Você está na página 1de 8

BAB 1

PENDAHULUAN

A. KASUS POSISI
Pada dini hari Jumat tanggal 28 Oktober 2011, Eko Ristanto, bersama rekan-rekannya dari
Reskrim Polres Sidoarjo yaitu Iwan Kristiawan, Sis Sudarwanto, Dominggus Dacosta, Agus
Sukwan Handoyo dan Widianto tengah berada di sekitar kawasan monument Ponti setelah keluar
dari sebuah tempat hiburan malam1.
Widianto kemudian mengeluh sakit dan akhirnya pulang dengan mengendarai sepeda motor
namun kemudian terjadi tabrakan dengan sebuah mobil Suzuki Carry yang dikemudikan Riadis
Solikhin yang sedang perjalanan pulang ke rumahnya, di Desa Sepande Candi usai bekerja antar
jemput karyawan PT Ecco Indonesia, pabrik sepatu ekspor di kawasan Desa Bligo Candi.2
Melihat kejadian tersebut kemudian Sis Sudarwanto menolong Widianto yang terpelanting
dan tak sadarkan diri. Sementara Eko Ristanto mengejar dengan sepeda motor Vega. Pengejaran
juga dilakukan oleh Iwan Kristiawan, Dominggus Dacosta dan Agus Sukwan Handoyo yang
mengendarai mobil Xenia.
Eko Ristanto dalam usaha pengejarannya tersebut kemudian melepaskan dua kali tembakan ,
dengan selisih waktu, ke udara dengan maksud agar Riadis Solikhin mau berhenti namun Riadis
Solikhin tetap tidak mau berhenti. Eko Ristanto pun kemudian berusaha menyalip mobil korban
dari sebelah kanan dan memotong laju mobil korban yang memutar namun ia tersenggol mobil
Riadis Solikhin dan terjatuh. Melihat Eko Ristanto terjatuh maka Iwan Kristiawan yang ikut
melakukan pengejaran pun turut melepaskan tembakan peringatan ke udara .
Selanjutnya setelah bangun dari jatuhnya, Eko Ristanto mempercepat laju sepeda motornya
untuk mengejar mobil korban dan mengeluarkan tembakan ke arah mobil korban dan mengenai
bemper belakang mobil namun Riadis Solikhin masih tetap tidak mau berhenti.

1 Edy M. Yakub, Empat Polisi Sidoarjo Segera Disidang Disiplin, diakses dari
http://www.antarajatim.com/lihat/berita/75400/empat-polisi-sidoarjo-segera-disidang-disiplin pada tanggal 16
September 2015 pukul 0:18 WIB
2 Tim Redaksi Website Kejaksaan RI, Jaksa Bacakan Tuntutan Pembunuh Guru Ngaji diakses dari
https://www.kejaksaan.go.id/berita.php?id=5146 pada tanggal 16 September pukul 0:34 WIB

Hal ini membuat Eko Ristanto mempercepat laju sepeda motornya dan ketika dalam posisi
berdampingan dengan mobil korban, ia melepaskan tembakan ke arah lengan kanan Riadis
Solikhin dan ketika dibawa ke RSU Sidoarjo dinyatakan telah meninggal dunia
Untuk menghilangkan jejak penembakan tersebut, Terdakwa kemudian memecahkan kaca
depan mobil korban tersebut dengan alibi seolah-olah korban berhenti karena menabrak tembok
rumah di daerah Desa Sepande Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo tersebut . Selain itu Eko
Ristanto beserta rekan-rekan sejawatnya tersebut dan atasan mereka, Ernesto Seiser, menyiapkan
skenario bahwa korban melakukan perlawanan dengan menggunakan celurit yang oleh Tim
Pencari Fakta Polda Jatim dinyatakan tidak benar.3
Kasus hilangnya nyawa Riadis Solikhin inipun akhirnya bergulir ke meja hijau dan
dipisahkan dengan dugaan rekayasa kasus yang ada. Eko Ristanto dalam kasus pertama
kemudian dituntut dengan dakwaan alternatif yaitu atas pasal 338 KUHP atau 354 (2) KUHP
atau pasal 351 (3) KUHP dan diputuskan bersalah dan dihukum 11 tahun penjara setelah secara
sah dan meyakinkan terbukti melakukan tindak pidana Pembunuhan di Pengadilan Negeri
Sidoarjo dengan nomor putusan 1075/Pid.B/2011/PN.Sda dan dikuatkan pada putusan banding
Pengadilan Tinggi Surabaya dengan nomor putusan 258/PID/2012/ PT.SBY.
Kuasa hukum terdakwa pun mengajukan kasasi dengan tiga poin keberatan. Poin pertama
berkaitan dengan hukum acara sedangkan poin kedua mempermasalahkan unsur kesalahan dalam
kasus dan poin ketiga adalah mengenai gramatikal isi pasal 338 KUHP. Namun Mahkamah
Agung menolak kasasi terdakwa dengan putusan No. 1396/K/Pid/2012. Sedangkan untuk dugaan
rekayasa kasus, terdakwa divonis oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo 8 bulan
hukuman penjara.4

