pleksiform dalam : merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat sinaps sel
bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Sel ganglion : merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua
9. Serabut saraf : merupakan lapis akson sel ganglion menuju saraf optik. Di dalam
lapisan-lapisan ini terlertak sebagian besar pembuluh darah retina.
10. Membran limitan interna : merupakan membrane hialin antara retina dan badan
kaca.

2.2.4 Patofisiologi
Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga
vesikel optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar, pada mata yang matur dapat
berpisah :5

1. Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likulifikasi dapat
memasuki ruangan

subretina

dan menyebabkan ablasio progresif (ablasio

regmatogenosa).
2. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina, misalnya
seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes melitus (ablasio retina traksional)
3. Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina akibat
proses eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina
eksudatif)
Ablasio retina idiopatik (regmatogen) terjadinya selalu karena adanya robekan retina
atau lubang retina. Sering terjadi pada miopia, pada usia lanjut, dan mata afakia.
Perubahan yang merupakan faktor predisposisi adalah degenerasi retina perifer
(degenerasi kisi-kisi/lattice degeneration), pencairan sebagian basan kaca yang tetap
melekat pada daerah retina tertentu, cedera dan sebagainya.12
Perubahan degeneratif retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di koroid.
Sklerosis dan sumbatan pembuluh darah koroid senil akan menyebabkan berkurangnya
perdarahan ke retina. Hal ini juga bisa terjadi pada miopia karena teregangnya dan
menipisnya pembuluh darah retina. Perubahan ini terutama terjadi di daerah ekuator, yaitu
tempat terjadinya 90% robekan retina. Terjadinya degenerasi retina pada mata 10 sampai
15 tahun lebih awal daripada mata emetropia. Ablas retina delapan kali lebih sering
terjadi pada mata miopia daripada mata emetropia atau hiperopia. Ablasi retina terjadi
sampai 4% dari semua mata afakia, yang berarti 100 kali lebih sering daripada mata
fakia.12
Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata miopia satu dasawarsa lebih
awal daripada mata normal. Depolimerasi menyebabkan penurunan daya ikat air dari
asam hialuron sehingga kerangka badan kaca mengalami disintegrasi. Akan terjadi
pencairan sebagian dan ablasi badan kaca posterior. Oleh karenanya badan kaca
kehilangan konsistensi dan struktur yang mirip agar-agar, sehingga badan kaca tidak
menekan retina pada epitel pigmen lagi. Dengan gerakan mata yang cepat, badan kaca
menarik perlekatan vireoretina. Perlekatan badan kaca yang kuat biasanya terdapat di
daerah sekeliling radang atau daerah sklerosis degeneratif. Sedudah ekstraksi katarak
intrakapsular, gerakan badan kaca pada gerakan mata bahkan akan lebih kuat lagi. Sekali
terjadi robekan retina, cairan akan menyusup di bawah retina sehingga neuroepitel akan
terlepas dari epitel pigmen dan koroid.12

2.2.5 Klasifikasi
Klasifikasi ablasio retina berdasarkan etiologinya, terdiri atas :1
1. Ablasio retina regmatogenosa
Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasio terjadi akibat adanya
robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel
dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous) yang
masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga
mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid. Ablasio retina akan
memberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang kadang-kadang terlihat
sebagai tabir yang menutup. Terdapat riwayat adanya pijaran api (fotopsia) pada
lapangan penglihatan.
Ablasio retina yang berlokalisasi di daerah supratemporal sangat berbahaya
karena dapat mengangkat makula. Penglihatan akan turun secara akut pada ablasio
retina bila dilepasnya retina mengenai makula lutea. Pada pemeriksaan funduskopi
akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya
dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan
terlihat retina yang lepas (ablasio) bergoyang. Kadang-kadang terdapat pigmen di
dalam badan kaca. Pada pupil terlihat adanya defek aferen pupil akibat penglihatan
menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi neovaskular
glaukoma pada ablasio yang telah lama.
2. Ablasio retina tarikan atau traksi
Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut
pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasio retina dan penglihatan turun tanpa
rasa sakit. Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes
melitus priliferatif, trauma, dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi.
3. Ablasio retina eksudatif
Ablasio eksudatif adalah ablasio yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat di
bawah retina dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina sebagai
akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah retina dan koroid (ekstravasasi).
Hal ini disebabkan penyakit koroid. Pada ablasio tipe ini penglihatan dapat
berkurang dari ringan sampai berat. Ablasio ini dapat hilang atau menetap
bertahun-tahun setelah penyebabnya berkurang/hilang.