3 Tudji Martudji, Polda Jatim Meralat Soal Penembakan Riyadus, diakses dari
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/260643/polda-jatim-meralat-soal-penembakan-riyadus , pada tanggal 16
September pukul 4:29 WIB
4 Mustain, AKP Ernesto Divonis 8 Bulan Penjara diakses dari http://surabaya.tribunnews.com/2012/06/25/akpernesto-divonis-8-bulan-penjara pada tanggal 16 September pukul 03:12 WIB

B. PERMASALAHAN HUKUM
Analisa dan penjelasan unsur kesalahan dan pertanggungjawaban pidana di dalam kasus

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pertanggungjawaban Pidana


Wirjono mengatakan5 bahwa tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat
dikenai hukuman pidana. Di dalam kasus ini dapat diketahui bahwa subyek perbuatan pidana
adalah bernama Eko Ristanto, seorang anggota Polri yang telah berumur 28 tahun. Dari
keterangan ini dapat diketahui bahwa dari sisi usia, terdakwa adalah seseorang yang telah dewasa
dan mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Namun statusnya sebagai anggota kepolisian memerlukan analisa lebih dalam untuk
membuktikan kemampuan mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut. Hal ini menjadi
menarik untuk dibahas karena baik Penuntut Umum ataupun kuasa hukum dari terdakwa tidak
membahas secara jelas status terdakwa tersebut baik sebagai dasar pemberat, dasar penghapus
dan atau dasar peringan pidana. Menurut Kombes Pol Coki Manurun6 terdakwa bersama rekanrekannya terbukti berada di kafe ponti, sebuah tempat hiburan malam di sekitar kawasan GOR
Sidoarjo, dan keberadaan mereka juga tidak dalam rangka menjalankan tugas. Hal ini bila dilihat
secara sepintas maka pengamanan wilayah yang disebutkan di dalam dakwaan Penuntut
Umum, walau tidak berhubungan langsung, juga tidak dalam rangka tugas. Namun mengenai hal
ini ( jam kerja polisi ) telah disebutkan di dalam kode etik kepolisian pasal 5 huruf f : Tidak
mengenal waktu istirahat selama 24 jam, atau tidak mengenal hari libur; dan juga di dalam PP
5 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, 2003, hlm. 59
6 Ketua Tim Pencari Fakta (TPF) Polda Jatim dalam kasus ini sesuai dengan berita online yang diperoleh dari
http://www.antarajatim.com/lihat/berita/75400/empat-polisi-sidoarjo-segera-disidang-disiplin , yang diakses pada
tanggal 19 September 2015 pukul 3:50 WIB

Nomor 2 Tahun 20037 : Seorang anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang sedang
tidak bertugas, tetap dianggap sebagai sosok polisi yang selalu siap memberikan perlindungan
kepada masyarakat. Maka menjadi pertanyaan kami tadinya mengapa kuasa hukum dari
terdakwa tidak menggunakan menggunakan pasal 51 ayat (1) KUHP 8 dalam poin keberatan di
dalam kasasi yang diajukannya. Hal ini menurut kami adalah karena meskipun polisi memiliki
hak diskresi, namun dalam penggunaannya tetap dibatasi seperti di dalam pasal 18 ayat UndangUndang No. 22 Tahun 2002 Tentang Kepolisian :
(1) Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik
Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak
menurut penilaiannya sendiri.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya
dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan
peraturan perundangundangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Dan karena terdakwa adalah seorang polisi aktif, kami berpendapat bahwa tidak ada masalah
dengan kondisi mental terdakwa yang dapat mengakibatkan terdakwa tidak mampu
mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut. Hal ini juga diperkuat dengan fakta bahwa
kuasa hukum terdakwa tidak mengajukan keberatan mengenai kesehatan mental terdakwa.
2.2 Kesalahan
Bila asas legalitas dalam hukum pidana mengatakan bahwa suatu peraturan pidana itu
haruslah dalam bentuk tertulis, asas dalam pertanggungjawaban dalam hukum pidana menurut
Moeljatno9 adalah : Tidak dipidana jika tidak ada kesalahan ( Geen straf zonder schuld ) yang
merupakan suatu bentuk hukum tidak tertulis. Hal ini kurang tepat menurut kami karena di
dalam pasal-pasal KUHP disebutkan kata sengaja dan lalai sebagai unsur suatu tindak
pidana dimana keduanya merupakan bentuk dari kesalahan.

7 Bagian Umum Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan
Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
8 Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang
berwenang, tidak dipidana.
9 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana. PT Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm. 153

Kesalahan dapat dibagi menjadi opzet ( kesengajaan ) dan culpa ( kelalaian ).10 Bentuk
kesalahan seseorang dalam tindak pidana menentukan hukuman yang diancamkan kepadanya.
Misalkan antara pasal 338 KUHP dan pasal 359 KUHP yang sama-sama mengatur tentang
hukuman menghilangkan nyawa orang lain. Bila seseorang terbukti sengaja menghilangkan
nyawa orang lain ( pasal 358 KUHP ) maka ia dapat dihukum maksimal 15 tahun penjara
sementara bila seseorang itu lalai ( pasal 359 KUHP ) dan mengakibatkan matinya orang lain
maka ia hanya diancam dengan penjara maksimal 1 tahun.
Kuasa hukum terdakwa menolak dakwaan Penuntut Umum yang menggunakan teori willens
en wetens ( mengetahui dan menghendaki ) dan melakukan pembelaan dengan mengatakan
bahwa terdakwa tidak memiliki keinginan menghilangkan nyawa korban dengan memberikan
gambaran bahwa terdakwa memiliki pilihan untuk menembak kepala korban namun terdakwa
memilih lengan kanan korban dan bahwa untuk terdakwa pasal yang tepat untuk didakwakan
adalah pasal 359 KUHP.11 Hal ini dapat diartikan bahwa kuasa hukum terdakwa mengakui
adanya unsur kesalahan namun kesalahan tersebut adalah dalam bentuk culpa atau lalai.
Pasal utama12 yang dituntut kepada terdakwa dalam kasus ini adalah pasal 338 KUHP.
Untuk dapat memahami unsur sengaja di dalam pasal 338 KUHP tersebut bisa dimulai dengan
mencari arti kata sengaja di dalam hukum pidana. Di dalam KUHP tidak ditemukan pengertian
kesengajaan. Penafsiran kesengajaan itu dapat dilihat di dalam pasal 18 KUHP Swiss yang
dikatakan

Moeljatno13:

Barangsiapa

melakukan

perbuatan

dengan

mengetahui

dan

menghendakinya, maka dia melakukan perbuatan itu dengan sengaja. Kesengajaan itu sendiri
dapat dibagi menjadi tiga14, yakni kesengajaan sebagai maksud, kesengajaan sebagai kepastian,
keharusan dan dolus eventualis. Bila melihat poin-poin kesimpulan hasil visum terhadap korban
dengan memperhatikan baik alibi terdakwa dan kronologi kasus yang terdapat dalam putusan
maka menurut kami perbuatan terdakwa termasuk suatu kesengajaan dengan keinsyafan
kepastian dan bukanlah merupakan suatu kealpaan ( culpa ). Karena menurut kami terdakwa
10 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, 2003. hlm. 65
11 Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun. Pasal ni merupakan pasal culpa
12 Kata utama diberikan tanda kutip karena di dalam dakwaan alternatif seperti pada kasus ini tidak ada tingkatan
pasal sebagaimana dakwaan primair-subsidair. Namun melihat pendapat MA dalam putusan kasasi kasus ini yang
mendasarkan putusannya atas pasal 338 KUHP maka pasal ini memiliki keutamaan untuk dibahas
13 Moeljatno, op. cit. hlm. 171
14 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana. PT Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm. 177

sebagai seorang polisi yang diberi tanggung jawab akan senjata api15 tentu mengetahui bahwa
kematian yang disebabkan oleh tembakan senjata api dari jarak dekat tidak selalu hanya bila
diarahkan ke kepala seseorang. Peluru yang diarahkan ke lengan kanan seseorang yang sedang
menyetir mobil, pun dalam keadaan kaca tertutup, kemungkinan besar akan menembus hingga
badan dan mengenai organ vital lainnya seperti paru-paru karena tembakan dilakukan dalam
jarak yang dekat ( saat korban berdampingan dengan pintu pengendara mobil ) atau dengan kata
lain terdakwa terbukti menghendaki matinya korban. Akan berbeda cerita bila mobil yang
digunakan adalah mobil kepresidenan16 yang memiliki perlindungan terhadap tembakan senjata
api. Adanya niat dalam suatu tindak pidana juga dapat dilihat dengan melihat hubungan sebabakibat ( kausalitas ) di dalam kasus. Ada beberapa teori mengenai kausalitas17 seperti :

Teori Conditio Sine Qua Non;