2.2.6 Diagnosis 1,4,5,8,8,10


Diagnosis ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
oftalmologi dan pemeriksaan penunjang, sebagai berikut :
1.

Anamnesis
Gejala yang sering dikeluhkan pasien, adalah:
- Floaters (terlihat benda melayang-layang), yang terjadi karena adanya kekeruhan di
vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri.
- Fotopsia/ light flashes (kilatan cahaya) tanpa adanya cahaya di sekitarnya, yang
umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam
keadaan gelap.
- Penurunan tajam penglihatan. Pasien mengeluh penglihatannya sebagian seperti
tertutup tirai yang semakin lama semakin luas. Pada keadaan yang telah lanjut dapat
terjadi penurunan tajam penglihatan yang lebih berat.

2.

Pemeriksaan oftalmologi
- Pemeriksaan visus, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya
makula lutea ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau badan kaca yang
menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat menurun bila makula lutea ikut
terangkat.
- Pemeriksaan lapangan pandang, akan terjadi lapangan pandang seperti tertutup tabir
dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan ablasio retina, pada lapangan
pandang akan terlihat pijaran api seperti halilintar kecil dan fotopsia.
- Pemeriksaan funduskopi, yaitu salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis ablasio
retina dengan menggunakan binokuler indirek oftalmoskopi. Pada pemeriksaan ini ablasio
retina dikenali dengan hilangnya refleks fundus dan pengangkatan retina. Retina tampak
keabu-abuan yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan
bermakna pada ruang subretina, didapatkan pergerakkan undulasi retina ketika mata
bergerak. Suatu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh
koroid dibawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreus yang terdiri dari
darah dan pigmen atau ruang retina dapat ditemukan mengambang bebas.

3.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit penyerta


antara lain glaukoma, diabetes mellitus, maupun kelainan darah.

Pemeriksaan ultrasonografi, yaitu ocular B-Scan ultrasonografi juga digunakan


untuk mendiagnosis ablasio retina dan keadaan patologis lain yang menyertainya
seperti proliverative vitreoretinopati, benda asing intraokuler. Selain itu ultrasonografi
juga digunakan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan ablasio retina
eksudatif misalnya tumor dan posterior skleritis.

Scleral indentation

Fundus drawing

Goldmann triple-mirror

Indirect slit lamp biomicroscopy

2.2.7. Penatalaksanaan 6,10,11


Prinsip Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk melekatkan kembali lapisan
neurosensorik ke lapisan epitel pigmen retina. Penanganannya dilakukan dengan
pembedahan, pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara:6,10,11
1. Retinopeksi pneumatik
Retinopati pneumatik merupakan cara yang paling banyak pada ablasio retina
regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada superior retina. Teknik
pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas ke dalam vitreus.
Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina. Jika robekan dapat ditutupi oleh
gelembung gas, cairan subretinal akan menghilang 1-2 hari. Robekan retina dapat juga
dilekatkan dengan kryopeksi sebelum balon disuntikkan. Pasien harus mempertahankan
posisi head precise selama 7-10 hari untuk meyakinkan gelembung terus menutupi robekan
retina.

2.

Scleral buckle
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama

tanpa disertai komplikasi lainnya. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan tergantung
lokasi dan jumlah robekan retina. Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon
padat. Pertama-tama dilakukan kryopeksi atau laser untuk memperkuat
perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera

sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga terjadi penutupan pada robekan
tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan cairan subretinal menghilang secara
spontan dalam waktu 1-2 hari.
3. Vitrektomi
Vitrektomi merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat
diabetes, ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau hemoragik vitreus. Cara
pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada bola mata kemudian memasukkan
instrumen hingga ke cavum melalui pars plana. Setelah itu pemotongan vitreus dengan
pemotong vitreus. Teknik dan instrumen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab
ablasio.
2.2.8. Diagnosis Banding
-