Teori yang Menggeneralisir;
Teori yang Mengindividualisir;
Teori Obyektif Nachttragliche Prognose;
Teori Relevansi
Namun di dalam KUHP dan KUHAP tidak disebutkan mengenai teori mana yang dipakai
sehingga menurut kami hal ini tergantung kepada pertimbangan hakim. Tapi paling tidak dengan
mengurai rangkaian sebab-akibat suatu kejadian pidana dapat dilihat motif/alasan terdakwa
melakukan penembakan yang mengakibatkan matinya korban.
Kasus ini diawali oleh adanya kecelakaan lalu lintas yang melibatkan rekan terdakwa dan
korban. Namun alih-alih berhenti dan memberikan pertolongan sebagai bentuk tanggung jawab,
korban terus memacu kendaraannya. Hal ini memicu, entah didorong oleh rasa setia kawan,
solidiritas korps, atau murni rasa tanggung jawab sebagai penegak hukum, terdakwa dan yang
lain untuk mengejar korban. Namun setelah berkali-kali diberikan tembakan peringatan, korban
tetap tidak mau berhenti dan terdakwa malah terjatuh setelah tersenggol mobil yang dikemudikan
korban. Hal ini, seperti yang disebut kuasa hukum terdakwa, mempengaruhi sikap bathin /
psikologis terdakwa. Selanjutnya, .. dengan kondisi seperti itu terdakwa memutuskan untuk
menghentikan mobil dengan cara melumpuhkan pengendara mobil Carry dengan mengarahkan
15 Sesuai BAP Laboratorium Kriminalistik yang terdapat dalam putusan kasasi No. 1396 K/Pid/2012, terdakwa
bertanggung jawab atas senjata api genggam jenis Revolver merk Colt caliber 38 dengan nomor seri 07168R
dimana menurut pasal 11 jo pasal 5 Perkap No. 1 Tahun 2009 terdakwa mendapatkan pelatihan penggunaan senjata
api.
16 Mercedes-Benz Limousine S600 Pullman Guard. seperti yang dipakai oleh Presiden Jokowi pada saat konferensi
KAA di Bandung kemarin.
17 Moeljatno, op. cit. hlm. 91-121

pada tangan kanan Riadis Solikin tidak memilih kepalanya, padahal ketika itu kepala korban
Riadis Solikin kelihatan . Hal tersebut menjadi suatu pertanyaan karena menurut kami ada
beberapa cara yang bisa ditempuh untuk menghentikan kendaraan tanpa melumpuhkan
pengemudi mobil seperti menembak ban mobil atau menghubungi rekan kepolisian lainnya
untuk melakukan blokade jalan. Namun cara-cara tersebut tidak dilakukan terdakwa dan ia lebih
memilih untuk melumpuhkan korban dengan cara menembak lengan kanan yang memiliki
kemungkinan bahwa korban akan meninggal dunia akibat tertembus peluru revolver terdakwa.

BAB 3
PENUTUP

Keputusan Mahkamah Agung untuk menolak kasasi terdakwa menurut kami adalah sudah
tepat bila dilihat terbatas dari penerapan hukumnya. Terdakwa terbukti memiliki niat dan
menghendaki matinya korban. Dan karena topik / tema tugas analisa minggu ini adalah mengenai
kesalahan dan pertanggungjawaban pidana maka mengenai hukum acara dan atau mengenai
gramatikal pasal 338 KUHP, seperti yang termuat di dalam poin pertama dan ketiga keberatan
terdakwa dalam kasasinya, dapat dikesampingkan.
Adanya suatu rekayasa kasus ( yang terbukti dalam persidangan terpisah ) pun menambah
keyakinan kami bahwa memang terdakwa bersalah karena bila memang ia dalam melakukan
penembakan tersebut tidak berniat menghilangkan nyawa korban dan hanya bermaksud
menghentikan kendaraan yang dikemudikan korban yang dicurigai sebagai pelaku tindak pidana
kejahatan, terdakwa tidak perlu mengarang skenario dimana korban seolah-olah melakukan
perlawanan.

DAFTAR PUSTAKA
6

Kode Etik Kepolisian http://www.metro.polri.go.id/kode-etik-kepol diakses pada tanggal 20


September 2015 pukul 1:22 WIB
Republik Indonesia. 2002. Undang-Undang No. 22 Tahun 2002 Tentang Kepolisian . Jakarta
Hamzah, Andi. KUHP & KUHAP. Jakarta, 2007
Hamzah, Andi. Hukum Acara Pidana Indonesia. PT Sinar Grafika 2009 Jakarta
Moeljatno. Asas-Asas Hukum Pidana. 2002 Jakarta. PT Rineka Cipta
Prodjodikoro, Wirjono . Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. 2003. Bandung. PT Refika
Aditama

Você também pode gostar