Retinoschisis degeneratif, yaitu degenerasi peripheral tipikal sering ditemukan pada


orang dewasa, berlanjut dan meninggi 2-3 mm posterior ke ora serrata. Daerah yang
degenerasi tampak adanya gelembung dan paling mudah diamati adanya depresi
skleral. Kavitas kistoid pada lapisan pleksiform luar mengandung hyalorinidasemukopolisakarida sensitif. Komplikasi yang diketahui dari degenerasi kistoid yang
tipikal adalah koalesensi dan ekstensi kavitas dan peningkatan kearah retinoskisis
degenerasi tipikal. Gejala fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada traksi
vitreoretinal. Defek lapangan pandang jarang. 10,11

Choroidal detachment, gejala fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada traksi
viteroretinal. Defek lapangan pandang ada pada mata dengan detachment choroidal
yang luas.10

2.2.9. Komplikasi
Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi yang paling
umum terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap gerakan tangan atau
persepsi cahaya adalah komplikasi yang sering dari ablasio retina yang melibatkan
makula.4

Jika retina tidak berhasil dilekatkan kembali dan pembedahan mengalami komplikasi,
maka dapat timbul perubahan fibrotik pada vitreous (vitreoretinopati proliferatif, PVR).
PVR dapat menyebabkan traksi pada retina dan ablasio retina lebih lanjut.2,5
2.2.10. Prognosis
Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio,
diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan.12
Terapi yang cepat prognosis lebih baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai makula
atau jika telah berlangsung lama. Jika makula melekat dan pembedahan berhasil
melekatkan kembali retina perifer, maka hasil penglihatan sangat baik. Jika makula lepas
lebih dari 24 jam sebelum pembedahan, maka tajam penglihatan sebelumnya mungkin
tidak dapat pulih sepenuhnya.2,5

BAB III
LAPORAN KASUS

BAB IV

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

1.

Ilyas S, dkk. Ablasio retina. In: Sari ilmu penyakit mata. Cetakan ke-4. Gaya Baru
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004: 9,10,183-6.

2.

Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Ablasi retina. In: Oftalmologi umum. 14th ed. Widya
Medika. Jakarta; 2006:197, 207-9.

3.

Olsen TW. Retina. In: Primary care ophtahalmology. Palay DA, Krachmer JH. Pr,
editors. 2nd ed. Elsevier Mosby. Philadelphia;2005. 183-6.

4.

Gregory Luke Larkin.Retinal Detachment.EMedicine [Online] Available from :


http://www.emedicine.com/emerg/byname/Retinal-Detachment.htm

Accessed:

15/3/2015
5.

James B.,dkk. Ablasi retina. In: Oftalmologi. 9th ed. Erlangga:Ciracas Jakarta; 2003:
117-121.

6.

Friedman NJ, Kaiser PK, Trattler WB. Posterior segment. In: Review of
ophthalmology. Elsevier Saunders. Philadelphia; 2005: 295-342.

7.

Wijana N. Retina. In: Ilmu penyakit mata. 154-6.

8.

Langston DP. Manual of ocular diagnosis and therapy. 5 th ed. Lippicott Williams &
Wilkins. Philadelphia; 2002: 187-91.

9.

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita selekta kedokteran Edisi ketiga jilid pertama. Fakultas
kedokteran Universitas Indonesia : Media Aesculapius

10.

Kanski JJ. Retinal etachment. In: Clinical ophthalmology. 5 th ed. Butterworth


Heinemann. Philadelphia; 2003: 349-89.

11. The Eye MD. Association, Retina and Vitreus. In: Basic and clinical science cource
2003-2004 on CD-ROM, section 12. America Academy of Ophthalmology: 2003-2004.
12. Hollwich F. Ablasi Retina. In: Oftalmologi. Binarupa Aksara: Jakarta; 1993: 263-269.
13. Lihteh Wu. Tractional Retinal Detachment.E Medicine [Online]Available from :
http://www.emedicine.com/oph/byname/Retinal-DetachmentTractional.htm

.Accessed:

15/3/2015.
14. Lihteh wu. Exudative Retinal Detachment.E Medicine [Online]Available from :
http://www.emedicine.com/oph/byname/Retinal-DetachmentExudative.htm
15/3/2015.

.Accessed:

Você também pode gostar